16
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004). Terjadinya pembangunan disuatu negara atau daerah ditandai dengan beberapa aktivitas perekonomian seperti meningkatnya produktivitas dan meningkatnya pendapatan perkapita penduduk sehingga terjadi perbaikan tingkat kesejahteraan. Tujuan pembangunan di daerah secara umum adalah untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Aspek – aspek pembangunan di sini meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspek - aspek lainnya. Diantara aspek tersebut pembangunan ekonomi merupakan aspek yang paling esensial dalam menunjang pembangunan daerah. Dengan diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebabkan terjadinya perubahan sistem desentralisasi di Indonesia. Peran pemerintah daerah menjadi faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pembangunan daerah. Peran pemerintah dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi mulai di pandang sebagai suatu hal yang penting ketika mekanisme pasar sebagai motor pergerakan mengalami kegagalan. Mangkoesoebroto (1999) menyatakan dalam
17
perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan besar, yaitu; 1) peranan alokasi, yaitu peranan pemerintah dalam alokasi sumber-sumber ekonomi; 2) peranan distribusi, dan; 3) peranan stabilisasi. Pada kebanyakan negara berkembang pelaksanaan 3 peran pemerintah ini banyak menghadapi kendala dan permasalahan dalam rangka akselerasi pertumbuhan ekonomi, terutama apabila dihadapkan pada masalah pembangunan daerah. Pembangunan yang dilaksanakan tidak akan berarti bila pembangunan tersebut tidak mampu meningkatkan kualitas manusia. Kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat ditunjukkan dengan melihat perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM) yang mencerminkan capaian kemajuan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik, sesuai dengan yang dikatakan Mubyarto dalam Mailendra (2009) “social development is economic development”. Menurut Todaro (2000), sumber daya manusia dari suatu bangsa merupakan faktor paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi dari bangsa yang bersangkutan. Respon pemerintah daerah dalam mengatasi masalah rendahnya kualitas modal manusia yang berujung pada kemiskinan akan dilihat dari kinerja pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan dan kesehatan bagi penduduk miskin. Pemerintah harus dapat menjamin hak masyarakat untuk sehat (right for health) dengan memberikan pelayanan kesehatan secara adil, merata, memadai,
18
terjangkau, dan berkualitas. Pelayanan pendidikan masyarakat yang paling elementer adalah pendidikan dasar, yang oleh pemerintah diterjemahkan dalam program wajib belajar sembilan tahun. Pemerintah hendak menjamin bahwa semua anak dapat bersekolah, sehingga diperlukan alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan yang besar. Dalam pemenuhan anggaran tersebut amanat amandemen UUD 1945 telah mensyaratkan alokasi anggaran pendidikan minimal sebesar 20 persen dari total anggaran. Sementara untuk sektor kesehatan sesuai dengan
Undang-undang
No.
36
tahun
2009
tentang
kesehatan
telah
mengamanatkan bahwa anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN diluar gaji. Realisasi pengeluaran pembangunan Sumatera Utara untuk sektor pendidikan pada tahun 2008 hanya sebesar 3,27 persen dan disektor kesehatan hanya 4,6 persen dari total anggaran. Tahun 2011 alokasi untuk sektor pendidikan sebesar 5,09 persen dan sektor kesehatan 3,36 persen. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi untuk anggaran sektor pendidikan dan kesehatan belum memenuhi target. Dengan demikian perlu perhatian pemerintah daerah Sumatera Utara dalam kebijakan publiknya dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara yang ditunjukkan dari kinerja keseriusan pemerintah daerah dalam pengalokasian anggaran pendidikan dan kesehatan yang pro penduduk miskin untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurut Soebeno dalam Mailendra (2009) Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dapat dijelaskan melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini, faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial yang terangkum dalam belanja
19
modal. Besarnya pengeluaran tersebut mengindikasikan besarnya peran pemerintah terhadap pembangunan manusia. Salah satu data yang dapat digunakan sebagai indikator untuk perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan regional adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data PDRB ini dapat menunjukkan tingkat perkembangan perekonomian daerah secara makro, agregatif dan sektoral. Pembentukan angka PDRB ini secara intuisi dipengaruhi oleh banyak faktor terutama ekonomi seperti produktivitas dan efisiensi. Produk Domestik Regional Bruto yang cukup meningkat dalam segi ekonomi merupakan cerminan dari tingkat pendapatan masyarakat yang lebih baik di daerah tersebut, sedangkan dalam bidang non ekonomi peningkatan tersebut mengindikasikan adanya perbaikan tingkat kesehatan, pendidikan, perumahan, lingkungan hidup dan aspek lainnya dalam masyarakat. Dengan demikian Produk Domestik Regional Bruto secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan atau balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk memonitor dan mengevaluasi hasil pembangunan yang dilaksanakan, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 5,07 persen akibat adanya krisis yang terjadi pada tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dalam beberapa tahun terakhir hanya mengalami peningkatan yang relatif rendah seperti terlihat pada Gambar 1.1 berikut ini:
20
Pertumbuhan Ekonomi (%)
250 200 150 100 50 Tahun
0 -50
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, data diolah (2013)
Gambar 1.1. Pertumbuhan PDRB Sumatera Utara Tahun 1996-2011 Pertumbuhan ekonomi daerah dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pembangunan manusia. Pada hakekatnya pembangunan adalah pembangunan manusia, sehingga perlu diprioritaskan alokasi belanja untuk keperluan ini dalam penyusunan anggaran (Priyo, 2009). Prioritas belanja dalam rangka peningkatan pembangunan manusia akan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pembangunan manusia dapat dicermati dari besar kecilnya Indeks Pembangunan
Manusianya.
