BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi muda calon pemimpin bangsa. Sehingga mereka membutuhkan tubuh yang sehat dan kuat sebagai modal utama dalam menunjang kegiatan belajar sekaligus investasi jangka panjang untuk masa depan. Modal tersebut dapat diperoleh salah satunya dengan menjaga pola dan kebiasaan makan anak setiap hari. Kebiasaan makan anak yang baik dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya sehingga dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan mereka (Judarwanto, 2012). Makanan sehat adalah makanan yang bermutu tinggi, aman dan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi setiap hari (Anonim, 2014). Makanan berkualitas tinggi tidak hanya dapat diukur dari rasanya yang enak, warnanya yang menarik dan baunya sedap. Makanan dengan kualitas tinggi adalah makanan yang dapat memenuhi kebutuhan empat sehat lima sempurna dengan berbagai macam variasi menu sayuran, buah dan lauk pauk (Anonim, 2004). Selain itu makanan yang berkualitas tinggi juga harus aman, yaitu aman dari bahaya biologis, mekanis dan kimiawi (WHO, 2006) seperti bahan-bahan yang berbahaya bagi makanan, aman dari kontaminasi bakteri dan faktor lain yang dapat membuat makanan tersebut menjadi tidak layak konsumsi (BPOM, 2007). Namun, saat ini makanan yang
1
tidak layak konsumsi ternyata telah banyak beredar di masyarakat terutama di kalangan anak sekolah. Anak sekolah menghabiskan seperempat waktunya untuk beraktivitas di sekolah (Judarwanto, 2012). Sebagian besar asupan energi anak ketika di sekolah dipenuhi dengan jajan makanan jajanan di sekolah (Guhardja et al, 1992 dalam Judarwanto 2012). Makanan jajanan tersebut dapat menyumbang sebesar 36% asupan energi, 29% protein dan 52% zat besi (Judarwanto, 2012). Namun demikian keamanan makanan jajanan tersebut masih dipertanyakan. Hal ini menjadi pertimbangan bagi orang tua ketika anak memilih makanan jajanan. Pasalnya saat jajan anak-anak biasanya masih belum dapat memilih apakah jajanan yang dibeli sehat atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan yang ketat agar makanan jajanan yang dibeli merupakan makanan jajanan yang sehat, aman, bergizi dan bermutu. Menurut Kemenkes RI (2014) terdapat sekitarnya 40% - 44% panganan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat beredar di Indonesia. Di daerah D.I Yogyakarta sendiri masih terdapat sekitar 15% - 44% beredar pangan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat (BBPOM, 2013). Pangan jajanan anak sekolah tersebut menjadi tidak memenuhi syarat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah kondisi makanan yang tidak higienis, alat yang digunakan untuk mengolah makanan tidak bersih, orang yang menjual atau membuatnya tidak sehat, makanan yang terkontaminasi bakteri, hingga penggunaan bahanbahan berbahaya seperti boraks, formalin atau pewarna tekstil (BPOM, 2011). 2
Berbagai upaya promosi kesehatan telah dilakukan untuk menanggulangi peredaran pangan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat. Salah satu upaya promosi kesehatan tersebut adalah aksi nasional pangan jajanan anak sekolah yang dilakukan melalui pemberian sosialisasi mengenai keamanan pangan melalui video edukasi, e-learning dan permainan interaktif kepada siswa sekolah dasar. Selain itu juga dilakukan komunikasi, informasi dan edukasi baik kepada orang tua siswa, guru, media massa dan penjaja makanan untuk meningkatkan keamanan, mutu dan gizi pangan jajanan anak sekolah. Pelaksanaan aksi nasional tersebut telah menunjukkan hasil yang bermakna, yaitu keamanan pangan jajanan anak sekolah yang memenuhi syarat meningkat pada tahun 2008-2010 yaitu sebesar 56-60%, 65% pada tahun 2011 dan 76% pada semester pertama tahun 2012. Dampak lain dari pelaksanaan aksi nasional ini adalah sekitar 1,4 juta siswa dapat terlindungi dari pangan jajanan anak sekolah yang tidak aman, 2,8 juta orang tua siswa, 85 ribu guru sekolah dasar, 85 ribu pedagang dan 25 ribu pengelola kantin telah memahami KIE keamanan pangan (BPOM, 2013). Beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk mengetahui kefektifan pemberian informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan terkait keamanan pangan jajanan anak sekolah. Salah satunya adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Hamida et al (2012), tentang penyuluhan gizi pada makanan jajanan anak sekolah menggunakan media komik. Dalam penelitian tersebut, Hamida et al (2012) menjelaskan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pada anak sekolah terkait keamanan makanan jajanan sebesar 11,4% setelah dilakukan 3
