BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Senyawa identitas memegang peranan penting dalam proses kontrol kualitas obat-obatan herbal. Hal ini disebabkan banyaknya aspek dalam kontrol kualitas yang membutuhkan senyawa identitas sebagai salah satu komponennya. Evaluasi keaslian dari spesies, penentuan waktu panen bahan baku dengan kualitas terbaik, evaluasi dari perlakuan pasca panen, taksiran produk setengah jadi dan produk jadi, dan pendeteksian dari bahan-bahan berbahaya maupun yang bersifat toksik merupakan beberapa contoh peranan senyawa identitas dalam kontrol kualitas obat herbal (Kushwaha et al., 2010). European Medicines Agency (EMEA) menetapkan senyawa identitas sebagai sebuah atau sekumpulan senyawa tertentu dari sebuah produk obat herbal yang mana menjadi perhatian untuk tujuan kontrol kualitas tanpa memperhatikan apakah senyawa tersebut memiliki aktivitas terapetik atau tidak. Kuantitas dari senyawa identitas dapat menjadi indikator dari kualitas obat herbal (Ahmad et al., 2006). Kajian tentang senyawa identitas dapat diterapkan untuk banyak area penelitian, seperti pembuktian keaslian dari spesies, pencarian sumber baru atau pengganti dari bahan baku, optimalisasi dari metode ekstraksi dan purifikasi, elusidasi struktur, dan penentuan kemurnian. Penyelidikan yang sistematis dengan menggunakan senyawa identitas dapat berujung pada penemuan dan pengembangan dari obat baru (Kushwaha et al., 2010).
1
2
Senyawa identitas idealnya bersifat spesifik untuk setiap bahan (EMEA). Hal ini tentunya mengharuskan tiap spesies memiliki senyawa identitasnya masingmasing untuk menunjang efektivitas setiap kegiatan kontrol kualitas yang membutuhkan senyawa identitas. Oleh karena itu eksplorasi mengenai senyawa identitas perlu dilakukan mengingat belum banyak peneliti yang mengeksplor padahal kebutuhan akan senyawa identitas sangat penting dan sifatnya spesifik untuk setiap jenis tumbuhan. Biji mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq) memiliki banyak sekali aktivitas farmakologik seperti antibakteri, antimikroba, sitotoksik, antiulcer, antifungal, anti-HIV, anti-inflamasi, analgesik, antipiretik, hipoglikemik, dan penghambatan aggregasi platelet (Bhurat et al., 2011). Oleh karena itu biji mahoni merupakan sediaan alam yang kini tengah gencar dikembangkan menjadi sediaan obat herbal. Tentunya agar biji mahoni menjadi sediaan obat herbal yang terjamin keamanan dan kemanjurannya, perlu dilakukan kontrol kualitas sebelum sediaan dipasarkan kepada masyarakat luas. B. Rumusan Masalah Apakah senyawa identitas yang dihasilkan pada penelitian ini dapat digunakan untuk kontrol kualitas sediaan alam biji mahoni? C. Tujuan Penelitian Mendapatkan senyawa identitas dari biji untuk keperluan dan kontrol kualitas ekstrak biji mahoni.
