BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Komik merupakan karya sastra bergambar yang biasa ditujukan kepada
anak-anak. Komik juga dikenal sebagai karya ringan yang dijadikan sebagai hiburan. Namun, di sisi lain komik juga dijadikan sebagai sarana untuk menggambarkan dan membahas hal serius. Salah satunya yaitu, komik dapat menjadi wadah kritik bagi hal di sekitarnya. Komik merupakan salah satu karya sastra anak. Udasmoro dkk (2012:44) menyatakan bahwa sastra anak menjadi salah satu produk yang dikelola, direkayasa, dimanipulasi, dan dikembangkan untuk berbagai tujuan. Karya sastra pada perkembangan anak dianggap sebagai alat untuk mendidik. Hal itu berdasarkan pada fungsi sastra, yaitu dulce et utile yang berarti dapat dinikmati dan bermanfaat. Manfaat dari karya sastra salah satunya adalah sebagai sarana pendidikan karena dalam karya sastra terdapat amanat yang bisa digunakan untuk membangun karakter seseorang, seperti rasa kemanusiaan, harga diri, pemikiran kritis, pekerja keras, dan hemat (Udasmoro dkk., 2012:14). Karakter-karakter tersebut dapat diperoleh melalui cara karya tersebut ditampilkan. Sebagai contoh, karya yang kritis akan membuat pembacanya menjadi kritis dalam melihat hal di sekitarnya.
1
Selain untuk hiburan dan media pembelajaran anak, komik kini telah dikembangkan tujuannya. Bukan hanya anak-anak, komik juga dinikmati oleh orang dewasa. Selain itu, komik juga mengalami pengelolaan makna yang akhirnya mengerucut pada tujuan mengkritisi permasalahan yang ada di kehidupan bermasyarakat. Karya yang pada mulanya disajikan secara ringan dan biasanya jenaka itu menjadi karya yang juga mengangkat permasalahan global. Mark McKinney pada bukunya yang berjudul History and Politics in French Language Comics and Graphic Novels menuliskan, Une bande déssinée translates literally as “a drawn strip” “Une BD” or “une bédé ” are less-formal versions of the term. As has often been noted, it has an advantage over the English term, “comics,” insofar as the Frenchlanguage term contains no suggestion that the material is comic or funny (McKinney, 2008 : xiii). Une bande déssinée (dalam bahasa Prancis) diterjemahkan secara harfiah sebagai rangkaian kolom yang ditarik. “Une BD” (baca: [un be de]) merupakan istilah yang sering digunakan dalam bahasa Prancis. Dalam bahasa Inggris diketahui adanya sebutan comic yang memiliki arti lucu atau jenaka, sedangkan istilah untuk komik dalam bahasa Prancis sama sekali tidak mengandung arti bahwa materi tersebut lucu. Komik yang menjadi objek dalam skripsi ini berupa komik berbahasa Prancis yang berasal dari Belgia. Dalam sejarahnya, perkembangan komik di Prancis dan Belgia memberikan pengaruh besar dalam sejarah perkomikan di dunia, khususnya di Eropa. Tiga komik besar yang berpengaruh dalam perkembangan komik pada akhir tahun 1960-an dan tahun 1970-an antara lain
2
ialah Spirou, Tintin dan Pilote. Dua di antaranya, yaitu Spirou dan Tintin berasal dari Belgia. Prancis dan Belgia saling berbaur satu sama lain dalam bidang perkomikan. Selain bahasa yang sama serta letak negara yang berdekatan, pada masa pengembangan dunia perkomikan, Prancis dan Belgia memiliki industri komik paling berkembang pada tahun 1970-an. Komik-komik asal Belgia dan Prancis mulai dikenal melalui seri terjemahan komik Tintin karya Hergé (Georges Rémi) dan Asterix karya René Goscinny dan Albert Uderzo. Karakter ikonik pada karyakarya tersebut turut menyumbangkan gambaran wujud identitas budaya Prancis dan Belgia kepada masyarakat dunia. Di sana, terdapat pula masa klasik industri komik, yaitu pada tahun 1950—1960-an yang dikenal sebagai masa komik Franco-Belgia (McKinney, 2008:3). Komik Belgia yang dipilih dalam skripsi ini merupakan komik berseri yang berjudul Le Chat. Le Chat merupakan sebuah komik asal Belgia yang merupakan karya dari seorang komedian dan komikus bernama Philippe Geluck. Komik tersebut dimainkan oleh satu tokoh utama, yaitu Le Chat atau seekor kucing dan tokoh-tokoh tambahan lain, yaitu teman-teman Le Chat yang kehadirannya disesuaikan dengan keadaan yang ingin ditampilkan dalam komik. Le Chat merupakan komik humoris yang didukung dengan percakapan yang sesuai keadaan yang ada. Walaupun Le Chat merupakan komik yang mengandung kejenakaan, namun isi dari komik ini berisi kritik yang bersifat satire terhadap beberapa hal.
