BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur masih merupakan masalah utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kondisi iklim Indonesia yang tropis dengan kelembapan udara yang cukup tinggi juga membuat pertumbuhan bakteri dan jamur sulit dikendalikan. Salah satu penyakit infeksi bakteri dan jamur yang sering terjadi di Indonesia adalah infeksi saluran kemih (ISK). Insiden dan prevalensi infeksi saluran kemih di Indonesia masih cukup tinggi. Keadaan ini tidak terlepas dari tingkat dan taraf kesehatan masyarakat indonesia yang masih di bawah standar dan tidak meratanya kehidupan sosial ekonomi. Kebanyakan kasus ISK disebabkan oleh organisme oportunis flora normal E.coli dan P.aeruginosa. (Anonim, 2011) Infeksi dapat diobati dengan menggunakan antibiotik. Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri tanah yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Penggunaan antibiotik secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyaknya bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik tertentu menyebabkan pengobatan terhadap penyakit infeksi yang disebabkan bakteri dan jamur menjadi lebih sulit. Penyakit infeksi juga dapat diobati menggunakan obat-obat tradisional. Salah satu tanaman yang dapat digunakan adalah kayu kuning (Arcangelisia flava
2
L. Merr). Di masyarakat tanaman ini sering digunakan antara lain sebagai antibakteri, hepatoprotektor dan obat cacing. Kayu kuning telah banyak digunakan terutama untuk pengobatan diare dan gangguan saluran kemih lainnya dimana bakteri penyebabnya adalah E.coli dan P.aeruginosa. Senyawa kimia yang terkandung di dalam kayu kuning antara lain saponin, flavonoida dan tanin, di samping itu kayunya juga mengandung glikosida dan alkaloid. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa alkaloid yang terkandung pada batang kayu kuning memiliki aktivitas yang luas. Alkaloid yang terdapat pada batang kayu kuning termasuk golongan alkaloid isokuinolin. Salah satu alkaloid isokuinolin yang banyak terdapat pada batang kayu kuning adalah berberin. Menurut Singh et al (2010) berberin yang terkandung pada kayu kuning memiliki aktivitas antara lain sebagai anti diabetes, anti diare, anti jamur dan anti bakteri. Secara empirik, kayu kuning juga sudah banyak digunakan secara tradisional di masyarakat. Pengolahannya adalah dengan menggunakan cara direbus dengan air hingga didapatkan air yang berwarna kekuningan. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri maka diperlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui aktivitas antibakteri Kayu kuning terhadap bakteri E.coli dan P.aeruginosa. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi padat (Kirby Baurer) dan dilanjutkan dengan mikrodilusi untuk mendapatkan angka Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minumum (KBM) serta dilakukan analisis menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mengetahui kadar relatif senyawa berberin HCl di dalam Kayu kuning tersebut.
3
B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, batang Kayu kuning berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimikroba alami, maka perlu diketahui 1. Apakah ekstrak air dari batang Kayu kuning (Arcangelisia flava L. Merr) yang mengandung alkaloid memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri Eschericia coli ATCC. 35218 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC. 27853 ? 2. Berapa kadar alkaloid turunan isokuinolin yang dihitung sebagai berberin klorida dari ekstrak air kayu kuning (Arcangelisia flava L. Merr) menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ?
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui aktivitas antimikroba dari ekstrak air batang Kayu kuning (Arcangelisia flava L. Merr) terhadap bakteri Eschericia coli ATCC. 35218 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC. 27853 2. Mengetahui kadar alkaloid turuann isokuinolin yang dihitung sebagai berberin klorida dari ekstrak air kayu kuning (Arcangelisia flava L. Merr) menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak larut air kayu kuning yang mendandung berberin HCl terhadap bakteri Eschericia coli ATCC. 27853 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC. 27853 agar dapat
4
digunakan sebagai sumber obat antibakteri. Selain itu, keberhasilan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan dan aplikasi ekstrak kayu kuning di masyarakat. E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kayu Kuning a. Morfologi Tumbuhan
Gambar1. Skema Tumbuhan Arcangelisia flava (L.) Merr. (Ariyanti, 2001)
Panjang tumbuhan ini dapat mencapai ± 10 m. Batang utama sebelum bercabang dua, besarnya seperti lengan/betis orang dewasa, batang tersebut mengandung air, batang dan cabangnya liat, dalam batang berwarna kuning dan
5
rasanya pahit. Bentuk daun bundar telur sampai lonjong atau elips yang meruncing di bagian ujung, permukaan daun hijau mengkilat. Perbungaan malai, terdapat pada batang tua atau di ketiak daun, warna bunga kuning pucat. Pada batang atau cabang-cabang yang besar terdapat tandan buah yang menggantung, buah berwarna kuning, terdiri atas daging buah yang berlendir dan biji besar, pipih.
