BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir ini fitokimia telah berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri yang perhatiannya ialah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah, dan fungsi biologisnya. Pada semua pekerjaan tersebut diperlukan metode pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan yang terdapat dalam tumbuhan yang sifatnya berbeda-beda dan yang jumlahnya banyak itu. Sekitar 25% dari 422.000 spesies tumbuhan
diketahui sebagai
tumbuhan obat dan mengandung sumber molekul bioaktif namun tidak semua tumbuhan obat tersebut diketahui senyawa penandanya, salah satunya yaitu tumbuhan Spigelia anthelmia. Tumbuhan ini hampir tumbuh di semua negara beriklim tropis dengan lingkungan yang berbeda-beda. Spigelia anthelmia merupakan salah satu tumbuhan yang diketahui mempunyai beberapa aktifitas farmakologi. Tumbuhan ini biasa digunakan untuk pembasmi hama tanaman. Ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat dari Spigelia anthelmia diketahui mempunyai aktifitas antihelmintik pada cacing parasit yang terdapat dalam usus kambing (Assis dkk., 2003). Rianodine, salah satu kandungan senyawa metabolit sekunder dari Spigelia anthelmia yang tersusun dari glikosida yang berikatan dengan alkaloid pyrolidin dalam bentuk ester yang bersifat toksik digunakan
1
2
untuk insektisida, pewarna dalam cat, dan obat-obatan (Hussein dan Brasel, 2001). Taupik (2014) meneliti tentang potensi ketoksikan dari isolat Spigelia anthelmia
yang dikoleksi dari pantai selatan, Bantul, Yogyakartayang
menunjukkan potensi penghambatan terhadap sel kanker payudara T47D dan sel kanker kolon WiDr. Setiap tumbuhan mempunyai kandungan senyawa kimia dari hasil metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai spesifikasi tanaman tersebut. Senyawa yang dijadikan spesifikasi tersebut dinamakan senyawa penanda. Senyawa penanda dapat digunakan untuk menentukan kebenaran jenis tumbuhan. Senyawa penanda yang baik adalah senyawa yang mudah didapat, bersifat stabil dan mudah untuk dilakukan analisis. Di negara Eropa seperti Inggris dan Jerman, Spigelia anthelmia digunakan sebagai obat berbagai penyakit yang dibuat dalam bentuk tingtur atau disebut dengan homeopathic remedy. Dalam German Homeopathic Pharmacopeia, ekstrak dari bagian atas tumbuhan Spigelia anthelmia digunakan untuk mengobati gangguan saraf dan jantung, sehingga keberadaan senyawa penanda dari tumbuhan tersebut patut untuk diketemukan. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengisolasi senyawa penanda dan struktur senyawa dari tumbuhan Spigelia anthelmia yang didapat dari kawasan pantai selatan, Bantul, Yogyakarta.
3
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat diketahui permasalahan yaitu senyawa apayang dapat dijadikan sebagai penanda dalam tumbuhan Spigelia anthelmia? C. Pentingnya Penelitian Hasil penelitian yang diusulkan dapat menjadi informasi rujukan terkait cara mengisolasi dan analisis struktur senyawa penanda pada tumbuhan Spigelia anthelmia L. D. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa penanda dari Spigelia anthelmia. E. Manfaat Penelitian Harapan setelah dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi tentang cara mengisolasi senyawa penanda dari tumbuhan S. anthelmia. 2. Memberikan infornasi tentang struktur senyawa hasil isolasi. F. Tinjauan Pustaka 1.
