BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Koperasi mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945, koperasi dinyatakan sebagai bentuk perusahaan yang sesuai dengan sistem perekonomian yang hendak dibangun di Indonesia. Adanya dukungan yang positif dari pemerintah pada masa itu, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Hal ini merupakan awal perkembangan yang sangat baik bagi koperasi di Indonesia. Menyimak Undang-Undang Dasar tahun 1945, Pasal 33, tentang Perkoperasian di Indonesia, kita menyadari bahwa koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang adil, maju, dan makmur berdasarkan Pancasila. Akan tetapi dalam prakteknya pada masa Orde Lama, fungsi dan peran koperasi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebagaimana telah dicantumkan dalam UU No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian, koperasi pada masa itu berjalan dengan pengaruh politik yang sangat kuat sehingga hilangnya kemurnian dari fungsi dan peran koperasi, di mana koperasi bukan dijadikan sebagai alat namun sebagai gerakan rakyat yang mempersatukan berbagai golongan. Definisi koperasi menurut undang-undang ini adalah organisasi ekonomi dan alat revolusi yang berfungsi sebagai tempat
1
persemaian insan masyarakat serta wahana menuju sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila. Bergantinya masa Orde Lama menjadi Orde Baru menjadikan pemerintah perlu mengubah perundang-undangan tentang koperasi agar benar-benar mampu melaksanakan pasal 33 UUD 1945. Maka dibentuklah UU No. 12 Tahun 1967 yang sesuai dengan semangat dan jiwa orde baru untuk memungkinkan bagi koperasi mendapatkan kedudukan sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional. Melalui kebijakan Pemerintahan Orde Baru, Gerakan Koperasi Indonesia kembali pada asas dan sendi dasar. Koperasi dibangun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Undang-undang yang mengatur tentang perkoperasian telah mengalami beberapa kali perevisian di Negara Republik Indonesia. Semenjak kemerdekaan hingga sekarang, setidaknya terdapat empat perundang-undangan yang tercatat telah dihasilkan oleh pemerintah yang mengatur tentang perkoperasian di Indonesia. Di masa orde baru, undang-undang yang disahkan oleh pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Sampai pada setelah revormasi, tahun 2012, dibuatlah regulasi baru yang mengatur tentang perkoperasian yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, namun akhirnya undang-undang ini dicabut kembali karena dianggap telah menghilangkan roh koperasi yang sebenarnya. Berangkat dari kondisi tersebut, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dipakai kembali guna mengatur segala kegiatan tentang perkoperasian.
2
UU No. 12 Tahun 1967 memang sudah mengembalikan hakikat koperasi sehingga tidak ada pengaruh politik di dalamnya. Namun, dalam Undang-Undang tentang Pokok-pokok Perkoperasian ini dirasa memiliki ketidakjelasan aturan main di lapangan mengenai jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, permodalan, serta pembinaan koperasi untuk lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Berangkat dari kondisi tersebut, maka dibuatlah UU No. 25 Tahun 1992, di mana semakin diperjelasnya definisi koperasi tentang pengaturan koperasi sebagai badan usaha dan juga badan hukum. Undang-undang ini juga mempertegas fungsi dan peran koperasi. UU No. 25 Tahun 1992 ini berlaku hingga zaman reformasi. Pada masa reformasi, data menunjukkan bahwa jumlah koperasi di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kebijakan pemerintah yang meliberalisasikan koperasi mendapat tanggapan dari masyarakat untuk mendirikan koperasi secara bebas dengan hanya izin dari Dinas Koperasi tingkat Kabupaten dan mendapatkan insentif kredit lunak. Dampaknya, banyak koperasi yang tumbuh dengan motivasi yang salah yaitu mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Saat ini koperasi memang sudah berkembang, akan tetapi itu hanya dari segi kuantitas. Perkembangan tersebut tidak dibarengi dengan kualitasnya yang seharusnya juga meningkat. Kualitas koperasi di Indonesia saat ini bagaikan “hidup segan mati tak mau”. Walaupun koperasi dikatakan sebagai soko guru perekonomian Indonesia, eksistensi koperasi sebagai bagian dari ekonomi masyarakat di Indonesia belum sepenuhnya terpenuhi. Hal ini dapat dilihat dari perhatian masyarakat yang masih
3