Gambar 2. Arcangelisia flava (L.) Merr
b.
Ekologi dan Penyebaran
Merupakan tumbuhan liar yang umumnya ditemukan tumbuh di pantai berbatu atau di tepi-tepi hutan, pada ketinggian 100 m sampai 800 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan Juli-September, pengumpulan bahan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau.
6
c. Taksonomi Nama umum yang paling sering digunakan untuk tanaman ini adalah Kayu kuning. Sedangkan nama daerah yang digunakan adalah Kayu kunino (Palembang), Reuy ki koneng (Sunda), Oyod sirawan, Sirawan kunyit (Jawa), Wall bulan, Wari bulan (Ambon); Gumi modoku, Mololeya gumini (Halmahera Utara) Adapun klasifikasi tanaman Kayu Kuning dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Anak Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Ranunculiales
Suku
: Menispermaceae
Marga
: Arcanigelisia
Jenis
: Arcangelisia flava (L) Merr.
(Backer and Van den Brink Jr, 1965) d. Kandungan Kimia dan Manfaat Batang kayu kuning mengandung senyawa saponin, flavonoida dan tanin, di samping itu kayunya juga mengandung glikosida dan alkaloid (Sitepu dan Sutikno, 2001). Alkaloid yang terkandung di dalam batang Kayu kuning adalah alkaloid isoquinoline seperti yang telah dilaporkan oleh Singh, et al (2010). Menurut Kawpradub, et al (2004) alkaloid isokuinolin seperti jatrorizin, palmatin
7
dan berberin klorida biasa diisolasi dari bagian batang tanaman kayu kuning. Terdapat juga beberapa alkaloid minor seperti kolumbamin, dehidrokoridalmin, homoaromolin dan talifendin. Sedangkan terpen yang terkandung dalam batang kayu kuning termasuk golongan diterpen antara lain fibraleusin, fibraurin (Siwon, 1982). Senyawa jatrorridzin, palmatin, kolumbamin dan berberin pada kayu kuning memiliki beberapa aktivitas seperti antifungal, anti asma, anti bakteri, anti tumor, anti malaria dan antiinflamasi (Wongbutdee, 2009) Berberin klorida yang terdapat pada batang kayu kuning termasuk ke dalam golongan alkaloid isoquinolin. Berberin klorida dilaporkan merupakan senyawa alkaloid utama yang terdapat pada batang kayu kuning dengan kandungan di atas 5% berat kering. Berberin klorida memiliki aktivitas sebagai antibakteri dan menunjukkan aktivitas menghambat perkembangan sel tumor hepatoma manusia secara in vitro.
Gambar 3. Stuktur kimia Berberin klorida (Singh, 2010)
Batang Kayu kuning banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Asia tenggara, baik sebagai obat luar maupun obat dalam. Cairan
8
yang keluar dari kayu yang masih muda sering digunakan sebagai obat panas dalam atau sariawan, sedangkan rebusan kayu digunakan sebagai obat penyakit kuning, infeksi saluran kemih, diare dan obat cacing (Larisu, 2011). Di daerah Sulawesi Tenggara, rebusan batang Kayu kuning digunakan sebagai antidiare yang signifikan khasiatnya. Masyarakat Malaysia banyak menggunakan rebusan batang Kayu kuning sebagai obat dalam, diantaranya untuk mengobati penyakit gangguan pencernaan dan sebagai anti bakteri (Larisu, 2011).
2. Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif simplisia nabati dan hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Metode penyarian yang akan digunakan tergantung dari wujud dan kandungan dari bahan yang akan disari. Sebelum diekstraksi bahan-bahan biasanya dikeringkan kemudian dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang dapat larut dengan pelarut cair sehingga terpisah dari bahan tak larut. Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut Tujuan dilakukan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang ada di dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
9
Berdasarkan prinsip panas yang digunakan, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua bagian, ekstraksi panas dan ekstraksi dingin. Penyarian panas menggunakan suhu tinggi dalam prosesnya. Metode penyarian panas meliputi infundasi, de cocta, reflux dan destilasi uap. Sedangkan metode penyarian dingin meliputi maserasi, perklorasi dan sokhletasi. Refluks merupakan metode ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Refluks dilakukan dnegan cara panas. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. Metode ini cocok digunakan untuk mengekstrak sample dengan tektur keras seperti batang, kulit batang atau akar dan tahan terhadap pemanasan langsung. Namun membutuhkan pelarut dalam jumlah cukup banyak.
3. Escherichia coli E.coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang lurus berderet seperti rantai dan bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif. Panjang bakteri ini sekitar 2 mikrometer dengan diameter 0.5 mikrometer dan volume sel 0.6 – 0.7 mikrometer kubik. Berasal dari genus escherichia dan termasuk dalam keluarga Enterobacteriacea. E.coli merupakan bagian dari flora normal yang ada pada individu sehat. Paling sering ditemukan di saluran pencernaan manusia dan mamalia, terutama saluran pencernaan bagian bawah. Namun, beberapa strain dapat menyebabkan infeksi intestinal dan ekstraintestinal. Penyakit yang paling
10
sering disebabkan oleh E.coli antara lain adalah infeksi saluran kemih, bakteremia, meningitis, dan diare.
Gambar 4. Escherichia coli (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
Klasifikasi bakteri E.coli dalam sistematika taksonomi adalah sebagai berikut : Divisi
: Bakteria
Anak Divisi
: Proteobakteria
Kelas
: Gamma proteobakteria
Bangsa
: Enterobakteriales
Suku
: Enterobakteriaceae
Marga
: Escherichia
Jenis
: Escherichia coli
11
E.coli dapat tumbuh dengan baik pada media bakteri sederhana seperti nutrient agar (NA) ataupun agar Mac Conkey. Selain itu juga dapat diidentifikas dengan reaksi positif pada uji indol dan negatif pada uji produksi urinase dan hidrogen sulfida.
Gambar 5. Escherichia coli dalam media Mac Conkey agar (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
4. Pseudomonas aeruginosa P.aeruginosa merupakan salah satu spesies dari genus Pseudomonas yang paling sering menyebabkan infeksi saluran kemih setelah E. Coli. Meiliki bentuk batang dan berukuran sekitar 0,6 x 2 µm. P.aeruginosa termasuk bakteri Gram negatif yang terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan dan kadangkadang membentuk rantai yang pendek. Bakteri ini bersifat aerob dan tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa atau karbohidrat lain, tidak berspora, tidak memiliki selubung dan memiliki flagel sehingga selalu bergerak. Dalam jumlah kecil, P.aeruginosa seringkali ditemukan sebagai flora normal dalam saluran cerna dan kulit manusia disamping dapat ditemukan di
12
tanah dan air. Penyakit yang paling sering ditimbulkan oleh bakteri ini adalah infeksi pada saluran kemih, infeksi pada luka, meningitis dan otitis ringan.
Gambar 6. Pseudomonas aeruginosa (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
Semua jenis dari Pseudomonas dapat tumbuh pada broth blood culture system. Mac Conkey agar digunakan untuk isolasi Pseudomonas secara selektif. Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan tumbuh baik dengan adanya unsur N dan C dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 42ºC. Untuk mengisolasi P.aeruginosa dari lingkungan dan sample klinik dapat digunakan cetrimide, acetamide, nitrofurantoin, 9-cholo-9- [4-(diethylamino) phenil]- 9,10- dihidro10- phenil acridine hidroclorida (C390). P.aeruginosa Tumbuh baik pada media seperti tryptic soy agar dengan 5 % darah kambing atau nutrient agar.