intervensi berupa penyuluhan gizi menggunakan media komik. Penelitian lain yang telah dilakukan adalah penelitian Saputri et al (2010), tentang pengukuran peningkatan pengetahuan terhadap pemilihan jajanan menggunakan metode permainan ular tangga edukatif. Dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa sebelum diberikan intervensi, terdapat 63,3% anak yang memiliki tingkat pengetahuan kurang dan terdapat 70% anak yang memiliki tingkat pengetahuan baik setelah diberikan intervensi menggunakan permainan ular tangga edukatif. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan menggunakan metode audiovisual terhadap peningkatan pengetahuan murid kelas V SD Negeri di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman, Yogyakarta dalam memilih jajanan pada tahun 2015.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran kebiasaan murid kelas V SD di Kecamatan Depok dalam memilih jajanan ? 2. Apakah penyuluhan menggunakan metode audiovisual berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan murid kelas V SD di Kecamatan Depok dalam memilih jajanan ? 3. Apakah karakteristik jenis kelamin murid kelas V SD di Kecamatan Depok berhubungan dengan tingkat pengetahuan memilih jajanan ? 4
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran kebiasaan murid kelas V SD di Kecamatan Depok dalam memilih jajanan. 2. Mengetahui pengaruh penyuluhan menggunakan metode audiovisual terhadap tingkat pengetahuan murid kelas V SD di Kecamatan Depok dalam memilih jajanan. 3. Mengetahui hubungan karakteristik jenis kelamin murid kelas V SD di Kecamatan Depok dengan tingkat pengetahuan memilih jajanan.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Bagi dunia pendidikan untuk memberikan kontribusi pengetahuan dalam materi ilmu kefarmasian khususnya dalam bidang farmasi kesehatan masyarakat. 2. Bagi penelitian lain, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pembanding maupun bahan dasar penelitian selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman belajar dalam memahami kaedah penelitian. 4. Bagi murid sendiri, penelitian ini bermanfaat agar dapat lebih memahami tentang pentingnya selalu jajan makanan jajanan sehat. 5
5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah guna untuk meningkatkan sistem keamanan dan pengawasan terhadap pangan jajanan anak sekolah terutama di makanan jajanan yang dijual di kantin, koperasi sekolah maupun oleh penjaja makanan di luar gerbang sekolah.
E. Tinjauan Pustaka 1. Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah seni dan ilmu untuk membantu orang menemukan sinergi antara keinginan inti dan kesehatan optimal, meningkatkan motivasi mereka untuk berjuang untuk mencapai kesehatan yang optimal dan mendukung mereka dalam mengubah gaya hidup mereka ke arah kesehatan yang optimal (O’Donnell, 2009). Promosi kesehatan dapat dijelaskan sebagai proses untuk mendorong seseorang dalam mengontrol dan meningkatkan kesehatan yang optimal melalui perubahan pola hidup. Menurut Listyowati (2012), promosi kesehatan mencakup beberapa pengertian antara lain: a. Pendidikan kesehatan (health education) menekankan pada upaya perubahan dan peningkatan perilaku masyarakat melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam bidang kesehatan. b. Pemasaran social (social marketing) menekankan pada kampanye, promosi, penyuluhan dan sosialisasi pesan-pesan kesehatan. 6
c. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) menekankan pada penyampaian informasi dan pelaksanaan edukasi melalui berbagai strategi komunikasi. d. Pengembangan masyarakat (community development), pengorganisasian masyarakat (community organized) dan penggerakkan masyarakat (social mobilization). e. Peningkatan (promotive) menekankan pada upaya peningkatan dan perbaikan kesehatan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Promosi kesehatan merupakan suatu strategi kesehatan yang terdiri dari tiga peranan komponen yang berbeda yang saling tumpang tindih seperti pendidikan kesehatan, perlindungan kesehatan dan pencegahan. Pendidikan kesehatan meliputi upaya untuk mempengaruhi pola hidup masyarakat untuk menjaga kesehatan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan pencegahan terhadap gangguan penyakit. Sedangkan pada perlindungan kesehatan lebih mengutamakan pada pembahasan kebijakan dan peraturan yang bertujuan untuk pencegahan. Perpaduan kedua komponen ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan sosial yang kondusif dalam upaya meningkatkan keberhasilan tindakan pencegahan kesehatan (WHO, 2012). Promosi