3
Le Chat muncul pertama kali pada 22 Maret 1983 dalam surat kabar Belgia yang berjudul Le Soir. Dalam surat kabar tersebut, Le Chat dimuat dalam kolom hiburan di dalam harian tersebut. Kehadirannya dianggap sebagai pelengkap salah satu kolom dalam surat kabar tersebut. Dalam kurun waktu singkat, Le Chat menjadi maskot dalam surat kabar harian tersebut. Hal itu disebabkan oleh popularitas dari koran tersebut yang semakin tinggi setelah kemunculan Le Chat1. Tokoh Le Chat digambarkan sebagai seekor kucing yang berpenampilan layaknya manusia dan berperilaku seperti manusia. Di sebagian besar cerita, si kucing digambarkan mengenakan kemeja, dasi, jas, dan celana yang berwarna senada sesuai dengan latar cerita yang ingin ditampilkan.
Gambar 1.1 Tokoh Le Chat (Geluck, 1995 : 0) Si kucing dilekati sifat humoris, tetapi juga egois. Hal tersebut ditunjukkan dari cara ia berinteraksi dan berdialog dengan teman-temannya. Oleh pengarang, posisinya ditempatkan di atas teman-temannya sehingga si kucing bisa berlaku 1
Philippe Geluck, 2011, “Geluck, l'homme à la tête de chat”, http://www.geluck.com/geluck-philippe-text-geluck-1.html, www.geluck.com, diunggah pada tahun 2011, diakses pada tanggal 7 Desember 2015 pukul 15:24.
4
seakan seluruh tokoh yang ada di dalam komik itu tunduk padanya. Le Chat dimaksudkan sebagai sindiran halus yang dibungkus dengan kejenakaan akan kehidupan masyarakat agar dapat diterima dengan baik oleh khalayak ramai. Dari kisah dan sindiran halus yang dituangkan, ada pesan khusus yang dimaksudkan Geluck dalam cerita Le Chat, yaitu penggambaran dan kritik terhadap kehidupan politik dan pemerintahan di Belgia.
Gambar 1.2 Le Chat sebagai Penguasa (Geluck, 1995:6) « On dit qu’un con qui marche » « Ira plus loin qu’un intellectuel assis » « Moi, je dis : ça dépend » “Orang-orang berkata, seorang idiot yang berjalan“ “Akan sampai lebih jauh daripada seorang intelektual yang duduk“ “Menurut saya, itu tergantung“ Dalam strip di atas, Le Chat menunjukkan bahwa sekuat apapun orang bodoh yang melawan, orang pintar akan selalu menemukan cara untuk menang. Seperti
dalam
teori
Power/Knowledge,
bahwa
pengetahuan
seseorang
memengaruhi kedudukan dan kebesaran kekuasaan yang ia miliki. Belgia adalah negara monarki konstitusional dengan sistem pemerintahan yang berbentuk demokrasi parlementer. Léon Duguit (dalam Soehino, 1993:16) mengatakan bahwa bentuk negara monarki dianut oleh sebuah negara yang
5
memilih kepala negaranya dengan sistem keturunan atau pewarisan tahta. Biasanya pemimpin negara monarki disebut sebagai Raja atau Ratu. Di Belgia, Raja mempunyai peranan tradisional sebagai kepala negara yang memiliki wewenang sebagai simbol dan pemersatu bangsa, sedangkan yang bertindak untuk menjalankan sistem pemerintahan adalah Perdana Menteri yang ditunjuk langsung oleh Raja. Hal tersebut yang membuat Belgia disebut sebagai negara monarki konstitusional atau sistem negara dengan pemimpin monarki yang kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi dewan negara. Belgia merupakan negara yang memiliki tiga teritori bahasa, antara lain Flamands sebanyak 59%, Wallons sebanyak 31%, dan Allemands sebanyak 10%, atau dengan kata lain yang berbahasa Belanda 59%, yang berbahasa Prancis 31%, dan yang berbahasa Jerman 10%. Sejak tahun 1830, Belgia telah memiliki konstitusi yang berisi tentang keberadaan tiga bahasa resmi dalam negara tersebut. Walaupun terdapat reaksi penolakan dari berbagai pihak, namun ketetapan ketiga bahasa tersebut tetap berjalan (Blaise, 2007:30). Keberagaman bahasa tersebut telah memberi pengaruh dalam dunia politik sejak lama, seperti dalam kutipan sejarah berikut, Le rôle central que la politique et la législation linguistique ont joué dans la vie politique belge pendant plus d’un siècle suscite parfois l’idée erronée que la Belgique occupe à cet égard une place unique (Witte dan Velthoven, 1999:15). Bahasa dalam dunia politik Belgia telah memainkan peran dalam perundang-undangan wilayah selama lebih dari satu abad. Penyesuaian terus dilakukan terkait perbedaan bahasa. Ini yang terkadang memunculkan
6
