BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial 1 .Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, salah satunya di bidang kesehatan. Kesehatan merupakan hak setiap orang, hal ini tercantum di dalam pasal 28H UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya dalam pasal 34 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat. Pembangunan kesehatan dilakukan agar masyarakat tidak mengalami gangguan kesehatan karena setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan
1
Lihat Alinea ke -Empat, Pembukaan UUD 1945
1
repository.unisba.ac.id
2
kerugian ekonomi yang besar bagi negara dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. 2 Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan tersebut dibutuhkan suatu upaya dalam bidang kesehatan. Di dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan) , ditegaskan bahwa : “ Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat”. Membahas tentang upaya kesehatan tentu dilakukan salah satunya karena untuk mengobati penyakit yang diderita. Penyakit adalah suatu masalah yang mungkin seluruh manusia pernah merasakan. Dengan adanya penyakit, manusia tidak dapat produktif dalam melakukan aktifitasnya. Sebab itu, manusia akan berusaha mencari kesembuhan dari penyakitnya. Segala penyakit mempunyai obat dan teknik penyembuhan masing- masing. Kemajuan ilmu kesehatan yang pesat telah menghasilkan berbagai macam dan variasi dari metode penyembuhan dari masing- masing jenis jasa yang dapat dikonsumsi, baik melalui metode medis maupun tradisional. 3 WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) menyatakan bahwa pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan pengalaman praktik, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakukan diagnosis, prevensi, pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental ataupun sosial. 4
2
Lihat dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, h lm.11. 4 Agusmarni Soraya, Ga mbaran Health Belief Model pada Individu, Jakarta, 2012.dalam http//www.satuharapan.com/read-detail, diakses pada 5 Juli 2015 pada pukul 20.00 WIB d i Cimahi. 3
repository.unisba.ac.id
3
Pasal 59 Undang-Undang Kesehatan menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan tradisional dibagi menjadi dua yaitu, pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. Selain itu, ditegaskan pula di dalam Lampiran
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional bahwa terdapat 4 (empat) klasifikasi dan jenis pengobat tradisional (battra) yaitu Battra keterampilan, Battra Ramuan, Battra Pendekatan Agama dan Battra Supranatural. Salah satu pengobatan tradisional yang banyak diminati oleh masyarakat adalah pengobatan keterampilan yaitu pengobatan akupunktur. Akupunktur berasal dari bahasa Latin, terdiri dari kata acus yang berarti jarum dan pungere yang berarti tusuk. 5 Jadi akupunktur merupakan suatu metode tradisional Tiongkok yang menghasilkan analgesia atau perubahan fungsi sistem tubuh dengan cara menusukkan jarum tipis disepanjang rangkaian garis atau jalur yang disebut meridian dengan memanfaatkan rangsangan pada titik-titik akupunktur pada tubuh untuk memperbaiki bioenergi pada tubuh yang disebut Qi. 6 Adapun seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan dengan perangsangan pada titik-titik akupunktur dengan cara menusukkan jarum dan sarana lain seperti elektroakupunktur disebut dengan akupunkturis. 7 Dalam praktik pengobatan akupunktur, tidak menutup kemungkinan dapat timbul sengketa antara akupunkturis dengan pasien, sengketa ini terjadi sebagai akibat pengobatan akupunktur yang dilakukan oleh akupunkturis tidak aman dan tidak bermanfaat, sehingga
5
Risna Widowati, Pengaruh Terapi Akupunktur Pada Titik CV 12, CV 6, ST 25, ST 36, GB 26,SP 6 Terhadap Perubahan Indeks Massa Tubuh Pasien Obesitas di Poli Akupunktur Puskesmas Kepajen, hlm. 15-16, dalam http://regulasikesehatan.wordpress.com/ di akses pada tanggal 10 November 2014 pada pukul 18.05 WIB. 6 Puspita Ardelia, Pengertian Akupunktur, dalam http://www.puspitaardelia.co m/2012/ 12/pengertianakupunktur/ diakses pada tanggal 10 November 2014 pada pukul 18.00 WIB. 7 Lamp iran mengenai klasifikasi pengobat tradisional dalam Kep menkes No.1076 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobat Tradisional.