kesehatan
dapat
dilakukan
dengan
mengintervensi
masyarakat melalui penyampaian informasi untuk meningkatkan pengetahuan agar membiasakan diri berperilaku sehat dan menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari sehingga diharapkan dapat merubah perilaku ke arah positif dan meningkatkan status kesehatan masyarakat. Menurut WHO 7
(2009), upaya ini dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa strategi promosi kesehatan yang meliputi 3 aspek, antara lain: a. Advocacy Advokasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok atau individu untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat tercapai suatu tujuan tertentu yang dalam hal ini adalah kesehatan yang optimal melalui pelaksanaan program-program kesehatan dengan persetujuan dan dukungan dari berbagi sektor. b. Enabling Dalam promosi kesehatan, pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan
untuk
mendorong
masyarakat
untuk
memelihara
dan
meningkatkan kesehatan mereka melalui beberapa aksi seperti penyuluhan, sosialisasi dan pengorganisasian masyarakat c. Mediasi Dalam promosi kesehatan, mediasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mencapai tingkat kesehatan tertentu yang melibatkan peran seluruh pihak baik kelompok maupun individu. Dalam promosi kesehatan dapat dilakukan beberapa metode untuk mengoptimalkan proses sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Berikut beberapa metode promosi kesehatan yang dapat dilakukan:
8
a. Metode promosi kesehatan individual Metode ini merupakan metode yang paling efektif yang dapat dilakukan untuk promosi kesehatan karena antara pengirim pesan dengan penerima pesan dapat secara langsung berkomunikasi tanpa penghalang. Metode ini biasa dikenal sebagai konseling b. Metode promosi kesehatan kelompok Pada metode ini dibedakan menjadi dua hal berdasarkan sasaran kelompok, antara lain: 1) Kelompok kecil Kelompok kecil biasanya terdiri dari 6 – 15 orang. Pada pelaksanaanya metode promosi kesehatan yang dapat dilakukan meliputi, permainan interaktif, role play, snow ball, brain storming dan simulation game. Untuk mengefektifkan metode ini maka dapat digunakan alat bantu atau peraga maupun media tertentu. 2) Kelompok besar Kelompok besar biasanya terdiri lebih dari 15 orang. Metode yang sering digunakan untuk promosi kesehatan dalam kelompok besar adalah metode ceramah. Pada metode ini biasanya digunakan beberapa alat bantu seperti slide projector, sound system, microphone, billboard maupun dengan alat peraga dan media lain seperti leaflet maupun video. (Notoatmodjo, 2005)
9
2. Konsep Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang menjadi hasil dari penginderaan manusia terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh dari indera penglihatan (mata) dan indera pendengaran (telinga) (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut Bloom (1974) dalam Herijulianti, et al (2002), pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang setelah melewati proses pengenalan atau pengingatan informasi atau ide yang telah diperoleh sebelumnya. Pengetahuan dikelompokkan ke dalam domain kognitif dari tiga domain perilaku, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam hal ini pengetahuan merupakan unsur dasar dalam pembentukan tingkatan-tingkatan kognitif. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif terbagi menjadi enam tingkatan, antara lain: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam tingkatan pengetahuan ini termasuk juga adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu hal yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Pada tingkatan pengetahuan ini dapat digunakan kata kerja seperti: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan untuk mengukur tingkat pengetahuan seseorang terhadap bahan yang telah dipelajari.
