BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Acetylsalicylic acid (ASA)/aspirin adalah obat yang banyak digunakan untuk berbagai indikasi, yaitu sebagai analgesik, antipiretik, anti-inflamasi dan antitrombotik (bekerja dengan menghambat agregasi trombosit, sehingga obat ini dapat memperpanjang waktu perdarahan) (Goodman dan Gillman, 2007). Sebagai antitrombotik, dosis ASA/aspirin yang digunakan adalah dosis rendah (80-325mg) (Katzung, 2010), dan berguna pada penatalaksanaan strok, infark miokard (MCI), trombosis (Walsh dan Schwartz-Bloom, 2005) sindrom antiphospholipid dan pencegahan pre-eklamsia dan eklamsia selama kehamilan (Levine et al., 2002; WHO, 2011). Sindrom antiphospholipid (APS) adalah gangguan autoimun yang dapat menyebabkan trombosis pembuluh darah, abortus berulang akibat adanya trombosis di pembuluh darah plasenta (Rand, 2002). Antibodi antiphospholipid (aPL) utama yang berhubungan dengan APS adalah antibodi anticardiolipin (aCL), antikoagulan lupus (LA), dan antibodi glikoprotein anti-beta2 I (anti-beta2GPI) (McNeil et al., 2002). Perempuan hamil dengan antibodi aPL positif, mempunyai kecenderungan mengalami keguguran berulang sebesar 15% pada trimester pertama, dan 21% pada trimester kedua (Vashisht dan Regan, 2005). APS masih menjadi penyakit yang sering mengakibatkan keguguran berulang (Rai, 2002). Morbiditas kehamilan dengan APS dapat dihubungkan dengan vaskulopati desidua (decidual
Universitas Sumatera Utara
vasculophaty) dan infark plasenta (Tektonidou, 2004). Pengobatan kombinasi aspirin/ASA dosis rendah dengan heparin merupakan terapi pilihan (Bates, 2010). Pemberian ASA/aspirin dosis rendah (50 mg/hari) pada perempuan dengan riwayat abortus spontan berulang (recurrent spontaneous abortion/ RSA) dengan atau tanpa antibodi anticardiolipin (ACA) yang positif, dapat menghambat produksi tromboxan A2 (Tx A 2 ), sehingga menghambat agregasi trombosit (Tulppala et al., 2000 dan Berg, 2011). Selain itu pemberian antitrombotik, juga ditujukan untuk menurunkan risiko terjadinya trombosis, keguguran, dan kehamilan dengan hipertensi, sehingga pemberian harian ASA/aspirin dosis rendah, merupakan regimen pengobatan pada kehamilan dengan APS (Branch dan Khamashta, 2003). ASA/aspirin dosis rendah juga diberikan pada kehamilan dengan atau riwayat pre-eklamsia (Duley et al., 2007) dikarenakan pre-eklamsia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya trombosis, kelahiran prematur dan kelahiran mati pada neonatal (Duley et al.,2001; Hague et al., 2001). WHO (2011) merekomendasikan intervensi pemberian ASA/aspirin dosis rendah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsia pada perempuan dengan risiko tinggi sebelum kehamilan 20 minggu. Pada kehamilan, pembentukan selaput amnion berasal dari jaringan ekstraembrio yang terdiri dari bagian fetal (the chorionic plate) dan bagian maternal (the decidua). Bagian fetal (amnion dan membran korion), memisahkan fetus dari endometrium (Niknejad et al., 2008). Kolagen merupakan komponen dari membran yang berfungsi untuk menjaga kekuatan jaringan pada amnion dan korion (Devlieger et al., 2006).
Universitas Sumatera Utara
Selaput amnion dan korion manusia terdiri dari beberapa lapisan, dengan berbagai jenis kolagen (tipe I, III, IV, V, VI) dan glikoprotein non-kolagen (laminin, nidogen dan fibronektin) yang terdapat didalam matriks ekstraseluler (MES) (Benirschke dan Kaufmann, 2006). Lapisan-lapisan pada selaput ketuban akan mempengaruhi ketebalannya, dan akan memberikan kontribusi terhadap ketahanannya. Namun selaput ketuban yang tipis belum tentu menyebabkan penurunan ketahanannya, karena ketahanan selaput ketuban juga dipengaruhi oleh keberadaan dan kondisi (keterikatan) berbagai komponen penunjang selaput ketuban, seperti kolagen, dan glikoprotein non-kolagen lainnya, yaitu: laminin, nidogen dan fibronektin. Perubahan pada membran, termasuk penurunan kadar kolagen, struktur kolagen, peningkatan aktivitas kolagenolitik, merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini/KPD (premature rupture of the membrane/PROM) (Parry dan Strauss, 1998). Vitamin C (ascorbic acid) adalah zat yang dibutuhkan untuk pembentukan kolagen dan stabilitas collagent cross-link, kadar vitamin C jaringan merupakan mediator penting dalam proses inisiasi ruptur membran sebagai fungsi dari kolagen cross-link rasio (Myllyharju, 2003). Konsentrasi total vitamin C pada perempuan dengan PROM, secara signifikan lebih rendah daripada perempuan yang mengalami ruptur membran pada saat proses persalinan (Stuart, et al., 2005). Selain itu, vitamin C mempengaruhi pertumbuhan komponen MES lainnya, fibronektin dan laminin (Ronchetti et al., 1998). Pemberian vitamin C sebanyak 100 mg/hari pada perempuan hamil, dapat menurunkan risiko terjadinya PROM (Casanueva et al., 2005).
