BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tempat kerja yang sehat dan aman merupakan hal yang diinginkan oleh pekerja maupun pihak yang menyediakan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009, pasal 164 tentang kesehatan kerja, bahwa upaya kesehatan kerja harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan khususnya bagi para pelaku langsung yang bekerja di RS. Dalam melaksanakan tugasnya, pekerja rumah sakit selalu berhubungan dengan bahaya potensial dan terpapar dengan berbagai faktor yang dapat menimbulkan dampak negatif dan bila tidak diantisipasi dengan baik dan benar dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerjanya (Depkes RI, 2006). Salah satu hambatan yang berhubungan dengan produktivitas karyawan di tempat kerja adalah kelelahan. Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak di samping semangat kerja yang menurun. (Bartley dan Chute dalam Setyawati, 2011). Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri maupun perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja
1
2
(Gilmer dan Suma’mur dalam Setyawati, 2011). Kelelahan kerja terbukti memberikan kontribusi lebih dari 50% dalam kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja. Menurut Swaen et al (2003) peran kelelahan dalam etiologi kecelakaan kemungkinan ada dua yaitu kelelahan menurunkan kemampuan untuk memproses informasi tentang situasi bahaya, dan kelelahan dapat menurunkan kemampuan seseorang untuk secara memadai merespon situasi bahaya tersebut. Laporan survei di negara maju menunjukkan bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja. Hal ini ditunjukkan dengan adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pada pasien yang membutuhkan perawatan (Santoso dalam Triyunita, 2013). Lebih dari 65% pekerja di Indonesia memiliki keluhan kelelahan kerja saat berkunjung ke poliklinik perusahaan. (Suma’mur, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan Soasa (2013) terhadap 50 tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan Manado diperoleh sebanyak 36% subyek memiliki tingkat kelelahan kerja ringan dan sebanyak 32% subyek memiliki tingkat kelelahan berat. Penelitian Fahri dan Pasha (2010) juga menunjukkan sebanyak 53,3% tenaga kerja bagian drilling di Pertamina EP Jambi mengalami kelelahan. Perawat adalah salah satu sumber daya manusia yang menunjang keberhasilan suatu Rumah Sakit. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/148/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, perawat didefinisikan sebagai seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Saat ini profesi perawat banyak dibutuhkan dan diusahakan kualitas profesinya. Profesi perawat sangat berbeda dengan profesi
3
pekerjaan lain sebab perawat menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan pasien yang beragam. Pekerja pelayanan kesehatan dihadapkan pada manusia bukan benda mati sehingga menuntut adanya pencurahan emosional yang tinggi. Susana, dkk (2007) mengemukakan bahwa tugas pokok perawat adalah merawat pasien untuk mempercepat proses penyembuhan. Sebagai profesi yang mandiri perawat mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap diri dan lingkungannya. Selain itu perawat dituntut untuk mengkaji perilaku yang dimiliki oleh pasiennya, dengan mengajukan pertanyaan terbuka tanpa menyinggung perasaan pasien, diantaranya mengkaji aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hari pasien. Dalam pelaksanaan pengabdiannya perawat setiap hari dapat terkena stres, yaitu konflik dengan dokter, diskriminasi, beban kerja yang tinggi, kematian pasien, dan keluarga pasien (Mark & Smith, 2011). Sarafino (2014) menyatakan bahwa stres adalah suatu kondisi yang timbul apabila transaksi antara individu dengan lingkungannya mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya ketidaksesuaian antara tuntutan suatu situasi dengan sumber daya yang dimiliki oleh individu baik psikologis maupun sosial. Hasil penelitian dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan perawat sebagai profesi yang berisiko sangat tinggi terhadap stres. Selye dalam Rice (2012) menunjukkan alasan mengapa profesi perawat mempunyai risiko yang sangat tinggi terpapar oleh stres. Selye menyebutkan bahwa perawat memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia. Diungkapkan pula bahwa pekerjaan perawat mempunyai beberapa karakteristik yang dapat menciptakan tuntutan kerja
4
yang tinggi dan menekan. Karakteristik tersebut antara lain heterogenitas personalia, ketergantungan dalam pekerjaan dan spesialisasi, otoritas bertingkat ganda, budaya kompetitif di rumah sakit, jadwal kerja yang ketat dan harus siap kerja setiap saat, serta tekanan–tekanan dari teman sejawat. Hal ini didukung oleh hasil survei Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dimana pada tahun 2006, sekitar 50,9 % perawat rumah sakit yang bekerja di empat provinsi mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, serta gaji rendah tanpa insentif memadai. Namun, kualitas kehidupan kerja secara menyeluruh lebih berpengaruh daripada faktor imbalan uang yang berdiri sendiri (Zahir, 2007). Stres kerja pada perawat merupakan salah satu permasalahan dalam manajemen sumber daya manusia di Rumah Sakit. Stres kerja adalah suatu tekanan yang tidak dapat ditoleransi oleh individu baik yang bersumber dari dirinya sendiri mapun dari luar dirinya. Penyebab stres bersumber dari biologis, psikologis, sosial, dan spritual. Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami seseorang dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu. Tinggi rendahnya tingkat stres kerja tergantung dari manajemen stres yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi stresor pekerjaan tersebut. Faktor-faktor pencetus stres kerja pada perawat juga dapat menimbulkan kelelahan kerja. Penelitian Ruliati (2006) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kelelahan kerja, dimana semakin meningkat stres kerja maka semakin meningkat kelelahan kerja. Sesuai dengan tinjauan
