1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Aktifitas bisnis merupakan kegiatan yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik di bidang hukum, ekonomi, sosial dan politik. Dalam kehidupan masyarakat, seringkali dapat dilihat bahwa aktifitas manusia dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran bank selaku pelayan sekaligus penghubung berbagai transaksi bisnis, termasuk lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah dapat dibedakan menjadi dua yaitu bank dan bukan bank. Bank adalah badan usaha yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, serta menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup orang banyak. 1 Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. 2 Peradaban manusia akan berkembang dan maju bila ditopang dengan perekonomian yang kuat, dan sehat. Salah satu usaha untuk menciptakan perekonomian yang kuat dan sehat yaitu mengembangkan sistem ekonomi berdasarkan nilai dan prinsip syariah.
1
Pasal 1 ayat (1), UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 2 Muhammad Syafi’i Antonio, 2006, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, hlm. 18.
2
Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahahah), dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi), riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya), zalim (transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya) dan objek haram (baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional terkait).3 Salah satu prinsip dalam ekonomi syariah yaitu larangan terhadap praktek riba, hal inilah yang mendorong berdirinya perbankan syariah, sebagai wadah bagi masyarakat yang ingin kegiatan ekonomi dan bisnisnya terbebas dari praktek riba dan sesuai dengan ketentuan ketentuan syariah. Perbankan syariah pada umumnya tumbuh dan berkembang di seluruh dunia, terutama di negara-negara Islam seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan kehadiran bank syariah dengan prinsip ke-Islamannya yang tidak mengenal riba sangat sesuai dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang menunjukkan pengakuan Bank Indonesia akan keberadaan bank syariah telah mendorong kegiatan usaha syariah di seluruh kabupaten dan ibu kota provinsi di seluruh Indonesia, termasuk memberikan kesempatan kepada bank umum
3
Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran dan serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
3
(konvensional) untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sama seperti pada bank konvensional, bank syariah juga melakukan kegiatan menyalurkan dana dalam bentuk kredit. Hanya saja pada bank syariah tidak dikenal istilah kredit namun yang digunakan adalah istilah pembiayaan. Hal ini meskipun serupa tetapi tidaklah sama. Istilah kredit yang dipakai pada bank konvensional berbasis pada bunga (interest based) sedangkan istilah pembiayaan (financing) berbasis pada keuntungan riil yang dikehendaki (cost plus margin) ataupun bagi hasil (profit sharing). 4 Pasal 19 huruf d Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menentukan bahwa Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah, Akad Salam, Akad Istishna, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah. Salah satu produk bank syariah yang produktif adalah pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Murabahah berdasarkan Pasal 1 ayat 25 c UndangUndang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi jual beli dalam bentuk piutang.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pembiayaan Murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan 4
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Perbankan Syariah Di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 104.
4
harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Dengan kata lain, Murabahah bisa disebut juga dengan akad jual beli antara bank syariah selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank memperoleh keuntungan jual-beli yang disepakati bersama. karena dalam definisinya disebutkan adanya "keuntungan yang disepakati", maka secara umum karakteristik dari transaksi Murabahah adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli tentang harga pembelian barang dan menyebutkan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Dari karakteristik Murabahah yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa nasabah berhak untuk mengetahui harga pembelian/harga asli dari barang yang ditransaksikan, Selain itu, nasabah juga berhak untuk mengetahui keuntungan yang diambil oleh bank. Salah satu bank yang menyediakan fasilitas pembiayaan Murabahah yang produktif di Pangkalan Bun, adalah Bank Syariah Mandiri. Bank Syariah Mandiri merupakan anak perusahaan dari Bank Mandiri konvensional yang terletak di Jalan Sukma Arianingrat No. 14, Kelurahan Baru, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Berdasarkan Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah, kegiatan usaha di dalam perbankan syariah harus berdasarkan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.5 Berdasarkan Penjelasan
5
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
5
Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud kegiatan usaha di dalam perbankan syariah harus berdasarkan Prinsip Syariah yaitu: 6 Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur: 1. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjammeminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah); 2. maysir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan; 3. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah; 4. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau 5. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. Unsur zalim pada Pasal 2 angka 5 Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah terkait dengan asas saling menguntungkan seperti yang tertera pada Pasal 21 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang menyatakan bahwa asas saling menguntungkan adalah setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi dan merugikan salah satu pihak.7 Terhindarnya dari praktik manipulasi dan merugikan salah satu pihak merupakan esensi dari terhindarnya parktik zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. Dengan arti lain baik dari pihak bank maupun pihak nasabah dalam akad pembiayaan Murabahah harus sama-sama diuntungkan dalam akad tersebut agar tidak ada salah satu pihak 6
Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 21 huruf e Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 7
6
yang dirugikan sehingga memenuhi asas saling menguntungkan yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan Undang-Undang Perbankan Syariah dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Asas adalah suatu dasar, pedoman, atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan bertindak. 8 Menurut Satjipto Raharjo, asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum atau ia adalah sebagai ratio legis-nya peraturan hukum. 9 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa asas mempunyai arti penting sebagai pedoman terselanggaranya aturan hukum yang baik, demikian juga dengan asas saling menguntungkan yang diaplikasikan ke dalam akad pembiayaan Murabahah agar tercipta akad yang saling menguntungkan bagi para pihak. Dalam aplikasi akad pembiayaan Murabahah yang
dimaksud
saling
menguntungkan
yakni
masing-masing
pihak
mendapatkan manfaat atau keuntungan dari akad pembiayaan tersebut sehingga tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Untuk itu permasalahan yang timbul dari hal tersebut adalah bagaimana upaya PT.Bank Syariah Mandiri KCP Pangkalan Bun untuk mewujudkan asas saling menguntungkan dalam akad pembiayaan Murabahah agar pembiayaan tersebut sesuai dan memenuhi hal yang disyariatkan di dalam Islam sehingga memenuhi hak-hak nasabah untuk mendapatkan pembiayaan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, serta bagaimana penyelesaian perselisihan 8
Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, hlm. 70. 9 Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 34.
