BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Biji kakao merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat yang bernilai
ekonomi tinggi. Menurut Wahyudi dkk. (2008), biji kakao diperoleh dari biji buah tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang berasal dari hutan tropis di Amerika Tengah dan di bagian utara Amerika Selatan. Tanaman kakao tidak hanya tumbuh di Amerika saja, namun di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Indonesia merupakan Negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ghana dan Pantai Gading. Pada tahun 2015, Direktorat Jenderal Perkebunan mengatakan bahwa Indonesia mampu mengekspor kakao sebanyak 350.730 ton dengan nilai 1.316.867 US$. Kepemilikan perkebunan kakao di Indonesia berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2014), 95% merupakan perkebunan rakyat. Dengan areal perkebunan sedemikian luas, perkebunan rakyat menyumbang 92% produksi biji kakao kering nasional. Namun produksi biji kakao kering dari perkebunan rakyat umumnya masih mengalami permasalahan pascapanen. Menurut Wahyudi dkk. (2008), permasalahan yang dihadapi untuk mutu kakao Indonesia adalah tingginya tingkat keasaman biji yang diikuti oleh flavor yang lemah, belum adanya konsistensi mutu, dan masih ditemukan biji-biji yang tidak terfermentasi. Haryadi dan Supriyanto (2012) mengatakan bahwa fermentasi biji kakao petani Indonesia khususnya yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat,
1
2
dihargai paling rendah di pasaran Internasional karena kualitas biji yang masih dinilai rendah dan didominasi oleh biji-biji yang tidak terfermentasi dengan baik (slaty) dibandingkan dengan biji kakao dari negara lain di kawasan Afrika Barat. Untuk itu perlu adanya pengembangan teknologi fermentasi pada biji kakao untuk mengoptimalkan dan meningkatkan kualitas fermentasi pada biji kakao. Produk cokelat terkenal karena cita rasa dan aromanya yang khas. Untuk memunculkan cita rasa dan aroma yang khas tersebut, dilakukan proses khusus pada biji kakao yaitu proses fermentasi. Kualitas produk olahan kakao yang dihasilkan sangat tergantung kepada kualitas fermentasi biji kakao dan proses pengolahan. Fermentasi merupakan proses pemeraman suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Proses fermentasi berjalan cukup lama hingga memakan waktu berhari-hari, biasanya 5-8 hari. Menurut Haryadi dan Supriyanto (2012), fermentasi pada dasarnya ditujukan untuk menghilangkan pulp yang menyelubungi biji dan mengusahakan agar bisa terjadi reaksi kimia dan biokimia di dalam keping biji, hal itu dapat menyebabkan kematian biji sehingga mencegah terjadinya perkecambahan juga menyebabkan perubahan biokimia endogen di dalam biji kakao yang menghasilkan precursor rasa dan aroma cokelat. Pelepasan pulp melalui fermentasi juga dapat membuat pengeringan biji lebih efektif dan efisien. Haryadi dan Supriyanto (2012) mengatakan, fermentasi biji kakao merupakan fermentasi spontan. Biji di dalam buah yang mula-mula steril, bila buah dibelah dan biji dikeluarkan dari dalam buah maka biji akan terkontaminasi oleh mikrobia yang kemudian akan membantu proses fermentasi biji kakao. Mikrobia
3
yang membantu proses fermentasi biji kakao tersebut dapat berasal dari lingkungan sekitar, baik dari tangan pekerja, alat yang digunakan, maupun udara sekeliling. Schwan dkk (1998) menemukan lebih dari 40 spesies mikroba yang tumbuh selama fermentasi kakao, tetapi tidak semua mikroba tersebut mempunyai peran penting dalam fermentasi. Sehingga seleksi perlu dilakukan terhadap mikroba yang mempunyai peran utama dalam pembentukan aroma, warna, flavor dan komponen kimiawi kakao biji. Mikrobia yang memiliki peran penting dalam fermentasi biji kakao diantaranya ialah yeast, bakteri asam laktat (BAL) dan bakteri asam asetat (BAA). Mikrobia-mikrobia tersebut telah secara spontan ada di dalam buah kakao, namun jumlahnya tidak pasti dan tidak menentu. Untuk mengoptimalkan fermentasi, komposisi mikrobia fermentasi dapat diatur dengan menambahkan starter pada saat fermentasi. Sehingga diharapkan hasil fermentasi akan menjadi lebih baik. Menurut penelitian Yanti, dkk. (2014); Kustyawati dan Setyani (2008); dan Susijahadi (2000) penambahan inokulum dari campuran mikrobia seperti yeast, bakteri asam laktat (BAL), dan asam asetat (BAA) dapat memperbaiki kualitas fermentasi biji kakao.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan bahwa rendahnya kualitas fermentasi biji kakao terutama yang dihasilkan dari perkebunan rakyat di Indonesia salah satunya disebabkan oleh biji-biji yang tidak terfermentasi dengan baik (Slaty). Keberadaan mikrobia seperti yeast dan bakteri asam asetat
4
dapat membantu memperbaiki mutu biji kakao fermentasi, diketahui dari penelitian sebelumnya seperti penelitian milik Yanti, dkk. (2014) dan Kustyawati dan Setyani (2008), yeast dan bakteri asam asetat memiliki peran dalam membentuk flavor khas kakao dan mempercepat kematian biji sehingga dapat mencegah biji berkecambah. Juga diketahui pada penelitian Susijahadi (2000) bahwa penambahan inokulum yeast dapat meningkatkan pH biji sehingga dapat mengurangi tingkat keasaman pada biji kakao.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendapatkan isolat yeast dan bakteri asam asetat dari biji kakao pada saat fermentasi hari ke-1 hingga hari ke-5 2. Untuk mendapatkan isolat dengan produk etanol dan asam asetat paling tinggi 3. Identifikasi yeast yang menghasilkan produk etanol paling tinggi menggunakan kit jenis API 20 C AUX dan karakterisasi bakteri asam asetat berdasar morfologi koloni dan sel, uji katalase, dan pengecatan gram
1.4 Manfaat Penelitian 1. Berkontribusi dalam mendukung perkembangan ilmu dan teknologi pengolahan biji kakao. 2. Isolate yeast dan bakteri asam asetat yang dihasilkan selanjutnya dapat dipertimbangkan sebagai bahan untuk modifikasi inokulum dalam proses fermentasi biji kakao.
5
3. Menambah informasi mengenai yeast dan bakteri asam asetat yang berperan dalam proses fermentasi biji kakao.