Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengesahkan revisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 56 mengenai laba per saham atas pernyataan sebelumnya, yaitu PSAK 56 tahun 1999. PSAK 56 (2010) mulai berlaku secara penuh pada 1 Januari 2012. Cakupan PSAK 56 (2010) mengatur lebih luas penentuan dan pengungkapan laba per saham dibanding PSAK 56 (1999).
Revisi PSAK 56 dilakukan pada tahun 2010 dan implementasinya
dilakukan pada tahun 2012. PSAK 56 (2010) merupakan hasil dari adopsi IAS 33 Earnings per Share. Adopsi ini sebagai bagian dari tahap konvergensi (International Financial Reporting Standards) IFRS di Indonesia. Proses konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap mulai tahun 2008 hingga 2012. Konvergensi IFRS melalui tiga tahapan, tahap adopsi (2008),
tahap
persiapan
akhir
(2008-2011),
dan
implementasi
(2012).
Konvergensi IFRS diharapkan mampu untuk meningkatkan memperbaiki kulitas laporan keuangan beruapa peningkatan keandalan, relevan, lebih dapat diperbandingkan dan lebih dapat dipahami. Dengan adanya peningkatan kualitas laporan keuangan akan meningkatkan daya guna atau manfaat laporan keuangan. Hal tersebut membantu analisis bagi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Kerangka kerja konseptual IFRS yang diterbitkan IASB juga memuat karakteristik fundamental sebuah informasi keuangan
yang bermanfaat,
1
karakterisitk tersebut salah satunya adalah relevan. Laporan keuangan dengan karakteristik yang relevan menjadi hal yang berpengaruh bagi investor dan kreditor dalam mengambil keputusan. Dalam kerangka kerja konseptual IFRS, informasi keuangan yang relevan mampu untuk membuat perbedaan dalam keputusan yang diambil oleh pengguna. Informasi keuangan yang relevan akan lebih dipercaya pengguna laporan keuangan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan. Konvergensi IFRS memunculkan isu mengenai relevansi nilai informasi akuntansi. Relevansi nilai berkaitan dengan informasi yang ada pada laporan keuangan dan nilai perusahaan. Francis dan Schipper (1999) mendefinisikan relevansi nilai sebagai kekuatan penjelas dari informasi akuntansi untuk mengukur nilai pasar. Menurut Suadiye (2012) relevansi nilai didefinisikan sebagai kemampuan informasi keuangan untuk menangkap dan meringkas nilai perusahaan. Relevansi nilai berkaitan erat dengan kualitas informasi akuntansi pada laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat relevansi nilai atas informasi akuntansi semangkin tinggi kualitas laporan keuangan. Kemudian relevansi nilai informasi akuntansi dikaitkan dengan perubahan standar yang ada dengan hubungan apakah perubahan PSAK 56 Laba per Saham hasil adopsi dari IFRS meningkatkan relevansi nilai informasi akuntansi. Menurut Clarkson (2011) laba per saham merupakan elemen yang mendasar dalam mengukur relevansi nilai. PSAK 56 merupakan standar yang berperan penting dalam menentukan prinsip penentuan laba per saham. PSAK 56 mengatur tentang penentuan dan pengungkapan laba per saham. Pengungkapan
2
laba per saham bermanfaat sebagi informasi kemampuan per lembar saham dalam menghasilkan laba. Menurut PSAK 56 (1999) laba per saham merupakan alat analisis keuangan yang banyak digunakan pengguna laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan menggunakan informasi laba per saham sebagai salah satu dasar analisis untuk mengetahui pencapaian kinerja perusahaan. Laba per saham dengan ringkas mengungkapkan kinerja perusahaan dikaitkan dengan saham yang beredar. Pengungkapan nilai laba per saham akan membantu pengguna laporan keuangan untuk mengambil keputusan. Fokus penentuan nilai laba per saham yang diatur dalam PSAK 56 Laba per Saham adalah penyebut yang digunakan untuk menghitung nilai laba per saham. Penghitungan nilai laba per saham dengan penentuan penyebut yang konsisten akan meningkatkan kualitas laporan keuangan. Meskipun ada peningkatan konsistensi dalam penentuan penyebut, namun tetap terdapat keterbatasan dalam penghitungan laba per saham. Keterbatasan tersebut bisa terjadi karena adanya kemungkinan penerapan kebijakan akuntansi yang berbeda. Seperti, adanya kemungkinan perbedaan penggunaan kebijakan akuntansi dalam penentuan laba. Namun, informasi-informasi tersebut tidak dipertimbangkan dalam penelitian ini. Ruang lingkup penelitian ini hanya pada PSAK 56 mengenai laba per saham dengan periode sebelum dan setelah konvergensi IFRS. Ada dua jenis penyajian laba per saham, yaitu laba per saham dasar dan laba per saham dilusian. PSAK 56 (2010) mengatur pengukuran laba per saham dasar dengan membagi laba atau rugi yang dapat diatribusikan kepada pemegang