10
b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar materi tersebut. Orang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek atau materi yang telah dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya (real). Aplikasi yang dimaksudkan adalah aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen namun masih berada dalam lingkup suatu struktur organisasi dan masih terdapat kaitan satu dengan yang lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti: dapat menggambarkan atau membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
11
e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk melakukan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada sebelumnya. Penggunaan kata kerja yang menunjuk pada suatu sintesis adalah dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu. Penilaian yang dilakukan didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dapat juga menggunakan kriteria yang telah ada sebelumnya. Menurut
Notoatmodjo
(2003),
terdapat
dua
faktor
yang
mempengaruhi seseorang dalam memiliki pengetahuan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: pendidikan, usia, pengalaman dan minat seseorang. Sedangkan faktor eksternal meliputi: ekonomi, informasi dan kebudayaan atau lingkungan. a. Pendidikan Pendidikan dapat ikut serta menentukan seseorang dalam mempelajari dan memahami suatu informasi yang diperoleh. Pada
12
umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya (Simanullang, 2010). b. Usia Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Hurlock, 1998). Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya, semakin tua seseorang maka akan semakin kondusif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi (Azwar, 2009). c. Pengalaman Pengalaman dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kmebali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi di masa lalu (Notoatmodjo, 1997). d. Minat Minat merupakan suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Pengetahuan yang tinggi yang didukung dengan minat yang cukup dari seseorang akan dapat mendorong seseorang berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. e. Ekonomi Status
ekonomi
dapat
mempengaruhi
tingkat
pengetahuan
seseorang. Hal ini dapat diketahui dari tingkat pemenuhan kebutuhan 13
ekonomi setiap keluarga. Dimana keluarga dengan tingkat pemenuhan kebutuhan
ekonomi
yang
mencukupi
umumnya
memiliki
tingkat
pengetahuan yang baik dibandingkan dengan keluarga dengan tingkat pemenuhan kebutuhan ekonomi yang kurang . f. Informasi Informasi adalah keseluruhan makna yang dapat juga diartikan sebagai pemberitahuan seseorang adanya informasi baru mengenai suatu hal serta memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Informasi dapat memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika dia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media seperti televisi, radio maupun surat kabar maka hal tersebut akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Simanullang, 2010). g. Kebudayaan atau lingkungan Kebudayaan dan pengaruh lingkungan sekitar memiliki pengaruh besar terhadap pengetahuan dan pembentukan sikap seseorang. Dalam proses pembentukan perilaku yang dijelaskan oleh Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru maka dalam diri seseorang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan, yakni:
14
a. Awareness (kesadaran) Pada keadaan ini subjek menyadari yang berarti mengetahui stimulus atau objek tertentu terlebih dahulu. b. Interest (tertarik) Keadaan ini menunjukkan subjek mulai tertarik terhadap stimulus yang sudah diketahui dan dipahami terlebih dahulu. c. Evaluation Evaluasi meliputi kegiatan untuk menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus yang sudah dilakukan dan pengaruhnya terhadap diri subjek. d. Trial Subjek mulai mencoba untuk melakukan perilaku baru yang sudah diketahui dan dipahami terlebih dahulu. e. Adoption Keadaan ini menunjukkan bahwa subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. 3. Metode Audiovisual Media adalah alat-alat grafis, fotografis atau elektronis untuk menangkap, memproses atau menyusun kembali informasi visual atau verbal (Dwi, 2012). Menurut Schramm (1971) dan Gagne dan Briggs (1970) yang dikutip oleh Mukminan dan Saliman (2008) menjelaskan bahwa media merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin 15
diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut dan bahwa materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran dimana tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, media adalah alat, sarana yang terletak di antara dua pihak, perantara dan penghubung. Media dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yakni media audio, media visual, media audiovisual dan multimedia (Munadi, 2008). Media audiovisual merupakan media yang melibatkan indera pendengaran dan indera penglihatan dalam satu proses dimana pesan yang disalurkan bersifat sebagai pesan verbal maupun non verbal layaknya media audio dan media visual. Pesan yang disampaikan dapat disajikan melalui program audiovisual seperti film maupun video (Munadi, 2008). Penggunaan media audiovisual ini mempunyai kelebihan yaitu dapat memberikan gambaran yang lebih nyata serta meningkatkan retensi memori karena lebih menarik dan mudah diingat. 4. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Pangan jajanan sekolah adalah makanan jajanan yang dijual baik di dalam kantin sekolah maupun di luar sekolah. Menurut BPOM (2007), pangan jajanan adalah bagian dari pangan siap saji yang merupakan makanan dan minuman yang diolah oleh produsen makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi masyarakat umum. 16
Pangan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Pangan jajanan sekolah dikelompokkan menjadi kelompok makanan utama, makanan ringan dan minuman. Berdasarkan penelitian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2009 mengenai Sistem Keamanan Pangan Terpadu Pangan Jajanan Anak Sekolah, makanan ringan menempati urutan tertinggi sebesar 54% yang paling banyak dibeli oleh anak sekolah. Sedangkan makanan utama menempati urutan ketiga setelah minuman sebagai dish menu yang umumnya merupakan makanan berat berupa nasi, daging, telur, olahan sayur, mi dan bihun. Makanan dan minuman ini bagi anak sekolah menyumbang sekitar 36% asupan energi bagi tubuh (Judarwanto, 2012). Karena besarnya asupan energi yang diperoleh anak sekolah dari makanan jajanan yang mereka beli maka perlu diperhatikan nutrisi, gizi dan dari aspek kesehatan untuk menunjang prestasi dan pertumbuhan anak sekolah. Pangan jajanan biasanya dibuat dan diolah dalam bentuk dan variasi warna yang semenarik mungkin untuk menarik pembeli dan rasa yang enak sehingga pembeli tidak akan bosan atau berpindah ke tempat lain untuk membeli pangan jajanan. Sudah seharusnya pangan jajanan yang dijual-belikan merupakan makanan jajanan yang aman dikonsumsi yaitu makanan jajanan yang tidak mengandung berbagai bahaya yang dapat mengancam kesehatan tubuh (BPOM, 2007).
