BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Muḥammad As-Sālim adalah seorang sastrawan Arab yang berasal dari Arab Saudi. Memiliki nama lengkap Muḥammad Badr As-Sālim. Beliau adalah penulis atau sastrawan baru di dunia sastra Arab. Ia mengambil jurusan Teknik Industri di University Of Southern Queensland, Australia dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2014, novel Ḥabībatī Bakmāʹu mencetak best seller dan tercetak sebanyak satu juta kopi dan sudah tigabelas kali dicetak ulang. Sampai saat ini Muḥammad As-Sālim baru menerbitkan satu novel, yaitu novel Ḥabībatī Bakmāʹu. Ḥabībatī Bakmāʹu adalah novel yang bertemakan tentang cinta. Novel sebagai bagian bentuk sastra merupakan jagad realita yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia atau tokoh (Siswantoro, 2005:29). Nurgiyantoro (2010:2) berpendapat bahwa “prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi, yaitu cerita rekaan atau cerita khayalan. Ia juga mengatakan bahwa karya fiksi menunjuk pada karya yang berwujud novel” (Nurgiyantoro, 2010:2). Novel Ḥabībatī Bakmāʹu ini menceritakan tentang seorang pemuda bernama Hatān yang mencintai seseorang wanita bernama Ḥanīn. Akan tetapi, Ḥanīn memiliki kekurangan berupa tidak dapat berbicara atau bisu. Ḥanīn merupakan teman masa kecil sekaligus saudara sepupu Hatān. Mereka harus
2
berpisah dikarenakan pekerjaan ayah Hatān yang selalu berpindah-pindah tempat. Suatu ketika, Hatān beserta keluarganya kembali ke kota Riyāḍ dan saat itulah Hatān kembali bertemu dengan Ḥanīn. Akan tetapi, Hatān sudah lupa dengan Ḥanīn yang kini sudah beranjak dewasa. Perjalanan Hatān hingga ia bisa mencintai Ḥanīn, serta konflik antara Hatān dan ibunya yang tidak menyetujui hubungan mereka membuat hari-hari Hatān penuh dengan dilema. Dalam novel ini tampak bagaimana pertentangan kejiwaan tokoh Hatān ketika menjalani hari-harinya menjadi daya tarik tersendiri untuk meneliti novel pada aspek kejiwaan tokoh utamanya. Dalam hal ini, digunakan teori psikologi sastra untuk meneliti kondisi kejiwaan tokoh dalam novel Ḥabībatī Bakmāʹu. Psikologi sastra adalah cabang disiplin ilmu sastra yang meniliti suatu karya sastra dari sudut pandang psikologi. Menurut Ratna, (2011:342), psikologi sastra lebih menekankan pada unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Sebagai dunia dalam kata, karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra. Sejalan dengan perkembangannya, teori psikologi sastra banyak mengalami penyempurnaan dan banyak digemari oleh para pegiat sastra. Beberapa teori tersebut adalah teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud, Teori holisme dan humanisme Abraham Maslow, dan teori trial and error Gestalt. Dalam teori psikoanalisis, Freud mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor kontemporer,
analoginya
faktor
bawaan
dan
faktor
lingkungan
dalam
3
pembentukan kepribadian individu (Minderop, 2013:20). Freud juga membagi psikisme manusia menjadi tiga, yaitu id (terletak di bagian tak sadar), ego (terletak di antara sadar dan taksadar), dan superego (sebagian terletak di alam sadar dan sebagian terletak di alam tak sadar) (Minderop, 2011: 21). Adapun teori humanistik, Maslow lebih menekankan pada pentingnya peran kebutuhan dalam pembentukan kepribadian (Alwisol, 2014:199). Teori trial and error adalah teori yang dikembangkan oleh Gestalt. Menurut aliran Gestalt, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang tersendiri dari-bagian-bagian atau-unsur-unsur. Unsurunsur itu berada dalam satu keseluruhan struktur tertentu dan berinteraksi satu sama lain (Endraswara, 2008:48). Pada penelitian ini, digunakan teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud karena tokoh utama dalam novel Ḥabībatī Bakmāʹu mengalami gejala psikologis di antaranya, yaitu berusaha menyeimbangkan id, ego, dan superego-nya. Tokoh utama dalam cerpen tersebut juga menujukkan pertahanan diri terhadap dorongan-dorongan yang dapat diterima atau tidak diterima dan upaya menjaga kestabilan antara id, ego, dan superego.
