BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tablet merupakan salah satu sediaan obat yang sering dipakai karena memiliki beberapa keuntungan dibanding dengan sediaan farmasi lain. Beberapa keuntungan penggunaan sediaan tablet antara lain : mudah dalam pemakaian, stabil dalam penyimpanan, ketepatan dosis yang lebih terjamin, mudah dalam transportasi dan distribusinya kepada konsumen, serta dari sifat ekonomi relatif lebih murah (Lachmandkk., 1994). Tablet adalah suatu sediaan obat takaran tunggal, dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat dengan penambahan bahan pembantu pada mesin pencetak dengan menggunakan teknik tertentu. Bahan pembantu tersebut meliputi bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur dan bahan pelincir. Keempat bahan tersebut akan mempengaruhi proses pembuatan dan karakteristik fisik tablet yang memenuhi syarat (Voigt, 1984). Asam mefenamat merupakan analgetik yang kelarutannya sangat kecil dalam air yaitu 1 gram dalam lebih dari 10.000 ml(DepKes, 1995). Kelarutannya yang sangat kecil akan mempengaruhi kecepatan obat melarut di dalam tubuh, sehingga hal ini dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat. Asam mefenamat merupakan obat yang termasuk dalam golongan BCS II (Biopharmaceutical
Classification System) dengan kelarutan rendah dan
permeabilitas tinggi sehingga mempengaruhi bioavailabilitas obat. Kelarutan merupakan salah satu parameter di dalam BCS yang mempengaruhi bioavailabilitas obat (Kumar dkk., 2009). Dispersi padat merupakan salah satu cara yang 1
digunakan untuk meningkatkan kecepatan disolusi dan absorbsi obat yang tidak mudah larut dalam air (Vikram dkk., 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Shariff (2013), menunjukkan bahwa dispersi padat asam mefenamat dan PEG 4000 (1:1) dengan metode peleburan memiliki laju disolusi yang baik sebesar 91,28%, penelitian yang dilakukan oleh Vikram (2012), menunjukkan bahwa dispersi padat asam mefenamat dengan penambahan modifikasi starch sebagai bahan penghancur dan pembawa dispersi padat menghasilkan peningkatan disolusi asam mefenamat sebesar 92,6%, sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti (2013), menunjukkan bahwa dispersi padat asam mefenamat dan PEG 6000 (1:1) menghasilkan
DE60sebesar
87,03% sedangkan asam mefenamat murni sebesar 15,32%. Tablet dibuat dengan penambahan bahan penghancur yang sesuai. Bahan tambahan yang digunakan adalah bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelicin dan bahan penghancur. Bahan penghancur ditambahkan pada formulasi tablet untuk memudahkan tablet pecah atau hancur menjadi bagian – bagian jika kontak dengan cairan saluran pencernaan (Lachman dkk., 1994).Sodium starch glycolate merupakan modifikasi silang dari gugus O karboksimetil dari pati kentang dan termasuk dalam superdisintegrant dengan mekanisme mengembang saat kontak dengan air, mampu memecah kerekatan bahan-bahan di dalam tablet menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan konsentrasi 2-8%.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang formulasi tablet asam mefenamat yang dibuat melalui pembentukan dispersi padat dengan PEG 6000 menggunakan sodium starch glycolate sebagai bahan penghancur.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dibuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik fisik tablet asam mefenamat yang dibuat melalui dispersi padat dengan PEG 6000 dengan bahan penghancur sodium starch glycolate? 2. Bagaimanakah laju disolusi tablet asam mefenamat yang dibuat melalui dispersi padat dengan PEG 6000 dengan bahan penghancur sodium starch glycolate? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui karakteristik fisik tablet asam mefenamat yang dibuat melalui dispersi padat dengan PEG 6000 dengan bahan penghancur sodium starch glycolate. 2. Mengetahui laju disolusi tablet asam mefenamat yang dibuat melalui dispersi padat dengan PEG 6000 dengan bahan penghancur sodium starch glycolate.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi ilmiah dan memperluas pengetahuan mengenai karakteristik fisik dan disolusi tablet asam mefenamat yang dibuat melalui pembentukan dispersi padat dengan PEG 6000 dan menggunakan sodium starch glycolate sebagai bahan penghancur sehingga menghasilkan tablet asam mefenamat dengan bioavalabilitas yang lebih baik.
