BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya 1.539 spesies burung (17% dari jumlah spesies di dunia) yang ditemukan di Indonesia 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia atau secara alami hanya dijumpai di Indonesia (Sujatnika, 1995). Pulau Jawa dan Bali memiliki peran penting bagi keberadaan spesies endemik di Indonesia, setidaknya terdapat 30 spesies burung endemik di pulau tersebut (9% spesies tetap), satu diantaranya terbatas di Bali dan 20 di Jawa (Whitten et. al., 1996). Salah satu tipe ekosistem yang paling penting bagi berbagai jenis burung di Pulau Jawa dan Bali adalah ekosistem hutan. Sejak tahun 1961, hutan di Pulau Jawa dialokasikan sebagai cagar alam, suaka alam, hutan wisata dan taman nasional yang masuk dalam kriteria kawasan konservasi. Selain kawasan konservasi tersebut, beberapa kawasan hutan di Jawa juga dipercayakan pengelolaanya kepada Perum Perhutani (Whitten et. al.,1996). Luas wilayah kelola Perum Perhutani mencapai sekitar 5.300 km² yang berupa hutan lindung (hutan pada lahan dengan topografi curam serta mangrove yang melindungi fungsi hidrologi) dan sekitar 19.000 km² berupa hutan tanaman. Total lahan
1
Perum Perhutani hampir mencapai 2,5 juta ha atau 19% dari Pulau Jawa (Whitten et. al., 1996). Perum Perhutani menerapkan unit-unit pengelolaan kawasan dengan unit pengelolaan terkecil berupa petak. Tiap petak terbagi lagi ke dalam luasan yang lebih kecil disebut anak petak yang kompleks atau seragam dari segi tegakannya (Yuwono dan Wiyono, 2008). Setiap anak petak satu dengan yang lain mempunyai perlakuan yang berbeda, seperti halnya komposisi jenis yang ditanam, jarak tanam yang diterapkan serta kapan penanaman dilakukan. Hal ini menyebabkan terjadinya variasi kondisi dan struktur pada tegakan yang akhirnya akan memengaruhi tingkat ketinggian tajuk pohon yang terbentuk. Burung merupakan satwa liar pengguna ruang yang cukup baik, terlihat dari penyebarannya baik secara horizontal maupun vertikal (Peterson, 1980). Perbedaan ketinggian tajuk pohon yang terbentuk akibat pola pengelolaan tanaman yang berbeda-beda akan memengaruhi penggunaan ruang tegakan oleh burung. Beberapa studi mengenai pemanfaatan ruang strata vertikal pada hutan tropis kering di Peru menunjukkan bahwa burung menggunakan ruang vertikal untuk memenuhi kebutuhan pakannya (Pearson, 1968). Penelitian berikutya terdapat pada Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang terletak di Provinsi Jawa Barat dan Banten menunjukkan bahwa burung banyak memanfaatkan lapisan di bawah tajuk dengan ketinggian antara 4,5 sampai 15 meter (Wisnubudi, 2009). Penelitian terbaru terdapat pada hutan rakyat di Pegunungan Menoreh di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan burung tidak memanfaatkan seluruh struktur vertikal yang 2
tersedia namun banyak memanfaatkan lapisan sub kanopi ketinggian antara 4,1 sampai 8 m (Rahmawan, 2014). Praktik penanaman Jati di kawasan Perum Perhutani cenderung homogen dan mendominasi sebagian besar struktur komposisi tegakan hutan di Pulau Jawa tentunya akan berdampak terhadap jenis-jenis yang mampu menggunakan ruang-ruang yang tersedia yang pada akhirnya akan memengaruhi keanekaragaman hayati jenis burung yang ada di sana. Hingga saat ini kajian tentang pengelolaan hutan jati dari aspek keanekearagaman hayati masih berfokus pada daftar jenis burung yang mendiami hutan tanaman jenis ini (Sutopo, 2008). Namun nampaknya penelitian tentang penggunaan ruang vertikal oleh burung masih sangat sedikit. Penelitian terbaru masih terbatas pada lahan hutan rakyat dalam skala kecil (Rahmawan, 2014). Kajian penggunaan ruang vertikal oleh burung di berbagai pola pengelolaan tanaman di hutan jati di Jawa diharapkan dapat mengisi kekosongan informasi tersebut dan juga memberikan pengetahuan tambahan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati di kawasan hutan tanaman seperti di hutan jati ini. mengingat sebagian besar penutupan hutan di Pulau Jawa didominasi oleh tegakan jati yang dikelola oleh Perum Perhutani. 