repository.unisba.ac.id
4
menyebabkan kerugian pada pasien, padahal sebagaimana bunyi Pasal 13 huruf b Keputusan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003
Tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional yaitu:“Pengobatan tradisional hanya dapat dilakukan apabila : aman dan bermanfaat bagi kesehatan”. Selain itu,sengketa antara akupunkturis dengan pasien timbul akibat tindakan akupunkturis yang tidak me mberikan pelayanan secara profesional,
tidak memiliki kemampuan untuk mengobati bahkan tidak mempunyai dasar
pendidikan mengenai akupunktur bahkan tidak lulus da n tidak diakui oleh pemerintah. Sebagaimana
yang
tercantum
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.1277/PERMENKES/SK/VII/2003 Tentang Tenaga Akupunktur dalam ketetapan ketiga: bahwa yang dimaksud dengan tenaga akupunktur adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Diploma III Akupunktur yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku serta Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengabdian profesi tenaga akupunktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8 Selain itu, dalam Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa : “Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapatkan izin dari lembaga kesehatan yang berwenang.” Ini berarti bahwa setiap akupunkturis harus memenuhi standar profesi sebagaimana yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Adapun kasus yang dapat dijadikan contoh penggunaan pengobatan akupunktur yang merugikan pasien yaitu sebagai berikut : Kasus pasien tewas akibat metode jarum yang dialiri listrik oleh Akupunkturis.
8
Ketetapan kedua dan ketiga KEPM ENKES No.1277 Tahun 2003.
repository.unisba.ac.id
5
Polisi menangkap Masduki (40 Tahun), seorang dukun yang tinggal di Desa Pulo Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang. Penangkapan ini terkait dengan tewasnya seorang pasien sang dukun tersebut. “Korban meninggal tak lama setelah menjalani pengobatan alternatif yang dilakukan Masduki,” kata Kepala Unit Reserse dan Kriminal Kepolisian Sektor Pasirian Aiptu Hartono, Rabu (15/9). Korban bernama Mawan Tri Atmojo, 23 Tahun, warga Dusun Kebonan Desa Condro Kecamatan Pasirian. Menurut Hartono, di tubuh korban ditemukan bekas 12 tusukan jarum akupunktur. Bekas-bekas itu antara lain terlihat di dada sebelah kiri dan kanan serta kedua lengan atas. Polisi sudah menyita barang bukti berupa seperangkat alat tusuk jarum. Korban adalah anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Didik Tri Atmojo (45 Tahun) dan Sati Wahyuningsing (43 Tahun).Mawan menderita asma akut sejak empat tahun terakhir.Seorang kerabat
bernama Enji menyarankan korban
untuk
berobat kepada
Masduki.Karena itulah kemudian Masduki dating ke rumah korban. Didik mengatakan ia dan istinya tidak tahu jika korban meminta diobati oleh Masduki. “Tiba-tiba saja datang dan langsung mengobati anak saya:, kata Didik. Menurut Didik saat mengobati anaknya, sang dukun langsung menancapkan jarum akupunktur dibagian dada sebanyak dua kali berdurasi 30 menit dan 10 menit. Jarum itu dialiri listrik dari stop kontak rumahnya, yang terhubung dengan kabel. Saat itulah korban tak sadarkan diri dan beberapa saat kemudian meninggal. Melihat anakanya tewas, Didik menjadi panik dan segera mendatangi Polsek Pasirian untuk melaporkan peristiwa itu. Bersama polisi, Didik kemudian memba wa jenazah anaknya ke RSUD dr Haryoto.Polisipun menangkap Masduki untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. 9
9
David Priyasidharta, Tempo Interaktif, rabu, 15 september 2011 pukul 23.13 WIB, diakses melalui m.tempo.co/read/news/setrum-pasien-hingga-tewas pada tanggal 20 September 2014 puku l 20.00 WIB di Cimah i.
