BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan
pembangunan
kesehatan
berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan,penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender,nondiskriminatis serta norma-norma agama. Anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat merupakan salah satu sumber daya manusia bangsa Indonesia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan, tidak hanya sebagai obyek pembangunan tetapi juga sebagai subyek pembangunan. Anak penyandang cacat perlu dikenali dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus, seperti pelayanan medik, pendidikan khusus maupun latihanlatihan tertentu yang bertujuan untuk mengurangi keterbatasan dan ketergantungan akibat kelainan yang diderita, serta menumbuhkan kemandirian hidup dalam bermasyarakat. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7-10 % dari total jumlah anak. Menurut data Sussenas tahun 2003, di Indonesia terdapat 679.048 anak usia sekolah berkebutuhan khusus atau 21,42 % dari seluruh jumlah anak berkebutuhan khusus. Masalah kecacatan pada anak merupakan masalah
1
2
yang cukup kompleks baik secara kuantitas maupun kualitas, mengingat berbagai jenis kecacatan mempunyai permasalahan tersendiri. Jika masalah anak penyandang cacat ini ditangani secara dini dengan baik dan keterampilan mereka ditingkatkan sesuai minat,maka beban keluarga, masyarakat dan negara dapat dikurangi. Sebaliknya jika tidak diatasi secara benar, maka dampaknya akan memperberat beban keluarga dan negara.(Depkes 2007) Hak tersebut diperjelas dalam Undang – Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa semua anak termasuk anak penyandang cacat mempunyai hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta hak untuk didengar pendapatnya. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial, ekonomis dan bermartabat. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.Berdasarkan Susenas Triwulan 1 Maret 2011, jumlah anak Indonesia sebanyak 82.980.000. Dari populasi tersebut, 9.957.600 anak adalah anak berkebutuhan khusus dalam kategori penyandang disabilitas. Sedangkan jumlah anak dengan kecerdasan istimewa dan berbakat istimewa adalah sebesar 2,2% dari
3
populasi anak usia sekolah (4-18 tahun) atau sekitar 1.185.560 anak. (Depkes 2007) Salah satu kelainan yang mungkin
terjadi
adalah
down
syndrome.Down syndrome adalahsuatu kondisi keterlambatan fisik dan mental anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromoson. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk memisahkan diri saat terjadi pembelahan diri. Ke-abnormalan ini terjadi pada kromosom 21 extra atau translokasi kromosom 21. Down syndrom dikenalkan oleh John Longdon Down pada tahun 1866 di Inggris. Down syndrome adalah yang paling sering diidentifikasi genetik menyebabkan cacat intelektual, dengan lebih dari 1 juta orang dengan down syndrome hidup di seluruh dunia (shield et al, 2010).Gangguan fisik yang umumnya terkait dengan down syndrome meliputi kerentanan yang lebih untuk kelainan jantung, kelemahan otot dan hipotonia, serta kebugaran kardiovaskular yang rendah (shield et al, 2010) Contoh kasus dari masalah pertumbuhan dan perkembangan akibat faktorinternal yaitu gangguan kromosom adalah Down Syndrome. Down Syndromemerupakan kelainan genetik yang berupa trisomi kromosom 21. Kelainankromosom ini mengubah keseimbangan genetic tubuh dan mengakibatkanperubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh (Pathol, 2003). The American Physical Therapy Association atau dsingkat APTA (2008)menyebutkan masalah yang muncul pada anak Down Syndrome
4
adalah tonus ototrendah, penurunan kekuatan, meningkatnya gerakan pada sendi (joint laxity),keseimbangan (balance) yang jelek, postur yang jelek ditemukan pada delay develompent anakanak dengan Down Syndrome. Pada anak down syndrome sering ditemukan adanya gangguan kelemahan otot hipotone dan keseimbangan yang mempengaruhi aktivitas fisiknya seperti berjalan,olah raga ,
dan aktivitas lompatan. Jika ini
dibiarkan tentu akan menimbulkan permasalahan perkembangan motorik selanjutnya. Setiap gerakan
yang manusia lakukan seperti berjalan, berlari,
bahkan lompatan memerlukan keseimbangan dan stabilisasi pada tubuh. Dalam hal ini, penulis hanya membahas dalam gerakan lompatan yang memerlukan keseimbangan dan stabiliasasi pada tubuh. Namun tidak semua dapat lompatan dengan kuat dan baik. Terkadang ada gangguan keseimbangan dan stabilisasi pada tubuh yang menyebabkan suatu lompatan dari mereka tidak kuat dan baik. Dalam gerakan lompatan, ada empat unsur kondisi fisik yang sangat diperlukan yaitu kecepatan, kekuatanotot tungkai, keseimbangan dan stabilisasi dinamis. Untuk memperoleh suatu hasil yang optimal dalam lompatan, harus memiliki kekuatan, kecepatan, ketepatan, koordinasi gerakan, keseimbangan dan stabilisasi dinamis. Penelitian yang dilakukan oleh S.Gupta et al (2010), effect of strength and balance training in children with down’s syndrome :a randomized contolled trial, dan penelitian yang dilakukan oleh Nora