1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka masalah yang dikaji adalah pemikiran pengarang yang tertuang dalam novel Ḥabībatī Bakmāʹu, kondisi kejiwaan tokoh utama dalam novel Ḥabībatī Bakmāʹu karya Muḥammad As-Sālim, dan cara tokoh utama untuk menyelesaikan masalah yang menimpanya.
4
1.3 Tujuan Penelitian Penilitian terhadap novel Ḥabībatī Bakmāʹu karya Muḥammad As-Sālim dengan fokus pembahasan tentang analisis psikologi tokoh utama di dalam novel mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis yang berhubungan dengan rumusan masalah penelitian ini ada dua. Pertama, untuk mengetahui kondisi psikologis tokoh utama dalam novel. Kedua, untuk mengetahui sikap tokoh dalam menyelesaikan masalahnya. Hal-hal tersebut akan dianalisis menggunakan teori psikologi sastra Sigmun Freud. Tujuan praktis dalam penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dalam kegiatan apresiasi karya sastra pada umumnya dan apresiasi karya sastra Arab pada khususnya, memperkaya dan mendorong penelitian selanjutnya yang lebih sempurna, serta mengajak masyarakat untuk melihat sisi lain dari pengkajian sebuah karya sastra.
1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh pengamatan penulis, penelitian terhadap novel Ḥabībatī Bakmāʹu karya Muḥammad as-Sālim belum pernah dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada maupun mahasiswa dari universitas lain, baik dari segi bahasa maupun sastra. Adapun penelitian yang menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud telah banyak dilakukan. Yang pertama, penelitian yang dilakukan oleh Destiana Rizki Hayatini 2013. Dalam penelitiannya yang berjudul “Kondisi Psikologis Tokoh Utama dalam Novel Rajulun Taḥta Aṣ-Ṣifr karya Muṣtafa Maḥmūd:
5
Analisis Psikologi Sastra”. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa kondisi psikologi tokoh utama dalam novel mengalami tekanan yang disebabkan antara pertentangan antara id, ego, dan superego dan berpengaruh terhadap kondisi kejiwaannya. Dalam menghadapi tekanan-tekanan tersebut tokoh utama melakukan mekanisme pertahanan untuk mereduksi id-nya. Penelitian yang kedua, penelitian yang berjudul “Kondisi Psikologis Tokoh Utama Novel Ḥikāyatu Zahrah karya Ḥannān As-Syaikh: Psikoanalisis Sigmund Freud” oleh Iffah Karimah 2013. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa kondisi psikologi tokoh utama dalam novel tersebut mengalami banyak tekanan yang disebabkan karena pertentangan antara id, ego, dan superego dan berpengaruh terhadap kondisi kejiwaannya. Penelitian yang ketiga
berjudul “Kondisi
Kejiwaan Tokoh Utama Pada Drama At Tirkah Karya Najib Maḥfuẓ: Analisis Psikologi Sastra” oleh Zulfa Zilmi Jaziroh 2014. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa reaksi tokoh utama terhadap berbagai permasalahan yang dialaminya menunjukkan adanya ketidak seimbangan antara id, ego, dan superego. Hal tersebut menyebabkan kehidupan tokoh utama kurang berjalan dengan normal seperti kehidupan orang lain. Berbagai mekanisme pertahanan ego digunakan oleh tokoh utama untuk meredakan tegangan id-nya. Dengan demikian penelitian terhadap novel Ḥabībatī Bakmāʹu karya Muḥammad As-Sālim dengan pendekatan psikologi sastra layak dilakukan untuk menambah pengetahuan kesusastraan Arab.
