BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan kegiatan ekonomi internasional turut merangsang
berkembangnya perusahaan multinasional. Dalam perusahaan multinasional terjadi berbagai transaksi internasional antar anggota (divisi), salah satunya adalah penjualan barang atau jasa. Sebagian besar transaksi bisnis tersebut biasanya terjadi di antara perusahaan yang berelasi atau antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Perusahaan multinasional juga akan mengahadapi suatu permasalahan yaitu perbedaan tarif pajak. Perbedaan tarif pajak ini membuat perusahan multinasional mengambil keputusan untuk melakukan transfer pricing. Transfer pricing menimbulkan beberapa masalah menyangkut bea cukai, pajak, ketentuan anti dumping, persaingan usaha yang tidak sehat, dan masalah internal manajemen. Transfer pricing adalah suatu cara yang digunakan perusahaan multinasional dengan membagi unit usahanya ke dalam divisi-divisi atau departemen-departemen dalam rangka mengawasi dan mengevaluasi kinerja atas kegiatan usahanya. Seiring dengan perkembangan dunia usaha dan kompleksitas bisnis, perusahaan-perusahaan nasional kini menjelma menjadi perusahaan-
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
perusahaan multinasional yang kegiatan usahanya tidak terpusat pada satu negara saja namun beberapa negara. Fenomena yang terjadi dewasa kini, transfer pricing sering kali digunakan secara ilegal oleh beberapa perusahaan multinasional dalam rangka memperkecil beban pajaknya. Kebijakan transfer pricing ini sering kali digunakan perusahaan multinasional untuk mengurangi laba kena pajak dalam suatu negara dengan cara mentransfer harga ke perusahaan afiliasinya yang terletak di Negara yang termasuk dalam kategori tax heaven countries. Di Indonesia sendiri, kasus yang terjadi di PT. Adaro Indonesia yang terkait dengan praktik transfer pricing. PT. Adaro dituduh menjual batubara jauh di bawah harga pasar kepada perusahaan afiliasinya di Singapura, yakni Coaltrade Services International Pte, Ltd. Harga jual yang ditetapkan yakni sebesar $25 pada tahun 2005 dan $29 pada tahun 2006, padahal pada akhir 2007 harga batubara menembus harga $95 per ton. Coaltrade merupakan semacam perusahaan boneka, karena struktur kepemilikannya pun sama dengan Adaro. Setelah membeli dengan harga murah, kemudian Coaltrade menjual batubara tersebut dengan harga pasar, dan mendulang untung besar. Sehingga, dengan transfer pricing tersebut grup mereka diuntungkan, karena Coaltrade hanya terkena pajak penghasilan Singapura sebesar 10%, jauh lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia yakni 25%. Praktikpraktik seperti inilah yang diperkirakan juga marak terjadi pada perusahaan multinasional lainnya, yakni melakukan transfer pricing demi menghindari pajak, dengan memanfaatkan tax heaven countries.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Menurut analisa, transaksi yang dilakukan PT. Adaro jelas menyalahi ketentuan transfer pricing, dimana : 1.
Antara keduanya terdapat hubungan istimewa. Menurut UU No. 36 tahun 2008 tentang PPh Pasal 18 ayat 4, hubungan istimewa dianggap ada dalam hal : hubungan antara dua wajib pajak yang salah satunya mempunyai penyertaan pada yang lain paling rendah 25%. Dalam kasus ini, struktur kepemilikan kedua perusahaan bahkan sama.
2.
Terjadi ketidakwajaran dalam mekanisme harga, dimana harga yang diberikan jauh di bawah harga pasar. Sehingga, ini menyalahi prinsip yang ditetapkan OECD, yakni arm’s length profit yakni kewajaran. Kewajaran disini maksudnya adalah sesuai dengan harga wajar yang terjadi seandainya transaksi dengan pihak ketiga.
