BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak lahir sampai usia 3 tahun anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat menyerap pengalaman-pengalaman melalui sensorinya; usia satu setengah tahun sampai kira-kira 3 tahun mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya misalnya berbicara, bercakap-cakap. (Theo & Martin, 2004). Masa emas perkembangan anak yang hanya datang sekali seumur hidup tidak boleh disia-siakan. Hal itu yang memicu makin mantapnya anggapan bahwa sesungguhnya pendidikan yang dimulai setelah usia SD tidaklah benar. Pendidikan harus sudah dimulai sejak usia dini supaya tidak terlambat. Sehingga penting bagi anak untuk mendapatkan pendidikan baca tulis di usia dini (Martini, 2006). Kemampuan membaca dan menulis di awal tahap masa prasekolah atau literasi awal memiliki peranan penting dalam kehidupan seorang anak, terutama untuk kesuksesan akademisnya (Hasan, 2008). Menurut Ebbeck (1998 dalam Masitoh, 2005) pada masa ini disebut sebagai “the golden ages” atau masa emas, yang merupakan masa sangat fundamental bagi perkembangan anak, dimana kepribadian dasar individu mulai terbentuk. Fenomena siswa gagal ujian nasional mata pelajaran bahasa Indonesia di tahun 2010 memperlihatkan rendahnya pemahaman membaca pada anak-anak Indonesia. Studi Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS)
1
2
memperlihatkan minat membaca siswa SD Indonesia termasuk kategori rendah. Studi PIRLS tahun 2006 memperlihatkan posisi Indonesia di nomor 41 dari 45 negara. Demikian pula hasil penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) menempatkan siswa Indonesia pada posisi 48 dari 56 negara di dunia di tahun yang sama dengan skor rata-rata 393. Minat baca rendah inipun terulang di tahun 2009, hasil penelitian PISA menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di nomor 57 dari 65 negara dunia, dengan skor rata-rata 402 sementara rerata internasional 500 (Agung, 2012). Peran aktif orang tua terhadap perkembangan anak – anaknya sangat diperlukan terutama pada saat ia masih berada dibawah usia lima tahun atau balita. Orang tua salah satunya adalah ibu, merupakan tokoh sentral dalam tahap perkembangan seorang anak. Ibu berperan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga sehingga ibu harus menyadari untuk mengasuh anak secara baik dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Peran ibu dalam perkembangan sangat penting, karena dengan ketrampilan ibu yang baik maka diharapkan pemantauan anak dapat dilakukan dengan baik. Orang tua (ibu) adalah orang pertama yang mengajak anak untuk berkomunikasi, sehingga anak mengerti bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain menggunakan bahasa. Lingkungan (keluarga) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak (Hidayat, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wu (2007) menemukan bahwa mayoritas Ibu di negara Taiwan mengajarkan anak-anak mereka tentang berbagai jenis pengalaman literasi di lingkungan rumah. Dalam mengajarkan anak, lebih
3
menggunakan kegiatan membaca dan menulis secara terstruktur, seperti aktivitas memasak bersama, melakukan pekerjaan rumah, berbelanja, dan lain sebagainya, dibandingkan dengan kegiatan yang berhubungan dengan berbahasa secara verbal. Hasil penelitian menurut Hidayah (dalam Agung, 2012) yang berjudul “Model Kognitif Sosial Pemahaman Membaca Pada Anak” memperlihatkan hasil bahwa lingkungan sosial yang berpengaruh paling kuat terhadap pemahaman membaca adalah lingkungan literasi di rumah (22,2 %), dan keterlibatan orang tua dan lingkungan literasi di sekolah lebih rendah (4,4%). Sementara faktor kognitif metakognisi memiliki pengaruh yang tinggi (11,2%) dan motivasi membaca (4,9%). Kuatnya potensi lingkungan literasi di rumah yang memprediksi pemahaman membaca pada anak dapatlah dipahami, karena lingkungan rumah adalah lingkungan yang paling akrab dan dekat dengan anak. Anak lebih banyak berinteraksi di rumah bersama keluarga dibandingkan interaksi di sekolah. Whitehurst & Lonigan (1998) berpendapat bahwa aktivitas membaca, menulis dan berbahasa secara lisan dapat berkembang pada usia dini ketika anakanak mengenal literasi. Dan telah dibuktikan bahwa orangtua mampu membangun lingkungan rumah yang dapat menjadikan anak berminat untuk berkomunikasi dan belajar. Sebelum memasuki sekolah formal, anak-anak bergantung kepada stimulasi keaksaraan dan stimulasi bahasa dari anggota keluarganya, seperti yang dijelaskan oleh van Steensel (2006) beberapa kegiatan bersama diantaralain membaca buku bersama, rambu-rambu, mengajak ke perpustakaan, membuat daftar perencanaan bersama, menulis surat, menggunakan tehnologi (komputer, tablet, ponsel) antara