E. Tinjauan Pustaka 1. Dispersi Padat Sistem dispersi adalah sistem bahan yang terdiri dari minimal dua fase, sebuah fase adalah fase terdispersi dan yang satunya adalah fase pendispersi (Voigt, 1984). Dispersi padat merupakan suatu sistem yang terdiri dari satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa inert (Agoes, 2008). Dispersi padat merupakan cara-cara untuk memudahkan pelarutan dan seringkali memudahkan bioavailabilitas dari obat yang sukar larut bila dicampurkan dengan
pembawa yang mudah larut (Martin, 1993).Pembuatan dispersi padat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain metode peleburan (melting method), metode pelarutan (solvent method), dan metode campuran (melting-sovent method) (Agoes, 2008). Metode peleburan (melting method) dibuat dengan cara obat dan bahan tambahan dilebur dengan cara pemanasan, kemudian massa yang dileburkan didinginkan sehingga berbentuk padat. Massa yang telah berbentuk padat kemudian digerus, diserbuk dan diayak. Keuntungan dari dispersi padat ini adalah kerusakan obat dapat dihindari karena proses pembuatan dispersi padat ini dilakukan pada suhu rendah (Agoes, 2008). Metode pelarutan (solvent method) dibuat dengan cara obat dan bahan tambahan dilarutkan dalam pelarut yang sama, kemudian diuapkan sehingga didapat dispersi-solid. Keuntungan menggunakan metode ini adalah dapat menghindari penguraian akibat panas, bahan obat, dan pembawa, karena untuk penguapan pelarut organik digunakan suhu yang rendah. Sedangkan kekurangannya adalah sulit sekali menghilangkan sisa pelarut organik secara sempurna yang kemungkinan dapat mempengaruhi stabilitas obat (Agoes, 2008). Metode pencampuran (melting-solvent method) dibuat dengan cara obat dilarutkan dalam pelarut organik dalam jumlah kecil, kemudian dilebur pada suhu dibawah 70oC (Agoes, 2008). 2. Tablet Tablet adalah sediaan padat takaran tunggal yang dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat, umumya dengan penambahan bahan pembantu, pada mesin yang sesuai dengan menggunakan tekanan tinggi (Voigt, 1984). Prinsip pembuatan tablet adalah dengan memasukkan sejumlah bobot tertentu massa cetak ke dalam cetakan tablet lalu dikompresi dengan proses pembentukan massa yang lekat
dan kompak dalam bentuk tertentu.Metode pembuatan tablet dibagi dalam dua golongan, yaitu metode granulasi dan metode kempa langsung.
Metode granulasi dibagi menjadi : a. Granulasi basah Metode granulasi basah adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan aliran serbuk dengan jalan membentuk serbuk menjadi bulatan-bulatan atau dalam bentuk beraturan yang disebut granul. Pada granulasi basah, granul dibuat dengan jalan mengikat serbuk dengan suatu perekat sebagai pengganti pengompakan. Teknik ini memerlukan larutan suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk, namun demikian bahan pengikat dapat dimasukkan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dapat ditambahkan tersendiri (Lachmandkk.,1994).Metode granulasi basah merupakan metode yang paling lama dan yang paling banyak digunakan dalam proses pembuatan tablet. Metode granulasi basah sering digunakan karena hampir semua bahan obat dapat dicetak dengan metode ini dan memenuhi persyaratan tablet dengan baik. Tujuan granulasi adalah untuk meningkatkan waktu aliran campuran dan atau kemampuan kempa. b. Granulasi kering Metode ini biasa digunakan untuk zat-zat aktif yang tidak dapat diolah dengan menggunakan metode granulasi basah, karena sensitif terhadap lembab, panas atau keduanya. Prinsip dari metode ini adalah menciptakan ikatan antara partikel-partikel dengan pemadatan secara mekanik(Siregardan Wikarsa,2010).Keuntungan granulasi kering adalah menggunakan sedikit peralatan,tidak menggunakan larutan pengikat, dan tidak digunakan pengeringan.