17
Namun pangan jajanan yang dijual saat ini sangat beresiko terhadap kesehatan. Hal ini diakibatkan oleh pengolahan makanan yang tidak higienis dan terkontaminasi oleh berbagai macam hal yang dapat membahayakan kesehatan. 5. Keamanan Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Pangan yang cukup dan bernutrisi dapat menunjang kelangsungan hidup manusia dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Dalam konteksnya, pangan yang cukup dan bernutrisi harus mengandung gizi yang bervariasi seperti empat sehat lima sempurna dan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi sehari-hari. Selain itu pangan yang baik juga harus terhindar dari berbagai macam bahaya yang dapat mengancam kesehatan. Bahaya yang dimaksud meliputi bahaya biologis, bahaya mekanis dan bahaya kimia (WHO, 2006). Makanan yang tercemar oleh berbagai bahaya tersebut dapat memicu timbulnya penyakit. a. Bahaya biologis Bahaya biologis yang sering mengancam terutama berasal dari sanitasi dan higienisitas yang kurang terjamin. Akibatnya pangan menjadi tercemar oleh berbagai macam kontaminan biologis seperti virus, bakteri dan patogen lain yang berbahaya bagi kesehatan. Hal inilah yang menjadi pemicu timbulnya penyakit akibat mengonsumsi makanan.
18
Beberapa mikroorganisme yang sering menimbulkan penyakit melalui makanan adalah: 1) Bakteri, Salmonella, Shigella, Campylobacter dan Escherichia coli Bakteri ini sering menimbulkan penyakit akibat dari kurang terjaganya higienisitas terutama air yang digunakan untuk memasak dan mencuci peralatan makanan yang digunakan. Selain itu sanitasi dari pembuat makanan juga berperan penting dalam menjaga kebersihan makanan. Karena sudah lebih dari 200 penyakit yang timbul diakibatkan dari makanan (Mead et al, 1999). 2) Virus, hepatitis A dan Norovirus Virus hepatitis A sangat mudah ditularkan lewat kebersihan makanan dan alat makan yang digunakan. Virus ini dapat dengan mudah menularkan penyakit dari penderita utama ke orang lain lewat alat makan yang digunakan. Jika alat makan yang sebelumnya digunakan oleh penderita tidak dicuci dengan bersih maka virus akan dengan mudah menularkan penyakit ke orang lain. 3) Parasit Jenis parasit yang sering menimbulkan disentri parah yaitu Giardia lamblia. Parasit ini akan dengan mudah menularkan penyakit ke hospes melalui air yang digunakan untuk memasak dan mencuci makanan atau bahan makanan dan alat makan tercemar oleh parasit ini. Selain itu tercemarnya makanan maupun alat makan oleh binatang seperti 19
tikus, kecoa dan hewan pembawa penyakit pes lain juga dapat menimbulkan penyakit. Sehingga perlu dilakukan proses pemasakan yang sempurna untuk meminimalkan dampak negatif dari bahaya biologis ini. b. Bahaya mekanis Selain bahaya biologis, bahaya mekanis juga dapat menimbulkan penyakit lewat terkontaminasi makanan oleh bahan-bahan seperti rambut, serpihan kayu, dan logam. Bahaya mekanis juga dapat ditimbulkan dari kemasan makanan yang digunakan tidak sesuai atau tidak dipersyaratkan sebagai kemasan untuk makanan missal; koran bekas, plastik daur ulang, kaleng yang telah berkarat untuk tempat mengolah makanan. Bahaya ini biasanya akan langsung menimbulkan gejala seperti tersedak dan batukbatuk akibat rangsangan yang diberikan tubuh karena adanya benda asing di dalam tubuh. Pemberian edukasi kepada food handler dapat mengurangi resiko terjadinya kontaminasi makanan oleh bahaya mekanis ini. Proses pemasakan dan penyimpanan yang benar dan bersih dapat menghindarkan dari kontaminasi makanan dari bahaya mekanis ini. c. Bahaya kimia Bahaya kimia biasa disebabkan karena makanan yang dikonsumsi mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti penggunaan bahan tambahan pangan yang berlebih atau dilarang. Hal ini dapat memicu akumulasi bahan kimia tersebut dalam tubuh sehingga dapat 20