Spigelia anthelmia L. Spigelia anthelmia atau sering disebut Guinea pink root adalah tumbuhan
yang berasal dari Amerika tropis, bagian terna tumbuhan ini mengandung Spigelin yang bersifat racun dan dipakai sebagai insektisida (Anonim, 1986). Di Indonesia tumbuhan ini dikenal dengan nama jukut puntir (bahasa sunda), platikan (bahasa
4
jawa) dan bisa tumbuh hingga panjang 90cm (Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003). Spigelia anthelmia mempunyai lima helai bunga berwarna merah muda seperti mahkota, memiliki dua lekukan dan memiliki biji berbentuk bulat yang satu bagian dengan bunga. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan monokotil dan dikelompokkan kedalam family Loganiaceae (Nelson dkk., 2007). Ketika masih segar tumbuhan tersebut beracun, berbau busuk dan bisa mempunyai efek narkotik. Tumbuhan ini mempunyai rasa yang membuat mual dan bertahan lama di lidah (Gibson dkk., 1973). Berikut ini adalah klasifikasi tumbuhan Spigelia anthelmia L.: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Bangsa
: Gentianales
Suku
: Loganiaceae
Marga
: Spigelia
Jenis
: Spigelia anthelmia L. (Tjitrosoepomo, 1996)
Di Asia Tenggara Spigelia anthelmia tumbuh di pantai berpasir, tepi sungai, taman, pinggir jalan dan tempat sampah, dari ketinggian hingga 600 mdpl. Terkadang
tumbuhan
ini
langka
di
tempat
tertentu
(Lemmens
dan
Bunyapraphatsara, 2003). Beberapa fraksi dari ekstrak etanol terna S. anthelmia telah diuji dalam tes skrining umum dengan beberapa model hewan. Telah didapat LD50 intraperitonial
5
terhadap mencit yaitu sebesar 222 mg/kg yang mempunyai efek hipotensif dan efek bradikardi (Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003). Wagner dkk.(1986) menulis artikel tentang senyawa alkaloid isoquinoline dan iridoid dari isolat Spigelia anthelmia yang mempunyai efek kardiotonik. Dalam penelitiannya, Assis dkk.(2003) berhasil meneliti aktifitas in vitro larvacidal dan ovicidal Haemonchus contortus dari ekstrak methanol dan etil asetat Spigelia anthelmia. Kemudian penelitian lanjutan dilakukan oleh Ademola dkk.(2007) yang didapat hasil bahwa ekstrak tumbuhan ini mempunyai aktifitas antihelmintik terhadap nematoda gastrointestinal kambing. 2. Senyawa penanda Senyawa penanda adalah suatu senyawa yang terdapat dalam bahan alam dan diseleksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan
identifikasi atau
standardisasi) melalui penelitian. Syarat senyawa dapat ditetapkan sebagai penanda apabila bersifat khas, mempunyai struktur kimia yang jelas, dapat diukur kadarnya dengan metode analisis yang biasa digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi (Purnomo, 2008). Senyawa penanda dapat digolongkan menjadi empat yang didasarkan pada bioaktifitasnya. Empat golongan ini meliputi senyawa aktif, penanda aktif, penanda analitik dan penanda negatif. Senyawa aktif adalah senyawa yang diketahui aktifitas secara klinik. Penanda aktif adalah senyawa yang diketahui aktifitas farmakologi dan khasiatnya, tetapi khasiatnya belum dibuktikan secara klinis. Penanda analitik adalah senyawa yang dipilih untuk determinasi secara kuantitatif. Senyawa ini dimungkinkan atau tidak aktifitas biologisnya dan dapat
6
membantu identifikasi positif dari bahan tanaman atau ekstrak tanaman atau digunakan untuk tujuan standardisasi. Penanda negatif adalah senyawa yang memiliki sifat alergi atau toksik atau mengganggu bioavailabilitasnya (Patterson, 2006). Menurut Wahyuono dkk.(2006), idealnya senyawa penanda merupakan senyawa aktif yang bertanggung jawab terhadap efek farmakologi yang ditimbulkan oleh penggunaan herba yang bersangkutan. Namun demikian, senyawa khas yang bukan senyawa aktif dapat pula ditetapkan sebagai penanda. Senyawa penanda merupakan konstituen kimia dari herba yang telah ditetapkan strukturnya yang digunakan untuk tujuan control kualitas. Senyawa penanda digunakan manakala konstituen kimia yang bertanggung jawab terhadap efek terapetik dari tanaman yang bersangkutan belum diketahui (Anonim, 2007). 3. Ekstraksi Ekstraksi adalah metode pemisahan campuran berbagai senyawa dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan masing-masing senyawa pada suatu pelarut (Watson, 1999; Kealey & Haines, 2002). Proses ekstraksi yang biasa digunakan yaitu maserasi dan perkolasi. Ekstraksi bertujuan untuk mengambil senyawa yang terkandung didalam sampel menggunakan pelarut yang sesuai. Berbagai macam senyawa yang ada dalam sampel dapat ditarik tergantung dengan sifat pelarut yang dipakai. Untuk tumbuhan yang belum diketahui kandungan kimianya biasanya menggunakan metode maserasi ataupun perkolasi. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yaitu dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
