BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Asam laktat merupakan senyawa asam organik yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan farmasi. Asam laktat dapat dipolimerisasi menjadi polylactic acid yang dapat digunakan sebagai prekursor untuk produksi biodegradable plastic. Biodegradable palstic merupakan plastik yang dapat di degradasi secara biologis dan berpotensi untuk menggantikan plastik yang banyak digunakan saat ini seperti polyethilene, polypropilene dan polystirene. Asam laktat dapat disintesis secara kimia ataupun fermentasi. Kelebihan
fermentasi
dibandingkan
sintesis
kimia
adalah
dapat
menggunakan bahan lignoselulosa sebagai substrat. Selain itu sisntesis asam laktat dengan fermentasi dapat menghasilkan asam laktat dengan isomer spesifik D atau L asam laktat saja, tergantung dari mikroorganisme yang digunakan. Polimerisasi asam laktat menjadi polylactic acid untuk menghasilkan biodegradable plastic membutuhkan asam laktat dengan isomer spesifik. Rhizopus oryzae adalah mikroorganisme yang spesifik menghasilkan L-asam laktat. Menurut Skory (2000), bahwa Rhizopus oryzae dapat menggunakan pati dan pentosa yang terdapat pada komoditas pertanian untuk menghasilkan L-asam laktat karena hanya memiliki L-laktat
1
dehidrogenase sedangkan bakteri asam laktat memiliki D dan L-laktat dehidrogenase. Beberapa tahun terakhir berkembang produksi L-asam laktat oleh Rhizopus oryzae menggunakan limbah pertanian sebagai substrat. Salah satu limbah pertanian yang potensial untuk produksi L-asam laktat adalah jerami padi. Menurut Anonim (2013), produksi padi Indonesia pada tahun 2013 mencapai 71.279.709 ton/tahun. Selain itu menurut Saha (2004), komponen jerami padi berupa lignoselulosa yang tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin serta zat lain. Selulosa dan hemiselulosa dapat di hidrolisa menjadi komponen gula sederhana penyusunnya yang selanjutnya dapat di konversi menjadi L-asam laktat. Selulosa terbentuk dari subunit β-glukosa serta terdiri atas struktur kristalin (teratur) dan struktur amorf (bagian tidak teratur) dengan bagian amorf (15%) dan bagian berkristal (85%) (Chum dkk., 1985). Struktur kristalin merupakan struktur rapat dan teratur yang menyebabkan komponen molekul didalamnya terkemas secara rapat sehingga mencegah penetrasi enzim (Coffey dkk., 1995). Hemiselulosa merupakan kompleks karbohidrat yang terdiri dari polimer berbeda seperti pentosa (xilosa dan arabinosa), heksosa (mannosa, glukosa dan galaktosa) dan asam. Hemiselulosa berfungsi sebagai penghubung antara lignin dengan selulosa
sehingga
menyebabkan
keseluruhan
jaringan
selulosa-
hemiselulosa-lignin menjadi lebih keras. Lignin merupakan polimer yang terdiri dari tiga unit fenilpropana yang terikat bersama oleh berbagai jenis ikatan dan bersifat tidak larut air serta sangat sulit untuk didegradasi (Fengel
2
dan Wegener, 1984). Oleh karena itu dalam penggunaan bahan lignoselulosa sebagai substrat untuk produksi L-asam laktat perlu adanya perlakuan pendahuluan yang bertujuan menghilangkan lignin, mematahkan struktur kristalin selulosa serta memutuskan ikatan antara ligninhemiselulosa-selulosa agar hidrolisa selulosa dan hemiselulosa menjadi komponen gula sederhana penyusunnya lebih mudah dan cepat. Perlakuan pendahuluan diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan sebelum tahapan utama dengan tujuan mempermudah proses saat tahapan utama dilaksanakan. Perlakuan pendahuluan secara garis besar dapat dibagi tiga yakni fisik, biologis dan kimiawi dengan katalis asam maupun basa (Varga dkk., 2002). Dari keseluruhan perlakuan pendahuluan yang paling sering digunakan adalah perlakuan pendahuluan secara kimiawi karena efektif dan relatif mudah dilakukan. Perlakuan pendahuluan secara kimiawi yang potensial adalah menggunakan kalsium hidroksida (Ca(OH)2 disertai pemanasan pada suhu 850C selama 16 jam karena signifikan melarutkan lignin, hanya sedikit melarutkan hemiselulosa dan selulosa serta tidak terbentuk furfural dan 5-hidroksi metil furfural yang merupakan inhibitior bagi aktivitas mikrobia (Bakker dkk., 2008). Untuk dapat menghasilkan L-asam laktat, hemiselulosa dan selulosa perlu di hidrolisa terlebih dahulu menjadi komponen gula sederhana penyusunnya. Hidrolisa dapat dilakukan menggunakan asam ataupun enzim. Kelebihan hidrolisa enzimatis dibandingkan dengan asam diantaranya tidak bersifat korosif, tingkat hidrolisis selulosa dapat mendekati 100% dan tidak
3
dihasilkan inhibitor (Marais, 2008). Hidrolisa enzimatis hemiselulosa dan selulosa dapat menggunakan enzim selulase dan hemiselulase yang dihasilkan
oleh
mikroorganisme.
