ANALISIS PENGGUNAAN UANG PAKSA (DWANGSOM) DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PALU RANDY / D 101 11 240 Pembimbing : I. ASMADI WERI, S.H., M.H. II. Dr. SAHRUL, S.H., M.H. ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Analisis Penggunaan Uang Paksa (dwangsom) dalam Penyelesaian Perkara Perselisihan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Hubungan Industrial Palu”. Permasalahan pokok yang hendak dikaji adalah bagaimanakah efektivitas penerapan uang paksa (dwangsom) dalam perkara Perselisihan Hubungan Industrial pada Pengadilan Hubungan Industrial Palu dan faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat penerapan uang paksa (dwangsom) tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris atau penelitian hukum yang menggambarkan hasil penelitian tentang hukum yang berlaku di masyarakat yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dengan studi lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Hubungan Industrial Palu. Data yang diperoleh adalah data primer dan data sekunder dengan menggunakan teknik wawancara dan penelitian dilapangan. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan uang paksa (dwangsom) dalam perkara perselisihan hubungan industrial pada Pengadilan Hubungan Industrial Palu tidak dapat dilaksanakan secara efektiv, dikarenakan dalam beberapa putusan tersebut merupakan perselisihan pemutusan hubungan kerja yang tuntutannya merupakan pembayaran sejumlah uang, serta diluar dari perselisihan pemutusan hubungan kerja tersebut terdapat beberapa kendala yang ditemui dalam penerapannya yaitu ketiadaan peraturan pelaksanaannya, tidak adanya partisipasi aktif dari tergugat dan kurangnya pengawasan pelaksanaan putusan oleh Pengadilan Hubungan Industrial Palu. Sehingga uang paksa yang diharapkan sebagai upaya untuk memaksa tergugat mematuhi amar putusan sama sekali tidak dapat dilaksanakan, oleh sebab itu pemerintah diharapkan segera membuat peraturan pelaksanaan uang paksa (dwangsom) tersebut. Kata kunci: Putusan Pengadilan, Hubungan Industrial, dan uang paksa (dwangsom). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1
Undang-Undang Dasar Negara
diperlukan penegakan hukum supaya
Republik Indonesia 1945 Pasal 1 ayat
hukum itu menjadi kenyataan. Ada
3
menegaskan
Indonesia
adalah
bahwa
Negara
tiga
unsur
yang
Negara
hukum.
diperhatikan dalam penegakan hukum
Sebagai salah satu wujud bahwa
yaitu:
Indonesia
(rechtssicherheit),
adalah
berdasarkan
negara
hukum
lingkungan
yang
dibentuk
peradilan
4
sebagaimana
selalu
kepastian
(zweckmassigkeit), (gerechtigkeit).
2
harus
hukum kemanfaatan
dan
keadilan
Selain daripada itu
tercantum dalam Pasal 10 Undang-
diperlukan
Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo.
menegakkan hukum tersebut untuk
Undang-Undang Nomor 35 Tahun
menjamin adanya jaminan penegakan
1999 jo. Undang-Undang Nomor 4
hukum, salah satu lembaga tersebut
Tahun
2004
jo.
adalah kejaksaan yang merupakan
Nomor
48
Tahun
Undang-Undang 2009
tentang
Kekuasaan Kehakiman.
juga
lembaga
lembaga
pemerintahan
untuk
yang
melaksanakan kekuasaan negara di
Salah satu unsur yang menjadi ciri negara hukum adalah dengan
bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang.3
adanya pengakuan kedudukan yang
Salah satu pelaku kekuasaan
sama warga negara dalam hukum dan
kehakiman tersebut ialah Pengadilan
pemerintahan dan wajib menjunjung
Hubungan
hukum dan pemerintahan tersebut
sebagaimana
tanpa terkecuali. 1 Oleh karena itu
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
setiap orang berhak atas pengakuan,
tentang
jaminan, perlindungan, dan kepastian
Hubungan
hukum yang adil, serta perlakuan yang
Pengadilan khusus yang dibentuk di
sama di
2
hadapan
melaksanakan 1
hukum.
unsur
Untuk tersebut
Dedi Sumardi, Pengantar Hukum Indonesia, IND-HILL-CO, Jakarta, 2003, hlm. 16.
Industrial
(PHI),
dimaksud
Penyelesaian Industrial.
dalam
Perselisihan PHI
adalah
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2003, hlm. 160. 3 Indonesia (a), Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia, UndangUndang No. 16 LN No. 67 Tahun 2004, TLN No. 440, Pasal 2 ayat (1).
2
lingkungan Pengadilan Negeri yang
Begitu
juga
dengan
berwenang memeriksa, mengadili dan
pekerja/buruh
dan
serikat
memberi putusan terhadap perselisihan
pekerja/serikat
buruhnya
dalam
hubungan industrial.
melaksanakan
Hubungan
industrial
hubungan
mempunyai
fungsi
industrial
menjalankan
merupakan suatu sistem hukum yang
pekerjaan
sesuai
terbentuk antara para pelaku dalam
kewajibannya,
menjaga
proses produksi barang dan/ atau jasa
demi
yang terdiri dari unsur pengusaha,
menyalurkan
pekerja/buruh, dan pemerintah yang
demokratis,
didasarkan pada nilai-nilai pancasila
keterampilan dan keahliannya serta
dan Undang-Undang Dasar Negara
ikut
Republik Indonesia Tahun 1945 (UU
memperjuangkan
No.
