BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian ini menguji relevansi nilai pajak tangguhan sebagai dampak perubahan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) di Indonesia. Perubahan PSAK ini terjadi karena badan pembuat standar akuntansi keuangan di Indonesia, yaitu Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) melakukan adopsi International Financial Reporting Standards (IFRS) atas PSAK yang ada di Indonesia mulai tahun 2008 (Sinaga, 2014). Adanya adopsi ke IFRS ini diyakini dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi yang disajikan sehingga dapat memberikan informasi yang lebih bermanfaat kepada pengguna laporan keuangan, terutama investor1 dan kreditor (Barth et. al. 2008; Epstein, 2009; McGowan dan Wertheimer, 2009; Martani, 2011). Salah satu karakteristik kualitatif fundamental laporan keuangan,2 yaitu relevan, merupakan hal yang dapat membuat informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan. Isu relevansi menjadi isu yang sangat penting karena investor atau kreditor membutuhkan
informasi
yang
bermanfaat
di
dalam
mempengaruhi
1
Baik investor maupun calon investor (investor potensial). Terdapat dua karakteristik kualitatif fundamental, yaitu relevan dan penyajian jujur (faithful representation). Penyajian jujur adalah informasi keuangan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan merepresentasikan secara tepat peristiwa ekonomi sesuai dengan yang seharusnya dinyatakan. Selain itu, terdapat beberapa karakteristik yang dapat meningkatkan kegunaan informasi keuangan (komplementer terhadap karakteristik kualitatif fundamental), yaitu terpahami, terverifikasi, terbandingkan, dan tepat waktu (Mackenzie, et. al., 2011). 2
1
pengambilan keputusan investasi atas berbagai alternatif pilihan yang ada (Francis dan Schipper, 1999; Chludek, 2011; Laux, 2013). Sebagai salah satu informasi yang diungkapkan di dalam laporan keuangan, yaitu informasi pajak terutama pajak tangguhan diyakini dapat memberikan manfaat bagi investor dalam mempertimbangkan keputusan investasi yang akan dilakukan (Chaney dan Jeter, 1994). Informasi pajak tangguhan ini penting mengingat pajak tangguhan berkaitan dengan aktivitas perpajakan perusahaan di masa mendatang (Chang et. al., 2009; Laux, 2013). Penelitian terdahulu telah menguji relevansi nilai pajak tangguhan saat terjadi perubahan standar akuntansi keuangan di Australia pada periode adopsi IFRS (Hanlon, Navissi, dan Soepriyanto, 2014) dan saat terjadi perubahan tarif pajak di Indonesia (Prakoso, 2012). Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa standar akuntansi yang baru diprediksi mempunyai kualitas informasi akuntansi yang lebih baik dibandingkan dengan standar akuntansi sebelumnya (Gjerde, 2008; Suadiye, 2012; Barbe, et. al., 2014). IFRS yang merupakan principles based standards memperkenankan manajemen untuk memilih sendiri kebijakan akuntansinya sehingga hal ini lebih dapat menggambarkan ketepatan transaksi atau peristiwa ekonomi yang terjadi. Ketepatan informasi akuntansi akan menurunkan risiko salah saji informasi di dalam laporan keuangan, sehingga kualitas informasi akan meningkat. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa masih terjadi perdebatan relevansi nilai pajak tangguhan pada standar akuntansi yang baru diterapkan
2
(Chludek, 2011). Fenomena ini akan menarik ketika diuji pada masa adopsi IFRS di Indonesia, dimana terdapat faktor spesifik yang akan yang mempengaruhi relevansi nilai pajak tangguhan di Indonesia misalnya peraturan perundang-undangan (pajak) (Prakoso, 2012), kondisi politik dan ekonomi (Francesco dan Raynolde, 2012), dan perlindungan investor (Cahyonowati dan Ratmono, 2012). Selain itu, penggunaan nilai wajar juga dapat mempengaruhi relevansi nilai pajak tangguhan.3 Pada tahun 2010, DSAK IAI telah mengesahkan 7 PSAK baru dan pada tahun 2011, DSAK IAI telah mengesahkan 16 produk PSAK baru. Pada tahun 2011, PSAK 16 (2011): Aset Tetap telah disahkan pada tanggal 29 November 2011. Salah satu diantara perubahan PSAK tersebut adalah diperkenankannya perusahaan untuk memilih model biaya atau model revaluasi di dalam mengukur nilai asetnya setelah pengakuan awal aset yang dimiliki oleh perusahaan (Martani, 2011). Model revaluasi merupakan sebuah metode yang menilai kembali aset sesuai dengan nilai wajarnya agar nilai aset tersebut relevan dengan situasi dan kondisi masa kini. Revaluasi aset tetap dapat meningkatkan jumlah tercatat aset atau sebaliknya menurunkan jumlah tercatat aset. Jika revaluasi tersebut meningkatkan jumlah tercatat aset, maka akan diakui dalam pendapatan
3
Penggunaan nilai wajar sebagai basis dalam perhitungan dapat dilihat dalam kasus model revaluasi yang diterapkan oleh perusahaan atas aset tetap. Jika terjadi surplus revaluasi dan tidak mempengaruhi laba kena pajak (LKP) sehingga dasar pengenaan pajaknya (DPP) tidak disesuaikan, maka akan timbul pajak tangguhan (PSAK 46 (2010) paragraf 20). Timbulnya pajak tangguhan ini dapat mempengaruhi relevansi nilai pajak tangguhan (Hanlon, et. al., 2014).