kesalahpahaman. Di sisi lain, hal tersebut membuat Belgia menjadi negara yang unik dalam masalah ini. Keberagaman bahasa sangat dijunjung tinggi oleh Raja Albert II yang menjabat sebagai raja sejak 9 Agustus 1993. Permasalahan muncul ketika kelompok Flamands berjumlah lebih banyak, tetapi kelompok tersebut tidak memiliki hak yang sesuai dengan kuantitasnya dibandingkan kelompok Wallons. Kelompok Flamands yang memiliki massa cukup banyak bersikeras untuk melepaskan diri dari Belgia dan memiliki negara dengan bahasa tunggal yang mereka gunakan. Hal itu berbeda dengan kelompok Wallons yang tetap ingin bertahan dengan Belgia (Blaise, 2007:44). Selain itu, pembebasan diri oleh Flammands juga dihindari oleh Raja Albert II karena jika hal itu terus terjadi, Belgia akan hancur dengan berkurangnya sumber daya manusia, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam pemerintahan. Hal lain yang membuat kelompok Flamands geram adalah posisi bahasa Prancis yang dominan di kota Brussels. Padahal, Brussels dalam peta terletak di kawasan Flamands. Brussels juga merupakan ibukota negara Belgia dan ibukota dari Uni Eropa. Hal itu adalah sebuah aset penting bagi Belgia sehingga Raja Albert II memunculkan kesan selalu meninggikan bahasa Prancis di negaranya. Dari permasalahan itu muncul kontrovesi, seperti partai politik Flamands yang menyerukan kebebasan serta mempertanyakan peran konstitusional Raja sebagai penengah atau wasit di antara keberagaman bahasa yang terjadi di Belgia (Witte dan Velthoven, 1999:216).
7
Melalui isu yang marak, lahirlah komik Le Chat. Karya sastra ini dibuat oleh Philippe Geluck, seorang seniman asal Belgia. Ia lahir di Brussels pada tanggal 7 Mei 1954. Ayahnya bernama Didier Geluck, seorang komikus dalam surat kabar. Geluck adalah seorang komikus, aktor, pelukis, dan komedian yang terkenal karena karya Le Chat-nya. Geluck bersekolah di Institut National Supérieur des Arts du Spectacle (INSAS) dan lulus dengan hasil yang baik. INSAS merupakan sebuah sekolah seni pertunjukkan dan teknik komunikasi dari kelompok Federasi Wallons-Brussels. Geluck adalah warga dari kelompok Wallons. Sejak kecil, bersama orang tua dan sanak saudaranya, ia tinggal di Brussels dan berbahasa Prancis.2 Hal tersebut membuatnya semakin mudah memamerkan karya-karyanya dalam bahasa Prancis di Belgia karena tidak dapat dipungkiri bahwa karya-karya sastra di Belgia mayoritas ditulis dalam bahasa Prancis. Walaupun kedudukannya merupakan bagian dari warga negara yang berbahasa Prancis, namun hal tersebut tidak membuat Geluck mengabaikan kenyataan yang ada di sekitarnya. Pengaruh sang ayah untuk berpikir kritis dan darah seni yang mengalir padanya membuat Geluck semakin jeli melihat keadaan sekitar. Ia memberanikan diri menyuarakan aspirasinya melalui karya-karya bergambar. Sifat humoris yang begitu kental pada dirinya membuat karya-karyanya yang kritis itu juga bernuansa humor. Pada Maret 1983, harian Le Soir meminta Geluck untuk mengisi rubrik 2
Philippe Geluck, 2011, “Geluck, l'homme à la tête de chat”, http://www.geluck.com/geluck-philippe-text-geluck-1.html, www.geluck.com, diunggah pada tahun 2011, diakses pada tanggal 7 Desember 2015 pukul 15:24.
8
hiburan. Setelah tiga tahun mengisi kolom tersebut, Geluck memublikasikan komik Le Chat yang menjadi sangat terkenal di Belgia. Selama tahun 1999— 2006, Le Chat selalu menghiasi kolom hiburan di berbagai surat kabar, seperti Le Soir, VSD, Ouest-France Dimanche, dan l’Illustré. Le
Chat
memang dimaksudkan
untuk
mengkritik
segala
bentuk
ketidakadilan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat yang terjadi di Belgia. Dari kritik dan pesan yang terdapat dalam komik Le Chat, Geluck menerima penghargaan Globe de Cristal sebagai pemenang kategori komik terbaik.3 Kritik menurut Agger (2010:4) dalam buku Teori Sosial Kritis merupakan suatu cara manusia agar dapat mengemukakan gagasan ketidaksetujuannya kepada masyarakat supaya pandangannya dapat diterima oleh kelompok lain. Pandangan tersebut bukanlah pandangan subjektif semata, namun harus dapat mencakupi landasan objektif yang ada di masyarakat. Kritik yang disampaikan harus pula didasari dengan ilmu yang dikomunikasikan. Kritik memiliki fungsi untuk mengoreksi keputusan-keputusan yang belum sesuai dengan keadaan yang seharusnya agar dapat menguntungkan masyarakat luas. Kritik biasa disampaikan kepada orang yang berkedudukan tertinggi atau yang paling mendominasi di kalangan masyarakat.