7
terhadap akad pembiayaan Murabahah pada PT.Bank Syariah Mandiri KCP Pangkalan Bun apabila bertentangan dengan asas saling menguntungkan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut ke dalam tulisan ilmiah dengan judul “Penerapan Asas Saling Menguntungkan Dalam Akad Pembiayaan Murabahah Pada PT.Bank Syariah Mandiri KCP Pangkalan Bun” B. Perumusan Masalah Dari latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah yang akan penulis bahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana upaya PT.Bank Syariah Mandiri KCP Pangkalan Bun untuk mewujudkan asas saling menguntungkan dalam akad pembiayaan Murabahah ? 2. Bagaimana
penyelesaian
perselisihan
terhadap
akad
pembiayaan
Murabahah pada PT.Bank Syariah Mandiri KCP Pangkalan Bun apabila bertentangan dengan asas saling menguntungkan ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis upaya PT.Bank Syariah Mandiri KCP Pangkalan Bun untuk mewujudkan asas saling menguntungkan dalam akad pembiayaan Murabahah.
8
2. Untuk mengetahui penyelesaian perselisihan terhadap akad pembiayaan Murabahah pada PT.Bank Syariah Mandiri KCP Pangkalan Bun apabila bertentangan dengan asas saling menguntungkan. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan wacana dan sumbangan pemikiran bagi akademisi, praktisi hukum serta masyarakat luas di bidang ilmu hukum, khususnya di bidang perbankan syariah, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis. 2. Secara praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang sangat berarti bagi pelaksanaan pembiayaan Murabahah baik di bank maupun lembaga keuangan syariah lainnya. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, dengan melakukan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum UGM, “Penerapan Asas Saling Menguntungkan Dalam Akad Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pangkalan Bun” belum
pernah
dilakukan
penelitian,
namun
berdasarkan
penelusuran
kepustakaan tersebut terdapat beberapa hasil penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini antara lain: 1. “Penerapan Prinsip Prudential Banking Dalam Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mega Indonesia Unit Lumbuk Buaya Padang”, yang ditulis oleh Indra Sakti 10. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
10
Indra Sakti, 2011, “Penerapan Prinsip Prudential Banking Dalam Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mega Indonesia Unit Lumbuk Buaya Padang”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 9.
9
a. Bagaimana penerapan prinsip Prudential Banking dalam pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah Mega Indonesia unit Lumbuk Buaya Padang? b. Bagaimana akibat hukum atas pelanggaran terhadap Prinsip Prudential Banking dalam pelaksanaan Murabahah? Dari penelitian di atas dengan penelitian yang disusun oleh penulis mengenai
“Penerapan
Asas
Saling
Menguntungkan
Dalam
Akad
Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pangkalan Bun”, persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama membahas tentang Akad Pembiayaan Murabahah, dan perbedaannya adalah penulis mengkhususkan penulisan pada Penerapan Asas Saling Menguntungkan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Indra Sakti mengkhususkan pada penerapan Prinsip Prudential Banking. 2. “Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Provinsi Sumatra Utara”, yang ditulis oleh Muhammad Zamzami 11. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana pelaksanaan pembentukan akad Murabahah pada Bank Syariah Mandiri cabang Medan Provinsi Sumatra Utara? b. Bagaimana perlindungan hukum nasabah dalam akad Murabahah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Provinsi Sumatra Utara?
11
Muhammad Zamzami, 2010, “Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Provinsi Sumatra Utara”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 8.
10
c. Bagaimana peranan notaris dalam proses pembiayaan Murabahah pada bank Syariah Mandiri cabang Medan Provinsi Sumatra Utara? Dari penelitian di atas dengan penelitian yang disusun oleh penulis mengenai
“Penerapan
Asas
Saling
Menguntungkan
Dalam
Akad
Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pangkalan Bun”, persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama membahas tentang Akad Pembiayaan Murabahah, dan perbedaannya adalah penulis mengkhususkan penulisan pada Penerapan Asas Saling Menguntungkan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zamzami mengkhususkan penulisan pada Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak. 3. “Penerapan Prinsip At-Ta’awun Pada Pembiayaan Murabahah Bank Pembiayaan Rakyat Syarida Barkah Gemdana Di Kabupaten Banjar”, yang ditulis oleh Muhammad Haris 12. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Apakah setelah adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah,
Prinsip
At-Ta’awun
telah
diterapkan
pada
Pembiayaan Murabahah oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syarida Barkah Gemdana di Kabupaten Banjar?
12
Muhammad Haris, 2010, “Penerapan Prinsip At-Ta’awun Pada Pembiayaan Murabahah Bank Pembiayaan Rakyat Syarida Barkah Gemdana Di Kabupaten Banjar”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 11.
11
b. Bagaimana pelaksanaan restrukturisasi Pembiayaan Murabahah yang bermasalah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syarida Barkah Gemdana di Kabupaten Banjar? Dari penelitian di atas dengan penelitian yang disusun oleh penulis mengenai
“Penerapan
Asas
Saling
Menguntungkan
Dalam
Akad
Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pangkalan Bun”, persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama membahas tentang Akad Pembiayaan Murabahah, dan perbedaannya adalah penulis mengkhususkan penulisan pada Penerapan Asas Saling Menguntungkan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Haris mengkhususkan penulisan pada Penerapan Prinsip AtTa’awun.