BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar
terhadap
upaya
pengentasan
kemiskinan
karena
pada
dasarnya
pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen (sumber : BPS). Jumlah penduduk miskin di bawah Garis Kemiskinan di Sumatera Utara (Sumut) Maret 2010 sebesar 1.490.900 orang (11,31 persen). Demikian Kepala
13
BPS Sumut Drs Alimuddin Sidabalok kepada wartawan dalam jumpa pers di kantornya. Dikatakannya, bila dibandingkan dengan penduduk miskin Maret 2009 berjumlah 1.499.700 orang (11,51 persen), berarti jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumut berkurang sebanyak 8.800 orang atau persentasenya berkurang sebesar 0,20 poin. Sedangkan selama periode Maret 2009–Maret 2010, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 9.800 orang (0,27 persen), sementara di daerah perkotaan bertambah sekitar 1.000 orang namun persentasenya berkurang sebesar 0,11 poin. Lebih lanjut diutarakannya, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berbeda. Pada Maret 2010, penduduk miskin berada di daerah perdesaan sebesar 11,29 persen dan di daerah perkotaan sebesar 11,34 persen. Menurutnya, penurunan jumlah penduduk miskin di Sumut mengindikasikan dampak dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di daerah ini. Dalam kesempatan itu juga dipaparkannya, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi garis kemiskinan, karena penduduk miskin memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (www.indonesia.go.id). Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi
masalah
yang
berkepanjangan.
Selama
tiga
dekade,
upaya
penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan sebagainya. Dari serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut,
14
semuanya berorentasi material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah. Di samping itu, tidak adanya tatanan pemerintahan yang demokratis menyebabkan rendahnya akseptabilitas dan inisiatif masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan dengan cara mereka sendiri. Kemiskinan
menjadi
alasan
yang
sempurna
rendahnya
Human
Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relatif masih sangat rendah, dibandingkan dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia. Berdasarkan Human Development Report 2004 yang menggunakan data tahun 2002, angka HDI Indonesia adalah 0,692. Angka indeks tersebut merupakan komposit dari angka harapan hidup saat lahir sebesar 66,6 tahun, angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 87,9 persen, kombinasi angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi sebesar 65 persen, dan Pendapatan Domestik Bruto per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity) sebesar US$ 3.230. HDI Indonesia hanya menempati urutan ke-111 dari 177 negara (www.ekonomirakyat.org). Menurunnya jumlah penduduk Indonesia menurut data BPS hingga Maret 2010 seakan menunjukkan bahwa pemerintah kita cukup berhasil dalam menangani kemiskinan. Tetapi ternyata setiap program maupun kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia hanyalah berorentasi material, sehingga untuk keberlanjutannya akan sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen dari pemerintah. Dan semakin jelas dilihat bahwa Indeks Pembangunan Indonesia sangatlah rendah.
15
Indonesia sudah melaksanakan banyak kebijakan dan program untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan capaian Tujuan Pembangunan Milenium-nya (MDGs). Tantangan pertamanya untuk mencapai sasaran itu adalah memilih kebijakan dan program yang tepat diantara banyak pilihan yang ada. Memilih kebijakan dan program baru, diantara faktor-faktor lain tergantung pada pemahaman yang baik tentang kekuatan dan kelemahan program-program pengentasan kemiskinan sebelumnya atau yang sedang berjalan. Pada gilirannya, hal ini memerlukan sistem pengawasan (monitoring) yang kuat dan evaluasi berkualitas tinggi. Pada saat yang sama, sistem pengawasan dan evaluasi yang dapat diandalkan hanya berguna jika keluaran (output), hasil/manfaat (outcome) dan dampak (impact) yang diharapkan itu jelas, dapat tercapai dan terukur, dan indikator-indikator pengentasan kemiskinan ditentukan dari awal. Menentukan hal-hal tersebut adalah pekerjaan yang menantang. Hal ini memerlukan antara lain peningkatan pemahaman dan keterampilan pada para analis kebijakan dan program di lingkungan pemerintah tentang pengawasan dan evaluasi yang efektif, ditambah kemampuan dan keinginan untuk memanfaatkan evaluasi guna memperkuat program-program yang ada. Negara Indonesia yang merupakan negara agraris dengan hasil alam yang melimpah sangat diuntungkan sekali pada sektor pertanian. Sektor ini sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai penyedia bahan pangan, sandang dan papan bagi segenap penduduk, serta penghasil komoditas ekspor nonmigas untuk menarik devisa. Lebih dari itu, mata pencaharian sebagian besar rakyat Indonesia bergantung pada sektor pertanian.