3
komprehensif lain atau Other Comprehensif Income (OCI)4 dan akan terakumulasi pada bagian surplus revaluasi dalam saldo ekuitas. Sebaliknya, jika revaluasi aset tetap menurunkan jumlah tercatat aset, maka penurunan tersebut akan diakui di dalam laba/rugi pada bagian other income or loss. Penurunan tersebut juga akan diakui dalam OCI sepanjang tidak melebihi saldo surplus revaluasi untuk aset tetap tersebut. Pengakuan dalam OCI tersebut akan mengurangi jumlah akumulasi pada bagian surplus revaluasi dalam saldo ekuitas.5 Selain diatur menurut standar akuntansi keuangan yang berlaku,6 revaluasi aset tetap juga diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 79/PMK.03/2008.7 PSAK 16 (2011) disusun untuk tujuan akuntansi komersial, sedangkan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah tersebut disusun untuk tujuan perpajakan. Adanya perbedaan yang mengatur revaluasi aset tetap menurut akuntansi komersial dan pajak akan menimbulkan perbedaan jumlah tercatat aset tetap di dalam pembukuan masing-masing. Selain itu, revaluasi aset tetap dapat mengakibatkan perbedaan dasar penyusutan menurut akuntansi dan pajak.
4
OCI merupakan kependekan dari Other Comprehensif Income. Komponen OCI termasuk perubahan surplus revaluasi, keuntungan atau kerugian aktuaria atas program pensiun, keuntungan atau kerugian translasi, keuntungan atau kerugian atas penilaian kembali aset keuangan tersedia untuk dijual, dan bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam lindung nilai arus kas (Mackenzie, et. al., 2011) 5 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 (2011): Aset Tetap, paragraf 39 dan 40. 6 PSAK 16 (2011): Aset Tetap 7 Sebelum aturan ini dikeluarkan, revaluasi aset tetap diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Namun, karena dipandang sudah tidak relevan, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap aturan ini di bidang perpajakan.
4
Besarnya jumlah tercatat aset tetap menurut catatan akuntansi jika tidak mempengaruhi laba kena pajak maka dasar pengenaan pajaknya tidak perlu disesuaikan sehingga menimbulkan perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences). Perbedaan tersebut akan memunculkan aset pajak tangguhan atau liabilitas pajak tangguhan (PSAK 46 (2010)). Mekanisme pajak tangguhan ini selanjutnya diatur di dalam PSAK 46 (2010): Pajak Penghasilan8 dan akan menjadi pokok bahasan utama ketika membahas PSAK 46 (2010). Sebelum adanya adopsi IFRS, ketentuan mengenai pajak tangguhan diatur di dalam PSAK 46 (1997): Akuntansi Pajak Penghasilan. Setelah adopsi IFRS, PSAK 46 (1997) tidak berlaku lagi dan digantikan oleh PSAK 46 (2010): Pajak Penghasilan yang di dalamnya juga masih mengatur tentang pajak tangguhan. PSAK 46 (2010) memuat beberapa ketentuan pajak tangguhan yang berubah berkaitan dengan pergantian standar akuntansi keuangan yang berlaku. Pajak yang dibayarkan oleh perusahaan selain diatur di dalam standar akuntansi keuangan yang berlaku, juga diatur mekanismenya oleh peraturan perpajakan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pajak.9 Akibatnya, terdapat pengakuan yang menurut standar akuntansi diperbolehkan, tetapi menurut perpajakan tidak diperbolehkan, sehingga muncullah istilah
8
PSAK 46 (2010) disahkan pada tanggal 18 Desember 2010. PSAK 46 (2010) mengacu pada IAS 12: Income Tax per 1 Januari 2009. 9 Tata cara dalam menghitung pajak badan atau perusahaan diatur oleh UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