anggota beserta keluarganya. Adapun
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan).4
dengan ketertiban
kelangsungan aspirasi
secara
mengembangkan
memajukan
pemerintah
produksi,
perusahaan
dan
kesejahteraan
dalam
melaksanakan
Dalam melaksanakan hubungan
hubungan industrial mempunyai fungsi
industrial, pengusaha dan organisasi
menetapkan kebijakan, memberikan
perusahaannya
fungsi
pelayanan, melaksanakan pengawasan,
kemitraan,
dan melakukan penindakan terhadap
mempunyai
menciptakan
mengembangkan usaha, memperluas
pelanggaran
lapangan
undangan ketenagakerjaan.6
kerja,
kesejahteraan
dan
memberikan
pekerja/buruh
secara
peraturan
Dengan
adanya
perundang-
hubungan
terbuka, demokratis, dan berkeadilan
industrial tersebut, maka terjadilah
(Pasal 103 ayat (3) UU No. 13 Tahun
hubungan hukum khususnya antara
5
2003).
pengusaha
dan
pekerja
untuk
menciptakan hubungan yang harmonis. 4
Ugo dan Pujiyo, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 3. 5 Ibid. hlm. 4
Hubungan
6
hukum
tersebut
Ibid.
3
menimbulkan
hak
kewajiban
kumpulan ketentuan-ketentuan dengan
masing-masing pihak, yang mana hak
tujuan memberikan pedoman dalam
dan kewajiban tersebut diatur di dalam
usaha mencari kebenaran dan keadilan
peraturan perundang-undangan (salah
bila terjadi perkosaan atas suatu
satunya UU No.13 Tahun 2003) serta
ketentuan
dengan
materiil
adanya
dan
perjanjian
kerja,
peraturan perusahaan juga perjanjian kerja bersama.
7
ditentukan
berarti
hukum
memberikan
mengabdi
kepada
hukum
materiil. Hukum acara juga bertujuan
kadangkala
untuk mencegah adanya tindakan main
dilanggar oleh salah satu pihak, maka
hakim sendiri (eigenrichting), karena
timbullah
atau
setiap orang yang haknya dilanggar
persengketaan, perselisihan ini disebut
oleh orang lain dilarang oleh hukum
perelisihan hubungan industrial atau
untuk
sengketa
sendiri. 9
merasa
tersebut
yang
dalam
kepada hukum acara suatu hubungan yang
Hak dan kewajiban yang sudah
hukum
perselisihan
perburuhan. haknya
menuntut
hak
Pihak
yang
dilanggar
dapat
tersebut,
dalam
menempuh
cara
semaunya
Hukum acara yang digunakan dalam
penyelesaian
perselisihan
menuntut hak tersebut diperlukan tata
hubungan industrial ialah Undang-
cara sesuai dengan aturan-aturan yang
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
berlaku. Tata cara inilah yang disebut
Penyelesaian Perselisihan Hubungan
dengan hukum acara.8
Industrial (untuk selanjutnya disingkat
Hukum
acara
adalah
UUPPHI).
Di
dalam
UUPPHI
keseluruhan aturan-aturan hukum yang
menentukan bahwa hukum acara yang
mengatur
cara
berlaku di dalam pengadilan hubungan
menegakkan, mempertahankan hak-
industrial adalah hukum acara perdata
hak
R.
pada lingkungan peradilan umum,
Soeroso, S.H., hukum acara adalah
kecuali diatur secara khusus. Ini
7 8
dan
Ibid. Ibid. hlm. 6
bagaimana
kewajiban.
Menurut
9
Ibid.
4
artinya selain UUPPHI masih ada yang
menjadi pedoman bagi seorang hakim
lain,
untuk
yaitu
undang-undang
yang
memeriksa,
mengadili,
dan
berlaku pada peradilan umum salah
menyelesaikan suatu perkara yang
satunya HIR/RBg.10
dihadapkan kepadanya. Aturan-aturan
HIR
adalah
singkatan dari
tersebut wajib diikuti dan dilaksanakan
Herzien Indandsch Reglement yang
oleh para hakim. Oleh karena itu,
sering
hukum acara seharusnya lengkap dan
diterjemahkan
Reglemen
menjadi
Indonesia
yang
jelas,
sehingga
tidak
menjadi
diperbaharui, yaitu hukum acara dalam
multitafsir. Hukum acara perdata yang
persidangan perkara perdata maupun
sekarang berlaku di Indonesia pada
pidana yang berlaku di pulau Jawa dan
prinsipnya
Madura. Reglemen ini berlaku di
pengadilan-pengadilan di Jawa dan
jaman Hindia Belanda, tercantum di
Madura, sedangkan di luar Jawa dan
Berita Negara (staatblad) No. 16 tahun
Madura adalah RBG juga RV, namun
1848. Sedangkan RBg singkatan dari
kenyataannya
Rechtreglement
de
hukum acara yang sekarang diperlukan
sering
dalam praktik tidak diakomodasi di
Buitengewesten, diterjemahkan
voor yang Reglemen
hukum
kedua
adalah
HIR
banyak
Undang-Undang
untuk
persoalan
Pengadilan
daerah seberang (di luar Jawa dan
Belanda tersebut, antara lain gugatan
Madura), yaitu hukum acara yang
intervensi,
gugatan
berlaku di persidangan perkara perdata
dwangsom.