6
1.5 Landasan Teori Telah dijelaskan dalam permasalahan bahwa objek formal penelitian ini adalah unsur-unsur psikologis yang dialami oleh tokoh utama dalam novel Ḥabībatī Bakmāʹu. Jadi, penelitian ini menggunakan landasan teori psikologi sastra. Manusia sebagai pencipta sastra tentunya selalu berkaitan dengan gejolak jiwanya. Gejolak jiwa tersebut berasal dari gejala-gejala kejiwaan yang lain yang ditangkap dari manusia-manusia di sekitarnya yang kemudian diolah dalam batinnya. Setelah diolah kemudian dipadukan dengan gejolak jiwanya sendiri untuk menghasilkan suatu pengetahuan yang baru. Dengan pengetahuan baru tersebut manusia dapat melahirkan wahana bahasa simbol yang dipilih dan diekspresikannya sebagai sebuah karya sastra (Endraswara, 2011:87). Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah untuk memahami aspekaspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra” (Ratna, 2010:342). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, karena secara spesifik ilmu psikologi yang berhubungan dengan karya sastra adalah teori tersebut. Menurut teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud ini, ada tiga hal yang menjadi komponen dari teori tersebut, yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar. Menurut Freud, id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Id beroperasi berdasarkan ini prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan selalu
7
menghindari ketidaknyamanan/rasa sakit (Alwisol, 2014:14). Pleasure principle diproses dengan dua cara, melalui tindak refleks (reflex actions) dan reaksi-reaksi otomatis. Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti misalnya bersin, berkedip dan sebagainya. Proses primer (primary process) adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan seperti misalnya orang lapar membayangkan makanan (Alwisol, 2014:15). Bagi id, Freud meyakini bahwa perilaku manusia dilandasi oleh dua enerji mendasar yaitu, pertama naluri kehidupan (life instincts – Eros) yang dimanifestasikan dalam perilaku seksual, menunjang kehidupan, serta pertumbuhan. Kedua, naluri kematian (death instinct – Thanatos) yang mendasari tindakan agresif dan eksklusif (Alwisol, 2014:19). Freud dalam naluri ini juga menyebutkan bahwa naluri mati ini bisa ditujukan kepada dua arah, yaitu kepada dirinya sendiri dan orang lain. Ego berkembang dari id agar seseorang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle). Ego berada di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Tugas ego adalah memberi tempat pada fungsi mental utama (Mindedrop, 2011:22). Dalam ego terdapat beberapa cara ekstrim untuk menjalankan tugasnya yang disebut meknisme pertahanan, yaitu
represi
(displacement),
(repression), rasionalisasi
sublimasi,
proyeksi
(rationalization),
(projection), reaksi
formasi
pengalihan (reaction
formation), dan regresi (regression), agresi dan apatis, fantasi dan stereotype (Minderop, 2011:32-39). Biasanya manusia menggunakan beberapa mekanisme pertahanan tersebut secara bersama-sama dalam satu waktu atau bergantian sesuai
8
dengan bentuk ancamannya. Ketika individu berhadapan dengan realita yang mengancam dan membahayakan dirinya, ia akan merasa cemas. Kecemasan merupakan fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang datangnya suatu bahaya sehingga disiapkan beberapa mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari kecemasan sesuai reaksi adaptif. Freud mengedepankan pentingnya anxitas yang dibedakan menjadi objective anxiety (kecemasan objektif) dan neurotic anxiety (kecemasan neurotik). Kecemasan objektif merupakan respon realistis ketika seseorang merasakan bahaya dalam suatu lingkungan (menurut Freud kondisi ini sama dengan rasa takut). Kecemasan neurotik berasal dari konflik alam bawah sadar dalam diri individu, karena konflik tersebut tidak menyadari alasan dari kecemasan tersebut (Minderop, 2011:28). Struktur yang ketiga adalah superego yang mengacu dalam moralitas dalam kepribadian. Superego sama halnya dengan “hati nurani” yang mengenali nilai baik dan buruk (conscience) (Minderop, 2011:22). Superego beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego (Alwisol, 2014:14-16). Sebagaimana id, superego tidak mempertimbankan realitas karena tidak bergumul dengan hal-hal realistik, kecuali ketika impuls seksual dan agresivitas id dapat terpuaskan dalam pertimbangan moral (Minedrop, 2011:22). Teori
psikoanalisis
yang
dikembangkan
oleh
Freud
ini
lebih
menitikberatkan pada alam taksadar seorang individu karena pikiran manusia lebih banyak dipengaruhi oleh alam taksadar dari pada alam sadar. Dalam
9
teorinya, Freud membagi kondisi psikisme sesorang menjadi tiga bagian, yaitu id (berada di alam taksadar), ego (berada di alam sadar), dan superego (berada di alam sadar dan alam taksadar). Ketiga unsur tersebut harus berjalan seimbang dan beriringan. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara ketiga unsur tersebut, maka seorang individu akan mengelami kecemasan, kecemasan tersebut bisa muncul dalam dirinya sendiri maupun berasal dari lingkungan individu.