5
Shield ( 2010) tentang A study protokol of randomised controlled trial to investigate if a community based streght training programme improves work task performance in young adults with down syndrome. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk melihat serta menyarankan program latihan kekuatan dan keseimbangan dapat meningkatkan kekuatan dan keseimbangan pada anak-anak down sydrome dalam jangka waktu 2 bulan. Sesuaidengan KEPMENKES 80 tahun 2013 Bab I, pasal 1 ayat 2 dicantumkanbahwa : “Fisioterapiadalahbentukpelayanankesehatan yang ditujukankepadaindividudan/ataukelompokuntukmengembangkan, memeliharadanmemulihkangerakdanfungsitubuhsepanjangrentangkehidup andenganmenggunakanpenanganansecara peralatan
(fisik,
manual,
peningkatangerak,
elektroterapeutisdanmekanis)
pelatihanfungsi,
komunikasi”. Maka salah satu bentuk pelayanan fisioterapi dengan memberikan latihan yang bersifat teratur dan terarah untuk meningkatan jarak lompatan(kekuatan) dan keseimbangan dengan latihan menggunakan Salah satu tehnik latihan untuk meningkatkan kemampuan lompatan dua kaki maka dilakukan dua jenis latihan yaituperbedaan pengaruh penambahan trampolinexercise pada plyometric exercise. Penelitian yang dilakukan oleh Johnson BA(1), Salzberg CL, Stevenson DA (2011) plyometric training programs for young children, yang bertujuan untuk
mengevaluasi efektivitas dan keamanan latihan
6
plyometric untuk meningkatkan kemampuan motorik pada anak selama 2 bulan menujukkan bahwa latihan plyometric aman untuk anak-anak dan cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik. Menurut Donald A. Chu (2006). Latihan saat ini yang cukup populer untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai (explosive power) adalah plyometrik. Latihan plyometrik merupakanbentuk latihan dengan tujuan agar otot mampu mencapai kekuatan maksimaldalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Donald A. Chu (2006) Fungsi latihan plyometrik dapat dikemukakan sebagai berikut : bahwa meningkatkan kemampuan tenaga merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan untuk sebagian pencapaian prestasi olahraga. Peningkatan tersebut dapat terjadi dengan melakukan latihan plyometrik. Latihan plyometrik sangat tergantung pada kekuatan dan kecepatan eksplosive dengan beban berlebih. Tahanan yang ditekankan dalam latihan plyometrik umumnya dalam bentuk bergerak berubah atau memindahkan beban atau anggota badan secara cepat,seperti mengatasi grafitasi sebagai akibat jatuhan, loncatan, lompatan dan sebagainya. Selain itu latihan trampoline juga berpengaruh pada peningkatan stabilisasi dan keseimbangan dinamic.Trampolin exercise dan plyometric exercise merupakan cara latihan keseimbangan yang juga bermanfaat untuk melatih stabilisasi dinamic dan meningkatkan daya ledak otot tungkai.
7
Latihan dengan menggunakan trampoline merupakan latihan untuk meningkatkan kemampuan seperti meningkatkan konsentrasi serta koordinasi dalam lompatan, melatih keseimbangan, mengatur posisi tubuh serta antisipasi dari gerak lain. Latihan ini memberikan dampak positif dalam motor skills. Hal ini dapat dilakukan dengan cara yang paling dasar yaitu berdiri pada satu kaki diatas trampoline, setelah itu dapat disusul dengan variasi gerak lain seperti lompatan diatas trampoline. Alasan mengapa penulis mengambil hal tersebut karena kekuatan dan keseimbangan merupakan salah satu bagian atau hal yang paling penting dalam beraktifitas dimana setiap seseorang memerlukan kekuatan dan keseimbangan dalam mempertahankan posisi tubuhnya dalam bergerak atau beraktifitas. Tidak hanya untuk orang sehat bahkan orang yang sakit sekalipun hal utama yang harus diperhatikan yaitu menjaga serta melatih fungsi keseimbangan tubuhnya agar berfungsi secara baik. Keseimbangan itu tidak hanya dalam keadaan static, dalam keadaan dynamic pun hal dasar yang harus dimiliki pada saat beraktifitas yaitu keseimbangan yang baik dari tubuh. Jika
adanya
penurunan
fungsi
keseimbangan
maka
akan
menyebabkan menurunnya control postur, menurunnya alignment tubuh, monitoring kepala, control reflek gerak mata serta dalam mengarahkan gerakan. Oleh karena itu penulis mengambil kemampuan lompatan, yang mana sangat erat kaitannya dengan keseimbangan.