5
perbedaan temporer yang akan memunculkan liabilitas pajak tangguhan dan aset pajak tangguhan yang terdapat di laporan keuangan. Pajak tangguhan terdiri dari dua jenis, yaitu aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan. Suatu perusahaan dikatakan memiliki aset pajak tangguhan jika jumlah laba/rugi menurut standar akuntansi lebih kecil daripada jumlah laba/rugi menurut pajak sehingga pada tahun berjalan, jumlah pajak terutang yang dibayarkan perusahaan lebih besar. Pada tahun berikutnya, perusahaan akan memperoleh manfaat pajak dari adanya perbedaan sementara ini dimana pada tahun mendatang, perusahaan membayar pajak lebih kecil dari yang seharusnya. Liabilitas pajak tangguhan merupakan kebalikan dari aset pajak tangguhan. Dalam beberapa tahun terakhir, besarnya jumlah pajak tangguhan mulai mendapat perhatian khusus dari para investor dalam memutuskan pilihan investasi mereka terhadap perusahaan publik di pasar modal. Dalam bidang akuntansi, penelitian yang dilakukan untuk menguji relevansi nilai atas pajak tangguhan juga semakin banyak. Hanlon et. al. (2014) menemukan bahwa kenaikan untuk jumlah pajak tangguhan setelah adopsi IFRS pada standar akuntansi keuangan di Australia memiliki relevansi nilai, dimana relevansi nilai tersebut didorong oleh pajak tangguhan yang diakibatkan oleh revaluasi aset,10 terutama revaluasi aset tetap. Barth dan Clinch (1998) menemukan bukti bahwa revaluasian Plant, Property, dan Equipment (PPE) agregat secara signifikan berhubungan positif dengan harga saham untuk perusahaan10
Revaluasi aset dapat berupa revaluasi aset tetap, revaluasi aset tersedia untuk dijual, revaluasi investasi ekuitas tercatat, dan akumulasi rugi (loss carry forwards).
6
perusahaan di industri pertambangan, keuangan, dan non-keuangan. Chaney dan Jeter (1994) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara deferred taxes dengan return saham setelah mengendalikan pseudo-net income. Chang et. al. (2009) menemukan bukti bahwa pelaku pasar memandang aset pajak tangguhan sebagai presentasi dari kemampuan menghemat pajak di masa depan dan liabilitas pajak tangguhan sebagai presentasi biaya pajak di masa mendatang. Ayers (1998) menyimpulkan bahwa SFAS11 No. 109 meningkatkan relevansi nilai jumlah pajak tangguhan di dalam laporan keuangan dibandingkan dengan APB12 No. 11. Sementara itu, literatur yang mendokumentasikan pengujian relevansi nilai pajak tangguhan di Indonesia masih belum memadai sehingga penelitian terkait dengan hal ini masih sangat terbuka untuk dilakukan. Sebuah informasi dikatakan memiliki relevansi nilai jika bermanfaat bagi investor di dalam memutuskan pilihan yang akan diambil berkaitan dengan aktivitas investasi yang dilakukan di pasar modal. Pengujian relevansi nilai sebagaimana yang sudah diterapkan pada penelitian sejenis menggunakan model valuasi yang dikembangkan oleh Feltham dan Ohlson (1995). Nilai perusahaan umumnya tercermin di dalam pasar modal dimana harga pasar saham menjadi proksi untuk menentukan nilai perusahaan. Di dalam membuat keputusan, investor mendasarkan informasi pada nilai buku ekuitas, laba/rugi, dan juga dividen. Selain itu, dengan menambahkan variabel lain, pajak
11 12
Merupakan kependekan dari Statement of Financial Accounting Standards. Merupakan kependekan dari Accounting Principles Board.