Universitas Sumatera Utara
Pemberian ASA/aspirin bersama vitamin C (ascorbic acid) mengakibatkan terjadinya interaksi farmakokinetik pada tahap absorpsi, distribusi dan ekskresi. Pemberian aspirin pada dosis > 25 mg bersama vitamin C (ascorbic acid) dengan dosis 50-100 mg menyebabkan hambatan transpor ascorbic acid ke dalam leukosit (Das dan Nebiogiu, 1999). Obat golongan salisilat juga menghambat uptake vitamin C kedalam leukosit dan platelet (Levine et al., 1999). Selain itu ASA/aspirin juga dapat meningkatkan ekskresi vitamin C melalui urin dan menurunkan konsentrasi vitamin C platelet (Levine et al., 2006); menurunkan kadar ascorbic acid leukosit dan menurunkan kemampuan metabolismenya. (Stargrove et al., 2008). Berdasarkan uraian di atas, maka akan diteliti pengaruh pemberian ASA/ aspirin dosis rendah (80-100 mg) pada perempuan hamil (mengalami APS atau pre-eklamsia/eklamsia atau riwayat pre-eklamsia/eklamsia), terhadap gambaran histopatologi struktur selaput ketuban dan tampilan imunohistokimia fibronektin pada MES selaput ketuban.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah pemberian ASA/aspirin dosis rendah (80-100 mg) pada perempuan hamil (mengalami APS atau pre-eklamsia/eklamsia atau riwayat preeklamsia/eklamsia), dapat menyebabkan penipisan lapisan amnion dan korion, sehingga terjadi perubahan struktur histopatologi selaput ketuban?
Universitas Sumatera Utara
2. Apakah pemberian ASA/aspirin dosis rendah (80-100 mg) pada perempuan hamil (mengalami APS atau pre-eklamsia/eklamsia atau riwayat pre-eklamsia/ eklamsia), dapat menyebabkan penurunan tampilan imunohistokimia fibronektin pada matriks ekstraseluler selaput ketuban (amnion dan korion)?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui perubahan gambaran struktur histopatologi dan tampilan imunohistokimia fibronektin pada matriks ekstraseluler (MES) selaput ketuban perempuan hamil (mengalami APS atau pre-eklamsia/eklamsia atau riwayat preeklamsia/eklamsia), yang mendapat ASA/aspirin dosis rendah (80-100 mg). 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui pengaruh pemberian ASA/aspirin dosis rendah (80-100 mg) terhadap gambaran struktur histopatologi (ketebalan lapisan amnion dan korion) selaput ketuban, pada perempuan hamil (mengalami APS atau preeklamsia/eklamsia atau riwayat pre-eklamsia/eklamsia). 2. Mengetahui pengaruh pemberian ASA/aspirin dosis 80 - 100 mg terhadap kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia fibronektin pada MES selaput ketuban perempuan hamil (mengalami APS atau pre-eklamsia/ eklamsia atau riwayat pre-eklamsia/eklamsia). 3. Mengetahui pengaruh pemberian ASA/aspirin dosis 80 - 100 mg terhadap luas tampilan pewarnaan imunohistokimia fibronektin pada MES
Universitas Sumatera Utara
selaput ketuban perempuan hamil (mengalami APS atau pre-eklamsia/ eklamsia atau riwayat pre-eklamsia/eklamsia). 4. Mengetahui pengaruh pemberian ASA/aspirin dosis 80 - 100 mg terhadap tampilan (perkalian kekuatan intensitas pewarnaan dengan luas tampilan imunohistokimia fibronektin) pada MES selaput ketuban perempuan hamil (mengalami APS atau pre-eklamsia/eklamsia atau riwayat pre-eklamsia/ eklamsia).
1.4 Hipotesis Ada perbedaan gambaran histopatologi dan tampilan imunohistokimia fibronektin selaput ketuban antara perempuan hamil (mengalami APS atau preeklamsia/eklamsia atau riwayat pre-eklamsia/eklamsia) serta mendapat ASA/aspirin dosis rendah (kelompok kasus), dengan perempuan hamil normal dan tidak mendapat ASA/aspirin (kelompok kontrol), berupa : 1. Selaput ketuban (amnion dan korion) pada kelompok kasus lebih tipis dibandingkan selaput ketuban kelompok kontrol. 2. Kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia fibronektin pada MES selaput ketuban kelompok kasus lebih lemah dibandingkan kelompok kontrol. 3. Luas tampilan pewarnaan imunohistokimia fibronektin pada MES selaput ketuban kelompok kasus lebih lemah dibandingkan kelompok kontrol.
Universitas Sumatera Utara
4. Tampilan (perkalian kekuatan intensitas dengan luas tampilan) pewarnaan imunohistokimia fibronektin pada MES selaput ketuban kelompok kasus lebih lemah dibandingkan kelompok kontrol.
1.5 Manfaat Penelitian Memberikan informasi tentang pengaruh pemberian ASA/aspirin dosis rendah (80-100 mg) terhadap perubahan gambaran histopatologi dan tampilan imunohistokimia fibronektin pada MES selaput ketuban perempuan hamil (mengalami APS atau pre-eklamsia/eklamsia atau riwayat pre-eklamsia/eklamsia), agar kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini (KPD) dapat diprediksi dan dapat segera diantisipasi.
Universitas Sumatera Utara