sangat kurang terhadap koperasi sehingga sikap masyarakat yang cenderung acuh tak acuh kepada koperasi. Padahal, salah satu tujuan koperasi adalah untuk mensejahterakan anggotanya dan masyarakat itu sendiri. Penyebab lainnya adalah munculnya badan-badan usaha yang menawarkan keuntungan yang lebih menggiurkan daripada koperasi. Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten penggerak koperasi. Kabupaten Badung telah menjalankan serta mengembangkan perkoperasian secara luas, bahkan Kabupaten Badung telah mendapatkan penghargaan sebanyak dua kali yaitu penghargaan di bidang koperasi berupa Paramadana Utama Nugraha Koperasi. Bupati Badung A.A. Gde Agung, SH pada tahun 2011 lalu juga menerima Penghargaan Kabupaten Penggerak Koperasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari situs resmi Pemerintahan Kabupaten Badung, Adapun kriteria sebagai Kabupaten Penggerak Koperasi antara lain: lebih dari 55% koperasi berkualitas, 75% koperasi aktif, peran pemerintah dan kontribusi pemerintah terhadap pemberdayaan koperasi, implementasi keberpihakan pemerintah terhadap pemberdayaan koperasi, dan perkembangan kinerja koperasi (versi Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung). Berdasarkan sistem pemeringkatan koperasi, indikator penilaian yang mencakup faktor-faktor yang mewakili kecirian sebagai badan usaha dan juga sebagai koperasi berkualitas antara lain aspek badan usaha aktif, aspek kinerja usaha yang semakin sehat, aspek kohesivitas dan partisipasi anggota, aspek orientasi kepada pelayanan anggota, aspek pelayanan kepada masyarakat, dan aspek kontribusi terhadap pembangunan daerah.
4
Saat ini jumlah koperasi yang ada di Kabupaten Badung yaitu sebanyak 517 unit yang tersebar di enam kecamatan dengan berbagai jenis usaha.Walaupun telah dinobatkan sebagai Kabupaten Penggerak Koperasi, nyatanya masih ditemukan adanya beberapa koperasi tanpa kegiatan, alias koperasi papan nama. Istilah koperasi “hidup segan mati tak mau” nyatanya juga ada di Kabupaten Badung. Terdapat pula koperasi yang kurang atau bahkan tidak berkualitas, walaupun koperasi tersebut masih berstatus sebagai koperasi yang aktif. Salah satu contoh koperasi dengan kualitas yang kurang adalah Koperasi Murah Rejeki yang berada di wilayah Abiansemal, Kabupaten Badung. Koperasi pada hakekatnya dibangun atas dasar untuk memberdayakan serta mensejahterakan masyarakat. Salah satu faktor penting dalam mewujudkan koperasi yang berkualitas adalah dengan mengelola koperasi dengan baik dan profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berangkat dari pembahasan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil judul dalam penelitian ini yaitu, “Evaluasi Pengelolaan Kinerja Koperasi Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha (KSU) Kuta Mimba dan Koperasi Murah Rejeki, Kabupaten Badung, Bali)”
5
1.2 Rumusan Masalah Dari pemaparan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain: 1. Bagaimana evaluasi pengelolaan koperasi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 di Koperasi Serba Usaha (KSU) Kuta Mimba dan Koperasi Murah Rejeki, Kabupaten Badung? 2. Bagaimana bentuk peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas koperasi di Kabupaten Badung? 1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang diangkat, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui evaluasi pengelolaan koperasi ditinjau dari UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 di Koperasi Serba Usaha (KSU) Kuta Mimba dan Koperasi Murah Rejeki. 2. Untuk mengetahui bentuk peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas koperasi di Kabupaten Badung. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil
dari
penelitian
ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
dalam
mengembangkan ilmu administrasi negara terutama mengenai evaluasi pengelolaan koperasi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 terkait
permasalahan
yang
dikaji
dalam
penelitian
ini
dengan
mengaplikasikan beberapa teori yang telah diperoleh selama perkuliahan
6
dan dapat menemukan makna baru selama penelitian serta diharapkan dapat dijadikan pemahaman untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan bisa mengembangkan kemampuan penulis tentang evaluasi pengelolaan koperasi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian selama mengikuti program studi Ilmu Administrasi Negara. b. Bagi Instansi Terkait Diharapkan
dapat
menjadi
informasi
tambahan
sehingga
dapat
memberikan sumbangan pemikiran mengenai evaluasi pengelolaan koperasi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
7