BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sistem imun adalah mekanisme yang digunakan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya dari bahan organik maupun anorganik yang dapat masuk ke dalam tubuh, dan menimbulkan berbagai penyakit dan kerusakan jaringan tubuh (Baratawidjaja, 2010). Sistem imun pada saat ini memiliki peran yang cukup besar dalam pengobatan kanker. Sistem imun bertanggung jawab menjaga potensial metastase atau menjaga keseimbangan tubuh atas serangan sel kanker pada manusia (Fridman et.al., 2010). Namun agent kemoterapi justru dapat menurunkan sistem imun pasien yang berakibat tubuh tidak mampu melawan progresivitas sel kanker itu sendiri (Celli, 2001). Obat-obat
kemoterapi yang
digunakan untuk
mengobati kanker,
berdampak pada sel limfosit B dan T yang sangat penting terhadap respon imun adaptif. Semua populasi limfosit akan berkurang setelah menggunakan obat-obat kemoterapi, tetapi sel limfosit T helper khususnya CD4+ akan kembali normal secara lambat (Hutnick, et. al., 2005). Salah satu contoh obat-obat kemoterapi yang digunakan untuk pengobatan kanker adalah Doksorubisin. Doksorubisin mempunyai efek samping, salah satunya yaitu menurunkan imunitas tubuh, sehingga dapat terjadi peningkatan resiko infeksi. Namun apabila doksorubisin dikombinasi dengan
1
2
imunomodulator dari alam, dapat menurunkan efek samping tersebut (Sumardi, 2011). Daun sirsak (Annona muricata L) telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional untuk pengobatan kanker dan tumor (Moghadamtousi, et .al., 2014). Daun Sirsak termasuk salah satu bahan alam yang telah banyak dilakukan penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, dkk (2013) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirsak dapat meningkatkan jumlah sel T CD4+ dan CD8+ secara signifikan sehingga mengindikasikan adanya senyawa yang bersifat imunostimulator. Skrining fitokimia dari ekstrak etanol daun sirsak menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin, terpenoid, flavonoid, kumarin, lakton, antrakinon, tanin, glikosida jantung, fenol, dan fitosterol. Senyawa flavonoid mempunyai aktifitas sebagai antioksidan dan antikanker secara in vitro (Gavamukulya, et.al., 2014). Penelitian Zhang, et.al (2005) juga membuktikan bahwa senyawa flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antikanker dan imunomodulator. Flavonoid tersebut dapat tersari dalam pelarut yang bersifat polar salah satunya air (Seidel, 2006). Berdasarkan uraian tersebut, sangat menarik untuk dilakukan penelitian mengenai aktivitas imunomodulator fraksi air ekstrak etanol daun sirsak (Anonna muricata L) pada sel limfosit T yang ditambah doksorubisin. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
3
1.
Apakah fraksi air ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) mempunyai aktivitas sebagai imunomodulator terhadap proliferasi sel limfosit T dengan penambahan doksorubisin pada sel limfosit mencit galur Balb/C secara in vitro ?.
2.
Apakah
fraksi air ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.)
mengandung flavonoid? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengetahui aktivitas imunomodulator fraksi air ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap proliferasi sel limfosit T dengan penambahan doksorubisin pada sel limfosit mencit galur Balb/C secara in vitro.
2.
Mengidentifikasi golongan flavonoid yang terkandung dalam fraksi air ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yakni:
1.
Memberikan bukti ilmiah tentang aktivitas imunomodulator fraksi air ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap proliferasi sel limfosit T dengan penambahan doksorubisin pada sel limfosit mencit galur Balb/C secara in vitro.
2.
Memberikan informasi tentang kandungan senyawa flavonoid dalam fraksi air ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.).