memicu timbulnya efek karsinogenik dari senyawa yang menumpuk di dalam tubuh tersebut yang kemudian dapat menimbulkan penyakit. Beberapa bahan tambahan pangan yang sering disalahgunakan adalah pewarna, pemanis dan pengawet. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya tarik konsumen terhadap pangan yang dijual sehingga dapat meningkatkan onset penjual tanpa mempertimbangkan kesehatan yang utama. 6. Bahan Tambahan Makanan yang Berbahaya Manusia memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, meningkatkan kesehatan dan mencegah munculnya penyakit. Berbagai jenis makanan yang dijual di pasaran saat ini sangat beragam dan tidak sedikit yang telah menimbulkan penyakit sehingga dapat mengancam kesehatan. Hal ini dapat disebabkan karena makanan yang dijual telah tercemar oleh bahaya biologis, kimia maupun mekanis (WHO, 2006). Makanan yang dijual tidak jarang pula yang mengandung bahan tambahan pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dimaksudkan untuk membuat produk pangan terlihat lebih menarik dan memperbaiki rasa makanan. Pemakaian bahan tambahan pangan harus sesuai dengan persyaratan dan ambang batas pemakaian tertentu karena pemakaian yang berlebih dikhawatirkan dapat membahayakan kesehatan. Namun, saat ini tidak jarang pedagang-pedagang yang melakukan kecurangan terhadap makanan yang 21
mereka jual demi mendapatkan keuntungan. Kecurangan tersebut biasa mereka lakukan dengan menambahkan bahan tambahan pangan yang melebihi ambang batas normal pemakaian. Selain itu penyalahgunaan senyawa kimia tertentu sebagai bahan tambahan pangan seperti formalin, boraks, methanil yellow dan rhodamin B sedang marak dilakukan. a. Formalin Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, formalin merupakan larutan yang mengandung formaldehid tidak kurang dari 34,0% dan tidak lebih dari 38,0% dengan pemerian jernih dan hampir tidak berwarna yang dapat terlarut baik dalam air dan etanol 95%. Larutan formaldehyde berkhasiat sebagai antiseptik dan pengawet. Dalam produk rumah tangga, formalin merupakan salah satu komposisi penyusun bahan pembersih lantai, pembasmi serangga, lilin dan shampo mobil. Berdasarkan Permenkes nomor 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, formalin dinyatakan sebagai bahan yang dilarang digunakan dalam pangan karena beberapa efek samping yang ditimbulkan seperti asidosis metabolik terutama, kejang, koma, depresi susunan saraf pusat, albuminurea, hematuria, mual muntah, rasa perih yang hebat di lambung dan perforasi lambung. Selain itu efek paparan jangka pendek akibat formaldehid yang tertelan dapat menyebabkan iritasi pada mulut dan ternggorokan, kejang dan koma. Sedangkan efek paparan jangka panjang
22
dapat menyebabkan dermatitis dan reaksi sensitisasi pada kulit serta gangguan pernafasan (CDC, 1988). Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar akan dimetabolisir kurang dari dua menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian dirubah menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat berupa ikatan silang (cross-linked) (Minini, 1985). Ikatan silang formaldehid dengan DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas terjadinya kekacauan informasi genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi genetik dan sel kanker (Takahashi, et al, 1986). Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen (EHC 89, 1989). The International
Agency
Research
of
Cancer
(IARC)
(2004) mengklasifikasikan formalin sebagai karsinogenik golongan satu yang berarti cukup bukti sebagai karsinogen pada manusia, khususnya pada saluran pernafasan. b. Boraks Boraks memiliki rumus kimia Na2B4.10H2O sebagai natrium borat dengan bobot molekul sebesar 381,37. Natrium borat umumnya dijumpai dalam bentuk serbuk hablur putih dengan rasa asin dan basa. Natrium borat atau biasa disebut sebagai boraks biasanya digunakan untuk mematri logam, 23