c. Metode Kempa Langsung Metode kempa langsung merupakan pembentukan granul dari bahan-bahan yang berbentuk kristal atau serbuk tanpa mengubah karakteristik fisiknya. Setelah dicampur langsung ditablet dengan ukuran tertentu. Metode ini dilakukan pada bahan-bahan yang bersifat mudah mengalir dan memiliki sifat kohesif yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dengan mesin tablet tanpa menggunakan granulasi (Lachman dkk., 1994). Keuntungan tablet antara lain volume sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat, memudahkan pengemasan, penyimpanan, pengangkutan,tiap tablet mengandung dosis zat aktif yang tepat, tablet dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan ukuran atau volume yang diperkecil, sediaan tablet adalah kering oleh karena itu zat aktif lebih stabil baik kimiawi maupun fisiologik, mengurangi rasa yang tidak enak dari suatu zat aktif karena langsung ditelan, sehingga tablet tidak berkontak lama dengan selaput lendir, pelepasan zat aktif tablet dapat diatur dengan tujuan tertentu, tablet dapat diproduksi secara besar-besaran, sederhana, cepat, karena itu harga manifakturnya lebih rendah jika dibandingkan dengan bentuk sediaan lainnya, pemakaian lebih mudah oleh pasien (Siregar dan Wikarsa,2010).
Bahan tambahan atau eksipien merupakan bahan selain zat aktif yang ditambahkan dalam formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi.Eksipien sangat penting untuk kesuksesan produksi sediaan yang dapat diterima, walaupun bukan merupakan zat aktif. Berdasarkan fungsinya eksipien dapat dikategorikan sebagai pengisi, pengikat, pelicin dan penghancur. Bahan pengisi (diluent) dimaksudkan untuk memperbesar volume atau massa granul. Disamping netral secara kimia dan fisiologis sebaiknya bahan pengisi seperti ini dapat dicerna baik. Biasanya digunakan laktosa, saccharum lactis, amylum manihot, calcii
phosphas, calcii carbonas, avicel dan zat lain yang cocok. Pada proses peracikan obat diperlukan bahan pengisi, hal ini bertujuan untuk memungkinkan tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1984).Bahan pengikat (binder) dimaksudkan agar granul tidak pecah atau retak, dapat merekat. Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Zat pengikat ditambahkan dalam bentuk kering tetapi lebih efektif jika ditambahkan dalam bentuk larutan (DepKes RI, 1995). Bahan pelicin berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi tiga macam yaitu: a. Lubricant adalah suatu eksipien tablet yang digunakan dalam formulasi sediaan tablet untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari dalam lubang kempa, dan untuk mencegah pelekatan tablet pada pons dan untuk mencegah kejadian aus yang berlebihan pada pons dan dinding lubang kempa (Siregardan Wikarsa,2010). b. Glidant adalah zat yang memperbaiki karakteristik aliran granulasi dengan mengurangi gesekan antarpartikulat, meningkatkan aliran zat dari lubang corong yang lebih besar ke lubang yang lebih kecil dan akhirnya ke dalam lubang mesin kempa tablet(Siregar dan Wikarsa,2010). c. Anti Adherent adalah zat yang berfungsi mencegah melekatnya tablet pada die dan permukaan punch. Bahan pelicin yang biasa digunakan adalah magnesium stearat, kalsium stearat dan talk (Siregar dan Wikarsa, 2010). Disintegrantmerupakan bahan penghancur tablet yang ditambahkan pada formulasi sediaan tablet untuk memudahkan pecah atau hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan, dapat juga berfungsi untuk menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet menjadi bagian-bagian. Fragmen-fragmen tablet dapat menentukan kelarutan dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan (Banker and Anderson,