1.6 Metode Penelitian Metode psikologi yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis suatu karya sastra ada tiga macam. Pertama, menguraikan hubungan ketidaksengajaan antara pengarang dan pembaca. Kedua, menguraikan kehidupan pengarang untuk memahami karyanya. Ketiga, menguraikan karakter para tokoh yang ada dalam karya sastra yang diteliti (Scott via Sangidu, 2004:30). Pada penelitian ini hanya digunakan salah satunya saja, yaitu menguraikan karakter tokoh utama yang ada dalam novel dengan menggunakan teori psikologi sastra. Tahapan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah terlebih dahulu membaca objek material yang telah ditentukan. Dalam hal ini objek material yang digunakan adalah novel Ḥabībatī Bakmāʹu. setelah itu dilakukan penerjemahan terhadap objek material untuk memudahkan melakukan penelitian ini. Setelah diketahui maksud dan isi dari objek material tersebut, diuraikan kondisi kejiwaan tokoh utama dalam novel Ḥabībatī Bakmāʹu menggunakan analisis psikoanalisis Sigmund Freud.
10
1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri atas empat bab, yaitu: Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sisitematika penulisan, dan transliterasi ArabLatin. Bab II adalah pembahasan pemikiran pengarang
meliputi biografi
Muḥammad As-Sālim dan sinopsis novel Ḥabībatī Bakmāʹu. Bab III adalah analisis tokoh utama dan kondisi psikologinya dalam novel Ḥabībatī Bakmāʹu. Bab IV adalah kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan.
1.8 Pedoman Transliterasi Arab-Latin Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi Arab-Latin berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 22 Januari 1988 No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987.
1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda dan sebagian yang lain dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf Latin.
11
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
أ
Alif
-
tidak dilambangkan
ب
bā’
B
-
ت
tā’
T
-
ث
sā’
Ś
s dengan titik di atasnya
ج
Jīm
J
-
ح
ḥā’
ḥ
h dengan titik di bawahnya
خ
khā’
kh
-
د
Dāl
D
-
ذ
Zāl
ż
z dengan titik di atasnya
ر
rā’
r
-
ز
zā’
z
-
س
Sīn
S
-
ش
Syīn
sy
-
ص
Sād
ṣ
s dengan titik di bawahnya
ض
Dād
ḍ
d dengan titik di bawahnya
ط
tā’
ṭ
t dengan titik di bawahnya
ظ
zā’
ẓ
z dengan titik di bawahnya
ع
‘ain
‘ (apostrof)
koma terbalik
غ
Gain
G
-
ف
Fā
F
-
ق
Qāf
Q
-
12
ك
Kaf
K
-
ل
Lām
L
-
م
Mīm
M
-
ن
Nŭn
N
-
و
Wawu
W
-
ه
hā’
H
-
ال
lam alif
-
apostrof, tetapi lambang ini tidak digunakan untuk hamzah
ء
Hamzah
`
di bawah kata
ي
yā’
Y
-
2. Vokal Vokal bahasa Arab terdiri dari vokal tunggal, vokal panjang, dan vokal rangkap: Vokal Pendek
Vokal Panjang
Diftong
…َ :a
َ…ا:ā
َ … ي: ai
... َ : i
َ…ي:ī
َ … و: au
... َ : u
َ…و:ū
3. Taʹ Marbūṭah Transliterasi untuk tāʹ marbūṭah ada dua macam. Pertama, taʹ marbūṭah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah, transliterasinya adalah
13
/t/. Kedua, tāʹ marbūṭah mati atau mendapat sukūn, transliterasinya adalah /h/. Jika pada kata yang terakhir dengan tā marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang ‘al’ serta kedua kata itu terpisah, maka tāʹ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh: المدينة المن ّورة: al-Madīnah al-Munawwarah al-Madīnatul-Munawwarah روضة األطفال:
rauḍah al-aṭfāl / rauḍatul-aṭfāl
4. Syaddah (Tasydīd) Tanda Syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh: ن ّزل: nazzala 5. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ‘al’. Transliterasi pada kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /I/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Keduanya ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang (-). Contoh: ال ّشمس: asy-syamsu Contoh: القمر: al-qamaru
14
6. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak ditengah dan akhir kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif. ّ : inna Contoh: إن ويأخذ: ya`khużu 7. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya. ّ Contoh: وإن هللا لهو خير الرّازقين : Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn atau innallāha lahuwa khairur-rāziqīn 8. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh: و ما محمد إالّ رسول
: Wa mā Muhammadun illā rasūl
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allāh hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian. Jika penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka huruf kapital tidak dipergunakan. Contoh: نصر من هللا وفتح قريب
Naṣrun minallāhi wa fatḥun qarībun