antiseptik, pembasmi serangga, campuran pembersih dalam produk rumah tangga dan anti jamur untuk kayu (Anonim, 1979). Boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam mi basah untuk mendapatkan tekstur yang kenyal dan tidak mudah putus serta tidak lengket. Selain itu boraks juga sering ditambahkan dalam bakso, lontong dan makanan jajanan basah yang lain dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas makanan agar tidak mudah basi dan meningkatkan tekstur makanan. Penyalahgunaan boraks dalam makanan ini dapat menimbulkan beberapa efek samping seperti, diare, pusing, mual muntah, kram perut dan sianosis terutama jika digunakan dalam dosis berlebihan. Efek toksik dari boraks tidak langsung terlihat saat itu juga tetapi baru terlihat gejala setelah beberapa waktu akibat akumulasi dalam jaringan lemak, hati dan ginjal (BPOM, 2004). Pada paparan kronis boraks, dapat menyebabkan efek negatif pada ginjal, hati, system syaraf pusat, saluran pencernaan dan lesi pada kulit. efek terhadap system reproduksi juga ditunjukkan dengan adanya penurunan system spermatogenesis pada tikus pada dengan paparan boraks sebesar ≥ 26mg boraks/kg/hari. Paparan boraks jangka panjang juga dapat menyebabkan splenic hematopoiesis dan penurunan hemoglobin darah dengan tingkat paparan sebesar ≥60 mg/kg/hari. Inflamasi kronik dan nekrosis koagulatif pada jaringan dilaporkan terjadi pada mencit yang diberikan paparan boraks secara oral dalam waktu 2 tahun sebesar 79 24
mg/kg/hari. Namun pada beberapa penelitian yang menggunakan paparan jangka panjang boraks secara oral menjelaskan bahwa tidak ditemukan adanya peningkatan jaringan neoplastik dimana pada penelitian secara invitro genotoksisitas juga menunjukkan hasil yang negatif. The International Agency for Research Cancer (IARC), the National Toxicology Program (NTP) dan EPA menggolongkan boraks bukan sebagai agen karsinogenik pada manusia (ATSDR, 2010). c. Methanil Yellow Methanil yellow merupakan bahan pewarna sintetik dengan pemerian serbuk berwarna kuning kecoklatan, dapat larut air dan etanol. Methanyl yellow merupakan senyawa asam azo yang biasa digunakan sebagai pewarna dengan nama dagang Yellow No. 1 (Jain, et al, 2009). Pewarna ini biasa digunakan untuk mewarnai tekstil, tinta, kertas, kulit, plastik, cat dan sebagai indikator asam-basa dalam titrasi. Di beberapa negara, pewarna ini digunakan sebagai pewarna kuning untuk pangan (Khanna, et al, 1985) terutama untuk mewarnai kerupuk, mie basah, tahu, gorengan dan pangan jajanan lain yang berwarna kuning. Pewarna merupakan bahan tambahan yang sering ditambahkan dalam makanan dengan tujuan untuk memperbaiki warna dan membuat makanan yang dijual semakin menarik perhatian konsumen. Penyalahgunaan penggunaan pewarna untuk bahan pangan dapat menyebabkan terakumulasinya bahan
25
tersebut yang kemudian dapat memicu timbulnya penyakit kronis seperti kanker. Penyalahgunaan bahan pewarna methanyl yellow dapat memicu timbulnya kanker (Gupta, et al, 2003) yang dapat menyebabkan yang dapat merusak organ testis sehingga menyebabkan perubahan pada system spermatogenesis pada marmot, tikus dan mencit (Khanna dan Das, 1991), menyebabkan perubahan hematologi darah (Prasad dan Rastogi, 1983), mempengaruhi sintesis DNA (Sundarrajan et al, 2001) dan dapat pula menyebabkan alergi seperti dermatitis apabila kontak langsung dengan senyawa methanyl yellow ini (Hausen, 1994). Menurut Permenkes Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan bahwa methanil yellow merupakan salah satu pewarna azo yang telah dilarang penggunaannya untuk bahan pangan. Jika tertelan senyawa ini dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan. Selain itu efek samping penggunaannya antara lain adalah; mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah dan hipotensi. Pada penelitian mengenai paparan kronik methanil yellow terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan melalui pakannya selama tiga puluh hari, diperoleh hasil bahwa terdapat
perubahan hispatologi dan
ultrastruktural pada lambung, usus, hati, dan ginjal. Hal tersebut menunjukkan efek toksik methanil yellow terhadap tikus (Sarkar dan A.R, 2012).