Dari sudut pandang Dirjen Pajak, tidak diragukan lagi bahwa tansfer pricing sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara. Berdasarkan perhitungan Dirjen Pajak dinyatakan bahwa negara berpotensi telah kehilangan 1.300 Triliun Rupiah akibat dari praktik tranfer pracing. Bahkan lebih dipertegas lagi menurut informasi internal Dirjen Pajak bahwa kehilangan tersebut kebanyakan akibat adanya pembayaran Bunga, Royalti serta Intragroup Service, sehingga Dirjen Pajak percaya bahwa dengan menyetop pembayaran tersebut negara sudah tidak perlu menambah hutang lagi. Sejak 2007 pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) agresif melakukan reformasi perpajakan terutama mengenai transfer pricing melalui pembenahan dan penerapan peraturan serta sosialisasi terutama pada Wajib Pajak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
(WP) yang memiliki banyak potensi transaksi dengan pihak afiliasi. Salah satu upaya awalnya adalah dengan diterapkannya peraturan DJP mengenai Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang dikeluarkan sebagai salah satu alat untuk mengakomodasi Pasal 18 dari Undangundang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 yang mengatur mengenai transaksi hubungan istimewa. Formulir SPT PPh Badan tersebut diatur dalam Peraturan DJP Nomor PER-39/PJ/2009, dimana perubahannya terdapat pada penambahan kolom baru pada formulir induk mengenai pernyataan transaksi hubungan istimewa. Pada tahun 2010, DJP akhirnya mengeluarkan beleid sebagai peraturan pelaksana untuk perlakuan transfer pricing dan pendokumentasiannya melalui Peraturan DJP Nomor PER-43/PJ/2010 (PER-43) tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa yang kemudian diperbaharui dalam Peraturan DJP Nomor PER-32/PJ/2011 (PER-32) di tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Terkait dengan dikeluarkannya PER-43 di tahun 2010 dan PER-32 di tahun 2011 diperlukan penyesuaian dan evaluasi atas penerapan yang dilakukan perusahaan. Perusahaan perlu menyesuaikan kebijakannya terutama setelah adanya pedoman mengenai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang diatur dalam peraturan tersebut dengan semangat untuk menjalankan usaha di Indonesia yang tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Sebelum adanya peraturan pelaksana ini dan selama penyesuaiannya dimungkinkan banyak manajer perusahaan yang melakukan praktik manajemen penetapan harga yang lemah atau tidak mempunyai dasar/dokumentasi pendukung/pertimbangan yang kuat atau secara tidak sadar melakukan kebijakan yang kurang sesuai dengan semangat dari peraturan ini atau bahkan kurang peduli dan meneruskan kebijakan yang sudah diterapkan sejak lama di perusahaan tanpa ada upaya untuk mencoba memberikan saran dan masukan kepada induk perusahaan akan adanya potensi risiko yang dapat dihadapi. Seorang manajer di anak perusahaan multinasional merupakan representasi dari entitas anggota multinasional di suatu negara dan tentunya merupakan pihak yang paling mengetahui mengenai kondisi lingkungan bisnis di Negara tersebut termasuk mengenai peraturan yang berlaku dan bagaimana praktik bisnis yang seharusnya dijalankan. Peran manajer dalam hal ini manajer yang mengelola kebijakan penetapan harga dan pendokumentasiaannya penting bagi manajemen pengendalian usaha anak perusahaan, terkait dengan bagaimana mempengaruhi kebijakan induk perusahaan terhadap entitas yang dikelolanya. Wajib Pajak menganggap issu tansfer pricing sebagai issu yang penting dibuktikan dengan hasil survei Ernst & Young terkait transfer pricing. Di bawah ini adalah kutipan dari hasil survei tersebut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Tabel 1.1 Hasil Survei Ernst & Young Consultant No.