16
Kenyataan yang ada Indonesia dengan kondisi perekonomiannya yang belum stabil dan mayoritas rakyatnya yang masih hidup dalam jurang kemiskinan kelaparan menjadi ancaman yang nyata bagi kesejahteraan bangsa. Krisis pangan yang juga dibarengi dengan krisis ekonomi menimbulkan berbagai spekulasi awal akan kemungkinan munculnya bahaya kekurangan pangan yang meluas di Indonesia. Melihat hal itu, bahwa negara Indonesia sebagai negara agraris yang kaya akan alam dan hasil bumi. Dimana seharusnya bisa memberikan ketersediaan pangan yang cukup bagi segenap Bangsa Indonesia. Namun kenyataannya masih banyak rakyat miskin yang menderita karena kelaparan. Untuk itulah pemerintah berupaya menjaga ketersediaan pangan bagi penduduk miskin melalui Program beras untuk keluarga miskin (Raskin) yang dimulai Januari 2002 yang merupakan lanjutan dari program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang dirancang pemerintah dan dilaksanakan oleh Bulog (pertengahan 1998). Program Raskin adalah program pemerintah dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan bagi keluarga miskin. Raskin merupakan salah satu bagian dari Program Kompensasi pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKS-BBM). Harapan dari implementasi program ini adalah agar penduduk miskin tidak mengalami kekurangan pangan, dengan demikian kesejahteraan mereka pun akan sedikit terjamin. Ternyata dalam pelaksanaan program Raskin ini justru terjadi banyak persoalan. Diantaranya adalah masalah dalam hal tidak tepat sasaran, tidak tepat jumlah, tidak tepat kualitas, dan tidak tepat harga. Selain itu dari sisi administratif juga ditemukan masalah bahwa munculnya keterlambatan penyetoran uang hasil
17
pembelian beras kepada bulog. Jika dilihat sepintas seolah-olah masalah tersebut adalah masalah distribusi. Namun jika dilhat secara mendalam masalah telah muncul sejak sosialisasi. Sosialisasi yang dilakukan tidak optimal telah menimbulkan cara pandang yang salah tentang program Raskin. Pada tahap yang lain, yaitu pendataan, ada bukti yang cukup kuat bahwa cara dan hasil indentifikasi penerima manfaat kurang dapat diterima oleh masyarakat setempat. Demikian juga halnya dengan masalah distribusi, khususnya dari titik distribusi terakhir kepada penerima manfaat, terjadi banyak masalah. Akibatnya muncul berbagai penyimpangan di satu sisi dan protes dari masyarakat luas di sisi lain. Memandang hal diatas dimana program beras untuk keluarga miskin yang diharapkan agar masyarakat miskin tidak mengalami kekurangan pangan dan membuat kesejahteraan mereka bisa sedikit terjamin. Tetapi ternyata di dalam pengimplementasiannya justru program Raskin banyak terjadi persoalan dan penyimpangan. Realisasi Raskin selama 2005 - 2009 berkisar antara 1,6 juta ton - 3,2 juta ton. Dengan harga tebus Rp.1.000/kg sampai dengan 2007 dan Rp.1.600/kg sejak tahun 2008, Raskin bukan hanya telah membantu rumah tangga miskin dalam memperkuat ketahanan pangannya, namun juga sekaligus menjaga stabilitas harga. Raskin telah mengurangi permintaan beras ke pasar sekitar 18,5 juta pada tahun 2009. Selain itu, perubahan harga tebus dari Rp.1.000/kg menjadi Rp.1.600/kg juga dengan mempertimbangkan anggaran dan semakin banyaknya rumah tangga sasaran yang dapat dijangkau. Harga ini juga masih lebih rendah dari harga pasar yang saat itu rata-rata sekitar Rp.5.000 – 5.500/kg. Dampak Raskin terhadap stabilisasi harga terlihat pada saat Raskin hanya diberikan kurang
18
dari 12 bulan (seperti pada tahun 2006 = 11 bulan dan tahun 2007 = 10 bulan). Harga beras akhir tahun 2006 dan awal 2007 serta akhir tahun 2007 dan awal 2008 meningkat tajam. Pada saat itulah, pemerintah melakukan Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus dari Cadangan Beras Pemerintah (OPK CBP) (www.bulog.co.id). Evaluasi Program Raskin yang dilakukan oleh 35 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (PTN/S), Lembaga Pemerintah (BPKP), Universitas Brawijaya dan Lembaga Demografi UI. Dimana Hasil dari evaluasi oleh 35 PTN/S, masih ditemukan jumlah beras yang dibagikan kurang dari 20 kg per KK per bulan akibat jumlah penerima manfaat yang melebihi jumlah pagu yang tersedia. Pada akhirnya, 35 