3
D. Tinjauan Pustaka 1. Mahoni a. Klasifikasi Tanaman Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub kelas
: Dialypetalae
Bangsa
: Rutales
Suku
: Meliaceae
Marga
: Swietenia
Jenis
: Swietenia mahagoni (L.) Jacq (Tjitrosoepomo, 2000)
Gambar 1. Tanaman mahoni (Anonim, 2008)
b. Nama Daerah Mahoni (Jawa Tengah) c. Morfologi Tanaman Mahoni merupakan pohon tahunan dengan tinggi 40-60 kaki dengan lebar mencapai 105 cm (Ali et al., 2010), batang bulat bercabang, helaian
4
anak daun bulat telur, elips memanjang, ujung daun dan pangkal daun runcing panjangnya 1-3 cm, tepi rata, panjang daun 3-15 cmdan lebarnya 710 cm, pertulangan menyirip. Buah bulat telur berlekuk lima berwarna coklat. Biji pipih, warna hitam atau coklat. Akar tunggang warna coklat (Depkes RIa, 2000). d. Budidaya Tanaman Mahoni adalah salah satu spesies tanaman dari suku Meliaceae, Mahoni banyak ditemukan di daerah Hindia Barat dan Afrika. Mahoni sangat cocok tumbuh pada tempat yang memiliki sinar matahari yang cukup dan tanah yang agak liat dengan ketinggian hingga 1000 meter diatas permukaan laut (Martawijaya dkk, 1981). Tumbuhan yang dapat bertahan hidup pada musim kering dan tanah yang gersang ini dapat diperbanyak dengan cangkok atau okulasi. Kualitas kayunya yang sangat baik dan keras menjadikan kayu mahoni menjadi komoditas yang cukup dibutuhkan untuk membuat mebel dan kerajinan tangan. e. Kandungan Kimia NARA Institute of Science and Technology (2013) telah merangkum banyak kandungan kimia yang terdapat pada biji mahoni, diantaranya adalah 3-O-asetilswietenolid, secomahoganin,
6-O-asetilswietenolid,
swietemahonin
A
hingga
mahagonin,
mahonin,
swietemahonin
G,
swietemahonolid, swietenin B hingga swietenin F, 7-ketogedunin, metil 6hidroksiangolensat, metil angolensat, khayasin T, meksikanolid, fissinolid, 1,3,7-trideasetilkhivorin,
1-deasetilkhivorin,
2,3-dihidroksi-3-
5
deoksimeksikanolid,
2-hidroksifissinolid,
3,7-dideasetilkhivorin,
3-
deasetilkhivorin, 7-deasetilkhivorin, khivorin, seneganolid, dan swietmanin A hingga swietmanin J. f. Khasiat dan Kegunaan Tumbuhan mahoni dapat memberikan efek hepatoprotektif terhadap kerusakan hati yang disebabkan oleh parasetamol (Haldar et al., 2010). Ekstrak
etanolik
daun
mahoni
juga
dapat
memberikan
aktivitas
neuroprotektif (Vanitha et al., 2012) dan aktivitas antibakteri dan antifungal (Bhattacharjee et al., 2011). Adapun ekstrak metanolik biji mahoni memiliki aktivitas farmakologik antara lain aktivitas antiinflamasi, analgesik, antipiretik (Ghosh et al., 2009) dan dapat menghambat polimerisasi hem lebih baik ketimbang klorokuin (Apriani, 2013). Campuran ekstrak air dan metanolik dari biji mahoni dapat memberikan aktivitas antihiperglikemik (Bera et al., 2013) aktivitas antioksidan, aktivitas anti ulcer, aktivitas antifungal, aktivitas hipoglikemik, aktivitas penghambatan aggregasi platelet, dan aktivitas antimikrobial (Bhurat et al., 2011). 2. Senyawa Identitas The European Medicines Agency (EMEA) menetapkan senyawa identitas sebagai sebuah atau sekumpulan senyawa tertentu dari sebuah produk obat herbal yang mana menjadi perhatian untuk tujuan kontrol kualitas tanpa memperhatikan apakah senyawa tersebut memiliki aktivitas terapetik atau tidak. Senyawa identitas ditujukkan untuk menghitung kuantitas dari senyawa herbal atau preparat
6
herbal pada produk obat herbal jika senyawa identitas tersebut telah ditentukan secara kuantitatif dalam senyawa herbal atau preparat herbal tersebut. Senyawa identitas disebut sebagai standar acuan karena berperan sebagai standar baik dalam pengujian, identifikasi, ataupun uji kemurnian. Senyawa identitas terkait juga dalam spesifikasi zat herbal maupun preparat herbal yang artinya senyawa identitas merupakan salah satu komponen dalam penjaminan kualitas produk yang akan terus dipelihara. EMEA sendiri merilis pembagian senyawa identitas menjadi dua golongan yaitu senyawa identitas analitik dan senyawa identitas aktif. Senyawa identitas analitik merupakan senyawa identitas yang dipakai hanya untuk kepentingan analitik, sedangkan senyawa identitas aktif merupakan senyawa identitas yang memiliki aktivitas terapetik. Senyawa identitas umumnya merupakan metabolit sekunder, tapi tidak menutup kemungkinan digunakannya metabolit primer sebagai senyawa identitas mengingat banyak senyawa identitas yang memiliki kemiripan struktur dengan senyawa lainnya yang mempersulit proses pemisahan (EMEA). Penggunaan senyawa identitas antara lain: Identifikasi pencemaran Penentuan waktu terbaik untuk pemanenan Konfirmasi tempat pengumpulan Penaksiran metode produksi Evaluasi kualitas dari bagian tanaman Identifikasi dan penentuan kuantitatif dari pemilik produk