Apabila
Indeks
Pembangunan
Manusianya
mengalami peningkatan, maka dapat diduga bahwa tingkat kesehteraan masyarakat juga akan mengalami peningkatan. Jika tingkat kesejahteraan masyarakat maningkat, pada gilirannya penduduk miskin menjadi semakin berkurang baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. Pembangunan yang dilaksanakan di berbagai sektor kehidupan juga pada dasarnya adalah untuk mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat yang utamanya adalah masyarakat lapisan terbawah atau masyarakat miskin. Kemiskinan menyebabkan
21
seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya seperti tidak terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup. Semakin tinggi jumlah dan persentase penduduk miskin di suatu daerah akan menjadi tinggi beban pembangunan. Oleh sebab itu pembangunan dikatakan berhasil bila jumlah dan persentase penduduk miskin nya turun atau bahkan tidak ada. Untuk itu pemerintah dengan berbagai program berupaya menanggulangi kemiskinan, namun pengentasan kemiskinan belum mencapai hasil maksimal dan belum sesuai dengan harapan. Persentase kemiskinan memang turun dari tahun ke tahun namun jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2009 masih cukup besar yaitu 32,53 juta atau sekitar 14,15 persen dari total penduduk. (Badan Pusat Satistik tahun 2009) Adanya kemiskinan merupakan faktor penduduk yang kehidupannya di bawah
garis
kemiskinan
akibat
dari
ketidakmerataan
dalam
distribusi
pembangunan, yang juga disebabkan oleh faktor penduduknya yang mengalami kemiskinan secara alamiah maupun kultural yang ditunjukkan oleh situasi lingkaran ketidakberdayaan bersumber dari rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan, kesehatan dan gizi, produktivitas, penguasaan modal, keterampilan dan tekonologi serta hambatan infrastruktur maupun etnis sosial beragam lainnya. Menurut Novianto (2003), esensi utama dari masalah kemiskinan adalah masalah
aksesibilitas.
Aksesibilitas
berarti
kemampuan
seseorang
atau
sekelompok orang dalam masyarakat untuk mendapatkan sesuatu yang merupakan kebutuhan dasarnya dan seharusnya menjadi haknya sebagai manusia dan sebagai warga negara.
22
Untuk mengatasi masalah kemiskinan, peranan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pembangunan manusia sangat diharapkan. Investasi pemerintah untuk pembangunan manusia, baik itu di sektor pendidikan dan kesehatan ataupun bidang lainnya berkaitan dengan pelayanan publik, merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Meningkatnya kesehatan dan pendidikan akan mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan anggota masyarakat. Semakin besar investasi pembangunan manusia akan berdampak pada semakin tinggi produktivitas dan pendapatan individual, regional dan nasional serta merupakan aspek pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Jonaidi (2012) bahwa Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengurangan angka kemiskinan, terutama di daerah perdesaan yang banyak terdapat kantong-kantong kemiskinan. Sebaliknya kemiskinan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan akses modal, kualitas pendidikan (peningkatan melek huruf dan lama pendidikan) dan derajat kesehatan (peningkatan harapan hidup) penduduk miskin diharapkan mampu meningkatkan produktivitas mereka dalam berusaha. Upaya pemerintah dalam mengurangi penduduk miskin selama lebih dari tiga dekade belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 1990, jumlah penduduk miskin Sumatera Utara mencapai 1.324.107 jiwa sedangkan pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin masih relatif naik yakni 1.481.300 jiwa dan pada pertengahan periode terjadi lonjakan yang sangat besar pada tahun 1994 dan 1998 yaitu masing-masing sebesar 3.439.020 jiwa dan 3.550.642 jiwa. Pada tahun 1995, penduduk miskin
23
Sumatera Utara ada sekitar 12,1 persen, sedangkan pada tahun 2008 angka persentase masih berkisar 12,55 persen. Pada masa krisis ekonomi, persentase jumlah penduduk miskin pada akhir tahun 1998 sekitar 18,77 persen. Perkembangan jumlah penduduk miskin Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 1.2 dibawah ini:
pertumbuhan kemiskinan (%)
120 100 80 60 40 20 0
Tahun
-20 -40 -60
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, data diolah 2013.