3
saham biasa entitas induk (pembilang) dengan jumlah rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar (penyebut) dalam suatu periode. Sedangkan untuk pengukuran laba per saham dilusian adalah sama dengan laba per saham dasar tetapi dengan mempertimbangakan dampak dari semua instrumen keuangan atau kontrak lain yang memungkinkan pemegangnya memperoleh saham biasa yang bersifat dilutif atau bersifat menurunkan nilai laba per saham atau meningkatkan nilai rugi per saham. Dalam perubahan PSAK 56 (2010) atas PSAK 56 (1999), beberapa poin perubahan
berkaitan
dengan
instrumen
keuangan
atau
kontrak
yang
memungkinkan pemegangnya memeperoleh saham biasa. Hal tersebut bisa dilihat dari perbedaan yang ada pada PSAK 56 (2010) dengan PSAK 56 (1999), yaitu sebagai berikut 1) ruang lingkup (2) penghitungan laba per saham (3) kontrak yang bisa diselesaikan dengan saham biasa atau kas (4) opsi jual yang diterbitkan. Perubahan pada PSAK, khususnya PSAK 56, sebagai dampak konvergensi IFRS melatarbelakangi penelitian ini untuk menguji perubahan relevansi nilai atas laporan keuangan terutama terutama pada nilai laba per saham. Perlu adanya pembuktian apakah implementasi revisi PSAK 56 (2010) meningkatkan relevansi nilai atas informasi laporan keuangan terutama pada nilai laba per saham. Penelitian ini dicapai dengan menganalisis perbedaan relevansi nilai atas laba per saham sebelum adopsi IFRS dan setelah adopsi IFRS dengan ruang lingkup revisi dan implementasi PSAK 56 mengenai laba per saham. Dari paparan sebelumnya, konvergensi IFRS yang diklaim meningkatkan kualitas laporan keuangan memunculkan isu mengenai perubahan relevansi nilai.
4
Konvergensi IFRS juga berdampak pada kewajiban IAI untuk melakukan harmonsasi
PSAK, khususnya pada topik penelitian ini adalah PSAK 56
mengenai laba per saham. Untuk menangkap isu tersebut peneliti mengambil judul “PENGARUH NILAI LABA PER SAHAM ATAS PERUBAHAN PSAK 56 TERHADAP RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI”. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang penelitian ini dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada peningkatan relevansi nilai atas informasi akuntansi khususnya nilai laba per saham sebagai dampak penerapan PSAK 56 (2010) dibandingkan dengan penerapan PSAK 56 (1999)? 1.3 Tujuan Peneilitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat peningkatan relevansi nilai atas informasi akuntansi khususnya nilai laba per saham atas perubahan PSAK 56 Laba per Saham sebagai dampak adopsi IFRS. 1.4 Manfaat 1. Bagi Investor Informasi pengungkapan laba per saham pada laporan keuangan perusahaan membantu investor dalam mengambil keputusan ekonomi. Penelitian ini memberikan pertimbangan mengenai perubahan informasi relevansi nilai akibat perubahan standar.
5
2. Bagi Pembuat Standar atau Regulator Penelitian ini diharapkan mempu memberikan pertimbangan dan gambaran bagi pembuat standar atau regulator mengenai dampak perubahan standar sebagai bagian dari konvergensi IFRS. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini bisa digunakan sebagai sarana menerapkan ilmu yang sudah didapat selama menempuh pendidikan akuntansi dan memperluas wawasan dan pengetahuan kritis peneliti 4. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini dapat memberikan referensi mengenai perubahan relevansi nilai akibat pengaruh penerapan standar untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengembangan penelitian selanjutnya, khususnya penelitian dengan topik sejenis. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup hanya pada perubahan PSAK 56 Laba per Saham. Perubahan yang dimaksud adalah penerapan PSAK 56 (2010) yang menggantikan PSAK 56 (1999). Penelitian tidak mempertimbangkan informasi di luar ruang lingkup penelitian. 1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab. Berikut pembahasan secara umu pada tiap bab:
6
1. Bab I. Pendahuluan Pada bab ini, materi berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistemtika penulisan. 2. Bab II. Landasan Teori Bab ini membahas teori-teori yang melandasi penelitian ini, hasil penelitian sebelumnya, dan pengembangan hipotesis. 3. Bab III. Metode Penelitian Bab ini berisi mengenai metode penelitian yang digunakan, variabelvariabel, periode penelitian, jenis dan sumber data, serta populasi dan sampel penelitian. 4. Bab IV. Analisis dan Pembahasan Bab empat membahas analisis dan pembahasan mengenai hasil penelitian. 5. Bab V. Penutup Bab lima berisi mengenai kesimpulan yang ditarik dari penelitian ini, keterbatasan, dan saran-saran untuk penelitian mendatang.
7