4
anak dan orangtua. Tanpa kesempatan tersebut, anak-anak di sekolah akan terbelakang dibanding rekan-rekannya yang telah berbagi pengalaman keaksaraan dirumah dan lingkungan bermain. Laporan
penelitian
PISA
(2003),
memberikan
gambaran
bahwa
kemampuan membaca yang baik akan meningkatkan konsep diri anak, yang pada akhirnya akan memotivasi ia untuk belajar. Selanjutnya, ditemukan kebiasaan membaca yang baik dan ada kontinyuitas keterlibatan dengan aktivitas membaca akan menentukan keberhasilan anak mendapatkan pengetahuan. Hal tersebut senada dengan pendapat Burns dan Pierce (2007) yang menyatakan bahwa pembekalan literasi sejak dini akan menyebabkan anak menjadi seorang pembelajar sepanjang hidupnya. Menurut Katz (1997) Anak yang mendapat dukungan dan bantuan yang baik dari orangtuanya akan bisa belajar dan mencapai kemajuan lebih baik dibanding anak yang tidak mendapat dukungan dan bantuan dari orangtuanya. Anak-anak yang diajarkan orangtua melalui percakapan yang beragam, memiliki kesempatan untuk mendengar, mempraktekannya serta menanggapi berbagai pertanyaan yang bersifat terbuka, beragam percakapan mengacu pada penggunaan berbagai bentuk bahasa dalam berbagai fungsi komunikatif seperti menstimulasi anak untuk bertanya dan bermain. Hal ini senada dengan hasil penelitian dari DeBaryshe dkk, (2000) yang menyatakan bahwa pengaruh lingkungan literasi dirumah terhadap kemampuan mengenali huruf dan kemampuan berbahasa yakni pada saat didalam lingkungan rumah, anak mempunyai kesempatan untuk, menjadikan dirinya akrab dengan
5
bahan-bahan literasi, melihat oranglain/keluarga melakukan aktivitas yang berhubungan dengan literasi, menyelidiki keyakinan terhadap bahan literasi secara individual/mandiri, terlibat aktivitas membaca dan menulis bersama dengan pengasuh/keluarga dan anak mempelajari metode yang digunakan oleh anggota keluarga selama mengajari dirinya kegiatan keaksaraan. Menurut
teori
perkembangan
Vygotsky
(dalam
Valsiner,
1998)
perkembangan kognitif anak berkembang melalui tugas yang diberikan oleh pembimbing di dalam lingkungan / kebudayaan yang memiliki nilai, Vygotsky menyebutnya sebagai zona perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal mengacu pada perbedaan terhadap bagaimana anak melakukan secara individual, seberapa baik anak melakukan suatu hal dengan bantuan dan arahan dari pembimbing. Dalam teori ini anak dipandang sebagai agen yang aktif, yang mampu menciptakan suatu hal yang baru dan memperbaiki apa yang ia temui yang berasal dari pengalaman yang pernah ia lihat sebelumnya. Pengalaman dianggap sebagai bekal untuk anak menciptakan pengalaman-pengalaman berikutnya. Kirby (2008) menjelaskan pentingnya literasi dirumah, pertama, dengan memaparkan anak-anak untuk membaca buku dan membaca bersama orang dewasa, ia dapat membentuk budaya membaca dimana keterampilan membaca dipandang sebagai sesuatu yang berharga dan diinginkan di lingkungan rumah. kedua, lingkungan dirumah baik melalui literasi atau secara lisan memberikan keterampilan pra-melek, misalnya pengolahan fonologi (kepekaan, kemampuan untuk memanipulasi suara dan menjadikan didalam kata-kata). ketiga, lingkungan rumah dapat memberikan anak keterampilan keaksaraan dasar seperti pengetahuan
6
terhadap tulis-menulis (surat), pengenalan terhadap kata-kata, kemampuan dalam menguraikan kata-kata. Perbedaan setiap individu pada kemampuan berbahasa dan keaksaraan awal pada saat anak memasuki usia awal sekolah telah dikaitkan dengan kuantitas dan kualitas interaksi berbahasa serta pemaparan tulis menulis dari orangtua kepada anak di dalam lingkungan rumah. (Hart dan Risley dalam Bracken dan Fischel, 2008). Bahkan, aktivitas yang dilakukan dirumah memberikan kontribusi lebih besar terhadap keberhasilan literasi awal anak daripada dilakukan dilingkungan sekolah (Wigfield dan Asher dalam Al Otaiba dan Fuchs, 2006). Ketika anak-anak mengenal kegiatan berbahasa