1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) merupakan upaya dalam menciptakan kembali sebuah hubungan yang harmonis, antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja setelah terjadi perselisihan hubungan industrial. Perselisihan merupakan perbedaan pendapat yang menimbulkan pertentangan, dan akibat dari perselisihan itu sendiri dalam suatu hubungan industrial dapat menimbulkan permasalahan baru seperti halnya mogok kerja, penutupan perusahaan (look-out) dan pemutusan hubungan kerja (PHK).1 Hubungan industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang oleh kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada di dalam perusahaan. Undang-undang ketenagakerjaan telah mengatur prinsip-prinsip dasar yang perlu di kembangkan dalam bidang hubungan industrial. Arahnya adalah untuk menciptakan sistem dan kelembagaan yang ideal, sehingga tercipta kondisi kerja yang produktif, harmonis, dan berkeadilan.2
1
Hasil pemaparan perkuliahan oleh Murti Pramuwardani Dewi, selaku Dosen Hukum Ketenagakerjaan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Pada tanggal 13 Mei 2014 pukul 11:00 WIB. 2 Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 23.
2
Hubungan industrial yang bersifat harmonis merupkan sebuah harapan bagi semua pihak, termasuk juga pemerintah, karena dengan keharmonisan tersebut dapat mengindikasikan bahwa hak maupun kewajiban dari para pihak yang bersangkutan telah terpenuhi, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan selalu berubah, kepentingan selalu terlahir yang dimana mengakibatkan sebuah gesekan atau perselisihan, disinilah sangat perlu tindakan-tindakan yang bersifat prefentif.3 Penyelesian
perselisihan
hubungan
industrial
dalam
setiap
perselisihan hubungan industrial, tentunya akan menghasilkan sebuah Output atau hasil yang memberatkan maupun yang meringankan. Pihak penengah selaku pihak yang memberikan sebuah pendapat atau memberikan sebuah masukan, setelah upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang bersifat bipartit telah gagal ditempuh oleh para pihak, dituntutlah pihak penengah yang profesional sehingga sebuah perselisihan dapat diselesaikan dengan bijaksana.4 Menciptakan sebuah hasil yang sempurna dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial, tentunya bukan suatu hal yang mudah, ditambah dengan adanya dorongan prinsip-prinsip yang melekat dari para pihak yang bersifat kontradiksi, dimana pengusaha hanya akan mencari sebuah keuntungan atau profit oriented sedangkan pekerja hanya akan mencari kesejahteraan atau prosperity oriented, maka dari itu dibutuhkan
3
Sentanoe Kertonegoro, 1999, Hubungan Industrial, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, hlm 3. 4 Koeshartono, Shellyana Junaedi, 2005, Hubuungan Industrial, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, hlm 85.
3
sebuah semangat penyelesian perselisihan hubungan industrial yang bersifat kekeluargaan.5 Pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab di dalam merealisasikan dari amanah Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan serta perlakuan yang adil serta layak dalam hubungan kerja. Tentunya amanah dari konstitusi inilah yang mendorong pemerintah untuk ikut serta dalam hubungan industrial (Socialisering Proces), dengan implikasinya adalah pembuatan sebuah kebijakan-kebijakan, dan pembinaan dalam hubungan industrial.6 Pemerintah sebagai pelindung dari seluruh warga Negara, termasuk di dalamnya adalah para pekerja/buruh dan pengusaha, tidak menghendaki terjadinya sebuah perselisihan hubungan industrial. Karena adanya perselisihan tersebut akan menimbulkan kerugian, baik bagi pekerja/buruh sendiri maupun pengusaha dan lebih-lebih bagi masyarakat, bangsa, dan Negara. Karena itulah, pemerintah mengeluarkan berbagai macam peraturan
perundang-undangan
untuk
mengatasi
masalah
ketenagakerjaan.7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubugan Industrial, merupakan sebuah produk dari legeslatif
5
Ibid hlm 75. Zaeni Ashadie, 2007, Hukum Kerja, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 138. 7 Zaeni Asyhadie, 2009, Peradilan Hubungan Industrial, Rajawali Pers, Mataram, hlm 3. 6
4
yang subtansinya mengatur mengenai jenis-jenis perselisihan hubungan industrial, kelembagaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan prosedur penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Mediator
hubungan industrial, merupakan bagian dari lembaga mediasi, yang merupakan sebagai salah satu lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pembentuk Undang-Undang tentunya mengharapkan dengan adanya mediator hubungan industrial, supaya sebuah perselisihan hubungan industrial dapat diselesaikan dengan baik. Mediator hubungan industrial adalah haruslah sebagai, pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, serta memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.8 Mediator hubungan industrial memiliki peranan yang dibutuhkan untuk mewujudkan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha yang kondusif dan harmonis dan menyelesaikan perselisihan kerja yang terjadi di perusahan-perusahaan. Petugas mediator hubungan industrial di Indonesia masih tergolong minim, menurut data Kementerian Tenaga Kerja
8
dan
Transmigrasi,
Zaeni Asyhadie, Op cit, hlm 161.