7
Tes stabilitas. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kualitas produk seiring berjalannya
waktu
dan
menentukan
waktu
penyimpanan
yang
direkomendasikan. Komponen utama dalam penemuan obat baru. Komponen yang bertanggung jawab pada efek terapetik dapat diselidiki sebagai komponen utama untuk penemuan obat baru. (Kushwaha et al., 2010) 3. Metode Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pemindahan zat kimia tertentu yang sebelumnya terdapat dalam simplisia tententu menuju pelarut yang dipakai tentunya dengan pelarut yang telah disesuaikan dengan kepolaran zat kimia tersebut. Pada umumnya, optimalnya proses ekstraksi berbanding lurus dengan semakin banyaknya permukaan simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari. Metode penyarian yang digunakan tergantung dari wujud dan bahan uji yang akan disari (Harborne, 1973). Metode dasar ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara panas dengan refluks dan penyulingan uap air serta ekstraksi secara dingin dengan maserasi, perkolasi dan Soxhlet (Anonim, 1986). Pemilihan terhadap metode tersebut harus disesuaikan dengan kepentingan agar didapatkan hasil yang baik (Harborne, 1973). Maserasi merupakan metode yang paling umum digunakan. Maserasi dilakukan dengan cara merendam bahan yang akan diekstrak ke dalam pelarut yang diinginkan hingga seluruh bahan terendam. Hal tersebut akan melunakkan
8
susunan sel sehingga zat-zat yang kelarutannya sesuai dengan pelarut yang dipakai akan terbawa keluar menuju pelarut karena adanya perbedaan konsentrasi antara zat-zat yang ada dalam sel tersebut dengan yang ada di luar sel. Proses tersebut akan terus berlangsung hingga konsentrasi zat-zat terlarut tersebut sama (jenuh). Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur kamar dalam waktu 3 hari sampai bahan-bahan melarut (Ansel, 1985). Dengan anggapan bahwa belum semua zat-zat yang terlarut dalam pelarut itu terangkut semua ke dalam pelarut yang dipakai, maka perlu dilakukan remaserasi agar didapatkan rendemen yang lebih besar. Remaserasi dilakukan dengan cara mengambil endapan hasil maserasi sebelumnya untuk kembali direndam dengan pelarut yang sama dengan maserasi sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi maserasi antara lain volume penyari, polaritas cairan penyari, durasi ekstraksi, pengadukan dan ukuran serbuk. 4. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi adalah suatu metode yang digunakan untuk pemisahan, isolasi, identifikasi, dan kualifikasi komponen di dalam campuran. Sampel pada kromatografi lapis tipis diaplikasikan sebagai bercak kecil atau garis pada lapisan tipis penjerap yang didukung oleh gelas, plastik, atau lapisan logam (Fried and Sherma, 1994). Disebut bercak kecil karena hanya diperlukan 50-100 mikrogram cuplikan untuk pengembangan (Gritter et al., 1991). Kromatografi lapis tipis melibatkan dua komponen yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap atau penyangga untuk lapisan zat cair. Fase diam yang umum dipakai ialah silica gel, alumina, kiselgur, dan selulosa. Adapun untuk fase gerak
9