dan keaksaraan secara alami di lingkungan rumah, ia mengembangkan berbagai keterampilan dan konsep, serta sikap dan perilaku yang positif akan mempengaruhi minat ia dan pengetahuan tentang literasi (Purcell-Gates dalam Weigel 2006). Orang tua diharapkan mampu membangun lingkungan rumah yang membujuk anak untuk belajar dan berkomunikasi. Selain itu, pengalaman, sikap, dan bahan-bahan yang anak gunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan literasi di rumah. (Whitehurst & Lonigan, 1998 dalam Sadr dkk, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Sadr, dkk, (2015) yang berjudul “Home Environment and Emergent Literacy among Young Children in Iran” merupakan penelitian yang bertujuan untuk menguji hubungan antara lingkungan literasi dirumah dengan kemampuan literasi awal pada 90 anak usia 3 hingga 4 tahun di negara Iran, dan hasil penelitian tersebut terdapat hubungan yang signifikan antara
7
lingkungan literasi dirumah dengan kemampuan literasi awal pada anak-anak prasekolah di Iran. Roberts dkk, (2005) yang berjudul “The role of home literacy practices in preschool children’s language and emergent literacy skills” menyelidiki kegiatan keaksaraan rumah di antara Ibu di negara Afrika-Amerika dengan anak usia 3 sampai 5 tahun. Penelitian ini menguji empat pengukuran praktik keaksaraan rumah antaralain membaca buku cerita membaca bersama, kebiasaan atau gaya ibu dalam membaca buku, menikmati membaca buku, dan kepekaan ibu serta pengukuran secara umum terhadap kualitas lingkungan literasi dirumah selama usia pra sekolah dalam memprediksi kemampuan berbahasa dan keaksaraan awal. Dalam penelitian ini mendapatkan temuan bahwa lingkungan literasi dirumah dapat berkontribusi dalam kemampuan berbahasa dan keterampilan keaksaraan awal pada anak-anak Afrika-Amerika. Dari latar belakang masalah yang sudah dipaparkan, peneliti mengambil kesimpulan bahwa pengenalan anak kepada literasi sangat penting, di karenakan usia pra sekolah merupakan usia “golden age” yang dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan anak berbagai macam keterampilan literasi. Melihat fenomena banyaknya kegagalan dalam mata pelajaran bahasa ketika anak memasuki usia sekolah formal, membuktikan bahwa pembekalan literasi perlu dilakukan sejak dini agar anak mendapatkan pembekalan sedini mungkin sehingga mengurangi resiko hambatan dalam bahasa. Dari berbagai penelitian terdahulu yang menunjukkan lingkungan literasi di rumah pada anak pra sekolah, peneliti belum menemukan penelitian terdahulu mengenai lingkungan literasi dirumah pada anak pra sekolah
8
di Indonesia, sehingga peneliti menekankan pentingnya hal ini untuk menemukan keunikan tersendiri pada anak prasekolah serta faktor pendukung dan penghambat yang ada di Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan, maka peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang faktor-faktor lingkungan rumah apa saja yang dapat mendukung dan penghambat dalam pengembangan kemampuan literasi anak pra sekolah? Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengambil judul penelitian “Lingkungan literasi di rumah pada anak pra sekolah”.
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan lingkungan literasi di rumah pada anak pra sekolah. . C. Manfaat Penelitian Peneliti berharap dengan adanya penelitian tentang lingkungan literasi di rumah pada anak prasekolah dapat membawa manfaat seperti berikut: 1. Bagi Informan penelitian Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melaksanakan pekerjaanya seharihari untuk dapat mengoptimalkan kegiatan literasi bersama anak dirumah. 2. Bagi Keluarga (suami dan anak) informan Dapat menjadi masukan bahwa suami bisa membantu informan untuk melakukan aktivitas literasi di lingkungan rumah serta anak dapat mengetahui aktivitas literasi dirumah yang menyenangkan serta bermanfaat.
9
3. Bagi Ilmuwan psikologi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi keilmuan guna memperkaya khasanah keilmuan, terutama dalam ranah keilmuan psikologi anak, psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan psikologi keluarga. 4. Bagi Peneliti lain Diharapkan dapat menjadi bahan referensi apabila ingin melakukan penelitian dengan menggunakan variabel penelitian yang sama mengenai aktivitas literasi awal dan lingkungan literasi dirumah.