BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Penelitian
Prevalensi hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Hasil SKRT 2001, 2004, dan 2010 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 2035% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi (Depkes, 2006). National Health and Nutritional Examination Surveys (NHNES 1999-2000) mengungkapkan bahwa terdapat 68,9% penduduk Amerika Serikat yang menyadari bahwa mereka menderita hipertensi. Kesadaran ini membawa 58,4% penderita hipertensi melakukan pengobatan, namun hanya 31% penderita hipertensi yang memiliki tekanan darah terkontrol (Ong dkk., 2007). Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik seseorang melebihi 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013). Hipertensi diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui (90%) dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung (Mutschler, 1991). Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke (Ong dkk., 2007).
1
Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah diastolik sangat meningkat sampai 120–130 mmHg yang merupakan suatu kedaruratan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita (Majid, 2004). JNC 7 (2003) membagi krisis hipertensi menjadi dua yaitu hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Perbedaan kedua golongan krisis hipertensi ini bukanlah dari tingginya tekanan darah, tapi dari kerusakan organ sasaran. Hipertensi emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda (Ramos dan Varon, 2014). Hipertensi urgensi adalah situasi di mana tekanan darah meningkat sangat tinggi dengan tekanan sistolik lebih dari 180 dan diastolik lebih dari 110 mmHg, tetapi tidak ada kerusakan organ terkait, sedangkan hipertensi emergensi merupakan keadaan darurat hipertensi dan disertai kerusakan organ (nyeri dada, sesak napas, nyeri punggung, mati rasa/kelemahan, kesulitan berbicara) (AHA, 2014). Upaya penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan segera (< 1 jam) dengan menggunakan obat-obat antihipertensi short acting, serta antihipertensi yang diberikan secara intravena. (Varon, 2008). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya kematian. Tekanan darah harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam (Suhardjono, 2012).
2
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yang dkk., (2004) mengenai penggunaan Nikardipin intravena pada pasien hipertensi emergensi disebutkan bahwa Nikardipin dengan dosis 10 mg/jam dapat menurunkan tekanan darah diastolik hingga 30%, dan penurunan denyut jantung setelah terapi. Penelitian lain oleh Clifton dkk., (1989) menyebutkan Nikardipin intravena dengan dosis 8 mg/jam dapat menurunkan tekanan darah diastolik hingga 15,2%. Menurut Curran, dkk (2012), Nikardipin intravena dapat meningkatkan denyut jantung, cardiac output, stroke volume dan LV ejection fraction. Nikardipin dapat menurunkan tekanan darah sistolik 22,7±11,6 mmHg dan diastolik 13,6±7,9 mmHg (Malesker dan Hilleman, 2012). Diltiazem intravena dengan dosis 5 µg/kg/menit dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi emergensi pada rata-rata tekanan darah 224/119 mmHg menjadi 170/95 mmHg, denyut jantung tidak berubah secara signifikan (p>0,05). Mean Arterial Blood Pressure (MABP) mengalami penurunan sebesar 22% setelah 1 jam pertama, dan menurun 27% setelah 3,5 jam pemberian Diltiazem intravena (Onoyama, 1987). Antihipertensi yang digunakan pada pasien hipertensi emergensi di antaranya natrium nitropruside, nitrogliserin, nikardipin, labetalol, dan esmolol (Suhardjono, 2012). Berdasarkan Guideline Management Strategy for Hypertensive Crisis (2008) obat antihipertensi emergensi yang tersedia di Indonesia adalah nitrogliserin, nikardipin, dan diltiazem. Sampai saat ini penelitian mengenai hipertensi emergensi masih terbatas dan belum banyak dilakukan di Indonesia. Terbatasnya ketersediaan obat
3
antihipertensi emergensi di Indonesia dan mengingat pentingnya penanganan yang cepat pada penderita hipertensi emergensi di rumah sakit, mendorong peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hipertensi emergensi. Sebelum melakukan penelitian, telah dilakukan observasi di RSUD Kota Semarang bahwa antihipertensi emergensi yang digunakan yaitu Nikardipin dan Diltiazem. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai perbandingan respon klinik Nikardipin dan Diltiazem pada pasien hipertensi emergensi di RSUD Kota Semarang. B.
Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah terdapat perbedaan respon klinik antara Nikardipin dan Diltiazem
intravena dalam menurunkan tekanan darah, Mean Arterial Pressure (MAP), dan denyut jantung pasien hipertensi emergensi ? C.
Manfaat Penelitian
1.
Dapat memberikan informasi mengenai respon klinik antara Nikardipin dan Diltiazem intravena dalam menurunkan tekanan darah pasien hipertensi emergensi, sehingga mortalitas dan morbiditas akibat hipertensi emergensi dapat dikurangi.
2.
Bagi farmasi khususnya farmasi klinik, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pemantauan penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi emergensi.
4
D.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan respon klinik antara
Nikardipin dan Diltiazem intravena dalam menurunkan tekanan darah, Mean Arterial Pressure (MAP), dan denyut jantung pasien hipertensi emergensi. E.
Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan efektivitas
antihipertensi pada pasien hipertensi emergensi terdapat pada tabel 1. Penelitian sebelumnya membandingkan efektivitas antara dua obat antihipertensi emergensi, diantaranya Nikardipin vs Nitroprusid, sedangkan penelitian ini ingin mengetahui respon klinik Nikardipin dan Diltiazem dalam menurunkan tekanan darah dan Mean Arterial Pressure (MAP) pasien hipertensi emergensi.
5
Tabel 1. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang hipertensi emergensi Nama Peneliti dan Tahun Penelitian
Judul Penelitian
Metode dan Subyek Penelitian
Hasil Penelitian dan Kesimpulan
Penurunan MAP sebesar 16,7% setelah pemberian 10 menit pertama 10 mg Nifedipine sublingual dan penurunan MAP sebesar 25% pada 10 menit pertama setelah pemberian Nifedipine sublingual 20 mg. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada kelompok yang menerima infus nitroprusid maupun infus Nikardipin, namun terdapat perbedaan bermakna pada denyut nadi. Kelompok yang menerima infus Nikardipin mengalami penurunan denyut nadi, sedangkan kelompok yang menerima infus nitroprusid mengalami kenaikan denyut nadi.
(Huysmans dkk., 1983)
Acute Treatment Of Hypertensive Crisis With Nifedipine
Sebanyak 10 orang pasien yang menderita krisis hipertensi diberikan kapsul nifedipine secara sublingual. Sebelum dan sesudah pemberian kapsul Nifedipine sublingual pasien diukur tekanan darahnya
(Yang dkk., 2004)
Nikardipin versus nitroprusid infusion as antihypertensive therapy in hypertensive emergencies
(Neutel dkk., 1994)
A Comparison of Intravenous Nikardipin and Sodium Nitroprusid in the Immediate Treatment of Severe Hypertension
Studi prospektif yang membandingkan infus intravena nitroprusid dengan Nikardipin pada pasien hipertensi emergensi. Kelompok I sebanyak 20 orang pasien menerima infus nitroprusid dosis 1 µg/kg/menit dan kelompok II sebanyak 20 orang pasien menerima infus Nikardipin dosis 3 µg/kg/menit. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi diambil pada menit ke 15, 30, 45 dan 60 menit setelah pemberian obat. Studi RCT dengan sampel pasien dengan tekanan darah lebih dari 200/120 mmHg sebanyak 121, dimana 60 orang menerima Na nitroprusid intravena dan 61 orang menerima Nikardipin intravena.
Penurunan tekanan darah diastolik sebesar > 20 mmHg dicapai pada 98% pasien yang menerima Nikardipin intravena, dan 93% pasien yang menerima Na nitroprusid intravena. Hal ini membuktikan bahwa Nikardipin lebih efektif dibandingkan Na nitroprusid.
6