Ketiga
maupun pidana di pengadilan di luar
tersebut banyak dipakai di dalam
Jawa dan Madura, tercantum dalam
praktik, tetapi yang memprihatinkan
Staatblad 1927 No.227.11
adalah figur hukumnya dipakai, namun
Hukum aturan-aturan 10
acara hukum
merupakan yang
akan
Ibid. 11 Togar S.M. Sijabat, Perbedaan antara HIR dan RBg, http://www.pbhperadi.org. di akses pada tanggal 31 Desember 2015
aturan-aturan
yang
provisi, bentuk
dan hukum
mengatur
hal
tersebut ditinggalkan, sehingga seolaholah figur tersebut berjalan tanpa aturan. Oleh karena itu, uraian dari para
pakar
diperlukan
untuk 5
memberikan
pencerahan
dan
2.
Apakah faktor-faktor penghambat
penjelasan atas masalah tersebut agar
dalam
penerapan
para praktisi hukum tidak tersesat di
(dwangsom)?
uang
paksa
dalam praktiknya. 12 Bertitik
tolak
permasalahan
yang
pada
dikemukakan
II. PEMBAHASAN A. Efektivitas Penerapan Uang
diatas, oleh sebab itu penulis tertarik
Paksa (Dwangsom) dalam
untuk meneliti pembahasan salah satu
Perkara Perselisihan Hubungan
permasalahan tersebut yaitu mengenai
Industrial pada Pengadilan
uang paksa (dwangsom) dengan judul :
Hubungan Industrial Palu.
Analisis
Penggunaan Uang
(Dwangsom) Perkara
dalam
Paksa
Penyelesaian
Perselisihan
Hubungan
Penerapan (dwangsom) pada
uang
hanya
putusan
paksa
dimungkinkan
yang
amarnya
Industrial Pada Pengadilan Hubungan
menyebutkan suatu hukuman atau
Industrial Palu.
perintah (condemnatoir) yang bukan merupakan
B. Rumusan Masalah
maka
penyusun
sejumlah
uang.
Berdasarkan latar belakang di atas,
pembayaran
mengambil
Apabila hukuman pokok yang dijatuhkan
oleh
hakim
hanya
rumusan masalah sebagai berikut:
pembayaran sejumlah uang, maka
1.
efektivitas
dwangsom tidak dapat dijatuhkan. Hal
paksa
ini diatur di dalam rumusan ketentuan
perkara
Pasal 611a Rv yang sama rumusan
perselisihan hubungan industrial
ketentuannya dengan Pasal 606a Rv
pada
yang pernah berlaku di Indonesia.
Bagaimanakah penerapan
uang
(dwangsom)
dalam
Pengadilan
Hubungan
Industrial Palu. 12
Harifin A. Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa Dwangsom dan Implementasinya di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2010., Kata Pengantar.
Putusan
Mahkamah
Agung
No.2331K/Pdt/2008 tanggal 23 Juli 2009
menyatakan
bahwa
6
penghukuman pembayaran sejumlah
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
uang tidak dapat dikenakan uang paksa
sejumlah 5 perkara, antara lain:
(dwangsom).13
1) Putusan
Pada
Pengadilan
Hubungan
Industrial Palu terhitung sejak tahun 2013 hingga 7 Desember 2015 telah terdaftarkan perkara sejumlah:
Hubungan
PHI/2014/PN.PL Nomor:
09/PDT.SUS-
Nomor:
11/PDT.SUS-
5) Putusan Nomor: 467 K/Pdt.SusPHI/2013 Namun pada Putusan Nomor:
1) Perselisihan hak
09/PDT.SUS-PHI/2015/PN.PL,
2) Perselisihan kepentingan 3) Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja antar
serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan Data yang penulis dapatkan selama melakukan penelitian, perkara amarnya
16/PDT.SUS-
PHI/2015/PN.PL
Industrial:
yang
Nomor:
4) Putusan
3) Tahun 2015 : 29 perkara.14
4) Perselisihan
2) Putusan
PHI/2015/PN.PL
2) Tahun 2014 : 25 perkara
Perselisihan
03/G/2014/PHI.PN.PL
3) Putusan
1) Tahun 2013 : 18 perkara
Jenis
Nomor:
diputuskan
untuk
membayar uang paksa (dwangsom), semua bersumber dari perselisihan
Putusan
Nomor:
dan
11/PDT.SUS-
PHI/2015/PN.PL, masih dalam tahap kasasi, sehingga penulis belum bisa mendapatkan
hasil
dari
putusan
tersebut. 1) Pada
Putusan
Nomor:
03/G/2014/PHI.PN.PL.,
perkara
antara Afandi SE disebut sebagai Penggugat lawan Direktur PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk disebut sebagai Tergugat I, Direktur PT. Pesona Prima Utama
13
Ibid, hlm. 50 14 Pengadilan Hubungan Industrial Palu, Jumlah perkara perselisihan hubungan industrial, (Palu, 7 Desenber 2015).
