13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Salah satu catatan penting dalam beberapa dekade terakhir adalah semakin meningkatnya angka harapan hidup pada negara – negara berkembang, begitu pula halnya dengan Indonesia. Tahun 2020 diproyeksikan jumlah penduduk usia lanjut Indonesia sebesar 29 juta jiwa yang menyebabkan jumlah penduduk usia lanjut terbesar di dunia. (Wirakartakusumah, 1994) Keadaan ini diakibatkan oleh semakin tingginya usia harapan hidup penduduk Indonesia, tahun 1998 untuk laki – laki 64,17 tahun dan perempuan 65 tahun. (Dept. of Health, 1990) Daerah
Istimewa
Yogyakarta adalah provinsi dengan persentase usia lanjut tertinggi sebesar 14,04 % tahun 2007. Semakin meningkatnya angka harapan hidup, meningkat pula jumlah pasien usia lanjut yang membutuhkan operasi emergensi akut abdomen. Apabila dibandingkan dengan operasi elektif, maka operasi emergensi akut abdomen berhubungan dengan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas, terlebih pada pasien usia lanjut hal ini disebabkan karena penyakit komorbid, keterbatasan dalam skrining, gejala yang tidak dikenali, akses ke sistem kesehatan yang tidak adequat. (Edward et al, 2009) Pernyataan bahwa seorang dokter terutama dokter bedah haruslah dapat mempertanggungjawabkan kualitas hasil terapinya telah ada dan terus berlangsung
14
sejak zaman dahulu kala. Raja Hammurabi dari Babylonia pada tahun 1750 SM sebagaimana tertulis dalam prasasti yang di temukan di Susa, Iran pernah menyatakan “jika seorang dokter dengan pisau bedahnya mengakibatkan matinya seorang budak, maka ia harus menggantikannya dengan budak yang lain. Jika seorang dokter mengobati seseorang tetapi berakibat orang tersebut buta, maka orang tersebut dapat memotong tangan sang dokter”. (Copeland GP, 2002) Pada kasus – kasus bedah dimana adanya resiko kematian pada penderita yang menjalani suatu tindakan operasi baik operasi yang bersifat emergensi maupun elektif, kemampuan memprediksi risiko kesakitan dan kematian pasca tindakan operasi merupakan bagian yang esensial dari keseluruhan penatalaksanaan bedah, karena angka kesakitan dan kematian merupakan hasil yang penting dan objektif. Untuk itu diperlukan suatu sistem / metode untuk dapat memprediksi angka kesakitan dan kematian yang cepat dan mudah dalam penerapannya, dapat diaplikasikan pada bermacam – macam kondisi fisiologis penderita dan jenis tindakan operasi yang berbeda, dapat dipergunakan oleh ahli bedah, rumah sakit dan daerah yang berbeda tanpa mempengaruhi keakuratannya. (Syafri, 2009) Cook dkk, 1998 melakukan penelitian terhadap 107 pasien dengan usia di atas 65 tahun yang dilakukan operasi laparatomi emergensi dan urgent dengan angka mortalitas 43,9 %. Faktor prognostik mortalitas pada penelitian ini adalah grading ASA (American Society of Anesthesiologist), dan perawatan ICU (Intensive Care Unit) pasca operasi. (Cook et al, 1998)
15
Arenal dkk, 2003 melakukan penelitian terhadap 710 pasien dengan usia di atas 70 tahun yang dilakukan operasi emergensi akut abdomen dengan angka mortalitas 21,5 %. Faktor prognostik mortalitas pada penelitian ini adalah grading ASA (American Society of Anesthesiologist), onset gejala sampai dibawa ke RS, infark mesenterikum, dan laparotomi paliatif. (Arenal et al, 2003) McGillicuddy dkk, 2009 melakukan penelitian terhadap 292 pasien dengan usia di atas 65 tahun yang dilakukan operasi emergensi kolorektal dengan angka mortalitas 15 %. Faktor prognostik mortalitas pada penelitian ini adalah SIRS / Sepsis, waktu dari UGD sampai meja operasi, kehilangan darah selama operasi, dan komplikasi pasca operasi. (McGillicuddy et al, 2009) Okubo dkk, 2008 melakukan penelitian terhadap 36 pasien dengan usia di atas 80 tahun yang menjalani operasi emergensi akut abdomen dengan angka mortalitas 27,8 %. Faktor prognostik mortalitas pada penelitian ini adalah lebih dari 2 organ yang terlibat. (Okubo et al, 2008) Leong dkk, 2009 melakukan penelitian terhadap 58 pasien dengan usia di atas 80 tahun yang menjalani operasi emergensi kolorektal dengan angka mortalitas 27,6 %. Faktor prognostik mortalitas pada penelitian ini adalah skoring ASA. (Leong et al, 2009) Kwok dkk, 2011 melakukan penelitian terhadap 1358 pasien dengan usia di atas 80 tahun yang menjalani operasi emergensi kolorektal dengan angka mortalitas 28,9 %. Faktor prognostik mortalitas pada penelitian ini adalah memiliki riwayat
16