4
E. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Sirsak (Annona muricata L.) Sirsak adalah tanaman yang berasal dari Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Sirsak dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan derajat keasaman (pH) antara 5-7. Jadi tanah yang sesuai -
1500-3000 mm/tahun (Sunarjono, 2005). a. Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman sirsak adalah sebagai berikut: Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Subclassis
: Magnoliidae
Ordo
: Magnoliales
Famili
: Magnoliaceae
Genus
: Annonaceae
Species
: Annona muricata L.
b. Morfologi Secara morfologis, tanaman sirsak terdiri dari daun bulat panjang, daun menyirip berwarna hijau muda sampai hijau tua, ujung daunnya menyirip dan permukaan daunnya mengkilap. Tanaman sirsak mempunyai bunga tunggal dimana dalam satu bunga terdapat banyak putik sehingga
5
dinamakan berpistil majemuk. Bagian bunga tersusun secara hemisiklis yaitu sebagian berada dalam lingkaran dan sebagian lagi berpencar. Mahkota bunga yang berjumlah 6 sepalum, terdiri atas dua lingkaran, bentuknya hampir bentuknya hampir segitiga tebal dan kaku, warna keputih-putihan, dan setelah tua akan mekar dan lepas dari dasar bunganya. Putik dan benangsari lebar dengan banyak bakal buah. Bunga pada umumnya sempurna tapi terkadang hanya bunga jantan atau bunga betina saja dalam satu pohon (Sunarjono, 2005). Deskripsi tanaman sirsak dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Daun dan buah Sirsak (Annona muricata L.)
c. Kandungan Kimia Salah satu kandungan kimia sirsak yang berperan penting untuk obat adalah flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dan keberadaannya pada daun tanaman dipengaruhi oleh proses fotosintesis sehingga daun muda mengandung sedikit flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa bahan alam dari golongan fenolik (Markham, 1988).
6
Senyawa flavonoid merupakan
golongan
senyawa fenol
alam
terbesar yang diisolasi dari berbagai tumbuhan vascular (Pietta, 2000). Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen (Kumar et al., 2011). Senyawa flavonoid dapat meningkatkan respon imun melalui aktivitas flavonoid yang terlibat dalam ekspresi gen tertentu dan hal ini dimungkinkan berkaitan dengan potensi flavonoid sebagai antioksidan (Ramiro-Puig and Castle, 2009).
1) Flavonoid Flavonoid berupa senyawa fenol yang juga mempunyai cincin aromatik yang terkonjugasi. Flavonoid terdapat dalam tanaman, terikat dengan gula
sebagai glikosida
dan aglikon
flavonoid
yang
memungkinkan dalam satu tanaman terdapat beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh sebab itu flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran dan jarang ada flavonoid tunggal dalam jaringan tanaman, sehingga sering dijumpai campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Struktur inti kimia flavonoida seperti yang terlihat pada Gambar 2.
7
Gambar 2. Struktur flavonoid (Kumar, et .al., 2011)
Semua senyawa flavonoid yang ada adalah keturunan dari senyawa induk flavon, berupa tepung putih pada tumbuhan Primula, dan memiliki beberapa sifat yang sama. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi menggunakan etanol 70% dan tetap berada dalam lapisan air setelah di kocok dengan eter (Harborne, 1987). d. Khasiat Efek farmakologi tanaman sirsak menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan mempunyai efek farmakologi antara lain sebagai antioksidan (Gavamukulya, et.al, 2014), gastroprotektif (Moghadamtousi, et.al., 2014), antibakteri (Permatasari, et. al., 2013), antelmentik (Ferreira, et.al., 2013), dan antifungi (Abubacker and Deepalakshmi, 2013). 2. Sistem Imun Sistem imun adalah semua mekanisme yang dilakukan oleh tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan dari bahaya yang dapat menyerang tubuh yang ditimbulkan oleh suatu bahan atau lingkungan sekitar (Baratawidjaja, 2010). Sistem imun sangat dibutuhkan untuk meningkatkan perlindungan individu terhadap serangan agen patogen seperti mikroorganisme (virus,
8