disebut Pimpinan
sebagai
Tergugat
Koperasi
II,
Swadarma
BNI cabang Palu disebut sebagai 7
Tergugat III, Pimpinan Yayasan
Hubungan
Mitra
penggugat tanpa berdasar hukum;
Karya
(YMKM)
Membangun
disebut
sebagai
penggugat
terhadap
4. Sebagai akibat Putus hubungan
Tergugat IV. Dalam
Kerja
kerja antara penggugat dan para
petitum
gugatannya
mencantumkan
tergugat I, II, III, dan IV maka
dalam
menghukum tergugat I, II, III, dan
gugatannya pada dalil angka 19 bahwa
tergugat
oleh karena di khawatirkan tergugat I,
secara tanggung renteng pesangon
II, III, dan tergugat IV terlambat
penggugat beserta hak-hak lainnya
melaksanakan putusan ini nantinya,
yang dirinci sebagai berikut:
maka penggugat menuntut pula kepada
IV
untuk
membayar
Uang pesangon sesuai Pasal 156
tergugat I, II, III, dan IV secara
ayat (2) yakni 2 (dua) kali sesuai
tanggung renteng untuk membayar
ketentuan adalah:
uang paksa (dwangsom) sebesar Rp
2 x 9 bulan upah = 18 bulan x Rp
500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
1.510.333,- = Rp 27.185.994,-
perhari atas keterlambatan pelaksanaan putusan
sampai
putusan
tersebut
Uang penghargaan masa kerja Pasal 156 ayat (3) yakni
mempunyai kekuatan hukum serta
5 bulan x Rp 1.510.333,- = Rp
mengikat para pihak.
7.551.665,- + Jumlah = Rp 34.737.659,-
PRIMAIR: 1. Mengabulkan gugatan penggugat
ayat (4) yakni
untuk seluruhnya; 2. Menyatakan
hubungan
Perumahan + pengobatan 15% x
kerja
antara penggugat dan tergugat I, II, III, IV putus demi hukum,
Rp 34.737.659 = Rp 5.210.648,
3. Menyatakan bahwa tergugat II melakukan
Pemutusan
Upah proses 12 bulan upah = Rp 18.123.996,-
sejak putusan diucapkan;
telah
Uang penggantian hak Pasal 156
Uang cuti tahunan yang belum gugur = Rp 1.510.333,-
8
Uang THR keagamaan = Rp
2. Menyatakan
hubungan
kerja
1.510.333,- +
antara penggugat dan tergugat I
Jumlah = Rp 61.179.621,-
putus demi hukum sejak putusan
(enam puluh satu juta seratus
diucapkan;
tujuh puluh Sembilan enam ratus
3. Menghukum tergugat I untuk membayar
dua puluh satu rupiah)
berikut:
jaminan (CB) yang dimohonkan
tergugat I, II, III, dan tergugat IV. 6. Menghukum tergugat I, II, III, dan
normatif
penggugat dengan rincian sebagai
5. Menyatakan sah dan berharga sita
penggugat, terhadap benda milik
hak-hak
Uang pesangon Rp 1.510.333 x 9 bulan = Rp 13.592.997
Uang penghargaan masa kerja Rp
tergugat IV untuk membayar uang
1.510.333 x 4 bulan =
paksa (dwangsom) sebesar Rp
6.041.332
500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
Jumlah = Rp 19.634.329
perhari
sampai
putusan
ini
-
Rp
Uang penggantian hak sebesar
mempunyai kekuatan hukum pasti
15% x Rp 19.634.329 = Rp
dan dilaksanakan;
2.945.149
7. Menyatakan putusan ini dapat
-
dilaksanakan lebih dulu sekalipun terdapat
upaya
hukum
Rp 9.061.998 -
(Uitvoerboar bij voorroad); 8. Menghukum
tergugat
I
Upah proses Rp 1.510.333 x 6 =
Uang cuti tahunan yang belum gugur = Rp 393.999
dan
-
Uang THR keagamaan = Rp
tergugat II untuk membayar biaya
1.510.333
perkara;
Total = Rp 33.545.808
Namun hakim mengadili: 1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian;
(Tiga puluh tiga juta lima ratus empat puluh lima ribu delapan ratus delapan rupiah)
9
4. Menolak
gugatan
penggugat
selain dan selebihnya;
Dalam penggugat
petitum
gugatannya,
mencantumkan
dalam
5. Membebankan biaya perkara yang
gugatannya pada dalil angka 19 bahwa
timbul dari perkara ini kepada
oleh karena dikhawatirkan tergugat
Negara.
terlambat melaksanakan putusan ini
Namun penggugat
dalil
berupa
uang
gugatan paksa
(dwangsom) tidak dikabulkan oleh hakim karena permohonan uang paksa (dwangsom)
penggugat
tidak
mempunyai dasar hukum sama sekali, karena berdasarkan Pasal 606a dan 606b RV, uang paksa (dwangsom) hanya dapat dituntut apabila putusan hakim yang dijatuhkan tidak berupa pembayaran sejumlah uang, sedangkan tuntutan penggugat adalah tuntutan pembayaran hak-hak, sehingga uang paksa tidak mempunyai dasar hukum sama sekali.
nantinya, maka penggugat menuntut pula kepada tergugat untuk mmbayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) perhari atas keterlambatan pelaksanaan putusan
sampai
putusan
ini
mempunyai kekuatan hukum serta mengikat para pihak. PRIMAIR: 1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; 2. Menyatakan
hubungan
kerja
antara penggugat dan tergugat putus demi hukum, sejak putusan diucapkan; 3. Menyatakan bahwa tergugat telah
2) Pada
putusan
Nomor:
melakukan Pemutusan Hubungan
16/PDT.SUS-PHI/2014/PN.PL.,
Kerja terhadap penggugat tanpa
perkara antara Romdon Samsul
berdasar hukum;
Anwar
disebut
sebagai
4. Sebagai
akibat
Pemutusan
Pengguggat lawan Pimpinan PT.