Gambar 1.2. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Utara Menurut Mankiw (2003) pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas modal manusia. Modal manusia dapat mengacu pada pendidikan, namun juga dapat digunakan untuk menjelaskan jenis investasi manusia lainnya yaitu investasi yang mendorong ke arah populasi yang sehat yaitu kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar di suatu wilayah. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk mencapai kehidupan yang layak. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam membentuk kemampuan sebuah negara
berkembang
untuk
menyerap
teknologi
modern
dan
untuk
24
mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suliswanto (2010), menunjukkan bahwa permasalahan kemiskinan tidak cukup hanya dipecahkan melalui meningkatkan pertumbuhan ekonomi semata dengan mengharapkan terjadinya efek menetes kebawah (trickkle down effect). Peningkatan kualitas sumber daya manusia akan mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap pengurangan angka kemiskinan yang terjadi. Keberadaan kondisi krisis ekonomi tahun 1998 sangat berakibat terhadap adanya kontraksi di sektor-sektor yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi seperti sektor jasa dan industri yang berakibat terhadap kurangnya kemampuan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja yang berdampak pada tingginya tingkat kemiskinan (Brata: 2005). Berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan untuk mengatasi kemiskinan lebih berorientasi pada pemenuhan target group pembangunan dan tidak memperhatikan kelanjutan program, proses pendidikan dan peningkatan kualitas SDM serta perkembangan pembangunan. Dalam arti program pembangunan
kurang
berorientasi
pada
pemberdayaan,
perkembangan
pembangunan dan kemampuan kelembagaan dalam menciptakan kualitas sumber daya yang memiliki kemandirian dan bukan menciptakan ketergantungan. Berdasarkan data BPS pada tahun 2009, capaian IPM Sumatera Utara sebesar 73,58 dan pada tahun 2011 sebesar 74,65, sehingga selama kurun waktu 3 tahun hanya terjadi peningkatan IPM sebesar 1,07. Hal ini terbukti bahwa Pemerintah Sumatera Utara Pada tahun 2011 Provinsi Sumatera Utara mampu
25
menduduki peringkat ke-8 jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Namun jika dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Sumatera, capaian IPM Sumatera Utara masih berada dibawah Provinsi Riau yang menduduki peringkat ke-3 pada tahun 2011. Hal ini terbukti bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia di sumatera utara tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Perkembangan IPM Sumatera Utara dapat di lihat pada Gambar 1.3 di bawah ini: 5
Pertumbuhan IPM (%)
4 3 2 1 0
Tahun
-1 -2 -3 -4 -5
Sumber: BPS Sumatera Utara, data diolah 2013
Gambar 1.3. Pertumbuhan IPM Sumatera Utara 1996-2011 Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran di sektor publik sangat bermanfaat untuk meningkatkan pembangunan manusia dan mengurangi penduduk miskin. Brata (2005), pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan manusia. Semakin besar alokasi pengeluaran sektor pendidikan dan kesehatan semakin baik pula IPM dicapai.
26
Maria (2011), menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan akan dapat mempengaruhi kemiskinan jika pengeluaran tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pembangunan manusia. Dengan meningkatnya alokasi pengeluaran pemerintah di sektor publik tersebut maka akan meningkatkan pula produktivitas penduduk. Peningkatan produktivitas ini, pada gilirannya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui meningkatkan pembangunan manusia yang selanjutnya berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Astri (2012), Dalam penelitian tersebut menunjukkan tingkat pengeluaran pemerintah daerah pada sektor pendidikan memiliki pengaruh secara signifikan terhadap IPM, dimana setiap terjadi perubahan pada pengeluaran pemerintah daerah pada sektor pendidikan maka akan diikuti oleh perubahan IPM. Pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IPM. Pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan tingkat pengeluaran pemerintah lainnya. Umumnya
masalah
pertumbuhan
ekonomi
tidak
terlepas
dari
pembangunan manusia terutama kualitas sumber daya manusianya dan kemiskinan akibat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Walaupun kondisi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara berada diatas rata-rata nasional namun kenyataannya masih diragukan. Melihat keadaan tersebut menjadi suatu ketertarikan mengamati pengaruhnya dalam jangka waktu pengamatan yang ditentukan untuk mengangkat fenomena tersebut menjadi suatu penelitian yang berjudul “analisis pengaruh pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan
27
kesehatan, pertumbuhan ekonomi, dan kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia di sumatera utara”.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, untuk menjawab
permasalahan penelitian tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia di Sumatera Utara? 2. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia di Sumatera Utara? 3. Apakah kemiskinan berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia di Sumatera Utara?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia di Sumatera Utara. 2. Menganalisis
pengaruh
pertumbuhan
ekonomi
terhadap
indeks
pembangunan manusia di Sumatera Utara. 3. Menganalisis pengaruh kemiskinan terhadap indeks pembangunan manusia di Sumatera Utara.
28
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan berkaitan dengan peningkatan kualitas manusia di Sumatera Utara. 2. Bagi penulis, meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang halhal yang diteliti khususnya tentang peningkatan kualitas manusia. 3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dalam masalah yang sama.