BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Aktivitas fisik adalah gerak tubuh yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik sangat bermanfaat bagi kesehatan, hal ini dibuktikan oleh beberapa bukti epidemiologi yang kuat yaitu tingkat aktivitas fisik harian yang lebih tinggi atau latihan fisik yang teratur berkaitan dengan angka mortalitas keseluruhan yang lebih kecil dan resiko serta kematian karena penyakit kardiovaskuler yang lebih rendah, selain itu juga dapat mencegah atau memperlambat onset tekanan darah tinggi dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, proteksi terhadap beberapa penyakit kanker,
mengurangi
risiko
timbulnya
diabetes
tipe
2,
dan
mempertahankan keseimbangan energi dan dengan demikian dapat mencegah obesitas (Gibney et al., 2009). Pada saat ini prevalensi penduduk umur ≥ 10 tahun dengan aktivitas kurang berada pada peringkat ketiga tertinggi yaitu sebesar 35,4% (Riset Kesehatan Dasar [Riskesdas], 2013). Sedangkan pada Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) prevalensi aktivitas fisik kurang adalah 20,8%. Padahal tingginya prevalensi aktivitas inaktif dan prevalensi obesitas pada remaja (15-18 tahun), merupakan ancaman terbesar bagi kesehatan di abad ke 21 (WHO, 2009 dalam (Beets et al., 2010). Sehingga diperlukan adanya pengkajian pola aktivitas fisik
1
masyarakat yang dilakukan secara terus menerus untuk mencegah terjadinya peningkatan kejadian penyakit akibat aktivitas inaktif. Pengkajian pola aktivitas fisik dilakukan dengan cara mengukur aktivitas fisik pada populasi. Pengukuran aktivitas fisik terdiri dari dua metode yaitu metode objektif dan subjektif (Gibney et al., 2009). Metode objektif terdiri dari penggunaan doubly labeled water (DLW), kalorimetri indirek, alat frekuensi jantung dan monitor sensoring (akselerometer dan pedometer). Metode subjektif, antara lain recall dan kuesioner (Boon et al., 2010). Metode objektif dapat mengukur aktivitas fisik dengan tingkat validitas yang baik. Namun untuk penelitian dengan populasi yang besar, metode objektif jarang digunakan karena membutuhkan biaya yang besar. Sehingga banyak peneliti yang menggunakan kuesioner untuk mengkaji pola aktivitas fisik pada populasi yang besar. Kuesioner adalah metode proxy atau pelaporan sendiri yang sudah sering digunakan untuk meneliti tingkat aktivitas fisik. Kuesioner yang paling sering digunakan adalah International Physical Activity Questionnairre (IPAQ) (Hastuti, 2013; Hagstromer et al., 2006 dalam Boon et al., 2010). IPAQ telah divalidasi pada umur 18-55 tahun di 12 negara dan IPAQ merupakan instrumen yang tepat untuk studi prevalensi aktivitas fisik tingkat nasional dan memiliki tingkat reliabilitas dan validitas yang baik (Craig et al., 2003 dalam Hastuti, 2013). Namun belum ada metode untuk mengukur aktivitas fisik pada remaja dan anak-anak yang sudah diterima secara internasional (Arvidsson et al., 2005).