1986). Beberapa contoh bahan penghancur antara lain methylcelulosa, alginate, amylum, dan modifikasi amylum(Siregar dan Wikarsa, 2010). Pemeriksaan sifat fisik granul terdiri dari : a. Kecepatan alir granul Sifat alir suatu bahan dihasilkan dari banyak gaya, diantaranya gaya gesekan, gaya tegangan, gaya mekanik, gaya elektrostatik, dan gaya kohesi, semua gaya tersebut dapat mempengaruhi sifat alir dari zat padat. Umumnya serbuk dikatakan mempunyai sifat alir yang baik jika 100 g serbuk yang diuji mempunyai waktu alir ≤ 10 detik atau mempunyai kecepatan alir 10 g/detik (Siregardan Wikarsa, 2010). b. Sudut diam Sudut diam adalah sudut permukaan bebas dari tumpukan serbuk dengan bidang horizontal. Granul yang tidak kohesif mengalir dengan baik, menyebar membentuk timbunan yang rendah, sedangkan granul yang lebih kohesif membentuk timbunan yang tinggi dan kurang menyebar (Siregardan Wikarsa, 2010). Semakin kecil sudut diam yang terbentuk, sifat alir granul semakin baik. Granul yang memiliki sudut diam lebih kecil atau sama dengan 300 biasanya menunjukan bahwa granul dapat mengalir bebas, bila sudut lebih besar atau sama dengan 40o daya mengalirnya kurang baik (Lachmandkk., 1994). Hubungan antara sudut diam dan sifat alir dapat dilihat pada Tabel I. Tabel I.Hubungan antara Indeks Sudut Diam dengan Sifat Alir (Aulton,2007)
c. Kompresibilitas
Sudut Diam
Sifat Alir
<250
Sangat Baik
25 – 300
Baik
30 - 400
Sedang
≥ 400
Sangat Jelek
Indeks kompresibilitas adalah ukuran suatu serbuk atau granul untuk dimampatkan. Indeks kompresibilitas mempunyai hubungan dengan interaksi antar partikel. Hal ini mempengaruhi sifat alir suatu serbuk atau granul. Serbuk atau granul yang mengalir bebas, umumnya kurang terjadi interaksi antar partikel, begitu juga sebaliknya (USP XXX, 2007). Hubungan kompresibilitas dan sifat alir serbuk dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Hubungan Kompresibilitas dan Sifat Alir Serbuk(Siregar dan Wikarsa, 2010) % Kompresibilitas
Sifat Alir
5-15
Sangat baik
12-16
Baik
18-21
Cukup baik
23-35
Buruk
35-38
Sangat buruk
>40
Amat buruk
Pemeriksaan sifat fisik tablet diperlukan untuk mengetahui kestabilan tablet sebelum dipasarkan, pemeriksaan tersebut meliputi keseragaman bobot tablet, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur. a. Keseragaman bobot tablet Tablet tidak bersalut harus memenuhi keseragaman bobot yang ditetapkan dengan cara menimbang 20 tablet kemudian menghitung bobot rata-rata tiap tablet. Penimbangan tablet satu per satu, tidak boleh lebih 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B yang tercantum dalam Farmakope Indonesia. Persyaratan penyimpangan bobot tablet dapat dilihat pada Tabel III. Tabel III. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet (DepKes RI, 1979)
Bobot Rata-Rata ≤ 25 mg 16 mg s/d 150 mg 151 mg s/d 300 mg ≥ 300 mg
Penyimpangan Bobot Rata-Rata (%) A B 15 20 10 20 7,5 15 5 10