PPOK (penyakit paru obstruktif kronis), penyakit jantung kongestif, kreatinin > 1,5 mg/dl, SIRS / Sepsis, Keganasan, dan penggunaan steroid pre-operasi. (kwok et al, 2011) Modini dkk, 2012 melakukan penelitian terhadap 215 pasien dengan usia di atas 65 tahun yang menjalani operasi emergensi kolorektal dengan angka mortalitas 16,3 %. Faktor prognostik mortalitas pada penelitian ini adalah skoring ASA, riwayat penyakit neurologis, dan komplikasi kebocoran anastomosis. (Modini et al, 2012) Vaughan-Shaw dkk, 2012 melakukan penelitian terhadap 88 pasien dengan usia di atas 80 tahun yang menjalani operasi emergensi akut abdomen dengan angka mortalitas 33 %. Faktor prognostik mortalitas pada penelitian ini adalah rasio netrofil limfosit (N/L). (Vaughan-Shaw et al, 2012) Fukuda dkk, 2012 melakukan penelitian terhadap 94 pasien dengan usia di atas 80 tahun yang dilakukan operasi emergensi akut abdomen dengan angka mortalitas 16 %. Faktor prognostik mortalitas pada penelitian ini adalah keterlambatan datang ke rumah sakit dan skoring sistem dengan POSSUM. (Fukuda et al, 2012) Pramugyono
melakukan penelitian di Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada terhadap 82 kasus trauma abdomen yang dilakukan tindakan eksplorasi laparotomi emergensi antara Januari 2000 hingga April 2004 dengan menggunakan metode POSSUM untuk menentukan angka
17
kesakitan dan kematian, menyimpulkan bahwa metode ini mempunyai signifikansi dalam penerapan sebagai prediktor mortalitas dan morbiditas. (Pramugyono, 2004) Syafri melakukan penelitian di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan terhadap 71 kasus trauma yang dilakukan tindakan laparotomi emergensi antara September 2008 hingga Desember 2008 dengan menggunakan metode POSSUM untuk menentukan angka kesakitan dan kematian, menyimpulkan bahwa metode ini mempunyai signifikansi dalam penerapan sebagai prediktor mortalitas dan morbiditas. (Syafri, 2009) Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Sardjito tahun 2014, dari 370 pasien yang menjalani operasi darurat pada pasien akut abdomen selama Januari 2009 sampai dengan Desember 2011 didapatkan mortalitas sebesar 12,16 %. Faktor risiko yang berhubungan signifikan terhadap mortalitas pada penelitian ini adalah sepsis dan keganasan.(Hipolitus, 2014) Tingginya angka mortalitas dan banyaknya faktor prognostik
mortalitas
pasca operasi emergensi akut abdomen pada usia lanjut, faktor prognostik apa saja yang dapat dipakai untuk memprediksi angka mortalitas pasien akut abdomen yang dilakukan operasi emergensi di kamar operasi Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.
18
B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Faktor prognostik mortalitas pasca operasi emergensi akut abdomen pada usia lanjut cukup banyak dan bervariasi. 2. Sistem skoring POSSUM belum dipakai untuk memprediksi angka mortalitas pasca operasi emergensi akut abdomen pada usia lanjut di RSUP Dr. Sardjito.
C. Pertanyaan Peneliti Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan suatu pertanyaan peneliti yaitu apakah skoring POSSUM bisa dipakai untuk memprediksi angka mortalitas pasca operasi emergensi akut abdomen pada usia lanjut yang dilakukan operasi emergensi di RSUP Dr. Sardjito. D. Tujuan Penelitian Tujuan Umum : untuk mengetahui faktor prognostik yang berhubungan dengan mortalitas pasca operasi akut abdomen pada usia lanjut. Tujuan Khusus : 1. Mengetahui hubungan faktor prognostik skoring POSSUM terhadap tingginya mortalitas pasien akut abdomen usia lanjut yang dilakukan operasi emergensi.
19
2. Faktor prognostik skoring POSSUM bisa menjadi standar untuk prediksi mortalitas di RSUP Dr. Sardjito
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a. Penelitian ini memberikan manfaat bagi praktisi klinis sebagai informasi penting dalam tatalaksana pasien akut abdomen usia lanjut. b. Penelitian ini memberikan manfaat dalam bidang manajemen rumah sakit dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan pasien akut abdomen usia lanjut. c. Penelitian ini memberikan manfaat dalam bidang kesehatan sebagai informasi dalam pembuatan kebijakan pelayanan kesehatan. d. Penelitian
ini
bermanfaat
bagi
peneliti
sebagai
sarana
untuk
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan wawasan dalam bidang penelitian kedokteran klinis.
2. Manfaat teoritis a. Penelitian ini memberikan informasi ilmiah mengenai faktor prognostik yang berhubungan dengan mortalitas pasien akut abdomen usia lanjut yang menjalani operasi emergensi.
20
b. Penelitian ini memberikan manfaat pengembangan ilmu pengetahuan dalam ilmu kedokteran klinis. c. Penelitian ini memberikan gambaran kepada peneliti dan peneliti lain berikutnya sehubungan dengan masalah yang akan diteliti.