penggunaannya sesuai dengan keinginan dan hampir sebagian besar jenis pelarut atau campuran pelarut dapat dipakai (Gritter et al., 1991). Fase gerak dapat bergerak di sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan menaik (ascending), atau karena pengaruh gaya gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007). Pergerakan dari senyawa yang akan dipisahkan merupakan hasil dari dua dorongan yang berlawanan, yaitu dorongan dari fase gerak dan ikatan dengan fase diam (Fried dan Sherma, 1994). Ikatan yang terjadi dapat berupa ikatan van der Waals, ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan antara donor dengan akseptor elektron serta ikatan ion dengan dipol. Sistem pelarut atau fase gerak dapat dipilih melalui berbagai pustaka dengan membandingkan nilai polaritasnya, namun sering kali dalam pemilihannya menggunakan metode
trial and error. Sistem yang paling sederhana adalah
campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gandjar dan Rohman, 2007). Hampir semua jenis pelarut dapat dipakai tetapi disarankan untuk menggunakan pelarut yang bertitik didih antara 50-100 derajat agar mudah penanganannya dan dapat dengan mudah menguap dari lapisan. Untuk penotolan beberapa kali pada titik yang sama hendaknya lapisan sudah kering dahulu sebelum penotolan berikutnya (Gritter et al., 1991). Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan Rf (Retardation factor) yang
10
merupakan hasil perbandingan antara jarak yang telah ditempuh sampel dengan jarak pengembangan fase gerak. Nilai Rf berkisar antara 0,00 – 1,00. Pada suatu sistem kromatografi lapis tipis, terdapat tiga gerakan pelarut yang terjadi. Pertama, pelarut bergerak ke atas melalui lapisan, ini dapat terlihat dengan penampakan garis depan yang maju. Kedua, uap pelarut akan terjerap oleh lapisan diatas garis depan pelarut dan mengubah sifatnya. Pada saat garis depan mencapai bagian atas lapisan, uap pelarut akan bergerak ke penjerap yang hampir jenuh dengan komponen system pelarut yang lebih atsiri. Pergerakan pelarut yang ketiga adalah dengan penguapan pelaru dibawah garis depan. (Gritter et al., 1991) Umunya bercak pemisahan hasil pengembangan tidak dapat dilihat secara langsung, hal ini dikarenakan hasil pengembangan umumnya berupa bercak yang tidak berwarna. Oleh karena itu, diperlukan bantuan dalam penentuan bercak hasil pengembangan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan cara kimia, fisika, ataupun biologi. Cara kimia umumnya digunakan dengan memaparkan senyawa kimia pada pelat hasil pengembangan dan melihat reaksinya. Cara fisika bisa menggunakan pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Bila komponen tersebut tidak berwarna dan sulit diamati dengan mata telanjang maka komponen tersebut dieksitasi dengan sinar ultra violet (UV) untuk menghasilkan fluoresensi atau fosforesensi pada panjang 366 nm (Sherma dan Fried, 1994). 5. Spektroskopi a. Spektrofotometri UV-Vis Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang antaraksi antara energi dan materi. Serapan energi oleh senyawa-senyawa organik maupun
11
anorganik menghasilkan warna-warna yang nampak oleh mata telanjang. Satu hal yang menjadi perhatian penting bagi ahli kimia organik adalah fakta bahwa panjang gelombang pada mana suatu senyawa organic menyerap energi cahaya, bergantung pada struktur senyawa tersebut. Oleh karena itu teknik-teknik spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui dan untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui sebelumnya (Wibowo, 2013). Mudah atau sulitnya suatu elektron untuk melakukan promosi akan menentukan panjang gelombang cahaya UV. Molekul yang memiliki panjang gelombang pendek disebabkan oleh kebutuhan energi yang cukup besar untuk melakukan promosi. Hal sebaliknya juga berlaku pada molekul yang memiliki panjang gelombang yang panjang, molekul yang memiliki panjang gelombang yang panjang dapat dipastikan membutuhkan energi yang sedikit untuk melakukan promosi. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak (yaitu senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada gelombang UV yang lebih pendek (Fessenden dan Fessenden, 2001). Spektra UV-Vis merupakan korelasi antara absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) membentuk suatu pita spektra. Terbentuknya pita spectra UV-Vis tersebut disebabkan oleh terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang sangat kompleks (Gandjar dan Rohman, 2007).