5
aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3), pekerja kesehatan khususnya perawat yang mengalami stres kerja dan kelelahan kerja bila tidak ditangani lebih lanjut akan merugikan diri perawat itu sendiri, pasien, maupun rumah sakit. Umur dapat mempengaruhi kekuatan fisik pekerja. Kekuatan fisik pekerja dapat berubah, namun kekuatan fisik disamping dipengaruhi oleh umur juga dapat dipengaruhi oleh latihan, kematangan mental, dan pengalaman. Hasil penelitian Setyawati menyatakan bahwa usia merupakan variabel yang berpengaruh terhadap perasaan kelelahan kerja. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Indah (2011) diperoleh hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dengan perasaan kelelahan. Hasil penelitian Triyunita (2013) juga diperoleh hasil dari 51 tenaga kerja sekitar 7,9% pekerja berusia > 40 tahun dan semua pekerja tersebut mengalami kelelahan kerja. Selain umur, Hallowell (2010) menyebutkan bahwa masa kerja juga dapat menjadi penyebab kelelahan. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak seseorang terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut dan akan menimbulkan kelelahan maupun kebosanan. Hasil penelitian Subur (2007) dan penelitian Indah (2011) memperoleh hasil adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja tenaga kerja dengan perasaan kelelahan kerja yang dialami. Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta adalah Rumah Sakit Jiwa satusatunya milik pemerintah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit dengan karakteristik khusus. Rumah sakit ini tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan jiwa namun juga mencakup pelayanan bagi korban NAPZA dan pelayanan kesehatan umum. Berbeda dengan
6
rumah sakit pada umumnya, pada pasien di rumah sakit jiwa, perawat memegang peranan yang sangat penting. Proses keperawatan pada pasien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa tidak dapat dilihat langsung seperti pada masalah kesehatan fisik dan memperlihatkan gejala yang berbeda serta muncul oleh berbagai penyebab. Banyak pasien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi. Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Pelayanan kesehatan di rumah sakit jiwa harus diberikan secara profesional dalam bentuk pelayanan asuhan keperawatan khususnya pada tinkat individu dan keluarga. Untuk dapat memberikan keperawatan kesehatan jiwa yang holistik/ komprehensif dan berkesinambungan, perawat di rumah sakit jiwa dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan khusus terkait keperawatan kesehatan jiwa sehingga memungkinkan mereka bekerja pada tiap tatanan pelayanan kesehatan. Berdasarkan wawancara dengan beberapa orang perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia diketahui bahwa beban kerja yang dirasakan oleh perawat cukup banyak, di antaranya adalah melakukan serah terima pasien pada saat pergantian dinas, mengobservasi keadaan emosi dan perilaku pasien, mendampingi setiap aktivitas pasien, melengkapi dokumen keperawatan, memelihara kebersihan ruangan, melaksanakan pengkajian sampai evaluasi keperawatan, mengisi dokumentasi untuk rekam medis, dan melaksanakan sistem kerja yang dibagi
7
dalam tiga waktu yaitu pukul 07.30-14.00, pukul 14.00-20.00, dan pukul 20.0007.30. Beban kerja yang monoton dan banyak serta sikap dan perilaku pasien yang beragam dan cenderung emosional menjadi stresor tersendiri bagi perawat. Perawat yang mencapai usia tua dengan masa kerja yang cukup lama di rumah sakit mengeluhkan mengalami kelelahan setelah menjalani aktivitasnya, kejenuhan, dan stres. Kelelahan dan stres kerja yang dialami oleh perawat berakibat pada gangguan kesehatan seperti sakit kepala, susah tidur, kurang konsentrasi dan gangguan psikologis berupa bosan dan emosi yang sensitif ketika bekerja seperti berbicara dengan nada tinggi. Berdasarkan pengakuan dari beberapa perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia, pemeriksaan stres kerja dan kelelahan belum pernah dilakukan baik dari rumah sakit ataupun pihak lain. Mengingat bahwa belum pernah dilakukannya pemeriksaan stres kerja pada perawat dan juga kelelahan yang dialami, secara tidak langsung penelitian ini penting bagi perawat karena melalui penelitian ini pihak rumah sakit akan memperoleh informasi mengenai stres kerja dan kelelahan pada perawat. Informasi tersebut setidaknya dapat dimanfaatkan oleh pihak rumah sakit untuk lebih memperhatikan perawat terkait dengan stres kerja maupun kelelahan yang dialami. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan stres kerja, umur, dan masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.