b. Kekerasan Tablet Tablet harus mempunyai kekerasan tertentu serta tahan atas kerenyahan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan distribusi. Alat untuk menguji kekerasan tablet adalah hardness tester. Pada alat tersebut diletakkan sebuah tablet dan tekanannya diatur sedemikian rupa, sehingga tablet stabil di tempatnya dan jarum penunjuk berada pada skala 0. Hardness tester digunakan dengan cara memutar ulirnya, tablet akan terjepit semakin kuat dengan menaiknya tekanan tablet secara lambat, yang ditransfer melalui sebuah per, sampai tablet tersebut pecah. Besarnya tekanan dibaca langsung pada skala (Voigt, 1984). Kekerasan tablet dinyatakan dengan kg (kilogram). Tablet yang baik umumnya memiliki kekerasan 4-8kg (Parrott, 1971) c. Kerapuhan Tablet Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Kerapuhan tablet dapat dievaluasi menggunakan alat bernama Friability Tester. Pengujian ini mempertimbangkan kerusakan guliran dan jatuhan. Kecepatan drum adalah 25 putaran/menit selama 4 menit. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan 20 tablet bebas debu. Kerapuhan sebaiknya tidak melebihi 0,8%(Voigt, 1984).
d. Waktu Hancur Tablet Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghancurkan tablet dalam medium yang sesuai. Uji waktu hancur dilakukan menggunakan disintegration tester.
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisika granul, kekerasan dan disintegran yang digunakan (Siregardan Wikarsa,2010). Persyaratan waktu hancur tablet tidak boleh lebih dari 15 menit (DepKes RI, 1995). e. Keseragaman kandungan Keseragaman kandungan tablet tidak bersalut kecuali dinyatakan lain pada masingmasing monografi, persyaratan keseragaman kandungan terletak antara 85,0% hingga 115,0% dari yang tertera pada etiket (Depkes, 1995). 3. Disolusi Disolusi adalah proses melarutnya suatu zat kimia atau senyawa obat dari sediaan padat kedalam suatu medium tertentu. Uji disolusi berguna untuk mengetahui seberapa banyak obat yang melarut dalam medium asam atau basa (Ansel, 2005).Tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi air atau dimasukkan ke dalam saluran cerna (saluran gastrointestinal), obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Apabila obat tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel yang halus. Proses disintegrasi, deagregasi dan disolusi dapat berlangsung secara bersamaan dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin, 1993). Efektivitas dari suatu tablet dalam melepaskan obat untuk di absorbsi secara sistemik agaknya bergantung pada laju disintegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi granul-granul tersebut. Tetapi yang biasanya lebih penting adalah laju disolusi dari obat padat tersebut (Martin, 1993). Proses disolusi obat secara skematis dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Tahap-Tahap Disintegrasi, Deagregasi dan Disolusi Ketika Obat Meninggalkan Suatu Tablet atau Matriks Granula (Martin, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi adalah ukuran partikel, faktor formulasi, pengadukan, dan media pelarutan. Luas permukaan efektif obat dapat diperbesar dengan cara memperkecil ukuran partikel. Karena pelarutan terjadi pada permukaan solut, maka semakin besar luas permukaan semakin cepat laju pelarutan suatu obat (Shargel dan Yu, 1988).
Pengaruh bentuk sediaan pada laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Bahan tambahan dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau bereaksi dengan obat itu sendiri (Shargel dan Yu, 1988). Kecepatan pengadukan pada uji disolusi ditetapkan dengan satuan rpm. Kecepatan pengadukan 100 rpm untuk alat 1 (metoderotating basket) dan 50 rpm untuk alat 2 (metode paddle). Kecepatan pengadukan harus seragam selama pengujian (Siregar dan Wikarsa, 2010).