saat
ini
hanya
tercatat
861
5
orang mediator hubungan
industrial
untuk
menangani
224.383
perusahaan. Padahal idealnya, dibutuhkan minimal 2.373 orang Mediator, sehingga secara keseluruhan masih terdapat kekurangan Mediator sebanyak 1.512 orang Mediator.9 Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta merupakan salah satu instansi pemerintahan daerah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, yang kewenangan relatifnya meliputi seluruh kota Yogyakarta. Dinas Sosial Tenga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, merupakan sebuah instansi yang berada di bawah naungan pemerintah kota Yogyakarta. Secara struktural Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, terdapat bidang-bidang yang secara khusus menangani permasalahan yang berkaitan dengan sosial, ketenagakerjaan dan transmigrasi. Bidang tersebut salah satunya adalah golongan fungsional yang di dalamnya terdapat petugas mediator hubungan industrial, petugas pengawasan, dan petugas pelatihan,
yang menjalankan tugasnya
berdasarkan kompetensinya masing-masing.10 Mediator hubungan industrial yang berada di bawah Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, wajib melaksanakan tugasnya dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang 9
Widianto Satrio, 2014, Indonesia Defisit 1.512 Mediator Hubungan Industrial, Pikiran Rakyat, www.Pikiran-Rakyat.com, diunduh tanggal 12 Desember 2014, Pukul 18.00 WIB. 10 Hasil wawancara dengan Dwiyono, selaku Mediator Hubungan Industrial pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, Pada tanggal 30 November 2015 Pukul 10:00 WIB.
6
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan Peratauran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Cara Mediasi. Sebagaimana diketahui bahwa mediator hubungan industrial memiliki tugas dalam pembinaan hubungan industrial, pengembangan hubungan industrial, dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.11 Mediator hubungan industrial harus memahami standar operasional prosedur (SOP) yang harus digunakan dalam penyelesaian sebuah perselisihan hubungan industrial, hal ini bertujuan dalam rangka menciptakan sebuah efektivitas di dalam penyelesaian sebuah perselisihan hubungan industrial. Mendasarkan pada uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji dalam bentuk penulisan hukum atau skripsi dengan judul, “EKSISTENSI MEDIATOR HUBUNGAN INDUSTRIFAL DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah peran mediator hubungan industrial di kota Yogyakarta dengan masih terbatasnya mediator hubungan industrial? 2. Bagaimanakah efektivitas mediator hubungan industrial di kota Yogyakarta? 11
Pasal 7 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Serta Tata Cara Mediasi (Berita Negara Republik Tahun 2014 Nomor 1435).
7
C. Tujuan Tujuan dari penulisan hukum yang berjudul “Eksistensi Mediator Hubungan Industrial Dalam Penyelesian Perselisihan Hubungan Industrial Di Wilayah Kota Yogyakarta” adalah sebagai berikut: 1. Tujuan subjektif Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun mata kuliah Penulisan Hukum, serta guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan objektif Tujuan objektif dalam penulisan hukum ini terdiri dari: a. Untuk mengetahui, mengkaji serta memahami peran mediator hubungan industrial ketika masih terbatasnya jumlah mediator hubungan industrial. b. Untuk mengatahui, mengkaji serta memahami efektivitas tugas dari mediator hubungan industrial. D. Manfaat Manfaat yang akan diperoleh dari penulisan hukum ini dapat penulis bagai menjadi 2 (dua) kategori, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat akademis Semoga diharapkan penelitian ini memberikan sebuah kontribusi pemikiran dalam rangka pengembangan dan pembangunan ilmu hukum, serta untuk mengetahui dan mengamati secara langsung
8
permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam hubungan industrial atau di dunia ketenagakerjaan. 2. Manfaat praktis Semoga diharapkan penelitian ini mampu untuk memberikan sebuah kontribusi terhadap mediator hubungan industrial, dalam bentuk tukar fikiran baik secara normatif maupun realita yang terjadi dilapangan, dan merupakan salah satu bentuk pengontrolan terhadap pemerintah dalam dunia hubungan industrial. E. Keaslian Penelitian Untuk menentukan keaslian penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka penulis telah melakukan penelusuran dan pencarian di perpustakaan Fakultas Hukum UGM. Pada pencarian dan penelusuran tersebut, penelitian yang dilakukan penulis dengan judul “Eksistensi Mediator Hubungan Industrial dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Wilayah Kota Yogyakarta” lebih menitik beratkan kepada eksistensi dan efektivitas dari mediator hubungan industrial dalam melaksanakan
tugasnya,
seperti
pembinaan
hubungan
pengembangan hubungan industrial dan penyelesaian
industrial, perselisihan
hubungan industrial. Berikut adalah penelitian sebelumnya yang penulis ketemukan, dengan pokok bahasan sebagai berikut: 1. Karya Ariyanto Nugroho, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan Nomor Induk Mahasiswa 03/171698/HK/16534
yang
berjudul
“Efektivitas
Peran
9
Mediator dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Daerah Istimewa Yogyakarta” penelitian ini lebih menitik beratkan pada efektivitas seluruh mediator hubungan industrial yang terdapat pada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan bersifat universal. serta pada penelitian ini tidak berbicara mengenai
keterbatasan jumlah mediator, serta
wilayah penelitianya yang cukup luas. 2. Karya
Adi
Wiratmoko,
Mahasiswa
Fakultas
Hukum
Universitas Gadjah Mada dengan Nomor Induk Mahasiswa 09/288905/HK/1826 yang berjudul “Peran Mediator Hubungan Industrial dalam Memperjuangkan Hak-Hak Pekerja Industri Kayu Lapis Pada Proses Pemutusan Hubungan Kerja di Kabupaten Temanggung” penelitian ini lebih menitik beratkan pada peran mediator dalam menangani sebuah peselisihan dengan jenis perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan
bersifat kasuistik. Apabila diluar pengetahuan penulis terdapat penulisan hukum yang bersifat seragam dengan yang diteliti oleh penulis maka penulis berharap agar penulisan hukum ini dapat melengkapi penulisan hukum sebelumnya.