Trichoderma
reesei
merupakan
mikroorganisme yang dapat mensekresikan enzim selulase, amilase, hemiselulase, pendegradasi lignin, peptidase dan proteinase. Enzim yang paling banyak disekresikan adalah selulase dan hemiselulase (Adav dkk., 2012). Sehingga untuk hidrolisa jerami padi digunakan crude enzyme yang diproduksi oleh Trichoderma reesei. Selain hidrolisa faktor lain yang menjadi perhatian dalam proses biokonversi adalah fermentasi. Sesuai habitatnya di alam, pertumbuhan jamur lebih tepat menggunakan fermentasi substrat padat. Namun menurut Chen (2013), fermentasi substrat padat memiliki kelemahan karena dalam fermentasi substrat padat terjadi dekomposisi substrat yang dapat menyebabkan terjadinya aglomerasi dan menurunnya porositas substrat sehingga berakibat transfer massa seperti oksigen dan panas menjadi terbatas. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan metode adsorbed carrier solid state fermentation atau ACSSF. ACSSF merupakan metode fermentasi menggunakan media cair namun dengan mengkondisikan seperti pada fermentasi susbtrat padat dengan cara menyerap media cair ke dalam bahan pendukung sehingga tidak ada cairan yang mengalir. Kelebihan ACSSF adalah dapat meningkatkan kecepatan transfer oksigen karena bahan pendukung dapat memperluas permukaan untuk pertumbuhan mikroorganisme (Chen, 2013). Sehingga metode ini sangat sesuai untuk
4
produksi L-asam laktat oleh Rhizopus oryzae karena oksigen memiliki peranan sangat penting dalam produksi L-asam laktat oleh jamur seperti Rhizopus oryzae. Fermentasi oleh jamur sangat dibatasi oleh difusi oksigen ke dalam lapisan miselia. Untuk mendapatkan produktivitas dan yield asam laktat yang tinggi dibutuhkan oksigen terlarut sebesar 70-90% (Zhang dkk., 2007). Bahan pendukung yang digunakan dalam ACSSF harus tidak berinteraksi dengan mikroorganisme dan tidak merubah karakteristik fermentasi. Salah satu bahan pendukung dapat digunakan diantaranya polyuretane foam (PUF). PUF sangat cocok digunakan sebagai bahan pendukung dalam fermentasi substrat padat karena memiliki porositas yang tinggi, densitas rendah, dan kemampuan menyerap air tinggi (20 ml/g). Selain itu ukuran pori-pori PUF dapat menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan jamur (Chen, 2013). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap biokonversi jerami padi menjadi L-asam laktat oleh Rhizopus oryzae AT3 menggunakan metode adsorbed carrier solid state fermentation dengan polyurethane foam (PUF) sebagai bahan pendukung.
1.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh perlakuan pendahuluan dengan kalsium hidroksida (Ca(OH)2 disertai pemanasan pada suhu 850C selama 16 jam terhadap komposisi lignoselulosa jerami padi.
5
2. Bagaimana pola produksi enzim selulase dan xilanase yang disekresikan oleh Trichoderma reesei Pk1J2 serta aktivitas kedua enzim tersebut dalam menghidrolisa jerami padi yang telah diberi perlakuan pendahuluan. 3. Bagaimana pola konversi jerami padi yang telah diberi perlakuan pendahuluan menjadi L-asam laktat oleh Rhizopus oryzae AT3 menggunakan metode adsorbed carrier solid state fermentation dengan polyurethane foam (PUF) sebagai bahan pendukung.
1.3
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui
pengaruh
perlakuan
pendahuluan
menggunakan
Ca(OH)2 disertai pemanasan pada suhu 850C selama 16 jam terhadap perubahan komposisi lignoselulosa jerami padi. 2. Mengetahui pola produksi enzim selulase dan xilanase yang disekresikan oleh Trichoderma reesei Pk1J2 serta aktivitas kedua enzim tersebut dalam menghidrolisa jerami padi yang telah diberi perlakuan pendahuluan. 3. Mengetahui pola konversi jerami padi yang telah diberi perlakuan pendahuluan menjadi L-asam laktat oleh Rhizopus oryzae AT3 menggunakan metode adsorbed carrier solid state fermentation dengan polyurethane foam (PUF) sebagai bahan pendukung.
6
1.4
Manfaat Penelitian Dari penelitian ini akan diperoleh informasi perlu tidaknya perlakuan pendahuluan dengan Ca(OH)2 disertai pemanasan pada suhu 850C selama 16 jam untuk mengkonversi jerami padi menjadi L-asam laktat oleh Rhizopus oryzae AT3 menggunakan metode adsorbed carrier solid state fermentation dengan polyurethane foam (PUF) sebagai bahan pendukung.
7