12
b. Spektroskopi Massa Pavia dan kawan-kawan pada tahun 2001 menyatakan bahwa spektrometer massa mempunyai tiga kinerja utama. Pertama, molekul ditembak dengan aliran elektron berenergi tinggi yang akan mengubah beberapa molekul menjadi ion yang selanjutnya akan dipercepat dalam medan listrik. Kedua, ion-ion yang telah mengalami percepatan dipisahkan berdasarkan rasio antara massa dengan muatan dalam medan magnet atau medan listrik. Terakhir, ion-ion yang memiliki rasio antara massa dengan muatan tertentu dideteksi dengan alat yang dapat menghitung jumlah ion yang menumbuknya. Molekul organik yang ditembaki dengan berkas elektron, diubah menjadi ion-ion bermuatan positif yang bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk). Ion-ion yang bertenaga tinggi tersebut dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion pecahan atau ion-ion anak). Peristiwa lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini dapat dinyatakan sebagai M M.+, ion molekuler M.+ biasanya terurai menjadi sepasang pecahan atau fragmen yang dapat berupa radikal atau ion, atau molekul yang kecil dan radikal kation (Nugraha, 2012). Fragmen yang bermuatan positif akan terdeteksi, dimana spektrum massa ialah alur kelimpahan (jumlah relatif fragmen bermuatan positif yang berlainan) versus nisbah massa/muatan (m/e atau m/z) dari fragmenfragmen itu. Muatan ion dari kebanyakan partikel yang dideteksi dalam suatu spektrometer massa adalah +1. Oleh karena itu, dari segi praktis
13
spektrum massa ialah suatu rekaman dari massa partikel versus kelimpahan relatif partikel itu (Fessenden dan Fessenden, 2001). c. Spektroskopi Inframerah Spektra inframerah adalah gambaran dari pita absorbsi spesifik dari gugus fungsional yang mengalami vibrasi karena pemberian energi. Proses eksitasi menuju tingkatan energi yang lebih tinggi akan terjadi apabila molekul menyerap paparan sinar inframerah karena terjadinya vibrasi tadi. Penyerapan energi inframerah sesuai dengan perubahan energi yang memiliki orde dari 8-40 kJ/ mol. Radiasi dalam kisaran ini sesuai dengan kisaran frekuensi vibrasi rentangan (stretching) dan vibrasi tekuk (bending) dari ikatan kovalen kebanyakan molekul (Pavia et al., 2001). Alat yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada berbagai macam gelombang adalah spektrofotometer inframerah. Tidak semua ikatan dapat mengabsorbsi radiasi sinar inframerah lalu mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan akan frekuensi radiasi yang sesuai dengan frekuensi vibrasi molekul agar dapat mengalami eksitasi. Adapun ikatan yang mengabsorbsi radiasi sinar inframerah akan menggunakan energi yang telah diserapnya untuk meningkatkan amplitude vibrasi ikatan dalam molekul. Ikatan tersebut adalah ikatan yang memiliki momen dipol yang beruba terhadap waktu (Pavia et al., 2001). Berbedanya ikatan tentunya akan membedakan sifat frekuensi vibrasinya, tipe ikatan yang sama namun berada dalam dua senyawa
14
berbeda juga akan membedakan sifat frekuensi vibrasinya pula. Hal ini menyebabkan spektra inframerah bersifat sebagai sidik jari karena hampir tidak ada senyawa yang memiliki bentuk serapan inframerah yang sama. Kegunaan yang lebih penting dari spektrum inframerah adalah memberikan keterangan tentang gugus fungsional yang terdapat dalam molekul tersebut (Sastrohamidjojo, 2001). d. Spektroskopi NMR Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance atau resonansi magnetik inti merupakan ilmu spektroskopi yang penting dalam elusidasi struktur dari bahan yang tidak diketahui struktur molekulnya. Spektra didapat dengan mengamati atom yang dapat mengalami resonansi frekuensi. Atom 1
13
C dan
H merupakan dua atom yang menjadi fokus utama dari spektroskopi ini.