bakteri), parasit dan fungi; menghilangkan sel neoplastik dan menolak komponen non self (Juvekar et al., 2009). Sistem imun terbagi menjadi dua, yaitu non spesifik yang bersifat bawaan (semua individu memilikinya sejak dilahirkan) dan spesifik yang muncul ketika suatu individu mengalami suatu respon imun (Virella, 2001). Sistem imun dibagi menjadi beberapa bagian berbeda dengan berbagai proses yang terlibat di dalamnya menjadi sistem imun bawaan atau non spesifik (innate system) dan sistem imun yang didapat atau spesifik (adaptive system). Sistem imun non spesifik telah ada sejak lahir yang merupakan pertahanan pertama tubuh apabila ada serangan infeksi, karena dapat memberikan respons langsung terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik merupakan sistem imun yang membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu untuk menimbulkan responsnya. a. Imunomodulator Fungsi imunomodulator adalah memperbaiki system imun yaitu dengan cara stimulasi (imunostimulan) atau menekan/menormalkan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan). Imunomodulator merupakan suatu substansi baik berasal daribiologi maupunsintetik yang dapat digunakan untuk stimulasi,supresi atau modulasi komponen dari sistem imun meliputi kedua respon imun non spesifik dan spesifik (Agarwal and Singh, 1999). Sasaran utama modulasi kekebalan tubuh adalah komponen spesifik dari kekebalan tubuh yaitu sel limfosit T dan B, yang diharapkan dapat meningkatkan kesehatan tubuh menjadi lebih baik (Hall et al., 2001).
9
b. Uji Aktivitas Imunomodulator dengan MTT Assay Uji aktivitas imunomodulator salah satunya dapat dilakukan secara kolorimetri dengan garam tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetylthiazol-2-yl)2,5-diphenyltetrazolium bromide). MTT (3-(4,5-dimetylthiazol-2-yl)-2,5diphenyltetrazolium bromide) banyak digunakan untuk memperkirakan kuantitas dan kelangsungan hidup sel dalam kultur (Sidorova et al., 2009). Uji MTT Assay merupakan metode kolorimetri, dimana pereaksi MTT merupakan garam tetrazolium yang dipecah menjadi kristal formazan oleh sistem suksinat tetrazolium reduktase yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria yang aktif pada sel hidup (Mosmann, 1983). Kristal formazan ini memberikan warna ungu yang dapat dibaca absorbansinya dengan menggunakan ELISA reader (Mosmann, 1983). Reduksi tetrazolium MTT menjadi garam formazan MTT dapat dilihat pada Gambar 3 berikut :
Gambar 3. Reduksi MTT menjadi garam MTT formazan (Brescia and Banks, 2009)
10
3. Phytohemaglutinin (PHA) Phytohemaglutinin (PHA) merupakan lectin dari red kidney bean (Phaseolus vulgaris) pertama kali ditemukan oleh Peter C. Nowell (1960) dari University of Pennsylvania, Philadelphia. PHA termasuk suatu mitogen yang mempunyai
kemampuan untuk merangsang limfosit
menjalani mitosis (Sharon and Lis, 2004), terdiri dari fraksi yang mengandung protein yang terikat gula dan komponen hemaglutinasi (Hamelryk et al., 1996). PHA terdiri dari dari dua sub unit L dan E yang memiliki bentuk tetramer. PHA-L bersifat leucoagglutinating dan merupakan mitogen yang baik
dalam
menjaga
kultur
limfosit
dan
PHA-E
bersifat
erythroagglutinating (Hamelryck et al., 1996). PHA-L merupakan mitogen yang poten dan digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kultur limfosit (Hamelryck et al., 1996). 4. Doksorubisin Doxorubicin adalah antibiotik pada pengobatan kanker yang diperoleh dari isolasi fermentasi beberapa kaldu Streptomyces spesies. Obat golongan anthracycline memiliki efek sitotoksik dengan mekanisme berinteraksi dengan enzim DNA topoisomerase II yang terdapat pada inti sel (Sparreboom, 2002). Doksorubisin banyak digunakan dalam klinik karena memiliki aktivitas spektrum luas terhadap tumor padat, keganasan hematologi,
11
kanker paru-paru, kanker payudara, kanker ovarium dan kanker kandung kemih (Sparreboom, 2002). Obat kemoterapi Anthracyclines doxorubisin (DOXO) dan epirubisin (EPI)
adalah salah satu obat sitotoksik yang paling efektif
