1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai pertanahan tidak pernah surut. Seiring dengan berkembangnya suatu masyarakat, kebutuhan akan tanah baik sebagai tempat tinggal maupun sebagai salah satu modal dasar dalam kegiatan usaha semakin meningkat. Tanah sebagai komoditas ekonomi menjadi sangat rawan dalam menimbulkan sengketa. Secara umum, keadaan ekonomi dan sengketa pertanahan adalah dua hal yang saling berkaitan erat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Setiap tanah yang dipersengketakan dapat dipastikan menjadi lahan yang tidak produktif karena selama terjadi sengketa tidak dapat ditentukan pihak yang berhak menguasai dan atau mengelola tanah tersebut. Keadaan seperti itu tentu saja merugikan secara langsung terhadap para pihak yang bersangkutan dan apabila terjadi dalam skala besar dapat merugikan negara. Secara filosofis, tanah sejak awalnya tidak diberikan kepada perorangan. Jadi tidak benar seseorang yang menjual tanah berarti menjual miliknya, yang benar dia hanya menjual jasa memelihara dan menjaga tanah selama dikuasainya.1 Hal tersebut menunjukan bahwa tanah disamping mempunyai nilai ekonomis, juga mempunyai fungsi sosial yang berarti hak atas tanah tidak mutlak. Pasal 6 1
Soedharyo Soimin. 1993. Status Hak Pembebasan Tanah. Jakarta: Sinar Grafika. Hlm 82
2
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Pokok Agraria menyebutkan tidak hanya hak milik tetapi semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa hak atas tanah apa pun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat2. Apabila fungsi sosial tersebut dijunjung tinggi maka sengketa pertanahan dapat dihindari. Sebagaimana diketahui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 di dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak menguasai negara atas tanah menguraikan bahwa kewenangan dari negara meliputi: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa b. Menetukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa Berdasarkan kewenangan di atas, Negara dapat memberikan hak atas tanah kepada seseorang atau badan hukum. Hak atas tanah tersebut dapat berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang sifatnya sementara 2
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Pokok Agraria
3
seperti hak gadai, hak menumpang, hak usaha bagi hasil, dan hak sewa tanah pertanian3. Selain itu, berdasarkan kewenangan negara menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa dapat kita ketahui bahwa wewenang untuk menyelesaikan sengketa pertanahan ada pada negara. Penyelesaian terhadap sengketa tanah pada umumnya ditempuh melalui jalur litigasi. Penyelesaian dengan jalur ini memaksa para pihak yang terlibat untuk mengeluarkan biaya. Terlebih, proses peradilan yang panjang membuat tanah yang menjadi obyek sengketa berada dalam keadaan status quo sehingga tanah yang dimaksud tidak dapat dimanfaatkan. Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa pertanahan telah banyak ditempuh dan menghasilkan hasil yang positif. Hal itu dikarenakan mediasi memiliki kelebihan antara lain waktunya singkat, biayanya ringan, dan prosedurnya sederhana. Pihak yang bersengketa akan merasa lebih “berdaya” dibandingkan dalam proses litigasi karena mereka sendirilah yang menentukan hasilnya. Di samping itu, dalam mediasi para pihak akan lebih terbuka terhadap adanya nilai-nilai lain di samping faktor yuridis.4 Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga pemerintahan non kementrian yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan sesuai dengan 3
Lihat Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Pokok Agraria 4 Maria S.W. Sumardjono. 2005. Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi dan Implementasi. Jakarta:Kompas. Hlm 197
4
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, BPN menyelenggarakan fungsi yang salah satunya adalah perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan. Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi BPN di daerah, dibentuk Kantor Wilayah BPN di provinsi dan Kantor Pertanahan di kabupaten/kota. 5 Pengaturan lebih lanjut mengenai fungsi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa dan perkara pertanahan. diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 dikenal gelar mediasi sebagai mekanisme kelembagaan Badan Pertanahan Nasional dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian kasus pertanahan melalui musyawarah. Masyarakat umum lebih mengenal istilah gelar mediasi ini sebagai mediasi.6 Mediasi
penyelesaian sengketa pertanahan bukanlah hal asing di Kantor
Pertanahan Kabupaten Bantul. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Kabupaten Bantul adalah wilayah pedesaan, sehingga masyarakat Kabupaten Bantul masih mengedepankan prinsip musyawarah mufakat dalam menyelesaikan
5
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional Berdasarkan wawancara Penulis dengan Kepala Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul pada tanggal 4 Maret 2015 6
5
sengketa pertanahan. Tidak seperti masyarakat perkotaan yang cenderung menyelesaikan sengketa pertanahan secara litigasi.7 Dalam penulisan hukum ini, Penulis membatasi sampel data yang diambil hanya pada tahun 2014 saja. Hal ini agar data yang disampaikan pada penulisan hukum ini merupakan data terkini yang berada di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan hukum dengan judul “Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Pertanahan secara Mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul pada Tahun 2014”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang Penulis uraikan di atas maka dapat Penulis sampaikan beberapa permasalahan yang akan Penulis teliti, antara lain: 1. Bagaimana prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa pertanahan secara mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul? 2. Apa sajakah hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa pertanahan secara mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul?
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut: 7
Berdasarkan wawancara Penulis dengan Kepala Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada tanggal 20 Januari 2015
6
1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa pertanahan secara mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa pertanahan secara mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul.
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada terdapat beberapa penulisan hukum yang memiliki keterkaitan atau kesamaan topik dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis diantaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Heru Setiawan pada tahun 2014 dengan judul “Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Pertanahan Dengan Cara Mediasi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman”, dengan hasil: a. Prosedur penyelesaian sengketa pertanahan dengan cara mediasi didasarkan
pada
pelaksanaannya
PERKABAN di
Kantor
No.
3
Pertanahan
Tahun
2011,
Kabupaten
pada Sleman
dilaksanakan dengan cukup baik sebagaimana menurut ketentuan, tetapi pada penerapannya terdapat beberapa kebijakan yang berbeda. b. Penyelesaian sengketa pertanahan dengan cara mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman mendapatkan kendala dari para pihak yang bersengketa dan internal Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman.
7
Walaupun terdapat kesamaan mengenai penyelesaian sengketa pertanahan tetapi terdapat perbedaan terhadap obyek dan lokasi yang akan diteliti. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Desi Martika Vitasari pada tahun 2013 dengan judul “Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi Sebagai Alternatif Dispute Resolution (ADR) di Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Timur” dengan hasil penelitian: a. Pelaksanaan penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi sebagai Alternatif Dispute Resolution (ADR) di Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Timur telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan meskipun hasilnya belum maksimal. Menurut hasil penelitian tersebut, mediator yang berasal dari BPN mempunyai kecenderungan terhadap salah satu pihak yang bersengketa dan mengurangi obyektifitas dalam menjadi mediator. b. Hambatan dalam penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi sebagai Alternative Dispute Resolution (ADR) di Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Timur berasal dari keinginan para pihak yang berbeda para pihak, mediator yang kurang independen, dan tidak diaturnya beberapa hal terkait mediasi seperti tindakan yang dapat dilakukan pejabat BPN sebagai mediator apabila para pihak tidak menghadiri sidang dan peraturan perundangan-undangan.
8
Walaupun terdapat kesamaan mengenai penyelesaian sengketa pertanahan tetapi terdapat perbedaan terhadap obyek dan lokasi yang akan diteliti.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan: 1. Manfaat teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan khususnya Hukum Agraria. 2. Manfaat praktis, hasil penelitian dapat memberi masukan kepada Kementrian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional yang berupa saransaran mengenai penyelesaian sengketa secara mediasi.