repository.unisba.ac.id
6
Korban yang tewas berprofesi sebagai satpam di Sekolah Menengah Kejuruan Pasirian. Korban tewas saat menjalani pengobatan akupunktur. Kejadian ini karena malpraktik dari pelaku yang belum mempunyai izin. Izin praktik belum diberikan karena ternyata pelaku baru belajar selama 2 bulan. Kasus ini memberikan kita pelajaran bahwa tidak sembarangan memilih pengobatan karena terpakau dengan harga yang jauh lebih murah. 10 Dalam contoh kasus diatas sangat jelas sekali Pak Masduki melakukan kesalahan terhadap pasiennya yang bernama Mawan. Metode pengobatan yang tidak sesuai dengan standar menjadi penyebab kematian yang dialami Mawan, ditambah tidak adanya izin terhadap praktik pengobatan yang dilakukan. Sudah seharusnya pengobat bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatan pasien yang berada dalam perawatannya, apalagi beberapa peraturan yang terkait secara tegas menjelaskan kedudukan serta sanksi bagi akupunkturis yang berpraktik seperti yang telah disebutkan diatas. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan mengkaji lebih lanjut mengenai masalah perlindungan hukum bagi pasien pengguna pengobatan tradisional, khususnya pengobatan akupunktur. Dalam penelitian ini terdapat permasalahan-permasalahan yang timbul akibat praktik pengobatan alternatif tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam penulisan skripsi yang berjudul : “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PENGGUNA PENGOBATAN AKUPUNKTUR DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Jo. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1076/MENKES/SK/VII/2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL”.
10
Linenews.blogspot.com/akupunktur-menyebabkan-kematian.ht ml diakses pada 20 September 2014 puku l 20.00 WIB di Cimah i.
repository.unisba.ac.id
7
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, beberapa masalah yang akan diidentifikasi adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah peraturan hukum Indonesia mengatur mengenai praktik pengobatan tradisional akupunktur ?
2.
Bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien pengguna pengobatan akupunktur yang dirugikan akibat dari pengobatan tersebut ditinjau dari Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Jo. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional ?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah : 1.
Mengetahui bagaimana peraturan hukum di Indonesia mengatur mengenai praktik pengobatan tradisional akupunktur.
2.
Mengetahui bagaimana perlindungan hukum yang diberikan terhadap pasien pengguna pengobatan akupunktur yang dirugikan akibat dari pengobatan tersebut ditinjau dari Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Jo. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003
Tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.
repository.unisba.ac.id
8
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini yang diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu : 1.
Kegunaan teoritis ; Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan bidang hukum kesehatan pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan perlindungan pasien dalam praktik pengobatan tradisional, khususnya pengobatan akupunktur.
2. Kegunaan praktis ; Penelitian ini diharapkan dapa t memberikan pemahaman dan pengetahuan serta masukan dan gambaran bagi pihak-pihak yang terkait yaitu: Bagi Akupunkturis : Terhadap pelayanan pengobatan akupunktur yang dilakukan agar mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku,dengan menerapkan standar kompetensi dan sesuai kode etik akupunkturis untuk mencegah terjadinya kelalaian atau kesalahan dalam pengobatan akupunktur. Bagi Pemerintah : Pemerintah melalui Dinas kesehatan mendata jumlah praktik pengobatan akupunktur secara berkala agar meminimalisir berdirinya praktik akupunktur palsu dan melaksanakan program sosialisasi pengetahuan hukum kedokteran dan hukum kesehatan pada akupunkturis dan masyarakat menyangkut pelayanan kesehatan tradisional pengobatan akupunktur.
E. Kerangka Pe mikiran Kesehatan merupakan suatu hak , oleh karena itu masyarakat memerlukan sarana, pelayanan dan akses untuk mencapai tercapainya kondisi kesehatan yang memadai. Tidak hanya membutuhkan tempat saja yang berfungsi sebagai tempat pemulihan kondisi fisik semata, te tapi
repository.unisba.ac.id
9
juga informasi, pengetahuan dan pemahaman sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan kesehatan masyarakat secara menyeluruh yaitu pemahaman tentang hukum kesehatan, karena kesehatan merupakan salah satu kebutuhan terpenting masyarakat untuk bertahan hidup dan melakukan berbagai macam aktifitas dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini ditujukan untuk mencapai tujuan
nasional bangsa Indonesia dalam pembangunan kesehatan,
bahwa
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. 11 Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi- tingginya bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Salah satu upaya kesehatan yang dilaksanakan adalah upaya pelayanan kesehatan tradisional yang pada saat ini diminati oleh masyarakat yaitu akupunktur. 12 Di Indonesia akupunktur dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:13 (1) Akupunktur sebagai tenaga kesehatan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1277/KEPMENKES/SK/VIII/2004 Tentang Tenaga Akupunktur, (2) Akupunktur sebagai tenaga pengobatan komplementer-alternatif yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor
1109/MENKES/PER/IX/2007
Tentang
Penyelenggaraan
Pengobatan
Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1186/MENKES/PER/IX/1986 Tentang Pemanfaatan Akupunktur di
12
Kementerian Kesehatan RI, Standar Pelayanan Medik Akupunktur, Koleg iu m Akupunktur Indonesia, Jakarta, 2011, hlm.1. 13 https//regulasikesehatan.wordpress.com/, diakses pada tanggal 10 November 2014, pada pukul 18.10 WIB.