7
cairan penyari pada temperature kamar. Simplisia yang sudah diserbukkan ditempatkan dalam kontainer tertutup bersama pelarut dan umumnya didiamkan selama 3 x 24 jam dengan pengadukan berkala, dimana setiap 24 jam cairan penyari disaring atau senyawa dalam sampel terekstraksi sempurna. Metode maserasi digunakan untuk menyari senyawa dari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari (Singh, 2014). 4. Fraksinasi Fraksinasi adalah metode pemisahan senyawa terlarut menggunakan pelarut yang sesuai. Fraksinasi dapat berupa ekstraksi padat-cair yaitu menarik senyawa terlarut dari substansi padat dan ekstraksi cair-cair yaitu menarik senyawa terlarut dari substansi berbentuk cair menggunakan pelarut yang sesuai. Fraksinasi padat-cair umumnya menggunakan tabung reaksi, gelas beker ataupun cawan porselen, sedangkan fraksinasi cair-cair umumnya menggunakan corong pisah. Fraksinasi senyawa bahan alam didasarkan pada kelarutannya terhadap pelarut dengan kepolaran yang berbeda. Pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar yang menghasilkan sisa fraksinasi yang mengandung senyawa yang lebih polar. 5. Isolasi Isolasi senyawa kimia dari sampel dapat ditentukan berdasarkan profil kromatogrrafi lapis tipis dari ekstrak maupun fraksi. Beberapa metode isolasi yang seing digunakan adalah dengan metodekromatografi yaitu kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP), kromatografi cair vakum (KCV). Isolasi senyawa kimia dari sampel umumnya dapat dilihat melalui profil hasil kromatografi lapis tipis
8
(kromatogram sebelumnya). Dari kromatogram dapat ditentukan senyawa target yang akan diisolasi. 6. Kromatografi Kromatografi digunakan untuk memisahkan senyawa berdasarkan polaritasnya. Sifat utama yang terlibat dalam pemisahan kromatografi ialah kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk terikat pada permukaan fase diam (adsorpsi), dan kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (Gritter dkk., 1991). Komponen dalam campuran senyawa akan terbawa oleh pelarut pada fase gerak yang memiliki tingkat polaritas yang sama (Gibbons dan Gray, 1998). a.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pada KLT, fase diam berupa
lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri atas bahan padat yang dipaliskan diatas permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan melekat diatas permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum (Gritter dkk., 1991). Sampel yang digunakan berbentuk cairan, yang biasanya ditotolkan menggunakan pipa kaca kapiler tetapi dapat pula menggunakan alat otomatis. Totolan berupa bercak (garis tengah 15 mm) pada lapisan dekat salah satu ujung (kira-kira 2 cm dari ujung). Pelarut dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan aliran udara kering atau nitrogen. Lapisan kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi fase gerak atau pengembang yang dalamnya sekitar 1 cm (Gritter dkk., 1991).
9
KLT digunakan untuk pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks anorganikorganik, dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal (Gritter dkk., 1991). Kelebihan KLT ialah pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan berganda (saling membandingkan langsung cuplikan praktis), dan tersedianya berbagai metode (seperti KCP, KCC, dan kromatografi eksklusi) (Gritter dkk., 1991). Data diberikan dalam bentuk harga Rf senyawa dalam system pelarut tertentu. Angka ini diperoleh dengan membagi jarak yang ditempuh oleh bercak sampel dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut. Harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1 (Gritter dkk., 1991). KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama , dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kuantitatif, kualitatif, atau preparatif. Kedua, untuk menentukan fase gerak dan fase diam yang sesuai yang akan dipakai dalam kromatografi kolom (Gritter dkk., 1991). KLT juga digunakan untuk menentukan kemurnian isolat yang didapat. Yaitu dengan cara mengelusi isolat pada tiga sistem fase gerak yang berbeda polaritasnya. Apabila terdapat satu bercak pada KLT maka dapat dikategorikan murni secara KLT (Baxter dkk.,1998).
10
b.