Hubungan Kerja antara penggugat
Sumber Cipta Multiniaga disebut
dan tergugat, maka menghukum
sebagai Tergugat.
tergugat
untuk
membayar
pesangon penggugat beserta hak10
-
-
hak lainnya yang dirinci sebagai
(lima ratus ribu rupiah) perhari
berikut:
sampai putusan ini mempunyai
Uang pesangon 2 x 9 x Rp
kekuatan
3.530.000,- = Rp 63.540.000,-
dilaksanakan;
dilaksanakan lebih dulu sekalipun
17.650.000,-
terdapat
Uang penggantian hak perumahan
(Uitvoerboar bij voorroad);
12.178.500,-
upaya
8. Menghukum
tergugat
hukum
untuk
membayar biaya perkara; Namun hakim mengadili:
Upah cuti tahunan 12 hari x Rp 141.200,-/hari = Rp 1.694.400,-
Dalam Konvensi Dalam Eksepsi:
Tunjangan hari raya keagamaan
(THR) = Rp 3.530.000,
atau
1 x 5 x Rp 3.530.000,- = Rp
15% x Rp 81.190.000,- = Rp
pasti
7. Menyatakan putusan ini dapat
Uang penghargaan masa kerja
serta pengobatan dan perawatan
hukum
Upah proses selama 12 bulan x Rp
Menolak
eksepsi
tergugat
seluruhnya
3.530.000,- = Rp 42.360.000,-
Dalam pokok perkara:
Total = Rp 140.952.900,-
1. Mengabulkan gugatan penggugat
(seratus empat puluh juta sembilan ratus
lima
puluh
dua
ribu
5. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (CB) yang dimohonkan penggugat, terhadap benda milik
hubungan
kerja
putus
sejak
tanggal
putusan
dibacakan. 3. Menyatakan bahwa tergugat telah melakukan pemutusan hubungan
tergugat;
membayar
2. Menyatakan
antara penggugat dan tergugat
Sembilan ratus rupiah).
6. Menghukum
untuk sebagian
tergugat
untuk
kerja terhadap penggugat tanpa
uang
paksa
dasar hukum.
(dwangsom) sebesar Rp 500.000,-
11
4. Menghukum membayar
tergugat hak-hak
untuk
penggugat
Membebankan
Hakim
Pesangon: 1 x 9 x Rp 3.530.000,-
Penghargaan masa kerja: 5 x Rp
perumahan,
perawatan serta pengobatan: 15% 49.420.000,-
=
Rp
7.413.000,-
Dikurangi dengan uang yang telah berjumlah
=
Rp
19.458.730,Total
jumlah
hak
penggugat
adalah = Rp 37.374.270,(tiga puluh tujuh juta tiga ratus tujuh puluh empat dua ratus tujuh puluh rupiah); 5. Menolak
gugatan
penggugat
selebihnya.
Menolak
pengguggat selebihnya termasuk uang paksa (dwangsom), akan tetapi pada putusan
tersebut
tidak
lagi
dikabulkannya
gugatan
penggugat
tentang uang paksa tersebut. Menurut penulis tidak dikabulkannya gugatan tersebut karena putusan dari kasus tersebut
merupakan
pembayaran
sejumlah uang, sehingga uang paksa tidak mempunyai dasar hukum sama sekali. 3) Pada
putusan
Nomor:
467
K/Pdt.Sus-PHI/2013., memeriksa
Dalam Rekonveksi:
puluh rupiah). Dan menolak gugatan
dicantumkan secara detail alasan tidak
Sub total = Rp 56.883.000,-
diterima
hak normatif penggugat sebesar Rp
ratus tujuh puluh empat dua ratus tujuh
Jumlah = Rp 49.420.000,-
Rp
untuk
37.374.270,- (tiga puluh tujuh juta tiga
3.530.000,- = Rp 17.650.000,-
x
memutus
menghukum tergugat membayar hak-
= Rp 31.770.000,-
hak
perkara
kepada Negara.
dalam perincian sebagai berikut:
Penggantian
biaya
gugatan
perkara penggugat
Rekonveksi seluruhnya. Dalam Konvensi dan Rekonvensi:
perdata
khusus
perselisihan hubungan industrial dalam
tingkat
memutuskan
kasasi
sebagai
telah berikut
dalam perkara antara PT. Palu Golden Hotel, (anak perusahaan 12
PT. Makassar Golden Hotel),
3. Menyatakan sita jaminan atas
disebut sebagai pemohon kasasi
barang
dahulu
bergerak milik tergugat adalah sah
tergugat/pengusaha
melawan Suwono disebut sebagai termohon
kasasi
dahulu
4. Menghukum
termohon
membayar
petitum
gugatannya
kasasi
dahulu
penggugat/pekerja
mencantumkan
oleh karena dikhawatirkan
tergugat
terlambat
tidak
tergugat hak-hak
untuk
penggugat
sebesar sebagai berikut: Biaya transport Jakarta-Palu 4 orang x @ Rp 1.200.00,- = Rp
dalam gugatannya pada dalil angka 13 bahwa
dan
dan berharga;
penggugat/pekerja. Dalam
bergerak
4.800.000,
melaksanakan
Biaya pemulangan sesuai dengan perjanjian kerja
putusan ini nantinya, maka penggugat
4 orang x Rp 1.500.000,- = Rp
menuntut pula kepada Tergugat untuk
6.800.000,-
membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) perhari atas keterlambatan
Uang pesangon 2 x 5 bulan x Rp 2.750.000,- = Rp 27.500.000,-
Uang penghargaan masa kerja 2
pelaksanaan putusan sampai putusan
bulan upah = Rp 5.500.000,- + Rp
ini mempunyai kekuatan hukum serta
33.000.000,-
mengikat para pihak.