PTN/S tersebut memberikan penilaian terhadap kinerja Raskin dengan nilai 83,74% untuk indikator ketepatan sasaran dan 59,74% untuk ketepatan jumlah (atau rata-rata penerimaan per KK per bulan adalah 13,3 kg). Untuk ketepatan waktu dinilai 64,00%, dengan tingkat pemenuhan kebutuhan 44,90% dan efektivitas program 57,90%. Studi tentang Raskin juga dilakukan oleh Lembaga Demografi UI yang menemukan bahwa Kuantitas beras yang dibeli oleh KK Penerima Manfaat bervariasi antara 3,5 - 20 kg/KK, karena jumlah KK Miskin yang membutuhkan lebih banyak dari pada jumah beras yang didrop; tidak punya uang untuk membeli sebanyak 20 kg; tempat beli beras sulit dijangkau dan ada juga alasan kualitas beras yang kurang/ tidak baik (www.bulog.co.id). Melihat hal tersebut diatas ternyata dalam pelaksanaannya program Raskin cukup membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kebutuhan pangannya, selain itu juga sekaligus menjaga stabilitas harga di pasar. Namun di sisi lain program Raskin ini masih saja ditemukan kekurangan seperti jumlah beras yang
19
dibagikan kurang, jumlah penerima manfaat yang melebihi jumlah pagu yang tersedia, kualitas beras yang kurang/ tidak baik BPS Sumut sudah menyelesaikan dan menyerahkan data lengkap identitas penerima beras untuk warga miskin 2009 ke Pemprov Sumut, sehingga penyaluran rakin itu sudah bisa dilaksanakan Bulog dalam waktu tidak lama lagi. Jumlah penerima raskin di Sumut tahun 2010 ini tinggal 835.785 rumah tangga sasaran (RTS) dari 944.972 RTS pada tahun lalu. Dengan berkurangnya jumlah RTS, maka alokasi beras raskin tahun ini juga menurun menjadi hanya 150.441,300 ton dari sebelumnya 165.362,225 ton. Meski jumlah penerima raskin berkurang, besaran yang diterima masing-masing RTS masih tetap 15 kilogram per bulan selama 12 bulan dengan harga beli Rp1.600 per kg. Bulog segera menyalurkan raskin itu agar alokasi pada tahun ini bisa 100 persen, karena tahun lalu realisasinya hanya 93,26 persen sehingga sisanya harus dikembalikan ke pusat (www.antarasumut.com). Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin, mengaku risih dengan kinerja 10 kepala daerah di provinsi ini. Sebab, jatah beras miskin 2010 yang seyogyanya sudah harus diterima, hingga bulan Februari ini belum juga sampai. Diduga, lambatnya jatah raskin itu sampai ke daerah karena piutang yang belum dilunasi, termasuk belum disampaikannya alokasi kebutuhan daerah ke Badan Urusan dan Logistik Divisi Regional Sumut. Gubsu menegaskan, pihaknya dalam waktu tidak terlalu lama lagi akan mengundang 10 kepala daerah yang belum menerima jatah raskin 2010 untuk mencari pemecahan masalah yang dihadapi. “Nanti dalam rapat Muspida se Sumut kita akan evaluasi apa yang menjadi penyebab 10 daerah itu belum juga menerima pagu raskin 2010 sampai bulan Februari tahun 2010,” ucap
20
Syamsul, tadi malam. Diakui Gubsu, jauh hari sebelumnya dia sudah mengingatkan Biro Perekonomian Setdaprov Sumut untuk melakukan antisipasi hal-hal semacam ini. Sebab, sejumlah kendala yang dihadapi daerah sehingga jatah Raskin tidak sampai, antara lain dikarenakan piutang tahun sebelumnya yang belum terlunasi hingga kini atau karena alokasi kebutuhan daerah belum disampaikan ke pihak Bulog karena masih menyusun kebutuhan daerah yang dimungkinkan terkait pemekaran wilayah. Di tempat terpisah, staf Humas Bulog Divre Sumut, Rusli, membenarkan soal piutang dan soal pemekaran wilayah tersebut menjadi ganjalan utama bagi daerah sehingga belum menerima jatah Raskin 2010. Dirincikan Rusli, 10 daerah yang hingga Februari 2010 belum menerima jatah Raskin yakni Pematang Siantar, Humbang Hasundutan, Mandailing Natal, Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat, Kota Gunung Sitoli, Padang Sidimpuan dan Sibolga. Menurut Rusli, untuk kota Pematang Siantar, masalah belum tersalurkannya jatah Raskin 2010 bukan dikarenakan piutang, melainkan karena adanya sejumlah kecamatan yang mengalami pemekaran wilayah. Kondisi serupa juga terjadi untuk Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat, Kota Gunung Sitoli, Padang Sidimpuan dan Sibolga. “Hanya Pemkab Mandailing Natal dan Humbang Hasundutan saja yang jatah Raskin 2010-nya terganjal masalah piutang. Sedangkan delapan daerah lain bermasalah karena adanya rencana pemekaran kecamatan di daerah tersebut,” tandas Rusli. Di kesempatan itu, Rusli juga merincikan hingga kondisi 22 Februari 2010, jatah Raskin Sumut yang sudah disalurkan untuk 23 kabupaten dan kota dari Januari sampai Februari, mencapai 9.849 ton atau 39,16 persen dari pagu setahun sebesar 130.784 ton. “Pagu Raskin Sumut 2010 sebesar 130.784 ton itu untuk memenuhi