Baik spektra 1H NMR ataupun 13C NMR memiliki informasi-informasi yang sangat penting dalam penyusunan struktur kimia sebuah molekul. Oleh karena itu, kedua spektra tersebut menjadi sangat penting dalam proses elusidasi struktur. Perputaran spin dan muatan yang bergerak akan menghasilkan momen magnetik yang besarnya memiliki nilai tertentu yang arahnya bisa searah atau berlawanan dengan arah kuat medan magnetik yang diberikan (Pavia et al., 1979). Inti atom yang memiliki sebuah bilangan spin kuantum (I) dapat dipengaruhi oleh adanya medan magnetik eksternal yang diberikan sehingga inti atom berputar dalam arah spin 2I + 1.
15
Atom 1H dan
13
C memiliki harga spin setengah. Inti dari atom-atom
tersebut hanya dapat mengambil salah satu dari dua orientasi, yaitu orientasi magnetik yang sejalan dengan bidang yang diterapkan (energi rendah) atau orientasi magnetik yang berlawanan dengan medan listrik (energi tinggi) (Williams dan Fleming, 1995). Spektra 1H maupun
13
C digambarkan dalam grafik geseran kimia (δ)
pada sumbu x dan kelimpahan (abundance) pada sumbu y. Geseran kimia menunjukkan seberapa terlindunginya sebuah atom 1H (proton) ataupun 13C dibandingkan dengan Tetrametilsilan (TMS). Tetrametilsilan merupakan senyawa yang memiliki proton paling terlindungi karena adanya lindungan dari empat buah atom Si yang lebih elektropositif sehingga awan elektron Si akan menuju atom C yang mengakibatkan baik proton yang diikat oleh atom C maupun atom C itu sendiri terlindungi. TMS berada pada sisi kanan grafik yang menandakan semakin ke kiri sebuah puncak yang muncul, semakin tidak terlindungi proton ataupun atom C tersebut. Adapun kelimpahan pada spektra 1H NMR menandakan integrasi yang menunjukkan banyaknya proton yang terdapat dalam sebuah lingkungan kimia. E. Landasan Teori Senyawa identitas merupakan komponen spesifik dalam suatu kontrol kualitas sediaan herbal sehingga idealnya senyawa identitas untuk berbagai macam bahan tumbuhan obat berbeda satu sama lainnya. Penelusuran senyawa identitas dapat dilakukan dengan isolasi senyawa yang dicurigai dari tanaman yang bersangkutan lalu menganalisisnya dengan spektroskopi (UV-Vis, IR, MS, dan NMR).
16
F. Keterangan Empirik Mendapatkan senyawa identitas dari biji mahoni yang akan dapat berkontribusi dalam proses kontrol kualitas dari biji mahoni dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis dan elusidasi struktur