8
Untuk
mengukur
jarak
lompatan
didalam
penelitian
ini
menggunakan tes dengan standing board tes. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk mencoba mengkaji dan memahami mengenai penanganan fisioterapi pada peningkatan kemampuan lompatan dua kaki dengan pemberiantrampoline exercisedan plyometric exercise.
B. Identifikasi Masalah Masalah yang muncul pada anak Down Syndrome adalah tonus ototrendah, penurunan kekuatan, meningkatnya gerakan pada sendi (joint laxity),keseimbangan (balance) yang jelek, postur yang jelek ditemukan pada delay develompent anak-anak dengan Down Syndrome. Penggunaan fungsi melompat yang jelek dapat mengganggu aktivitasfungsional
sehari-hari. Contohnya
saat
menghindari
jalan
berlubang,melalui rintangan seperti naik turun tangga,dan aktivtas bermain. Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan yang berkompeten di bidangnya mempunyai peran yang sangat besar dalam menangani peningkatan kemampuan melompat yang di pengaruhi oleh faktor kekuatan
otot,
kecepatan,
fleksibilitas,
stabilisasi
dinamis
dan
keseimbangan. Plyometric exercise merupakan salah satu bentuk latihan untuk meningkatkan kekuatan otot, kecepatan, fleksibilitas, stabilisasi dinamis dan keseimbangan.
9
Trampoline exercise merupakan latihan untuk meningkatkan kemampuan seperti meningkatkan konsentrasi serta koordinasi dalam lompatan, melatih keseimbangan, mengatur posisi tubuh serta antisipasi dari gerak lain. Latihan ini memberikan dampak positif dalam motor skills.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah Plyometric exercisedapat meningkatkan jarak lompatan padaanak down syndrom ? 2. Apakah penambahan trampolin exercise pada plyometrik exercise dapat meningkatkan jarak lompatan pada anak down syndrom ? 3. Apakah ada perbedaan penambahan trampoline exercise pada plyometrik exercise dalam meningkatkan jarak lompatan pada anak down syndrom ?
D. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan penambahan trampoline exercise pada
plyometrikexercise dalam peningkatan jarak lompatan pada anak down syndrom.
10
2.
Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui plyometrik exercise terhadap peningkatan jarak dalam lompatan pada anak down syndrome. b. Untuk mengetahui penambahan trampoline exercise pada plyometricexerciseterhadap peningkatan jarak lompatan pada anak down syndrome.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti dan Fisioterapis a. Sebagai
referensi
fisioterapi
dengan
tambahan
untuk mengetahui
menggunakan
pemberian
intervensi plyometrik
exercisedan trampoline exercise terhadap peningkatan jarak lompatan pada anak down syndrome. b. Agar fisioterapi dapat memberikan pelayanan fisioterapi yang tepat berdasarkan ilmu pengetahuan fisioterapi. 2. Bagi Institusi Pendidikan a. Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan informasi untuk program pelayanan fisioterapi. b. Sebagai bahan perbandingan serta bahan acuan dalam penelitian selanjutnya.
11
3. Bagi Pengembangan ilmu pengetahuan a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi fisioterapi tentang pemberian plyometrik exercise untuk meningkatkan jarak lompatan pada anak down syndrom. b. Untuk mengetahui keefektifan pemberian plyometrik exercise dengantrampoline exercise untuk meningkatkan jaraklompatan pada anak down syndrom. c. Untuk lebih memahami kebutuhan aktifitas pada anak-anak dengan dengan kebutuhan khusus. d. Umtuk memberikan wawasan terhadap masyarakat melalui RBM (Rehabilitasi Berbasis Masyarakat) Kota Cimahi.