21
kebutuhan 838.363 Rumah Tangga Sasaran, dengan alokasi per bulan sebesar 15 kilogram yang akan didistribusikan hingga Oktober. Sedangkan sisa dua bulan lagi, bisa dipastikan akan didistribusikan sebesar 15 kilogram juga. Hanya saja, persetujuan tentang hal ini tinggal menunggu pengesahan di badan legislasi DPRRI,
karena
Presiden
sendiri
sudah
memberikan
restu,”
katanya
(www.wordpress.com). Melihat penyaluran Raskin di Sumut yang sudah mendekati 100 persen dan sudah tepat jumlah dan harga yang diterima RTS menunjukkan bahwa Raskin di Sumut sudah berjalan dengan baik. Namun, ternyata masih ada saja hambatan di 10 daerah di Sumut dimana masalah tersebut berkaitan dengan tidak tepatnya waktu dalam penyaluran Raskin pada RTS. Evaluasi program beras raskin di Kelurahan SitiRejo I berjalan dengan baik. Dimana hal tersebut terbukti dengan banyaknya jawaban responden yang menyatakan bahwa program beras raskin yang dilaksanakan telah tepat sasaran penerima manfaat bagi masyarakat miskin, tepat jumlah dalam hitungan berat (15 kg/ KK), tepat waktu dalam pendistribusian setiap pembagian kepada para penerima beras raskin, dan tepat administrasi (Munthe, 2009: 93). Tingkat kefektifan program pendistribusian beras Raskin yaitu sebesar 33.4% menyatakan distribusi Raskin tepat sasaran, jumlah, harga, waktu dan administrasi dan 51,2% menyatakan distribusi Raskin tidak tepat sasaran, jumlah, harga, waktu, administrasi. Pendistribusian beras Raskin di Desa Securai Utara tidak efektif (Sari, 2007: 63).
22
Berdasarkan penelitian di atas bahwa Evaluasi Raskin di Kelurahan Sitirejo sudah berjalan dengan baik tetapi sebaliknya di Desa Securai Utara pendistribusian Raskin tersebut berjalan tidak efektif. Berdasarkan uraian di atas, Program Beras untuk Keluarga Miskin juga dilaksanakan dan masih berjalan di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Dengan adanya data-data diatas yang menyatakan adanya penyimpangan maupun berjalan baiknya program Raskin di berbagai daerah sehingga membuat penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana evaluasi terhadap pelaksanaan program Raskin khususnya di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Program Beras untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan”.
1. 2. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan: Bagaimana pelaksanaan program beras untuk keluarga miskin di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan?
23
1. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. 3. 1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program beras untuk keluarga miskin di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.
1. 3. 2. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis sendiri menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan program Raskin yang dilaksanakan oleh pemerintah. 2. Bagi FISIP, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan sebagai bahan kajian dan perbandingan bagi para mahasiswa yang tertarik terhadap masalah Evaluasi Pelaksanaan Raskin. 3. Memberikan masukan masukan dalam pelaksanaan program yang akan datang dan tindakan koreksi bagi pemerintah.
24
1. 4. Sistematika Penulisan Penulisan Penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat Penelitian, serta sistematika penulisan
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III
: METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe Penelitian, lokasi Penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang sejarah singkat gambaran umum lokasi Penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.
BAB V
: ANALISIS DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil Penelitian dan analisisnya.
BAB VI
: PENUTUP Berisikan kesimpulan dan saran-saran penulis dari hasil Penelitian.
25