3
Philippe Geluck, 2011, “Geluck, l'homme à la tête de chat”,
http://www.geluck.com/geluck-philippe-text-geluck-1.html, www.geluck.com, diunggah pada tahun 2011, diakses pada tanggal 21 September 2015.
9
Dominasi politik oleh Teori Sosial Kritis dijadikan sebagai pembeda antara masa lalu dan masa kini. Hal tersebut ditandai dengan eksploitasi dan penindasan yang dilakukan dari masa ke masa. Fenomena dominasi dikatakan oleh Teori Sosial Kritis (2003:6) sebagai salah satu faktor kemajuan masa depan yang telah ditunjukkan tandanya di masa lalu dan masa kini. Aksi sosial dan aksi politik secara intensif yang dilakukan oleh para pendominasi membuat terbentuknya masyarakat masa depan. Teori Sosial Kritis berperan sebagai partisipan dalam mendorong adanya perubahan sosial yang lebih baik. Masyarakat berhak memiliki pandangan dalam menilai dan menawarkan analisisnya kepada kelompok masyarakatnya sendiri (Agger, 2003:8). Komik Le Chat merupakan komik jenaka yang bertujuan untuk menghibur. Selain itu, komik ini juga berisi kritikan terhadap keadaan politik di Belgia. Alasan dipilihnya komik dan tema ini sebagai bahan skripsi ialah belum adanya skripsi yang membahas Belgia, khususnya keadaan politik di Belgia. Selain itu, komik ini dinilai menarik karena bergenre komedi yang dapat diterima berbagai kalangan, namun tetap berisi pesan tersirat berupa kritik terhadap pemerintahan Belgia. 1.2
Rumusan Masalah Komik dikenal sebagai sarana hiburan bagi anak-anak yang sering dijadikan
sebagai karya ringan. Namun, pengarang komik Le Chat membuat komik ini sebagai sarana kritik terhadap dominasi kekuasaan yang ada di Belgia. Dari
10
permasalahan tersebut, muncullah pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana komik Le Chat mengkritik kekuasaan yang ada ? 2. Kekuasaan seperti apa yang ditonjolkan dalam komik Le Chat ? 3. Mengapa kekuasaan tersebut dikritik oleh pengarang komik Le Chat ? 1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana pengarang
melakukan kritik dalam bentuk satire lewat sebuah komik. Kritik yang dimaksud adalah komentar terhadap dominasi kekuasaan di Belgia. Kritik ini memfokuskan diri pada teori kekuasaan dan pengaruh pengetahuan dalam dominasi kekuasaan yang digunakan oleh kepemimpinan yang berkuasa. Dengan kata lain, dapat dilihat pula bagaimana pengarang menjelaskan teori kekuasaan dan pengetahuan di dalam sebuah komik. Diharapkan skripsi ini dapat menjadi salah satu acuan bagi mahasiswa atau mahasiswi lain yang ingin mempelajari teori kekuasaan dan menambah pengetahuan di bidang sastra. 1.4
Tinjauan Pustaka Komik Le Chat yang menjadi bahan analisis didapatkan dari Perpustakaan
Institut Français Indonésie atau Lembaga Indonesia Prancis dengan berbagai seri. Edisi komik Le Chat yang diambil merupakan edisi dari tahun 1993—2003. Komik-komik tersebut merupakan objek material utama karena di dalamnya terdapat lelucon-lelucon satire yang menjadi bahan penelitian.