26
Penelitian lain yang menggunakan tikus galur Wistar sebagai hewan uji menunjukkan hasil
bahwa konsumsi methanil yellow dalam
jangka panjang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang mengarah pada neurotoksisitas (Nagaraja dan Desiraju, 1993). d. Rhodamin B Rhodamin B merupakan bahan berbahaya lain yang sering disalahgunakan sebagai pewarna dalam makanan. Rhodamin B dalam makanan dapat memberikan warna merah mencolok, sehingga dapat membuat pembeli lebih tertarik untuk membeli dan memakan makanan yang mengandung pewarna rhodamin B tersebut. Dalam bidang industri dan rumah tangga, rhodamin B sering digunakan sebagai pewarna sintetik untuk tekstil, sabun, kertas dan kayu dan sebagai reagensia dalam laboratorium untuk pengujian antimoni, kobalt, emas, mangan dan untuk pewarna biologik. Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati tikus terjadi akibat makanan yang mengandung rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan rhodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati (BPOM, 2006). Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung senyawa klorin 27
(Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3 – CH3) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh. Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Uji toksisitas rhodamin B yang dilakukan terhadap mencit dan tikus telah membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut (BPOM, 2012). 7. Anak Usia Sekolah Usia sekolah dasar (7 – 12 tahun) merupakan masa yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga membutuhkan gizi yang lebih agar
tidak
terjadi
penghambatan
pertumbuhan
dan
perkembangan.
Pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dapat menjadi bekal bagi anak dalam menjalankan aktivitas secara lancar. Sebagai generasi penerus bangsa dan investasi masa depan bangsa, kualitas anak usia sekolah sangat menentukan kemajuan bangsa. Oleh karena itu perlu diperhatikan pola konsumsi anak usia sekolah karena berkontribusi besar dalam konsumsi sehari dan pemenuhan kebutuhan gizi mereka. Pola konsumsi anak dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor lingkungan. Faktor internal meliputi karakteristik anak tersebut 28
seperti usia, jenis kelamin dan pengetahuan gizi anak. Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang dapat menunjukkan pemahaman terhadap ilmu gizi, jenis zat gizi, status gizi seseorang dan kesehatan. Menurut Ekeke dan Thomas (2007) dan Syafitri et al (2009), tingkat pengetahuan gizi anak tidak berpengaruh signifikan terhadap pola konsumsi dan pemilihan pangan anak. Meskipun mereka mengetahui bahwa mereka membutuhkan makanan yang bergizi untuk menjaga kesehatan dan memenuhi kebutuhan gizi namun sangat sedikit pemahaman tentang fungsi zat gizi terhadap tubuh. Sedangkan faktor lingkungan meliputi teman sebaya, karakteristik orang tua seperti pendidikan dan pendapatan, kebiasaan jajan dan sarapan, aktivitas fisik, besarnya uang saku, ketersediaan makanan jajanan di sekolah, iklan dan pengetahuan gizi orang tua (Brown et al, 2005). Usia sekolah merupakan masa yang mudah sekali dipersuasif dengan berbagai iming-iming dan iklan yang menarik terutama jika terkait dengan makanan. Makanan seperti snack dan camilan terutama akan lebih senang dipilih oleh mereka untuk memenuhi konsumsi makan sehari dengan kecenderungan mereka akan lebih tertarik dan memilih makanan jajanan dengan warna, bau dan rasa yang menarik. Padahal makanan tersebut belum tentu terjamin keamanan dan kualitasnya, sehat dan layak dikonsumsi (BPOM, 2013).
29
F. Landasan Teori Setiap orang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya sendiri, memerlukan ketrampilan atau kemampuan. Kemampuan memelihara dan meningkatkan kesehatan harus dikembangkan sedini mungkin, termasuk pada saat masih menjadi murid sekolah. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ini dapat dihasilkan dari upaya intervensi promosi kesehatan melalui pendekatan pendidikan kesehatan yang didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran. Oleh sebab itu, pendidikan atau penyuluhan kesehatan penting dilakukan, terutama di sekolah yang menyangkut pemilihan makanan yang bergizi, cara-cara pencegahan penyakit dan pentingnya menjaga kebersihan. Pendidikan kesehatan, khususnya bagi murid utamanya untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri serta lingkungannya (Notoatmodjo, 2010).
G. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Penyuluhan menggunakan metode audiovisual
Tingkat pengetahuan murid kelas V SD dalam memilih jajanan meningkat
Jenis Kelamin Gambar 1. Kerangka Konsep
30
H. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penyuluhan menggunakan metode audiovisual dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan murid kelas V SD di Kecamatan Depok dalam memilih jajanan 2. Karakteristik jenis kelamin murid kelas V SD di Kecamatan Depok berhubungan dengan tingkat pengetahuan memilih jajanan.
31