13
Gambar 7. Pseudomonas aeruginosa dalam media Nutrient agar (Sumber: http:// ASM MicrobeLibrary.org)
Klasifikasi bakteri P.aeruginosa dalam sistematika taksonomi adalah sebagai berikut : Divisi
: Bacteria
Anak Divisi
: Protobacteria
Kelas
: Gamma Protobacteria
Bangsa
: Pseudomodales
Suku
: Pseudomanadaceae
Marga
: Pseudomonas
Jenis
: Pseudomonas aeruginosa
5. Antibiotik Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Literatur lain
14
mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi. Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotik dibagi menjadi : 1) Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk
kelompok
ini
misalnya
Penicillin,
Polipeptida,
Sefalosporin, Ampisillin dan Oksasilin. 2) Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah adalah Kuinolon, Rifampisin, Actinomisin dan Metronidazol. 3) Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk kelompok ini adalah makrolid, tetrasiklin, kloramfenikol, kanamisin, dan oksitetrasiklin. 4) Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Yang termasuk kelompok ini mislanya polimiksin dan golongan polien. 5) Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamid, Trimetoprim dan Azarin. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah dosis serta jenis antibiotik yang diberikan haruslah tepat. Jika antibiotik diberikan dalam jenis yang kurang efektif atau dosis yang tanggung maka yang terjadi adalah bakteri tidak akan mati melainkan mengalami mutasi atau membentuk kekebalan terhadap antibiotik tersebut.
15
6. Uji Antibakteri Uji aktivitas antibakteri merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat pengaruh suatu zat terhadap pertumbuhan bakteri. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan menggunakan metode difusi dan pengenceran (dilusi). a. Metode Difusi 1)
Disc Diffusion Metode ini juga umum dikenal sebagai metode Kirby & Bauer. Digunakan untuk menentukan aktivitas senyawa antimikroba. Piringan atau disc yang telah diberikan senyawa antimikroba diletakkan pada media agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba. Senyawa antimikroba yang terdapat pada disc akan berdifusi pada media agar tersebut dan akan menghambat pertumbuhan mikroba. Penghambatan ini akan ditunjukkan dengan adanya zona jernih pada media (Pratiwi, 2008).
2) E-test Metode ini digunakan untuk memperkirakan nilai KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu senyawa antimikroba
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme. Metode ini menggunakan strip plastik yang mengandung senyawa antimikroba dari kadar terendah hingga kadar tertinggi. Strip ini kemudian diletakkan pada permukaan agar yang telah ditamani mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar senyawa
16
antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media (Pratiwi, 2008). 3) Ditch-plate Sampel uji berupa senyawa mikroorganisme yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secaea membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi senyawa antimikroba (Pratiwi, 2008) 4) Cup-plate Metode ini hampir sama dengan metode disc diffusion, hanya sja tidak menggunakan disc melainkan dibuat sumutan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Senyawa antimikroba dimasukkan ke dalam sumuran yang telah dibuat tersebut (Pratiwi, 2008) 5) Gradient-plate Konsentrasi senyawa antimikroba pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang di atasnya. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan
senyawa
antimikroba
berdifusi
dan
permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
17
rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan (Pratiwi, 2008) Pada metode difusi dikenal dua macam zona hambatan, yaitu : a) Zona Radikal, yaitu suatu daerah di sekitar disc yang tidak ditemukan pertumbuhan mikroba. Diameter zona radikal diukur sebagai aktivitas antibakteri b) Zona Irradikal, yaitu suatu daerah di sekitar disc yang pertumbuhannya terhambat tapi tidak terbunuh. Pada zona ini pertumbuhan mikroba terlihat lebih jarang atau kurang subur bila dibandingkan dengan daerah yang tidak terpengaruh senyawa antimikroba (anonim, 1993)
b. Metode Dilusi 1)
Dilusi Cair (broth dilution test) Metode ini dapat digunakan untuk mengukur KHM (kadar hambat minimum) dan KBM (kadar bunuh minimum) suatu senyawa antimikroba. Metode ini diawali dengan membuat seri pengenceran kadar senyawa antimikroba kemudian ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji dengan senyawa antimikroba dengan kadar terkecil
yang terlihat
jernih
tanpa adanya
pertumbuhan mikroba ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada
18
media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun senyawa antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap jernih setelah diinkubasikan ditetapkan sebagai KBM