11
Penelitian yang menggunakan komik Le Chat sebagai objek material sebelumnya sudah pernah dilakukan dalam bentuk skripsi oleh Diyah Dewi Nugraheni (2011, FIB UGM) yang berjudul “Kritik Sosial dalam Komik Le Chat Karya Philippe Geluck: Tinjauan Semiotika”. Dalam skripsi tersebut dijabarkan kritik terhadap kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat yang terdapat dalam komik Le Chat. Pengarang menggunakan teori Kritik Sosial dari perspektif teoretis Marxis yang kemudian dilanjutkan oleh teori dari Mazhab Frankfurt. Selain itu, untuk menguatkan penelitian kritik tersebut, digunakan pula teori Verbal Ironi milik M.H. Abrams dan teori Semiotika untuk meneliti tanda dalam komik Le Chat yang berupa gambar dan kata. Pembahasan mengenai kritik dalam komik Le Chat dan penelitian dengan teori kritik Mazhab Frankfurt yang digunakan itu menjadi acuan untuk menganalisis sebuah kritik dan dapat membantu dalam hal penyajian data dan bagaimana proses analisis tersebut dilakukan. Namun, dalam skripsi tersebut terdapat kekurangan berupa penggambaran mengenai tokoh kucing. Tidak ada latar belakang mengenai alasan penggunaan tokoh kucing itu. Selain itu, kritik yang disampaikan kurang mendalam karena terlalu banyak klasifikasi kritik yang ada di dalam skripsi tersebut. Sebaiknya, kritik yang ada itu disampaikan dengan lebih mendalam dan lebih spesifik. Penelitian lainnya ialah sebuah skripsi yang membahas bentuk kekuasaan di dalam komik. Skripsi ini berjudul “Kekuasaan dalam Komik Jean-Marc Laureau: Kajian Simbol” karya Rian Ayu Fatria (2011, FIB UGM). Penelitian tersebut menggunakan teori Semiotika Ferdinand de Saussure untuk meneliti simbol-
12
simbol berupa kata, gambar, dan konteks yang saling berhubungan di dalam komik. Simbol-simbol tersebut memberikan arti tersirat yang dihubungkan dengan simbol kekuasaan yang selama ini diterapkan dalam kehidupan. Selain itu, terdapat teori Kekuasaan milik Michel Foucault untuk mengetahui gagasangagasan kekuasaan yang ditonjolkan dalam komik tersebut. Teori ini membantu untuk menjelaskan bagaimana bentuk kekuasaan digambarkan dan apa itu simbol kekuasaan. Skripsi itu digunakan sebagai bahan untuk mengetahui bagaimana membahas dan menganalisis penggambaran kekuasaan di dalam komik serta mencari gambaran mengenai definisi kekuasaan dan bagaimana kekuasaan tersebut berjalan. Skripsi itu kurang menonjol karena tidak ada keberlanjutan dari simbol yang ditampilkan. Skripsi itu hanya membicarakan simbol kekuasaan yang ada dan tujuannya hanya untuk mengetahui bagaimana kekuasaan digambarkan dalam komik. Terakhir, pembahasan mengenai gambaran kritik yang ditampilkan melalui komik jenaka diungkapkan pula dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Christine Moncelet dalam karyanya L’émoi du Comique (2007). Ia memberi contoh salah satunya dengan menggunakan karya Philippe Geluck. Di dalamnya dibahas bahwa Geluck mampu mengangkat tema pelik dalam dunia politik, namun disajikan dengan candaan ringan yang mampu diterima oleh banyak orang. Kritik yang ditampilkan Geluck tidak hanya terhadap satu bidang, namun dari berbagai bidang kehidupan. Karena bagi Geluck, tertawa merupakan hal yang paling baik dari
13
manusia, dan yang paling bijak4. Jurnal ini lengkap, namun susunan penulisannya tidak sistematis sehingga sulit dipahami. Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, belum ditemukan skripsi atau literatur lain yang membahas kritik terhadap dominasi kekuasaan di sebuah negara dalam sebuah komik. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk membuat skripsi ini dengan harapan dapat menghasilkan bahan acuan yang berisi kebaruan. 1.5
Landasan Teori 1.5.1 Power/Knowledge dalam Karya Sastra Sapardi Djoko Damono (dalam Wahyuningtyas dan Santosa, 2011:24)
mengatakan bahwa karya sastra merupakan produk dari lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai alat penyampai produk tersebut. Bahasa juga merupakan ciptaan lingkungan sosial. Oleh karena itu, karya sastra tidak pernah lepas dari gambaran kehidupan masyarakatnya saat karya itu lahir. Karya sastra berkembang senada dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan yang dialami manusia. Dari perkembangan itu, muncul teori-teori sastra, salah satunya ialah teori sosiologi sastra. Teori sosiologi sastra adalah teori yang menghubungkan sastra dengan masyarakat. Karya sastra sebagian besar dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan dan fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Terdapat anggapan bahwa perkembangan sastra mengacu pada cermin proses sosial ekonomi semata. 4
Christian Moncelet, 2007, L’Émoi du Comique : Réponse à Nelly Feuerhahn, Volume 38, No. 2-3, hlm. 237-240.