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Salah satu kegunaan
utama KLTP adalah untuk teknik pemurnian. KLT preparatif sangat berguna untuk mengisolasi komponen dalam suatu campuran, juga untuk studi analisis lebih lanjut atau untuk mendapatkan senyawa murni sebagai standard (Fried dan Sherma, 1996). Pada KLT preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan kemudian dikerok dari plat KLT. Kemudian cuplikan dielusi dari penjerap dengan pelarut polar. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa murni untuk telaah pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti bahan alam yang lazimnya berjumlah kecil dan campurannya rumit, dan untuk memperoleh cuplikan yang murni untuk mengkalibrasi KLT kuantitatif (Gritter dkk., 1991). Kandungan senyawa harus secepatnya dipisahkan dari silika gel untuk mencegah peruraian oleh fase diam. KLTP digunakan dalam prosedur akhir isolasi yang memudahkan dalam penentuan struktur senyawa yang akan dianalisis.
11
c.
Kromatografi Cair Vakum. Laporan pertama mengenai cara ini
dipublikasi tahun 1977 (Hostettmann dkk., 1995; Coll dkk., 1977) yang dipakai untuk mengisolasi diterpena sembernoid dari terumbu karang lunak Australia. Kromatografi Cair Vakum (KCV) merupakan salah satu metode pemisahan senyawa yang berada dalam sampel (ekstrak) dengan menggunakan alat bantu vakum. Prinsip kerja KCV yaitu pemisahan senyawa berdasarkan adsorbs dan partisi yang dipercepat dengan bantuan pompa vakum. Umumnya KCV menggunakan fase diam berupa silika gel yang dikemas dalam keadaan kering. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah
dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakum lagi.
Kolom dihisap sampai kering dan sekarang siap dipakai. Cuplikan, dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukkan langsung pada bagian atas kolom atau pada lapisan prapenjerap dan dihisap perlahan-lahan ke dalam labu penampung dengan memvakumkannya. Kolom dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, mulai dengan pelarut yang kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan, kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi (Hostettmann dkk., 1995). Selain dengan cara kering, ada cara lain yaitu dengan cara basah yang idlakukan dengan cara mensuspensikan fase diam dalam fase gerak yang akan digunakan (kepolaran paling rendah). Fase diam yang telah tersuspensi homogeny selanjutnya dimasukkan ke dalam kolom sambil diketuk-ketuk supaya kemampatan dapat merata. Fase gerak dibiarkan mengalir hingga terbentuk
12
lapisan fase dian yang tetap dan rata, kemudian aliran dihentikan sampai batass permukaan fase diamn. Sampel disuspensikan dengan fase gerak yang paling non polar dengan kekentalan yang spesifik selanjutnya dimasukkan secara perlahanlahan pada permukaan fase diam secara merata. Fase gerka dengan gradient kepolaran yang telah ditetapkan dialirkan ke dalam kolom dan divakum hingga semua cairan tertampung sebagai fraksi-fraksi (Sutomo, 2014). Senyawa organik misalnya alkaliod dapat dipisahkan dengan mudah dan cepat dengan cara kromatografi cair vakum. Cara ini bukan saja memerlukan pelarut sedikit tetapi juga lebih baik daripada kromatografi kolom kering (Hostettmann dkk., 1995; Pelletier dkk., 1985). Hasil pemisahan dengan menggunakan KCV berupa campuran senyawa yang tergabung dalam fraksifraksi. Untuk mendapatkan senyawa murni, fraksi yang didapatkan dari hasil pemisahan dikumpulkan untuk dilakukan pemurnian menggunakan metode isolasi yang berbeda, misalnya KLTP. 7. Identifikasi struktur Identifikasi struktur isolat dilakukan dengan beberapa alat instrumentasi. Alat yang dapat digunakan untuk menganalisis struktur senyawa yaitu spektrofotometri UV, spektroskopi massa, spektroskopi IR dan spektrometri NMR.
13
a.