dikembangkan untuk pengobatan kanker payudara (BC), secara signifikan meningkatkan kekambuhan dan kematian. Antrasiklin berhubungan dengan beberapa efek samping yang mengancam jiwa. Toksisitas yang paling mengkhawatirkan adalah kardiomiopati dan leukimia (Fausto et al, 2012). Efek samping lain yang dapat ditimbulkan karena pemakaian kemoterapi yaitu menurunnya sistem imun pada tubuh dapat dicegah dengan memberikan senyawa yang bersifat sebagai imunostimulator. Obat-obat kemoterapi akan menginduksi keadaan imunosupresi. Beberapa mekanisme obat–obat kemoterapi dalam pengobatan kanker yaitu menargetkan pada sistem imun untuk mengurangi tumor yang akan meningkatkan imunogenitasnya dan secara langsung merangsang sel efektor dengan cara mengaktifkan sel T (Weir et al., 2011). 5. Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu proses penarikan kandungan kimia dalam suatu bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut tertentu yang dapat melarutkan zat aktif yang diinginkan. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan sifat dari bahan mentah obat tersebut. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari suatu simplisia nabati atau
12
simplisia hewani menggunakan pelarut tertentu yang cocok (Depkes, 2000). Cairan penyari dalam suatu proses ekstraksi merupakan pelarut yang baik (optimum) untuk melarutkan metabolit sekunder yang terkandung dan dipilih cairan penyari yang sesuai, sehingga ekstrak mengandung sebagian senyawa yang diinginkan (Depkes, 2000). Pada metode tradisional, air biasanya digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi, tetapi pada metode modern pelarut organik dengan kepolaran yang berbeda dapat digunakan untuk menarik kandungan kimia dalam tanaman sesuai dengan kelarutan masing-masing komponen. Jenis penyari yang biasa digunakan adalah air dan alkohol (etanol dan metanol) (Depkes, 2000). Ekstraksi juga dapat dilakukan dengan cara dingin ataupun panas bergantung pada sifat senyawa dari tanaman tersebut. Cara dingin terdiri dari maserasi dan perkolasi. Sedangkan cara panas terdiri dari refluks, soxhletasi, digesti, infus, dan dekok (Depkes RI, 2000). Maserasi merupakan proses pengestrakan dan perendaman simplisia yang mempunyai derajat kehalusan tertentu dengan cairan penyari. Prinsip maserasi cairan penyari akan menembus dinding sel kemudian masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, sehingga melarutkan zat aktif. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel-sel akan mendesak keluar larutan zat aktif di dalam sel yang lebih pekat. Peristiwa ini berulang sehingga
13
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Depkes RI, 1986). Ekstraksi dengan cara maserasi mempunyai beberapa keuntungan dan juga kerugian. Keuntungannya antara lain cara melakukan mudah, alat yang digunakan sederhana dan dapat digunakan untuk simplisia dengan kandungan zat aktif tidak tahan panas. Sedangkan kerugian cara maserasi yaitu penyarian kurang sempurna dan waktu pengerjaannya lama (Depkes RI, 1986). Pelarut yang digunakan adalah etanol, keuntungan dan kerugian menggunakan cairan penyari etanol adalah keuntungannya antara lain lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh, tidak beracun, netral, absorbsinya
baik,
dapat
bercampur
dengan
air
dengan
segala
perbandingan, membutuhkan panas untuk pemekatan sedikit. Kerugiannya menggunakan cairan penyari etanol adalah harganya mahal (Depkes RI, 1986). Fungsi etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak, malam, tanin dan saponin hanya sedikit larut (Depkes RI, 1986). 6. Fraksinasi Fraksinasi adalah suatu proses untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dengan golongan utama yang lain pada tumbuhan berdasarkan perbedaan kepolaran. Senyawa-senyawa yang bersifat polar
14