14
Namun, bukan hanya itu. Suatu karya sastra tidak jarang juga merujuk pada gambaran atas kekuasaan pemerintah. Karya sastra ada sebagai pengawas bagi kekuasaan dan keadaan sosial yang ada serta memberi pengaruh lebih terhadap masyarakat. Sastra dan kekuasaan hampir tidak bisa dipisahkan. Karya sastra sering digunakan sebagai alat penyampai kekuasaan para penguasa. Hal itu dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang pro-pemerintah. Di Prancis, pada saat sistem pemerintahan masih di bawah kuasa kerajaan atau gereja, tepatnya semenjak masa kepemimpinan Louis XIV, semua media massa dan karya sastra yang diterbitkan harus melalui sensor yang dilakukan oleh Raja. Keseluruhan karya tidak diizinkan mengandung unsur protes, kritik, atau apapun yang menentang Raja. Di Indonesia, hal serupa pernah terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru. Seluruh karya dan media yang beredar harus menyanjung dan mendukung pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto. Namun, seiring perkembangan zaman karya sastra justru dapat berdiri sendiri tanpa campur tangan pemerintah atau pihak manapun. Pengarang bebas menyuarakan aspirasinya yang berupa pendapat tentang pandangannya terhadap fenomena sosial, politik, budaya, dan sebagainya. Kekuasaan adalah sebuah kenyataan yang memang ada dalam setiap kehidupan. Di dalam sebuah kehidupan, terdapat masyarakat. Masyarakat itu sendiri terdiri dari beberapa strata atau lapisan. Dari lapisan masyarakat itu, timbullah kedudukan yang menuntun kehidupan bermasyarakat. Hal itu
15
disebabkan oleh kekuasaan memang tumbuh di dalam diri manusia secara alamiah. Seperti yang dikatakan Foucault (1976:88), Power is that concrete power which every individual holds, and whose partial or total cession enables political power or sovereignty to be established. Kekuasaan merupakan hal konkret yang dimiliki setiap individu dan merupakan suatu bagian atau keseluruhan dari kekuasaan politik atau kedaulatan yang akan diberikan. Dalam pengaruh pada bidang politik tersebut, Foucault juga menambahkan, mereka (masyarakat) membagi peran pembicara dan juga berperan sebagai aparatus atau bagian dari pengetahuan untuk melipatgandakannya ke dalam ilmu pengetahuan baru. Jadi, masyarakat dengan pengetahuan yang mereka miliki membesarkan daya kekuasaan yang ada (Foucault, 1976:106). Michel Foucault adalah seorang filsuf ternama di Prancis pada abad 20-an. Ia lahir di Poitiers pada tahun 1926 dan meninggal di Paris pada tahun 1984. Foucault juga merupakan pengarang dari karya-karya penting pada abad ke-20. Namanya dikenal luas di dunia karena ia adalah tokoh yang memperkenalkan filsafat dari kegilaan, penjara, dan seksualitas yang merupakan hal baru bagi masyarakat pada awal 1990-an. Foucault juga sangat terkenal dengan teori kekuasaannya, seperti beberapa jenis kekuasaan yang ia analisis, termasuk kekuasaan yang berdaulat dan disiplin kekuatan pada kekuasaan. Foucault berpendapat bahwa terkadang kekuasaan tidak ditempatkan pada tempat yang
16
seharusnya dan kadar yang seharusnya. Oleh karena itu, sastra dianggap sebagai penengah dan penyampai ketidakseimbangannya5. Untuk menggunakan teori kekuasaan milik Foucault, hal yang harus dilakukan adalah memahami pandangan Foucault mengenai kekuasaan. Analisis Foucault tentang kekuasaan bersifat empiris dan teoretis. Tipe pertama didasari oleh pemeriksaan secara rinci terhadap sejarah dari tipe kekuasaan tertentu dengan melihat bagaimana tipe ini terbentuk dari tipe kekuasaan sebelumnya. Oleh karena itu, Foucault mengidentifikasi bentuk-bentuk kekuasaan dengan lebih modern seperti yang disebutnya sebagai kekuasaan melalui disiplin kekuatan. Maksudnya ialah siapa yang memiliki kekuatan lebih dalam masyarakat, ia yang dapat berkuasa, atau pun sebaliknya. Tipe berikutnya ialah biopower atau yang merupakan kekuasaan pada diri yang telah berakar pada tubuh atau kesepakatan dengan diri sendiri (Taylor, 2010:10). Sebelum adanya kedua tipe tersebut, bentuk kekuasaan pramodern adalah kekuasaan yang berdaulat. Artinya, ada kekuasaan tertinggi di suatu negara dengan atau tanpa atribut apapun asalkan masyarakat menyepakatinya. Contoh yang dapat menggambarkan bentuk kekuasaan adalah sebuah piramida dengan posisi raja di bagian paling atas, pekerja kerajaan di tengah, dan rakyat di bagian paling bawah. Maksud dari piramida itu adalah Raja mengeluarkan perintah atau kebijakan. Kemudian, pekerja mengeksekusi perintah atau kebijakan itu dengan 5
Larousse, 2015, “Michel Foucault”, http://www.larousse.fr/encyclopedie/personnage/Michel_Foucault/120008, www.larousse.fr, diunggah pada tahun 2015, diakses pada tanggal 23 September 2015.