Media pelarutan hendaknya tidak jenuh dengan obat. Dalam uji disolusi biasanya digunakan suatu volume media yang lebih besar daripada jumlah pelarut yang diperlukan untuk melarutkan obat secara sempurna (Shargel dan Yu, 1988). a. Metode Uji Disolusi 1). Metode rotating basket Metode rotating basket terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37ºC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi (Shargel dan Yu, 1988). 2). Metode paddle Metode paddle terdiri atas suatu dayung yang dilapis khusus, yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali (Shargel dan Yu, 1988). Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan seperti pada metode rotating basket suhu dipertahankan pada 37ºC. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode paddle sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat kesejajaran dayungyang tidak tepat secara drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi
pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan (Shargel dan Yu, 1988). b. Pengungkapan Hasil Disolusi 1). Metode klasik Metode klasik, kecepatan pelarutan sediaan dinyatakan dengan jumlah zat aktif terlarut dalam waktu tertentu. Jumlah obat yang larut dalam suatu waktu tertentu (Q), dinyatakan sebagai suatu persentase dari kandungan yang tertera dalam label. Untuk melampaui suatu uji pelarutan, Q pada umumnya ditetapkan dalam monografi suatu produk obat.Beberapa produk dinyatakan lolos uji pelarutan dengan harga Q ditetapkan 75% dalam waktu 45 menit dan standar ini telah disarankan untuk semua produk. Kriteria penerimaan uji pelarutan dapat dilihat pada tabel IV dibawah ini (Shargel dan Yu, 1988). Tabel IV. Kriteria Penerimaan Uji Pelarutan (Shargel dan Yu, 1988) Tahap
Jumlah yang diuji
S1 S2
6
Masing-masing unit tidak kurang dari Q+15%
6
Harga rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) sama dengan atau lebih besar dari Q1, dan tidak ada unit yang kurang dari Q-15%
S3 6
Kriteria Penerimaan
Harga rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) sama dengan atau lebih besar dari Q, dan tidak lebih dari 2 unit yang kurang dari Q-15%
2). Metode dissolution efficiency (DE) Didefinisikan sebagai perbandingan luas daerah dibawah kurva disolusi pada waktu tertentu dengan luas daerah empat persegi panjang yang menggambarkan 100% zat aktif terlarut pada waktu yang sama.Keuntungan menggunakan metode DE adalah dapat menggambarkan seluruh proses disolusi sampai pada waktu tertentu, jadi menggambarkan semua titik pada kurva disolusi. Di samping itu dapat pula
menggambarkan hubungan antara percobaan in vitro dan in vivo karena pengungkapan data metode DE identik dengan pengungkapan data percobaan secara in vivo (Khan, 1975). 4. Spektrofotometri UV Spektrofotometer merupakan instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radioelektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Spektrofotometri UV merupakan salah satu metode analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik. Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri UV adalah zat dalam bentuk larutan tidak berwarna. Spektrofotometri UV memiliki prinsip kerja yaitu adanya interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel yang memiliki panjang gelombang tertentu. Pertama kuvet diisi dengan larutan ”blanko” yang biasanya terdiri dari pelarut plus konstituen cuplikan yang lain dari pada spesies penyerap utama. Dengan larutan blanko kekuatan cahaya dari radiasi yang dipancarkan menggambarkan kekuatan cahaya yang masuk dikurangi dengan yang hilang oleh penghamburan, pemantulan dan serapan oleh konstituen lain (Sastrohamidjojo, 2001). 5. Monografi Bahan a. Asam Mefenamat Asam mefenamat mempunyai struktur kimia C15H15NO2 dan BM 241,29. Asam mefenamat merupakan serbuk hablur, putih atau hampir putih, melebur pada suhu lebih kurang 230oC disertai peruraian, larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan dalam metanol, praktis tidak larut dalam air (DepKes RI, 1995). Asam mefenamat mempunyai rumus bangun seperti gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Rumus Bangun Asam Mefenamat (DepKes RI, 1995).