Tax Issues
Percentage
1 2 3 4 5 6 7
Transfer Pricing 39% Tax Planning 32% Double Taxation 9% Value Added Tax 8% Tax Controversy 6% Customs Duties 3% Foreign Tax Credit 3% Total 100% Sumber : 2007 Global Transfer Pricing Survey, Ernst & Young, 2008
Dari poin-poin hasil survei tersebut tidak bisa dipungkiri bahwa isu transfer pricing bagi wajib pajak sangat benting. Dari poin terakhir hasil survei tersebut menyebutkan bahwa terdapat 2/3 dari total responden telah menyiapkan sumber daya manusia khusus untuk menangani masalah transfer pricing. Hasil survei ini telah diketahui juga oleh Dirjen Pajak, maka dengan fakta itu juga Dirjen Pajak berkepentingan untuk menyiapkan segala perangkat baik SDM, sarana dan satuan khusus untuk menangani masalah tansfer pricing. Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Ukuran suatu perusahaan dapat diketahui dari total aset perusahaan Semakin besar jumlah aset perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aset besar menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lebih lama (Pujiningsih. 2011).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Lusiyani (2014). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa pajak berpengaruh terhadap transfer pricing, perusahaan multinasional memperoleh keuntungan karena pergeseran pendapatan dari negara-negara dengan pajak tinggi ke negara dengan pajak rendah. Hal ini disebabkan karena tarif pajak antar negara berbeda-beda tarifnya sehingga pajak djadikan dasar oleh perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Hal lain yang mempengaruhi keputusan perusahaan melakukan transfer pricing adalah kepemilikan asing telah dilakukan oleh Nancy (2014) Ketika pihak asing telah menanamkan modalnya pada perusahaan publik di Indonesia dengan persentase lebih dari 20% maka pihak asing bisa memberikan pengaruh signifikan terhadap keputusan yang dibuat perusahaan termasuk keputusan transfer pricing yang melibatkan pihak asing. Dengan demikian semakin besar kepemilikan asing dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pengaruh pihak asing dalam menentukan banyak sedikitnya transfer pricing yang dilakukan. (Indri. 2012) Ada tujuan lain dari Transfer Pricing untuk mengevaluasi kinerja divisi serta memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Fungsi Transfer Pricing secara manjerial, diantaranya : 1. Untuk memotivasi manajemen supaya bisa mencapai tujuan pendirian anak perusahaan. 2. Memberikan keluasan pada manajemen anak perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuannya. 3. Untuk lebih meningkatkan laba perusahaan secara keseluruhan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Struktur kepemilikan di Indonesia terkonsentrasi pada sedikit pemilik, sehingga muncul konflik keagenan antara pemegang saham mayoritas dan minoritas. Masalah keagenan terjadi antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang
saham
minoritas
karena
pemegang
saham
mayoritas
dapat
mengendalikan manajemen. Ini mengakibatkan pemegang saham mayoritas memiliki kendali pada keputusan dari pada pemegang saham minoritas. Pemegang saham mayoritas dapat membuat keputusan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, tanpa memperdulikan adanya kepentingan lainnya pada pemegang saham minoritas. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2014, alasannya karena praktek transfer pricing ini juga terjadi pada perusahaan manufaktur, khususnya perusahaanperusahaan multinasional yang memiliki anak perusahaan di luar negeri. Penggunaan sampel selama 3 tahun diharapkan cukup untuk menggambarkan tentang kondisi perusahaan manufaktur di Indonesia yang melakukan praktek transfer pricing. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini akan menguji kembali tentang Pengaruh Pajak, Kepemilikan Asing dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Keputusan Perusahaan untuk Melakukan Transfer Pricing. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian terdahulu tidak memunculkan faktor lain yang berpengaruh terhadap transfer pricing yaitu kepemilikan manajerial.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
B.
Rumusan Masalah Penelitin Perumusan masalah dinyatakan dalam pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah pajak berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing? 2. Apakah kepemilikan asing berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing? 3. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing?
C. 1.
Tujuan dan Kontribusi Penelitian Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah menguji dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan perusahaan
melakukan transfer
pricing, khususnya
pada
perusahaan manufaktur multinasional yang terdaftar di BEI. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Menguji dan menganalisis pengaruh pajak terhadap keputusan transfer pricing.
2.
Menguji dan menganalisis pengaruh kepemilikan asing terhadap keputusan transfer pricing.
3.
Menguji dan menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap keputusan transfer pricing.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
2.
Kontribusi Penelitian Melalui penelitian ini semoga dapat memberi kontribusi bagi : 1.
Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan kepada pemerintah, analis laporan keuangan, manajemen perusahaan, dan
investor/kreditor
bagaimana
pajak,
kepemilikan
asing
dan
kepemilikan manajerial mempengaruhi perusahaan untuk mengambil keputusan melakukan transfer pricing. 2.
Bagi Teoritis dan Akademis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan
bagi
perkembangan studi akuntansi dan pajak dengan memberikan gambaran faktor yang mempengaruhi perusahaan mengambil keputusan untuk melakukan transfer pricing, khususnya perusahaan manufaktur.
http://digilib.mercubuana.ac.id/