17
berhadapan dengan rakyat. Foucault menunjukkan bagaimana pandangan tradisional terhadap kekuasaan ini dapat muncul dalam semua jenis hubungan dan dapat dibangun dari dasar piramida atau struktur apapun (Taylor, 2010:13). 1.5.2
Kritik Sosial lewat Komik
Pada zaman modern ini, semua orang bebas berpendapat apapun dan melalui media apapun. Tidak terkecuali kritik. Kritik merupakan suatu cara manusia agar dapat mengemukakan gagasan ketidaksetujuannya kepada masyarakat agar pandangannya dapat diterima oleh kelompok lain. Seperti pada Teori Kritik yang dikemukakan Agger (2003:16) bahwa pandangan tersebut bukanlah pandangan subjektif semata, namun harus dapat mencakupi landasan objektif yang ada di masyarakat. Kritik yang disampaikan harus pula didasari dengan ilmu yang dikomunikasikan. Masyarakat kini mulai cerdas dalam memilih bacaan, tetapi banyak juga di antaranya yang masih malas untuk membaca artikel yang rumit dan panjang. Oleh karena itu, para kritikus dan pengarang mulai kreatif menyampaikan aspirasinya melalui komik. Komik merupakan sarana komunikasi ringan, bergambar dan seringkali bersifat jenaka. Masyarakat pun lebih mudah dan cepat dalam menangkap pesan yang ingin disampaikan pengarang. Sejatinya, kritik memiliki fungsi untuk mengoreksi keputusan-keputusan yang belum pas dengan keadaan yang seharusnya agar dapat menguntungkan masyarakat luas. Begitupun tujuan dari Teori Kritis, yaitu mengoreksi gagasan dekonstruksi atas kebenaran dan kepalsuan, kenyataan dan ilusi, dengan mempertahankan konsep representasi objektif, termasuk ilmu empiris (Agger,
18
2003:169). Kritik bukan sekedar objek penyampai keputusan yang bersifat menguntungkan dirinya sendiri. Dilihat dari fungsinya, kritik biasanya disampaikan untuk masyarakat kelas menengah ke atas atau yang berkedudukan tertinggi atau paling mendominasi di tiap kalangan masyarakat. Kritik yang dipakai ini diambil dari Mazhab Frankfurt yang merupakan periodisasi kapitalisme setelah Marx yang dulu dinamakan Institute for Social Research. Hal itu berawal dari kumpulan beberapa pemikir Jerman yang menganggap bahwa pemikiran Marx telah dipengaruhi oleh kegagalan revolusi kaum pekerja di Eropa Barat setelah Perang Dunia I dan bangkitnya Nazisme di Jerman. Pada awalnya, pemikiran Marx dijadikan tolak ukur pemikiran sosial aliran tersebut. Akan tetapi, Horkheimer, Adorno, dan Marcuse berpendapat bahwa aliran Frankfurt merupakan perwujudan usaha untuk kembali mengkaji pemikiran-pemikiran Hegelian Kiri, yaitu pemikiran Hegel sekitar tahun 1840-an. Tokoh-tokoh Frankfurt tersebut lalu membuat Habermas dan Wellmer untuk tertarik dengan kajian filsafat dan ilmu-ilmu non alamiah seperti sosiologi, ekonomi, musikologi, psikologi, ilmu politik, dan lain-lain. Mereka merevisi teori Marxisme melalui rekonstruksi filosofis dan psikoanalisis. Oleh karena itu, menurut Geuss (1981:3), cara berpikir aliran Frankfurt disebut sebagai teori kritik masyarakat. Mazhab Frankfurt berkembang lantaran teori Marxisme dianggap telah melenceng terlalu jauh dari pemahaman yang seharusnya. Teori Marxisme mengacu pada kritik tentang pengaruh kekuasaan tunggal pada suatu golongan. Ia
19
mengungkapkan metode analisis tentang semua realitas mengenai kontradiksi, contohnya kontradiksi dari yang positif dan yang negatif, ada dan tiada, budak dan borjuis. Hal-hal tersebut menyangkut aspek realitas alamiah, antara lain aspek praktis atau pekerjaan dan tindakan serta aspek sosial historis atau struktur ekonomi di dalam masyarakat (Lefevbre, 2015:xiii). Metode yang dikeluarkan Marx tersebut lambat laun dianggap melenceng dan dianggap terlalu otoritarian. Ideologi yang dimiliki Marx dimodifikasi hingga muncullah teori Post-Marxisme. Dalam teori ini, Foucault menolak ide dominasi universal dan mengusulkan satu logika teoretis yang mendasarkan diri pada diversitas kelas, ras, dan gender sebagai dimensi terpisah dan setara dengan penindasan dan pembebasan (Agger, 2003:160). Nalar adalah satu-satunya sarana yang mengikatkan pemikiran filosofis kepada nasib manusia. Pemikiran tersebut merupakan pengadilan kritis dari setiap hal yang menentukan nasib dari manusia tersebut (Jay, 2013:86). Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dijelaskan bahwa dalam Mazhab Frankfurt terdapat teori kritik yang fokusnya pada nalar manusia dan perkembangan intelektual manusia. Teori kritik ada untuk menghilangkan hal yang bertentangan dengan nalar atau penaklukan nalar manusia lainnya dari kekuasaan yang tidak semestinya ada. Hal itu disebabkan oleh pemikiran rasional manusia yang bisa menaklukan segala pemikiran filosofis yang tidak beralasan. Penaklukan tersebut merupakan awal munculnya kekuasaan di masyarakat.