33.000.000,- = Rp 4.950.000,-
PRIMAIR: 1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya; 2. Menjatuhkan putusan sela dengan
Uang penggantian hak 15% x Rp
Upah proses 12 bulan upah = Rp 33.000.000,Jumlah = Rp 81.750.000,-
memerintahkan kepada tergugat
(delapan puluh satu juta tujuh
untuk membayar hak-hak biaya
ratus lima puluh ribu rupiah);
transport penggugat;
5. Menghukum membayar
tergugat
untuk
uang
paksa
13
(dwangsom) sebesar Rp 500.000,-
1.
(lima ratus ribu rupiah) perhari sampai putusan ini mempunyai kekuatan
hukum
pasti
sebagian; 2.
dan
dilaksanakan; 6. Menyatakan putusan ini dapat
terdapat
upaya
7. Menghukum
tergugat
-
untuk
-
x
Rp
Uang
pengganti
hak
dan
x
(Rp
15%
Golden Hotel), tersebut; putusan
6
-
pada Pengadilan Negeri Palu Nomor:
2013 sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Dalam Eksepsi: Menolak eksepsi tergugat untuk
x
Rp
2.750.000,-
=
Rp
16.500.000,-
Pengadilan Hubungan Industrial Palu
05/G/2013/PHI.PN.PL. tanggal 17 Juli
Upah proses Oktober 2012 sampai dengan Juli 2013 dibayar 6 bulan:
Hotel, (anak perusahaan PT, Makassar
Dalam pokok perkara:
5
Uang penghargaan masa kerja: 2 x
perumahan
dari pemohon kasasi PT. Palu Golden
seluruhnya
pesangon:
= Rp 2.887.500,-
Menolak permohonan kasasi
Uang
13.750.000,- + Rp 5.500.000,-)
Namun hakim mengadili:
amar
untuk
Rp 2.750.000,- = Rp 5.500.000,-
membayar biaya perkara;
Memperbaiki
tergugat
2.750.000,- = Rp 13.750.000,-
hukum
(Uitvoerboar bij voorroad);
Menghukum
membayar penggugat: -
dilaksanakan lebih dulu sekalipun
Menolak gugatan penggugat untuk
Biaya
pemulangan
perjanjian
kerja
1.500.000,-
=
Rp
sesuai
4
x
Rp
6.000.000,-
Jumlah = Rp 44.627.500,3.
Membebankan
biaya
perkara
memutus
untuk
kepada Negara Hakim
menghukum tergugat membayar hakhak normatif penggugat sebesar Rp 44.627.500,- (empat puluh empat juta enam ratus dua puluh tujuh ribu lima ratus rupiah), akan tetapi pada putusan
14
tersebut tidak lagi dicantumkan secara
hukuman tambahan berupa uang paksa
detail
dikabulkannya
(dwangsom)
terhadap
perkara
gugatan penggugat tentang uang paksa
Perselisihan
Hubungan
Industrial
tersebut. perkara ini sama halnya
mengenai Pemutusan Hubungan Kerja
dengan perkara Nomor: 16/PDT.SUS-
(PHK) yang dalam gugatan hukuman
PHI/2014/PN.PL.
pokoknya
alasan
tidak
Dalam beberapa putusan diatas
paksa
(dwangsom)
yang
pembayaran
sejumlah uang.
terlihat bahwa rata-rata dalil gugatan uang
merupakan
Ini
sama
pernyataan
halnya
dengan
Supomo
yang
bahwa
dengan
dicantumkan penggugat sebesar Rp
berpandangan
500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan
dihapuskannya Raad van Justitie dan
hakim menolak gugatan pengguggat
Hooggerchtshof, maka BRv sudah
selebihnya
tidak
termasuk
uang
paksa
berlaku
lagi
di
Indonesia,
(dwangsom), Menurut penulis tidak
sehingga dengan demikian hanya HIR
dikabulkannya gugatan tersebut karena
dan RBg sajalah yang berlaku sebagai
putusan dari kasus tersebut merupakan
pedoman hukum acara perdata kita
pembayaran sejumlah uang, sehingga
sekarang ini. Namun demikian, karena
uang paksa tidak mempunyai dasar
kebutuhan
hukum sama sekali. Dari beberapa
dimana peraturan-peraturan yang ada
putusan
tidak memadai, maka praktik peradilan
perkara
Perselisihan
pada
kita
satupun adanya dalil gugatan uang
memakai ketentuan-ketentuan hukum
paksa (dwangsom) yang dikabulkan
acara dan BRv sebagai pedoman.
oleh hakim karena dari semua perkara
Tetapi
celakanya,
tersebut merupakan tuntutan untuk
orang
mengambil
pembayaran sejumlah uang. Dalam
sedangkan aturan-aturan permainannya
beberapa
terlihat
sendiri
kurang
dalam dwangsom. Lembaga dwangsom
bahwa
para
memahami
tersebut
penggugat tentang
penerapan
dipakai,
kadang-kadang
tertentu,
Hubungan Industrial di atas tidak
perkara
masih
keadaan
kadang-kadang
ditinggalkan,
tetapi
harus
lembaganya,
misalnya
peraturan
di
yang 15
mengatur hal tersebut tidak dihiraukan (ditinggalkan).
15
sehingga perlu adanya instrument baru di
pengadilan
berjalannya B. Faktor-faktor
Penghambat
untuk
uang
menjamin
paksa
yang
merupakan bagian dari putusan hakim
dalam Penerapan Uang Paksa
yang berkekuatan eksekutorial.