2) Dilusi Padat (solid dilution test) Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat. Keuntungan dari metode ini adalah suatu konsentrasi senyawa antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008)
7. Tes MTT Mekanise pembentukan warna ungu pada MTT test adalah ketika garam tertazolium pada Dimethylthiazol diphenyltetrazolium bromide yang berwarna kuning akan tereduksi oleh enzim reduktase dan membentuk suksinat tetrazolium yang masuk dalam rantai respirasi dalam mitokondria sel hidup sehingga membentuk hasil akhir kristal formazen yang berwarna ungu (anonim, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sumuran yang setelah diberi larutan MTT kemudian berubah warna menjadi ungu terdapat bakteri hidup atau dengan kata lain senyawa yang ada tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
19
Gambar 8. Mekanisme pembentukan kristal ungu formazan (Zaenab, 2004)
8. Uji Bioautografi Uji bioautografi merupakan metode untuk mengetahui atau menentukan hRf senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba pada kromatogram. Caranya adalah dengan menempelkan plat KLT yang telah dielusi pada medium agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji selama beberapa menit sehingga senyawa dapat berdifusi ke dalam media. Setelah diinkubasi selama 24 jam akan terlihat bercak atau daerah yang jernih yang tidak terdapat pertumbuhan mikroba pada daerah di mana senyawa aktif berada. Pengujian ini termasuk penggabungan antara uji kimia dan uji biologi. Uji bioautografi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu bioautografi kontak, langsung dan overlay. Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan kromatogram yang sudah dielusi di atas media padat yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditunjukkan dengan daerah jernih yang tidak terdapat pertumbuhan mikroba. Pada bioautografi langsung, penampakan zona jernih dilakukan dengan cara menyemprot kromatogram dengan methyl thiazoyl tetrazolium cholide (MTT) sehingga akan terlihat warna
20
putih dengan latar belakang ungu. Warna ungu disebabkan garam tetrazolium dipecah oleh dehidrogenase dari bakteri untuk menghasilkan formazan ungu. Jika terdapat senyawa yang menghambat pertumbuhan mikroba maka tidak akan terbentuk warna ungu atau melainkan akan tetap berwarna putih kekuningan yang membentuk zona hambat. Pada bioautografi overlay lempeng kromatogram dilapisi dengan media agar yang masih cair yang telah diinokusikan mikroba uji. Setelah media mengeras, lempeng kromatogram diinkubasi dan diwarnai dengan methyl thiazoyl tetrazolium cholide (MTT). Zona hambat ditunjukkan dengan adanya pita (band) yang tetap jernih.
9. Media Media adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrien/zat makanan
yang dipakai
untuk
menumbuhkan
mikroorganisme.
Sebelum
mikroorganisme ditambahkan pertama harus dipahami kebutuhan dasarnya, kemudian dicari suatu media yang memberikan hasil terbaik. Susunan dan kadar nutrien dalam suatu media untuk mikroba harus seimbang agar pertumbuhan mikroba dapat sebaik mungkin. Hal ini perlu dikemukakan mengingat banyak senyawa-senyawa yang menjadi penghambat atau menjadi racun bagi mikroba jika kadamya terlalu tinggi. Media yang digunakan untuk pembiakan harus mengandung cukup nutrien untuk pertumbuhan bakteri. Media pembiakan ada yang padat dan ada yang cair. Media padat umumnya media agar, terdapat dalam cawan petri atau dalam tabung reaksi (miring). Media cair disebut broth umumnya ditampung dalam tabung reaksi atau botol khusus (Tambayong, 2000).
21
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu media: 1) Susunan makanan Dalam suatu media yang harus digunakan harus mengandung air, sumber karbon, sumber nitrogen, mineral, vitamin dan gas. 2) Tekanan osmosis Mengingat sifat bakteri juga sama seperti sifat-sifat sel yang lain terhadap tekanan osmose, maka bakteri untuk pertumbuhannya membutuhkan media yang isotonis. Bila media tersebut hipotonis maka akan terjadi plasmoptysis, sedangkan bila media tersebut hipertonis maka akan terjadi plasmolysis. 3) Derajat keasaman Pada umumnya pH dari suatu media berada di sekitar daerah netral. Namun ada bakteri tertentu yang membutuhkan pH yang sangat alkalis untuk pertumbuhan yang optimum. 4) Temperratur Untuk mendapatkan pertumbuhan optimum, bakteri membutuhkan temperature tertentu. Misalnya bakteri patogen membutuhkan temperatur 37°C sesuai temperatur badan. 5) Sterilitas Sterilitas media merupakan suatu syarat yang sangat penting. Tidak mungkin melakukan pemeriksaan mikrobiologi apabila media yang digunakan tidak steril. Untuk mendapatkan suatu media yang steril maka setiap tindakan serta alat-alat yang digunakan harus steril dan
22
dikerjakan secara aseptik (Anonim, 1993). Media adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrien/zat makanan yang dipakai untuk menumbuhkan
mikroorganisme.