20
1.6
Metode Penelitian dan Analisis Data Data diambil dari seri-seri komik Le Chat tahun 1993—2003. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi. Tahapan yang akan dilakukan ada beberapa. Yang pertama, adanya metode kepustakaan yang dilakukan melalui pembacaan komik Le Chat karya Philippe Geluck yang terbit pada kurun waktu tertentu, yaitu tahun 1993—2003. Pemilihan kurun waktu tersebut karena masa itu merupakan zaman Raja Albert II menduduki tahtanya sebagai Raja. Pada masa itu, tindakan keras untuk menyatukan keberadaan kelompok Flamands dan Wallons dimulai. Untuk membantu meneliti strip-strip komik, digunakan buku Roland Barthes (2003) yang berjudul Petualangan Semiologi mengenai teori semiotik. Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari tanda-tanda tertentu yang secara tersirat berisi informasi komunikatif. Dalam ilmu tanda terdapat rumusan Saussure. Ia menyebutkan bahwa signe yang berarti tanda itu terdiri dari signifié dan signifiant. Signifié merupakan penanda atau yang menandakan, signifiant adalah petanda atau yang ditandai. Hal itu dikenal pula dengan istilah konsep dan makna (Barthes, 2007:35). Teori tersebut berkembang dengan munculnya tandatanda dalam bentuk gambar, seperti yang dirujuk dalam teori milik Pierce. Tandatanda dalam gambar dapat digolongkan berdasarkan jenisnya dalam semiotik. Terdapat tiga jenis tanda, yaitu ikon atau tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya, indeks atau tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa
21
yang diwakilinya, dan simbol yang merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati bersama (Barthes, 2007:37). Penggambaran di dalam komik dapat ditafsirkan dan dapat diteliti artinya menggunakan teori itu. Gambar dan dialog yang dimiliki komik itu saling berhubungan satu sama lain sehingga dengan mengetahui ikon, indeks dan simbolnya, komik ini dapat lebih mudah dicari maknanya. Dari komik-komik tersebut, materi penelitian dikerucutkan pada bagian yang hanya menampilkan model kekuasaan. Contohnya adalah cuplikan dalam satu strip cerita berikut ini.
Gambar 1.3 Le Chat dengan seekor lalat (Geluck, 1999:27) « Un chat retombe toujours» « Sur ses pattes » « Une mouche aussi» “Kucing selalu jatuh” “Di atas kakinya” “Begitupun dengan lalat” Dalam cuplikan di atas, diperlihatkan tingkah laku Le Chat yang seenaknya terhadap seekor lalat. Ikon yang ditampilkan adalah tokoh kucing dan tokoh lalat. Indeksnya berupa sosok yang memiliki derajat tinggi dengan bawahannya yang dapat dilihat melalui penggambaran postur tubuh kucing yang lebih besar dan pakaiannya yang lebih necis serta dialognya yang merendahkan sosok lalat.
22
Simbol yang ada bisa beragam bentuknya. Hal itu tergantung dari pemahaman dan kesepakatan yang diambil oleh pembaca. Di dalam skripsi ini, dengan fokus kekuasaan yang dimiliki oleh Raja di Belgia, tokoh kucing diibaratkan sebagai Raja Albert II yang menjabat sebagai raja pada tahun komik ini diterbitkan. Selain diartikan sebagai Raja, strip-strip yang ada akan dipadukan dengan kisah politik yang ada di Belgia. Dalam skripsi ini, akan dijabarkan bagaimana strip-strip dalam komik mampu menyampaikan pesan tersirat dengan dasar kritik atas isu-isu politik yang ada. Di bawah ini akan diberikan bagan alur penelitian yang dilakukan dalam pengerjaan skripsi ini.
23
1.6.1
Bagan Alur Penelitian Alur Langkah – Langkah Penelitian
1. Membaca
Komik Le Chat dengan Teori Semiologi
Buku Langue et Politique dan Buku Démocratie et Fédéralisme Penafsiran dengan Teori Semiotika Roland Barthes
2. Pengumpulan Data
3. Klasifikasi Data
Data yang diambil : Kritik terhadap Kekuasaan
Le Chat
Buku Langue et Politique dan Buku Démocratie et Fédéralisme
Poitik diantara Keberadaan Kelompok Bahasa
Penghubungan Data dengan Permasalahan Politik
4. Analisis Data Analisis Data dengan Teori Kritik Mazhab Frankfurt
5. Penyajian Data
Analisis Data dengan Teori Power/Knowledge
24
1.7
Sistematika Penyajian Penyajian dilakukan dalam tiga bagian. Bagian-bagian itu adalah sebagai
berikut : Pada BAB I terdapat pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, landasan teori yang berisi definisi dari teori-teori yang digunakan untuk analisis, tinjauan pustaka ataupun sumber teori yang digunakan, metode penelitian, dan sistematika penyajian dari skripsi ini. Pada BAB II berisi pembahasan. Penulisan data dan analisis data menggunakan teori-teori yang telah disiapkan akan disajikan pada bab ini. Pada BAB III dituliskan hasil analisis atau kesimpulan. Dalam bab ini, jawaban dari rumusan masalah yang disajikan pada bab I akan dijawab menggunakan teori-teori yang ada hingga skripsi ini dianggap selesai.
25