(dwangsom)
2. Tidak adanya partisipasi aktif dari
1. Tidak
adanya
ketentuan/aturan
tergugat
dan
kurangnya
tentang pelaksanaan uang paksa
pengawasan pelaksanaan putusan
(dwangsom).
Pengadilan Hubungan Industrial.
Hambatan-hambatan
yang
Dalam
wawancara
dengan
timbul di dalam penerapan uang paksa
Hakim Yoga D.A. Nugraha, SH. MH.
(dwangsom) di Pengadilan Hubungan
dan Panitera pengganti Meidty S.
Industrial Palu meliputi uang paksa
Tamboto,
tidak mempunyai dasar pelaksanaan
Desember
yang jelas dan memadai, sehingga
Hubungan Industrial Palu.
diperlukan suatu aturan baru yang
SH.
pada
2015
Menurut
tanggal
di
7
Pengadilan
Panitera
Pengganti
mengatur lebih rinci mengenai uang
Meidty S. Tamboto, SH. mengatakan
paksa, serta kesadaran yang kurang
bahwa
akan hak pelaksanaan uang paksa dari
tersebut, dalil gugatan para penggugat
para pihak yang berhak atas uang
berupa uang paksa
paksa, sehingga diperlukan sosialisasi
dapat dikabulkan karena beberapa
tentang hak atas perlakuan uang paksa
putusan
pada pihak yang menang dan uang
hukuman pokok yakni pembayaran
paksa sebagai putusan hakim tidak
sejumlah uang. 16
memiliki 15
instrument
pemaksa,
Supomo R, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, 1989. Dikutip dari Harifin A. Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa Dwangsom dan Implementasinya di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 5.
dalam
beberapa
tersebut
putusan
memang tidak
mengandung
Saat wawancara penulis dengan Hakim Yoga D.A. Nugraha, SH. MH. 16
Meidty, S. Tamboto, Hasil wawancara penulis dengan Panitera Pengganti pada PHI Palu, tanggal 7 Desember 2015.
16
mengatakan beberapa
bahwa putusan
merupakan uang,
diluar
dari
Dapat disimpulkan sementara
tersebut
yang
bahwa pelaksanaan putusan menjadi
sejumlah
tidak efektiv sama sekali meskipun
pembayaran
walaupun
penggugat
mencantumkan
dalam
telah
hakim
telah
memutuskan
dalil
melakukan pembayaran uang paksa
gugatannya, dan hakim mengabulkan
apabila
gugatan tersebut tidak jarang bahkan
dilaksanakan.
hampir setiap putusan uang paksa
adalah
(dwangsom) yang diputuskan oleh
pelaksanaan selanjutnya terhadap uang
hakim
paksa (dwangsom) dari Mahkamah
tidak
dilaksanakan
oleh
tergugat, sulit untuk di eksekusi,
putusan
untuk
tersebut
Kendala
tidak
tidak
utamanya
adanya
petunjuk
Agung.
contoh kalau tergugat dijatuhi uang
Menurut
paksa sejumlah Rp 100.000,- perhari
Zainuddin Ali, M.A.,
setiap
pembayaran
terhadap efektivitas hukum merupakan
hukuman pokok terkadang tergugat
penelitian yang membahas bagaimana
memberi
hukum beroperasi dalam masyarakat,
keterlambatan
alasan
tidak
mampu
Prof.
Dr.
H.
penelitian
membayar karena kesulitan ekonomi.
faktor-faktor
Untuk tindakan selanjutnya hakim
mempengaruhi hukum itu berfungsi
tidak
dalam masyarakat, yaitu:
bisa
berbuat
apa-apa
lagi
dikarenakan tidak adanya petunjuk
1. Kaidah
pelaksanaan dari Mahkamah Agung
sendiri
untuk
pelaksanaan
(dwangsom)
uang
tersebut
paksa sehingga
akhirnya hukuman tersebut menggantung.
2.
dapat
hukum/peraturan
itu
Petugas/penegak hukum
3. Sarana
hanya
17
yang
atau
fasilitas
yang
digunakan oleh penegak hukum 4. Kesadaran masyarakat.18 Serta Soerjono
menurut
Soekanto,
Prof. S.H.,
Dr. M.A.,
17
Yoga, D.A. Nugraha, Hasil wawancara penulis dengan Hakim pada PHI Palu, tanggal 7 Desember 2015
18
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika 2009. hlm. 31
17
keefektivitasan suatu produk hukum
Faktor hukumnya sendiri, yang
dapat dilihat dari faktor-faktor yang
di dalam tulisan ini akan dibatasi pada
mempengaruhinya.
undang-undang saja. Suatu masalah
Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
yang dijumpai di dalam undang-
1. Faktor hukumnya sendiri, yang di
undang
adalah
adanya
dalam tulisan ini akan dibatasi
undang-undang
pada undang-undang saja.
mempunyai
peraturan
padahal
dalam
2. Faktor penegak hukum, pihak-
di
yang
pelbagai
belum
juga
pelaksanaan,
undang-undang
pihak yang membentuk maupun
tersebut diperintahkan demikian. Suatu
menerapkan hukum
contoh yang nyata adalah Undang-
3. Faktor sarana atau fasilitas yang
Undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang
mendukung penegakan hukum
LaluLintas dan Angkutan Jalan Raya.
4. Faktor lingkungan
masyarakat,
yakni
dimana
hukum
tersebut berlaku atau diterapkan.