Sebelum
mikroorganisme
ditambahkan pertama harus dipahami kebutuhan dasarnya, kemudian dicari suatu media yang memberikan hasil terbaik. Susunan dan kadar nutrien dalam suatu media untuk mikroba harus seimbang agar pertumbuhan mikroba dapat sebaik mungkin. Hal ini perlu dikemukakan mengingat banyak senyawa-senyawa yang menjadi penghambat atau menjadi racun bagi mikroba kalau kadamya terlalu tinggi. Media yang digunakan untuk pembiakan harus mengandung cukup nutrien untuk pertumbuhan bakteri. Media pembiakan ada yang padat dan ada yang cair. Media padat umumnya media agar, terdapat dalam cawan petri atau dalam tabung reaksi (miring). Media cair disebut "broth" umumnya ditampung dalam tabung reaksi atau botol khusus (Tambayong, 2000).
10. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan dan uji senyawa kimia secara kualitatif dan kuantitatif. Senyawa yang diuji dapat berupa senyawa tunggal maupun campuran dari produk pabrik, hasil sintesa, isolasi dari hewan percobaan, tanaman maupun mikroorganisme (Sastrohamidjojo, 2002). a. Fase Diam
23
Fase diam adalah suatu lapisan yang dibuat dari bahan-bahan berbutirbutir halus yang ditempatkan pada lempengan. Sifat-sifat umum dari penyerap KLT adalah ukuran partikel dan homogenitasnya. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Adapun macammacam fase diam adalah silika gel, alumina, selulosa, resin, kieselguhr, magnesium silikat (Sastrohamidjojo, 2002). b. Fase gerak Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini bergerak di dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Macam macam fase gerak antara lain heksana, toluen, eter, kloroform, aseton, etil asetat, asetonitril, etanol, metanol, air (Sastrohamidjojo,
2002).
Dalam
KLT
dilakukan
tahapan
pengembangan atau elusi (Sastrohamidjojo, 2002). Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan fase diam. Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan Rf atau hRf. Harga Rf antara 0-1. Berdasarkan parameter tersebut KLT dapat digunakan untuk perhitungan kualitatif dalam pengujian sampel (Sumarno, 2001). Rf merupakan jarak migrasi fase gerak jarak migrasi komponen (Mulja dan Suharman, 1995).
24
F. LANDASAN TEORI Di daerah Sulawesi Tenggara dan Sumatra cairan yang keluar dari kayu yang masih muda sering digunakan sebagai obat panas dalam atau sariawan, sedangkan rebusan kayu digunakan sebagai obat penyakit kuning, diare, obat cacing dan infeksi saluran kemih. Masyarakat Malaysia banyak menggunakan rebusan batang Kayu kuning sebagai obat dalam, diantaranya untuk mengobati penyakit gangguan pencernaan dan sebagai anti bakteri. Batang kayu kuning mengandung senyawa saponin, flavonoida dan tanin, di sarnping itu kayunya juga mengandung glikosida dan alkaloid. Alkaloid yang terkandung di dalam batang Kayu kuning adalah alkaloid isoquinolin seperti yang telah dilaporkan oleh Singh, et al (2010). Senyawa jatrorridzin, palmatin, kolumbamin dan berberin pada kayu kuning memiliki beberapa aktivitas seperti antifungal, anti asma, anti bakteri, anti tumor, anti malaria dan antiinflamasi (Wongbutdee, 2009). Senyawa berberin HCl memiliki aktivitas sebagai antibakteri dan menunjukkan aktivitas menghambat perkembangan sel tumor hepatoma manusia secara in vitro (Chi, 1994). Mikrorganisme yang paling sering ditemukan menyebabkan ISK adalah bakteri Gram negatif aerob yaitu E coli dan P.aeruginosa. Beberapa teori di atas kemudian dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian pengaruh ekstrak larut air batang kayu kuning terhadap bakteri penyebab infeksi saluran kemih, E.coli dan P.aeruginosa
25
G. HIPOTESIS Berdasarkan teori di atas diperkirakan bahwa ekstrak air kayu kuning yang mengandung berberin klorida pada kadar tertentu dapat menghambat pertumbuhan
bakteri
E.
coli
dan
P.
aeruginosa.