7
tangguhan sebagai informasi keuangan juga dapat ditambahkan ke dalam model tersebut (Amir et. al., 1997). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah yang ingin dianalisis di dalam penelitian ini yaitu apakah perubahan PSAK 46 (2010) terbaru berdampak pada meningkatnya relevansi nilai atas pajak tangguhan. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini hanya menguji relevansi nilai atas pajak tangguhan sebagai dampak perubahan PSAK 46 (2010). PSAK 46 (2010) tentang pajak penghasilan menggantikan PSAK 46 (1997) tentang akuntansi pajak penghasilan. Beberapa PSAK lainnya dapat mempengaruhi besarnya jumlah saldo pajak tangguhan pada akhir tahun, seperti PSAK 10 (2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing, PSAK 16 (2011) tentang aset tetap, serta PSAK 25 (2009) tentang Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan. Namun PSAK-PSAK tersebut tidak menjadi bahasan utama di dalam penelitian ini. 1.4 Motivasi Penelitian Adopsi IFRS atas standar akuntansi keuangan terbaru yaitu PSAK 46 (2010) memotivasi penelitian ini karena di Indonesia informasi perpajakan merupakan hal yang sangat penting. Selain itu, pajak tangguhan yang terdapat di dalam laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia sampai saat ini masih belum diketahui apakah bermanfaat atau tidak di dalam mendukung
8
pengambilan keputusan investasi yang dilakukan oleh investor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada regulator maupun investor dalam rangka mengevaluasi penerapan PSAK 46 (2010) atas adanya manfaat standar tersebut dan aktivitas bisnis perusahaan di masa-masa yang akan datang. 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji apakah perubahan PSAK 46 (2010) terbaru berdampak pada meningkatnya relevansi nilai atas pajak tangguhan. 1.6 Kontribusi Penelitian 1.6.1
Bagi dunia akademisi, penelitian sebelumnya yang menguji relevansi nilai atas pajak tangguhan di Australia, Amerika Serikat, dan negara lainnya dapat memberikan referensi atas relevansi nilai pajak tangguhan. Ditambah, penelitian ini dapat menyediakan bukti empiris atas relevansi nilai pajak tangguhan yang masih belum banyak dilakukan di Indonesia sehingga harapannya dapat memberikan referensi tambahan bagi para akademisi, khususnya di Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan bukti bahwa informasi pajak tangguhan sebagai informasi yang diungkapkan di dalam laporan keuangan memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan informasi keuangan lain, sehingga harapannya pajak tangguhan dapat dipelajari dan ditelaah lebih lanjut di
9
kemudian hari yang akan berdampak pada kajian literatur yang lebih mendalam. 1.6.2
Bagi investor, penelitian ini dapat memberikan masukan dan pertimbangan mengenai informasi pajak tangguhan yang terdapat di dalam berbagai macam pilihan investasi sehingga keputusan investasi yang dilakukan merupakan keputusan yang terbaik diantara berbagai alternatif pilihan yang ada.
1.6.3
Bagi regulator, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian, referensi, evaluasi, atau pertimbangan apakah standar yang baru diterapkan
tersebut
mampu
menyediakan
informasi
yang
bermanfaat bagi para pemangku kepentingan. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan untuk pengembangan standar di tahun-tahun berikutnya. 1.6.4
Bagi
penelitian-penelitian selanjutnya, penelitian ini
memberikan
referensi
atas
penerapan
standar
baru
dapat yang
berpengaruh terhadap relevansi nilai pajak tangguhan khususnya di Indonesia. Selain itu, dengan keterbatasan yang ada di dalam penelitian ini, diharapkan penelitian-penelitian selanjutnya dapat lebih mengeksplorasi keterbatasan tersebut sehingga penelitian selanjutnnya memiliki ruang lingkup yang lebih luas. 1.7 Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini, sistematika penulisan dibagi menjadi 5 bab sebagai berikut.
10
1. BAB I: PENDAHULUAN Di dalam Bab 1, menguraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, motivasi penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. 2. BAB II: TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Di dalam Bab 2, menguraikan tentang landasan teori yang dijadikan dasar dalam pengembangan hipotesis, sesuai dengan rumusan masalah. 3. BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini menjabarkan sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini, periode penelitian, populasi dan sampel penelitian, dan metode analisis. 4. BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan dan menguraikan tentang hasil analisis dan pembahasan mengenai hasil penelitian. 5. BAB V: PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan atas hasil analisis dari bab empat dengan mempertimbangkan teori yang ada di bab dua. Selain itu, juga diuraikan mengenai keterbatasan dalam penelitian, saran untuk penelitian selanjutnya, dan daftar pustaka yang digunakan.
11