Memang di dalam pasal 36 dari undang-undang tersebut
dinyatakan
bahwa: “Peraturan-peraturan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
pelaksanaan
didasarkan pada karsa manusia di
diubah
dalam pergauln hidup.
berdasarkan undang-undang ini”.
Kelima faktor tersebut saling
yang
dengan
Padahal
berlaku
hingga
peraturan-peraturan
di
dalam
undang-
berkaitan dengan eratnya, oleh karena
undang itu sendiri diperintahkan agar
merupakan esensi dari penegakan
beberapa hal diatur secara khusus di
hukum, juga merupakan tolak ukur
dalam Peraturan Pemerintah, yang
daripada
hingga dewasa ini belum juga ada.
hukum.
efektivitas
penegakan
19
Tidak adanya peraturan pelaksanaan sebagaimana diperintahkan tersebut, akan mengganggu keserasian antara
19
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1983, hlm. 9.
ketertiban dengan ketenteraman di bidang lalu lintas dan angkutan jalan 18
raya, yang sangat merugikan petugas
(dwangsom) terhadap beberapa
maupun para pemakai jalan raya yang
putusan di Pengadilan Hubungan
biasanya menjadi “korban”. 20
Industrial yang telah dimasukkan
Sama halnya dengan penerapan
dalam
dalil
gugatan
para
uang paksa (dwangsom) pada perkara
penggugat tidak ada satupun yang
perselisihan hubungan industrial di
dikabulkan oleh hakim, sebab dari
atas yang juga belum mempunyai
beberapa
perkara
tersebut
petunjuk
pelaksanaan.
merupakan
perkara
mengenai
Dengan demikian dapatlah ditarik
Pemutusan
Hubungan
sebuah kesimpulan bahwa gangguan
(PHK) yang dalam gugatannya
hukum yang berasal dari undang-
memuat
undang mungkin disebabkan karena
pembayaran
belum adanya peraturan pelaksanaan
sedangkan penerapan uang paksa
yang
(dwangsom)
peraturan
sangat
dibutuhkan
untuk
menerapkan undang-undang tersebut. III.
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya mengenai keefektivitasan penerapan uang paksa (dwangsom) dalam perkara perselisihan hubungan industrial pada Pengadilan Hubungan Industrial Palu, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Upaya uang paksa (dwangsom) terbukti tidak efektiv dikarenakan,
20
Ibid. hlm. 16.
sejumlah
ini
uang,
hanya
merupakan
pembayaran
sejumlah uang (condemnatoir).
A. Kesimpulan
penerapan
pokok
dimungkunkan pada putusan yang bukan
PENUTUP
hukuman
Kerja
uang
paksa
2. Adapun faktor-faktor penghambat dalam
penerapan
uang
paksa
(dwangsom): a) Belum adanya ketentuan atau peraturan uang
tentang
paksa
di
pelaksanaan Pengadilan
Hubungan Industrial Palu. b) Tidak adanya partisipasi aktif dari dan
kurangnya
pelaksanaan
pengawasan
putusan
oleh
Pengadilan Hubungan Industrial Palu. 19
c) Tidak adanya komitmen yang
paksa
(dwangsom)
terhadap
jelas dari tergugat untuk bersedia
perkara Perselisihan Hubungan
melaksanakan hukuman tambahan
Industrial mengenai Pemutusan
tersebut.
Hubungan Kerja (PHK) dalam
gugatan
yang
hukuman
pokoknya merupakan pembayaran
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dijabarkan tersebut maka penulis
sejumlah uang. 2. Dibuatnya produk hukum berupa
akan mengajukan beberapa saran yang
peraturan
pemerintah
untuk
diharapkan dapat berguna, saran-saran
mengatur
prosedur
dan
tersebut sebagai berikut:
mekanisme
pembayaran
uang
1. Kepada para penggugat maupun
paksa (dwangsom) bagi tergugat.
kuasa
hukumnya
memahami
tentang
agar
lebih
penerapan
hukuman tambahan berupa uang
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Dedi Sumardi, Pengantar Hukum Indonesia, cetakan keempat (Jakarta: INDHILL-CO,2003). Harifin A. Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa Dwangsom dan Implementasinya di Indonesia, Jakarta: Kencana 2010., Kata Pengantar. Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1983). Sudikno Mertokusumo (a), Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cetakan pertama (Yogyakarta: Liberty,2003). Supomo R, 1989. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri (Cetakan 11). Pradnya Paramita. Dikutip dari Harifin A. Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa Dwangsom dan Implementasinya di Indonesia, Jakarta: Kencana 2010. Ugo dan Pujiyo, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Cetakan pertama (Jakarta: Sinar Grafika, 2011). Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika 2009.
20
B. Undang-undang Indonesia (a), Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia, UndangUndang No. 16 LN No. 67 Tahun 2004, TLN No. 440, Pasal 2 ayat (1). C. Dokumen-dokumen dan website Meidty, S. Tamboto, Hasil wawancara penulis dengan PaniteraPengganti pada PHI Palu, tanggal 7 Desember 2015. Togar S.M. Sijabat, Perbedaan antara HIR dan RBg, http://www.pbhperadi.org. di akses pada tanggal 31 Desember 2015. Yoga, D.A. Nugraha, Hasil wawancara penulis dengan Hakim pada PHI Palu, tanggal 7 Desember 2015.
21
BIODATA
Nama
: Randy
Tempat Tanggal Lahir: Palu, 07 April 1990 Alamat Rumah
: Jln. S. Lambangan No. 3A
Alamat e-mail
:
[email protected]
No. Telp/Hp
: 083133167391
22