2
Pada penelitian yang terdahulu sudah terdapat IPAQ yang dialih bahasa menjadi bahasa Indonesia yang sudah diuji reliabilitas (Hastuti, 2013) pada populasi dengan usia 18-65 tahun namun belum divalidasi dengan metode objektif. Sudah terdapat kuesioner untuk populasi remaja yang diadaptasi dari IPAQ (Huriyati, 2004) namun belum divalidasi dengan metode objektif. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengkaji validitas dari dua kuesioner berbeda yaitu IPAQ versi Indonesia dan IPAQ Modifikasi pada populasi remaja umur 14-18 tahun dibandingkan dengan pedometer sebagai alat ukur objektif.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari ulasan di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : bagaimana validitas IPAQ versi Indonesia dan IPAQ Modifikasi terhadap pedometer dalam mengkaji aktivitas fisik pada populasi remaja di Yogyakarta.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum : Mengetahui validitas IPAQ versi Indonesia dan IPAQ Modifikasi terhadap pedometer dalam mengkaji aktivitas fisik pada populasi remaja di Yogyakarta. 2. Tujuan khusus: a. Mengetahui hubungan antara IPAQ versi Indonesia dan pedometer. b. Mengetahui hubungan antara IPAQ Modifikasi dan pedometer. 3
c. Mengetahui hubungan antara IPAQ versi Indonesia dan IPAQ Modifikasi. d. Mengetahui pola aktivitas fisik pada remaja berdasarkan IPAQ versi Indonesia, IPAQ Modifikasi, dan pedometer.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti Penelitian ini bisa menjadi pengalaman berharga dan dapat mengasah kemampuan dalam meneliti. 2. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan kuesioner yang tepat untuk mengukur aktifitas fisik pada populasi remaja. 3. Bagi pemerintah Hasil penelitian bisa digunakan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan untuk meningkatkan aktivitas fisik pada populasi remaja
E. KEASLIAN PENELITIAN
1. Penelitian di Singapore pada tahun 2011 tentang membandingkan kuesioner Singapore Prospective Study Program Physical Activity Questionnairre (SP2PAQ) dan IPAQ dengan metode objektif yaitu Actical (accelerometer) pada warga multi etnis Asia (China, India, Malay) yang berusia lebih dari 21 tahun di Singapore. Hasil penelitian IPAQ divalidasi dengan Actical memiliki akurasi yang rendah pada kelompok Asia dibandingkan dengan kelompok Barat. SP2PAQ
4
mempunyai reproduksibilitas dan validasi yang tinggi untuk mengkaji aktivitas fisik berat. (Nang et al., 2011). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah peneliti menggunakan IPAQ versi Indonesia dan IPAQ Modifikasi; subjek penelitian dengan rentang umur 14-18 tahun di Indonesia; dan peneliti juga menggunakan pedometer sebagai metode objektif. 2. Penelitian tentang membandingkan IPAQ dan Physical Activity Recall (PAR)
dengan
metode
objektif
yaitu
Actigraph.
Penelitian
menggunakan subjek penelitian penderita kanker payudara di California, Amerika Serikat dan penelitian dilakukan selama Juni 2001 hingga Juli 2002. Hasil penelitian PAR memiliki korelasi yang lebih tinggi dari IPAQ, PAR dan IPAQ overestimate total aktivitas fisik, PAR memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan dengan IPAQ (Kozlow et al., 2006). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah peneliti menggunakan kuesioner IPAQ Modifikasi, menggunakan responden yang sehat dengan rentang umur 14-18 tahun, dan pedometer sebagai metode objektif pembanding. 3. Penelitian tentang validasi IPAQ-short form dengan Actical. Subjek penelitian adalah warga Amerika Serikat berkulit hitam, dengan rentang umur 24-67 tahun,yang memiliki pendapatan rendah pada tahun 2008. Hasil penelitian IPAQ-S memiliki korelasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kuesioner CHAMPS, tidak ada perbedaan antar gender (Wolin et al., 2009). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah peneliti mengambil subjek penelitian di
5
Indonesia dengan usia 14-18 tahun,peneliti menggunakan IPAQ Modifikasi,dan peneliti menggunakan pedometer sebagai metode objektif pembanding. 4. Penelitian tentang membandingkan Health Behavior in School Children (HBSC) dan IPAQ terhadap Actireg. Subjek penelitian adalah remaja di Norway dengan rentang umur 13-18 tahun. Hasil penelitian reliabilitas IPAQ lebih rendah dari HBSC, HBSC bagus digunakan untuk usia 13-15 tahun, HBSC mempunyai reliabilitas yang baik untuk mengukur kardiorespiratori (Rangul et al., 2008). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah peneliti menggunakan IPAQ Modifikasi dan pedometer sebagai metode objektif.
6