repository.unisba.ac.id
10
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan (3) Akupunktur sebagai pengobat tradisional sebagaimana yang
diatur
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. 14 Sebagai pasien yang akan menggunakan pengobatan alternatif tersebut memiliki hak untuk memilih pengobatan seperti apa yang akan dijalani. Pada dasarnya manusia dilahirkan di dunia dengan bertumpu pada dua hak manusia yang asasi. Dasar yang pertama adalah hak atas pemeliharaan kesehatan “the right to healthcare”, dan hak untuk menentukan nasibnya sendiri “the right to self-determination” atau “zelfbeschikkingsrecht”15 . Ketika pasien mempertanyakan salah satu hak dasar manusia, yaitu hak untuk menentukan nasibnya sendiri, sebaliknya tenaga medislah yang menentukan apa yang baik dan yang buruk bagi pasien berdasarkan pertimbangan profesionalismenya. 16 Oleh karena dalam hubungan tenaga medis dengan pasien dikuasai perikatan berdasarkan daya upaya atau usaha maksimal untuk menyembuhkan pasien, tetapi tidak menjanjikan kesembuhan 17 . Adapun hubungan akupunkturis dengan pasien merupakan hubungan terapeutik yang dalam hukum dikategorikan suatu perikatan yang lahir dari perjanjian terjadi sejak pasien memutuskan untuk berobat kepada akupunkturis dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian terapeutik tersebut maka menimbulkan hak dan kewajiban dari masing- masing pihak. 18 Dalam hubungan ini, terdapat beberapa hak pasien yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan
15
Hermien H. Koeswadji, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992,
hlm.6. 16
Ibid, hlm.116. Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.161. 18 http://regulasikesehatan.wordpress.com/ diakses pada 13 November 2014, pada pukul 18.00 WIB. 17
repository.unisba.ac.id
11
Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobata n Tradisional yaitu : Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan: “Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan yang diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.”
Dalam pasal 56 ayat (1) tersebut sangat jelas bahwa tenaga kesehatan atau penyelenggara kesehatan harus memberikan informasi agar pasien dapat memahami hal- hal yang akan terjadi setelah pengobatan, dalam hal pengobatan akupunktur, akupunkturis termasuk dalam golongan pengobat tradisional, dalam Pasal 15 ayat (1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003
Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
dijelaskan ”Pengobat tradisional harus memberikan informasi yang jelas dan tepat kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya”. Dalam hal ini pasien memiliki hak untuk mendapatkan informasi secara jelas dan lengkap terlebih dahulu sebelum melakukan pengobatan dan pengobatpun berkewajiban untuk memenuhi hak pasiennya tersebut dengan tidak memberikan informasi yang menyesatkan sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003
Tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional yaitu : Pasal 23 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional (1) Pengobat tradisional dilarang mempromosikan diri secara berlebihan dan memberikan informasi yang menyesatkan. (2) Informasi yang menyesatkan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi : a. Penggunaan gelar-gelar tanpa melalui jenjang pendidikan dari sarana pendidikan yang terakreditasi; b. Menginformasikan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan semua penyakit;
repository.unisba.ac.id
12
c. Menginformasikan telah memiliki surat terdaftar/surat izin sebagai pengobat tradisional yang pada kenyataannya tidak dimilikinya.