8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.
Apakah ada hubungan antara stres kerja dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY?
2.
Apakah ada hubungan antara umur dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY?
3.
Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY?
4.
Apakah ada hubungan antara stres kerja, umur, dan masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Tujuan Umum: Mengkaji hubungan antara stres kerja, umur, dan masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.
2. Tujuan Khusus: a. Mengkaji hubungan antara stres kerja dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY. b. Mengkaji hubungan antara umur dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY. c. Mengkaji hubungan antara masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.
9
d. Mengkaji hubungan antara stres kerja, umur, dan masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan bermanfaat secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan informasi ilmiah dalam perkembangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja terutama mengenai hubungan stres kerja, umur, dan masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai hubungan stres kerja, umur, masa kerja dengan perasaan kelelahan kerja pada perawat. Sekaligus juga sebagai pemahaman tentang pentingnya melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam segala kegiatan pekerjaan yang dilakukan. b. Bagi Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi kepada pihak Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY mengenai masalah stres kerja dan perasaan kelelahan kerja yang dihadapi oleh perawat, sehingga dapat
10
menjadi bahan diskusi mengenai perbaikan maupun pencegahan terhadap stres kerja dan perasaan kelelahan kerja yang dialami oleh perawat.
E. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti lain yang membahas stres kerja dengan perasaan kelelahan kerja antara lain sebagai berikut: 1.
Ruliati (2006) dengan judul: Hubungan stres kerja, suhu di ruang kerja, dan kadar Hb terhadap kelelahan kerja pegawai di instalasi binatu Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subyek penelitian yaitu pegawai instalasi binatu, variabel penelitian yaitu perasaan kelelahan kerja, umur, dan masa kerja, serta tempat penelitian yaitu instalasi binatu Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.
2.
Sujoso (2008) dengan judul: Hubungan stres kerja dan getaran dengan kelelahan kerja dan ketidaknyamanan pada masinis kereta api PT. Kereta Api (Persero) Daerah Operasi VI Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subyek penelitian yaitu masinis dan asisten masinis kereta api Daerah Operasi VI Yogyakarta, variabel penelitian yaitu perasaan kelelahan kerja, umur dan masa kerja, serta tempat penelitian yaitu PT. Kereta Api (Persero) Daerah Operasi VI Yogyakarta.
3.
Iqbal (2009) dengan judul: Hubungan antara shift kerja, umur, dan masa kerja dengan stres kerja pada penjaga jalan perlintasan kereta api di Yogyakarta. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subyek penelitian yaitu penjaga jalan perlintasan, lokasi penelitian yaitu perlintasan
11
kereta api PT. Kereta Api (Persero) Daerah Operasi VI Yogyakarta, dan variabel penelitian yaitu perasaan kelelahan kerja dan tempat penelitian. 4.
Yang et al. (2013) dengan judul: Working Conditions, Stress, Fatigue, and Depresive Symptoms Among Chinese Anaesthetists. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subyek penelitian yaitu ahli anestesi, lokasi penelitian yaitu 13 rumah sakit di 5 kota di Cina, dan variabel penelitian yaitu umur dan masa kerja.