Mekanisme kerja asam mefenamat adalah dengan cara menghambatsistem siklooksigenase yang dapat menyebabkan asam arakidonat dan asam-asam C20 tak jenuh lain menjadi senyawa endoperoksida siklik. Senyawa endoperoksida siklik merupakan suatu prazat dari prostaglandin serta prazat dari tromboksan A2 dan prostasiklin (Mutschler, 1999). b. PEG 6000 Polietilenglikol 6000 adalah polietilenglikol; H(O-CH2)nOH. PEG 6000 merupakan serbuk licin putih atau potongan putih kuning gading, praktis tidak berbau, tidak berasa. PEG 6000 mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dan dalam kloroform P; praktis tidak larut dalam eter P (DepKes RI, 1995).PEG merupakan bahan tambahan dalam disolusi obat yang tidak larut dalam air yang dapat digunakan untuk larutan atau dispersi padat (Agoes, 2008). c. Avicel
Avicel atau Mikrokristalin selulosa merupakan bahan pengisi-pengikat untuk pembuatan tablet dengan metode kempa langsung. Avicel dapat berfungsi sebagai adsorben sehingga dapat menyerap sejumlah kecil air yang ada pada serbuk. Avicel PH 101 mempunyai ukuran partikel 50 µm (Rowedkk., 2009). d.
Sodium Starch Glycolate Sodium starch glycolate merupakan modifikasi silang dari gugus O karboksimetil
dari pati kentang. Modifikasi silang dimaksudkan untuk mengurangi fraksi larut air daripolimer dan viskositas dispersi dalam air. Mekanisme sodium starch glycolate sebagai bahan penghancur adalah dengan cara mengembang saat kontak dengan air dan mampu memecah kerekatan bahan-bahan di dalam tablet menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Mohanachandran dkk., 2011). Sodium starch glycolateberupa serbuk putih atau hampir putih, halus, sangat higroskopis, praktis tidak larut dalam methilen klorida (Murtadadkk.,2013). Sodium starch glycolate merupakan bahan penghancur yang digunakan pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung dengan konsentrasi 2-8% (Rowedkk., 2009). e. Magnesium stearat Menurut Farmakope Indonesia (1995), magnesium stearat merupakan serbuk halus, putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau lemas khas. Praktis tidak larut dalam air, etanol (95%) P dan eter P. Magnesium stearat berfungsi sebagai bahan pelincir dengan rentang kadar 0,25-5% (Rowedkk.,2009).
F. Landasan Teori Asam mefenamat merupakan analgetik non steroid yang dapat digunakan untuk meredakan rasa nyeri. Asam mefenamat merupakan analgetik yang praktis tidak larut dalam air. Asam mefenamat merupakan obat yang termasuk dalam golongan BCS II
(Biopharmaceutical Classification System) dengan kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi sehingga mempengaruhi bioavailabilitas obat. Dispersi padat merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan kecepatan disolusi dan absorbsi obat yang tidak mudah larut dalam air. Penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti (2013), menunjukkan bahwa dispersi padat asam mefenamat dan PEG 6000 (1:1) menunjukkan hasil disolusi DE60 87,03% sedangkan asam mefenamat murni 15,32%. Formulasi tablet asam mefenamat yang dibuat melalui dispersi padat dengan PEG 6000 menggunakan beberapa bahan tambahan lainnya bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan disolusi dari tablet asam mefenamat yang dibuat dengan metode kempa langsung.Bahan tambahan yang digunakan adalah bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelicin dan bahan penghancur. Sodium starch glycolate merupakan modifikasi silang dari gugus O karboksimetil dari pati kentang dan termasuk dalam superdisintegrant dengan mekanisme mengembang saat kontak dengan air, mampu memecah kerekatan bahan-bahan di dalam tablet menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan konsentrasi 2-8%.
G. Hipotesis Terdapat perbedaan karakteristik fisik dan disolusi masing-masing formulasi tablet asam mefenamat yang dibuat melalui pembentukan dispersi padat dengan PEG 6000 dengan bahan penghancur sodium starch glycolate.