Apabila pasien tidak mendapatkan haknya tersebut maka pasien mengalami kerugian karena haknya dalam memperoleh informasi terabaikan. Dalam hal ini pasien pengobatan akupunktur harus dilindungi secara hukum. Kelemahan tersebut ada pada saat pengobat memberikan informasi dan pasien mengikuti hal yang diinformasikan dengan tidak menyadari kerugian yang akan timbul setelah itu. Hal tersebut menimbulkan adanya hak pasien lainnya yang wajib dilakukan oleh pengobat tradisional yaitu salah satunya adalah hak untuk memperoleh keamanan dan keselamatan, dijelaskan dalam Pasal 16 ayat (1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional yaitu : “Pengobat tradisional hanya dapat menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan dan sesuai dengan metode/keilmuannya”. Namun, apabila hak tersebut diabaikan karena pada saat melakukan pengobatan peralatan yang digunakan sebenarnya tidak aman dan sesuai standar sehingga menimbulkan suatu kerugian terhadap pasien maka pengobat harus bertanggungjawab atas tindakan yang telah dilakukan karena pasien berhak mendapat perlindungan dengan menuntut kerugian sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan : Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan: “Setiap orang berhak menuntut ganti kerugian terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggaraan kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.” Pasien berkewajiban untuk memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan selengkaplengkapnya tentang penyakit yang di derita bahkan pengobatan apa saja yang sudah di jalani agar akupunkturis dapat mengambil langkah yang tepat sesuai dengan pengetahuan dan kemampuanya dan tidak sampai melakukan suatu kesalahan terhadap pengobatan.
repository.unisba.ac.id
13
Apabila akupunkturis yang melakukan kelalaiannya akibat kesalahannya yang mengakibatkan kerugian pasien, maka seharusnya bertanggungjawab sepenuhnya atas kesalahannya dan pasien berhak menuntut ganti rugi akibat tindakan yang dilakukan oleh pemberi layanan pengobatan akupunktur tersebut karena akupunkturis seharusnya teliti dan berhati- hati saat melakukan pengobatan serta harus sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan dalam pendidikan akupunktur yang sudah diselesaikannya, sehingga dengan adanya pertanggungjawaban oleh akupunkturis tersebut hak- hak pasien dapat dilindungi. Ketentuan mengenai sanksi sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
dan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. F. Metode Penulisan 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi disa mping itu juga berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat. 19 Penelitian hukum yuridis normatif mengutamakan cara penelitian bahan pustaka atau data primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yang didalamnya mencakup bahan hukum lainnya yaitu bahan hukum sekunder dan tertier. Bahan Hukum primer terdiri dari norma dan kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang- undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, dan traktat. 20 Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti misalnya, rancangan undang-undang, hasil-
19
Ronny Hanit ijo Soemit ro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990,
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum,, UI.Press, Jakarta, 2008, hlm.52.
hlm.106.
repository.unisba.ac.id
14
hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum. 21 Bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contoh adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. 22
2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analisis yaitu penelitian yang menggambarkan situasi atau peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian menganalisisnya berdasarkan fakta- fakta berupa data primer yang diperoleh dari wawancara dan mendatangi instansi yang terkait, data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier mengenai hukum kesehatan yang berkaitan erat dengan perlindungan pasien pengguna pengobatan akupunktur. 3. Tahap Penelitian Tahap penelitian dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : a.
Penelitian Kepustakaan, meliputi :
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan yang sifatnya mengikat masalah yang akan diteliti berupa peraturan perundang-undangan ataupun sejenisnya, yakni:23 a)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, antara lain : a)
Hasil- hasil penelitian dari kalangan hukum
21
Ibid, hlm.52. Ibid, hlm.52. 23 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm.31. 22
repository.unisba.ac.id
15
b)
Hasil karya berupa buku-buku maupun literatur lainnya yang relevan dengan masalah yang akan diteliti
3) Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder, antara lain yaitu: a)
Kamus Hukum
b) Jurnal Hukum ataupun klipping
c)
Artikel Koran
d)Internet
d)
Dan lain- lain
b. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara dengan narasumber dari instansi yang terkait, yaitu : Dinas Kesehatan Kota Bandung dan Klinik Akupunktur di Kota Bandung. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data-data sehingga dapat diperoleh gambaran tentang praktik pengobatan akupunktur.
4. Teknik Pengumpulan Data a.
Studi Dokumen, yaitu pengumpulan data melalui data tertulis yakni dengan melakukan penelitian dengan bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang berhubungan dengan penelitian.
b.
Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan melakukan Tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung (tertulis) dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. 24
5.
Analisis Data 24
Ibid, hlm.68.
repository.unisba.ac.id
16
Data yang diperoleh secara keseluruhan dianalisis secara yuridis kualitatif. Pendekatan secara kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. 25 Penelitian diarahkan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien pengguna pengobatan akupunktur.
25
Soerjono Soekanto, Lo c.Cit, hlm. 52
repository.unisba.ac.id
17
repository.unisba.ac.id