akan terlarut dalam pelarut polar, begitu juga senyawa yang bersifat non polar akan terlarut dalam pelarut dalam pelarut non polar (Harborne, 1987). Partisi cair-cair digunakan sebagai cara untuk memisahkan analitanalit dari komponen-komponen matriks yang mungkin menganggu pada kuantifikasi atau deteksi analit dan untuk memekatkan analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinya (Gandjar dan Rohman, 2007). Prinsip partisi cair-cair adalah sampel terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak dapat bercampur, dimana analit dan matriks memiliki kelarutan yang berbeda (Dean, 1998). Cara kerja pada metode partisi caircair ini, cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bisa bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, kemudian lapisan didiamkan setelah mencapai kesetimbangan dan dipisahkan (Khopkhar, 1990). 7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis
adalah
teknik pemisahan utama di
dalam penelitian kandungan kimia dalam tanaman. Kromatografi lapis tipis ini dapat digunakan untuk mencari pelarut optimal dalam ekstraksi, mengidentifikasi komponen yang telah diketahui maupun yang tidak
15
diketahui dan yang terpenting dapat melakukan seleksi komponen aktif biologi (Hajnos et al., 2007). Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan secara fisikokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri atas fase diam dari bahan silika yang ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah disebut fase gerak, berupa larutan, ditotolkan dalam bentuk bercak atau pita, setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok, pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) dan setelah itu senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan atau dideteksi (Stahl, 1985). Fase diam yang umum digunakan adalah silika gel, alumina, kieselguhr, selulosa, pati dan sephadex. Pemilihan fase gerak sebaiknya menggunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin dengan tujuan untuk mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut (Sastrohamidjojo, 2005). Identifikasi lain yang digunakan yaitu dinyatakan dengan harga Rf Rumus perhitungan harga Rf sebagai berikut: (Sastrohamidjojo, 2005). Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal
Rf = ------------------------------------------------------Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal
F. Landasan Teori Penelitian imunomodulator mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap peningkatan jumlah sel T
16
CD4+ dan CD8+ pada timus mencit (Mus musculus) secara in vivo, telah dilakukan oleh Dewi dkk., 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirsak dapat meningkatkan jumlah sel T CD4+ dan CD8+ secara signifikan dan mengindikasikan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol daun sirsak bersifat imunostimulan. Skrining fitokimia dari ekstrak etanol daun sirsak menghasilkan senyawa – senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin, terpenoid, flavonoid, kumarin dan lakton, antrakinon, tanin, glikosid jantung, fenol dan pitosterol (Gavamukulya, et.al, 2014). Fenol yang terikat gula (glikosida fenol) adalah senyawa fenol yang bersifat polar dan dapat tersari oleh air (Markham, 1988), begitu juga flavonoid yang bersifat polar dapat tersari oleh pelarut yang polar seperti air (Marston and Hostettmann, 2006). Kandungan fenol dan flavonoid di dalam daun sirsak diduga memiliki efek imunomodulator, hal ini dapat diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang, et.al., (2005a) bahwa senyawa fenol yaitu flavonoid dilaporkan mempunyai aktivitas sebagai antikanker dan imunomodulator. Doksorubisin dapat menurunkan fungsi sistem imun melalui beberapa mekanisme antara lain CD4+/CD8+
menurunkan
proliferasi
sel
limfosit, rasio
(Zhang, et.al., 2005). Pemberian doksorubisin dapat
menimbulkan efek samping berupa menurunnya sistem kekebalan tubuh. Agen imunomodulator dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun sehingga dapat dikombinasikan dengan obat kemoterapi seperti doksorubisin untuk melindungi pasien dari efek samping doksorubisin (Sumardi, 2011).
17
G. Hipotesis Berdasarkan landasan teori di atas dapat diambil hipotesis yaitu : 1. Fraksi air dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) mempunyai aktivitas imunomodulator terhadap proliferasi sel limfosit T dengan penambahan doksorubisin pada sel limfosit mencit galur Balb/C secara in vitro
2. Fraksi air dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) mengandung senyawa golongan flavonoid.