Spektrofotometri UV. Spektrofotometri ultraviolet (UV) adalah
pengukuran absorpsi radiasi elektromagnetik suatu senyawa di daerah 200-400 nm. Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum tersebut terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dengan alat yang sesuai untuk menetapkan serapan (Anonim, 1995). Gugusan atom yang mengabsorpsi sinar ultraviolet adalah gugus kromofor yang mempunyai ikatan kovalen tak jenuh atau terkonjugasi. Kata kromofor digunakan untuk mendeskripsikan suatu sistem yang mengandung elektron yang bertanggung jawab dalam absorbsi. Senyawa yang tidak terkonjugasi untuk bisa mengabsorbsi harus diberikan energy yang tinggi yang menggunakan panjang gelombang yang pendek, sedangkan energy yang diabsorsi sangat
sedikit
(Williams dkk., 1980). Dalam sistem kromofor atau sistem terkonjugasi terdapat auksokrom. Auksokrom adalah suatu substituent dalam kromofor yang mempengaruhi efek bathokromik. Efek bathokromik yaitu perpindahan absorbsi maksimum menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (Williams dkk., 1980). Absorbsi molekuler dalam spektra ultraviolet (UV) dan daerah visible tergantung pada struktur elektronik dari suatu molekul (Silverstein dkk., 2005). Sumber radiasi dalam absorbsi spektrofotometri mempunyai dua syarat utama. Pertama, harus memberikan cukup energi radiasi yang melebihi wilayah panjang gelombang yangakan diabsorbsi. Kedua, dapat mempertahankan intensitas konstan selama selang waktu saat pengukuran dilakukan ( Willard dkk., 1986).
14
Spektra UV-Vis merupakan korelassi antara absorbansi dan panjang gelombang yang berupa pita spektrum. Proses terbentuknya pita spektrum disebabkan karena terjadi eksitasi elektronik yang lebih dari satu macam pada gugus molekul yang sangat kompleks. Jika suatu molekul yang sederhana dipancarkan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Terjadinya interaksi antar molekul dengan radiasi elektromagnetik akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi. Apabila pada molekul ini hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat dalam molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan garis spektrum (Gandjar dan Rohman, 2007). Intensitas serapan biasanya dinyatakan dalam absorbtivitas molar pada panjang gelombang maksimum. Semakin besar nilai absorbtivitas molar maka semakin besar intensitasnya. Informasi yang sangat bermanfaat dari spektroskopi UV-Vis untuk keperluan penentuan struktur adalah panjang gelombang maksimum dan ε. Data ini dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan adanya kromofor yang diperoleh pada saat perekaman spektrum UV-Vis (Gandjar,1989).
15
b. metode
SpektroskopiInfrared (IR). Spektroskopi IR merupakan suatu analisis
untuk
mengamati
interaksi
molekul
dengan
radiasi
elektromagnetik. Bilangan gelombang IR dibagi menjadi tiga daerah yaitu daerah serapan dekat pada bilangan gelombang 20.000-4.000 cm-1, daerah serapan sedang pada bilangan gelombang 4.000-400 cm-1, dan serapan jauh 400-10 cm-1. Utnuk identifikasi struktur kimia, IR dapat digunakan untuk mengetahui gugus fungsi pada suatu senyawa organik berdasarkan ikatan dari tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi yang spesifik, data yang diperoleh berupa panjang gelombang (μm) atau bilangan gelombang (cm-1). Sama dengan tipe absorbsi energy lainnya, molekul akan berada pada tingkat energy yang lebih tinggi ketika mereka mengabsorbsi radiasi inframerah. Pada inframerah, suatu molekul hanya mengabsorbsi pada frekuensi tertentu dari radiasi inframerah. Absorbsi dari radisasi
inframerah
menghasilkan
perubahan
energy
hingga
40kJ/mol
(Harborne,1987; Giwangkara, 2007; Pavia dkk., 2008). Ada dua tipe getaran molekuler yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama disepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atomatom di dalam gugusan (Silverstein dkk., 2005).
16
c.
Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Spektroskopi
NMR merupakan instrumen penting dalam penentuan struktur senyawa organik yaitu berkaitan tentang sifat-sifat magnetic suatu inti tertentu. NMR 1 dimensi terdiri dari 1H-NMR dan13C-NMR. 1
H-NMR memberikan informasi mengenai jumlah, jenis dan lingkungan
hidrogen yang berbeda dalam satu molekul, dan banyaknya atom hidrogen pada atom karbon tetangga. Struktur kimia dari senyawa organik yang dianalisis dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spektrum, yaitu dengan pergeseran kimiawi (chemical shift) yang dapat mengetahui jenis lingkungan kimia dari suatu proton, dengan integrasi dapat diketahui jumlah relatif proton yang ada, dengan spin coupling untuk mengetahui hubungan posisi antara proton-proton yang saling berinteraksi. Tetapan kopling dilambangkan dengan J yang tergantung pada jumlah serta jenis ikatan yang ada dalam lingkungan proton tersebut (Silverstein dkk., 2005). Spektrum13C-NMR memberikan informasi mengenai lingkungan dan interaksi antar karbon dalam suatu senyawa organik. Selain itu dapat memberikan informasi mengenai jumlah proton yang diikat oleh suatu atom karbon. Lingkungan suatu atom karbon dapat diketahui berdasarkan pergeseran kimiawinya seperti halnya dengan
1
H-NMR. Dengan menggabungkan hasil
interpretasi dari data spektrum kedua jenis NMR tersebut, dapat ditentukan posisi suatu gugus metil (CH3), metilen (CH2), metin (CH) dan karbon quartener (Silverstein dkk., 2005).
17
d.
Spektroskopi Massa. Spektroskopi massa (MS) merupakan suatu
teknik analisis yang menghasilkan data berat molekul (BM) dari suatu senyawa organik. Dalam pengertian yang simple, spektrometri massa dibuat untuk tiga macam fungsi : untuk menguapkan komponen yang mempunyai beberapa tingkat volatilitas yang berbeda, untuk menghasilkan ion dari hasil molekul fase gas, dan untuk mendeteksi ion berdasarkan massa-to-charge rasionya (m/z) yang kemudian dicatat oleh detektor (Williams dkk., 1980). Langkah pertama dalam analisis menggunakan spektrometri massa dari komponen organic adalah membuat ion fase gas dari komponen tersebut, sebagai contoh : M
+
e-
M+
+
2 e-
(De Hoffmann dkk., 1996) Hasil fragmentasi diatas akan menghasilkan ion-ion molekuler, ion-ion pecahan dan ion-ion radikal. Selanjutnya hasil fragmentasi ini melalui jalur pembelokan yang memiliki medan magnet. Medan magnet ini berperan dalam pemisahan ketiga macam hasil fragmentasi tadi yang kemudian dilanjutkan ke detektor (Montaudo dan Lattimer, 2001). Ada beberapa cara ionisasi untuk menjadikan suatu molekul ion agar dapat dideteksi oleh spectrometer massa, salah satunya adalah metode Electrospray Ionization (ESI). ESI adalah salah satu metode untuk mendapatkan berat molekul yang digunakan dalam LC-MS, jika pada metode biasanya menggunakan fragmentasi (pemecahan molekul), maka pada metode ESI menggunakan spray
18
(penyemprotan). Akibatnya tidak akan ditemukan fragmen-fragmen dari molekul tersebut. Sampel dalam bentuk larutan (biasanya bersifat polar, pelarut mudah menguap) dimasukkan ke dalam sumber ion menggunakan pipa kapiler stainless steel, analit dan solven kemudian disemprotkan melalui taylor cone yang akan terbentuk droplet – droplet yang akan mengalami tahap evaporasi solven. Apabila terjadi evaporasi secara terus menerus maka solven yang meliputi analyte terkepung dalam muatan positif yang berlebih atau disebut “reyleigh”, maka akan terjadi pemecahan droplet tadi. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada droplet-droplet tersebut : a. Analit akan tertambahi satu muatan positif b. Analit akan tertambahi beberapa muatan positif c. Analit akan tertambahi satu muatan positif dan satu molekul solven d. Analit akan tertambahi satu muatan positif dan beberapa molekul solven e. Analit akan tertambahi beberapa muatan positif dan beberapa molekul solven (De Hoffmann dkk., 2007) Muatan positif pada solven biasanya ditambahkan ion-ion dari Na+, Li+, K+, NH4+, dan katonik lainnya sehingga kemungkinan ion molekul yang terdeteksi di spekstoskopi massa yaitu [M+H+]+, [M-H+]-, analit dengan tambahan seperti Na+, K+, H3O+, NH4+ dan molekul dari fase gerak contoh metanol (Ardrey, 2003).
19
G. Keterangan Empiris Penelitian ini bersifat eksploratif untuk mengetahui cara mengisolasi senyawa penanda dalam tumbuhan Spigelia anthelmia Linn. dan identifikasi struktur kimianya menggunakan spektrofotometri UV, spektroskopi spektroskopi 1H-NMR dan spektroskopi massa.
IR,