1.2. Rumusan Masalah Tegakan hutan jati di Perum Perhutani bersifat homogen, yaitu berupa tegakan yang memiliki variasi komposisi dan struktur hutan yang relatif sama. Tegakan yang homogen tersebut kemudian terbagi lagi kedalam bagian terkecil yaitu suatu anak petak. Pada tiap anak petak satu dengan anak petak yang lain
3
mempunyai perlakuan yang berbeda seperti halnya komposisi jenis yang ditanam, jarak tanam yang diterapkan serta waktu kapan penanaman. Perlakuan berbeda inilah yang membentuk variasi komposisi dan struktur tegakan pada masing-masing anak petak. Tinggi tanaman jati usia muda tentunya berbeda dengan tinggi tanaman jati usia sedang, begitu pula tinggi pada tanaman jati usia tua. Variasi komposisi dan struktur hutan pada hutan tanaman jati dapat memberikan pengaruh terhadap komunitas burung akan pemanfaatan ruang vertikal tegakan. Ketersediaan sumber daya yang berbeda-beda pada masingmasing lapisan ruang vertikal tegakan menentukan respon aktivitas penggunaan ruang yang dilakukan oleh komunitas burung. Oleh karena itu, perlu diketahui pemanfaatan burung terhadap lapisan ruang vertikal pada berbagai pola pengelolaan tanaman yang ada di hutan tanaman jati Perum Perhutani. Pola pengelolaan tanaman jati pada penelitian kali ini adalah berdasarkan kelas umur, yang kemudian diklasifikasikan kedalam beberapa klasifikasi tajuk. Klasifikasi tajuk disini meliputi klasifikasi tajuk rendah berupa tanaman jati usia muda, klasifikasi tajuk sedang berupa tanaman jati usia sedang serta klasifikasi tajuk tinggi berupa tanaman jati usia tua. Berdasarkan hal tersebut, terdapat berbagai rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah: 1. Bagaimana karakteristik biotik dan abiotik pada berbagai pola pengelolaan hutan jati di KPH Cepu Jawa Tengah?
4
2. Bagaimana keanekaragaman jenis burung dalam setiap klasifikasi tajuk hutan jati tersebut pada berbagai pola pengelolaan hutan jati di KPH Cepu Jawa Tengah? 3. Apakah setiap jenis burung yang ditemukan memanfaatkan seluruh strata tajuk? 1.3. Tujuan Tujuan penelitian pemanfaatan ruang oleh komunitas burung pada berbagai pola pengelolaan berdasarkan klasifikasi tajuk yang ada di hutan tanaman jati milik Perum Perhutani KPH Cepu yaitu untuk: 1. Mendeskripsikan karakteristik biotik dan abiotik pada berbagai klasifikasi tajuk di hutan jati KPH Cepu Jawa Tengah 2. Mengetahui keanekaragaman jenis burung dalam setiap strata vertikal di berbagai klasifkasi tajuk di hutan jati KPH Cepu Jawa Tengah 3. Mengetahui pemanfaatan setiap ruang strata vertikal di berbagai klasifikasi tajuk oleh berbagai jenis burung di hutan jati KPH Cepu Jawa Tengah. 1.4. Manfaat Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memberikan kebenaran ilmiah akan pengelolaan hutan tanaman jati yang dilakukan oleh Perum Perhutani terhadap keberadaan komunitas burung yang memanfaatkan sumber daya pada tiap strata vertikal di dalamnya. Dengan informasi tersebut diharapkan bermanfaat bagi pengelola guna merencanakan tata kelola hutan produksi jati yang berbasis kelestarian lingkungan.
5