1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Obat tradisional telah banyak digunakan oleh masyarakat secara luas sejak dahulu. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature) dalam mencapai kesehatan yang optimal dan mengatasi berbagai penyakit. Salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan oleh masyarakat adalah rimpang lengkuas (Alpinia galanga). Lengkuas merupakan salah satu bahan tradisional bangsa Indonesia yang kaya dengan manfaat. Secara tradisional rimpang lengkuas digunakan sebagai obat luar untuk penyakit kulit panu, eksem dan koreng. Sebagai obat dalam rimpang lengkuas digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan, meredakan kolik atau mules (meredakan aktivitas peristaltik usus), masuk angin, perut tidak enak, kurang nafsu makan, gangguan pernafasan (bronchialcatarrh) pada anak-anak, juga untuk stimulan aromatikum (Sudarsono, dkk., 1996). Selain itu, lengkuas mempunyai khasiat sebagai tonikum (Anonim, 2004). Dari hasil penelitian farmakologi, ekstrak etanolik rimpang lengkuas dengan dosis 50, 100, 150 mg/kg BB mempunyai efek tonik pada mencit jantan galur Swiss Webster. Pengujian efek tonik tersebut dilakukan dengan metode natatory exhaustion (Yuliani, dkk., 2008). Dari hasil penelitian tersebut memperkuat bahwa rimpang lengkuas mempunyai kegunaan sebagai tonikum. Menurut Yuliani, dkk., (2008),
1
2
senyawa yang berkhasiat sebagai tonikum adalah minyak atsiri dari rimpang lengkuas. Tonikum merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang dapat memperkuat tubuh atau memberikan tambahan tenaga atau energi pada tubuh (Gunawan, 1999). Penggunaan rimpang lengkuas sebagai tonikum masih belum optimal di masyarakat, seperti direbus, diparut atau diseduh. Sehingga menyebabkan munculnya rasa yang tidak enak ketika lengkuas dikonsumsi secara langsung, takaran pemakaian yang tidak terukur dan konsisten dan kenyamanan saat dikonsumsi. Agar penggunaan lengkuas lebih efisien, praktis dan acceptable, maka lengkuas diformulasikan menjadi bentuk sediaan tablet hisap. Tablet hisap (lozenges) adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan aktif, umumnya dengan bahan dasar beraroma manis dan melarut perlahan dalam mulut (Anonim, 1995). Tablet hisap dipilih karena lebih disukai pasien yang mempunyai kesulitan menelan serta mempunyai rasa yang enak, sehingga lebih nyaman dikonsumsi. Selain menghasilkan rasa yang enak dan menyegarkan, lebih praktis dalam penggunaan serta sediaan ini juga dapat divariasikan rasanya sesuai selera. Tablet hisap, bentuk dan cara pembuatannya hampir sama dengan tablet biasa, namun memiliki sedikit perbedaan diantaranya adalah cara kerja, tingkat kekerasan tablet yang lebih tinggi dan rasa yang lebih enak. Rasa enak tersebut dapat dihasilkan dari penggunaan bahan pemanis dan pengisi pada tablet hisap (Alderborn, 2002). Bahan yang biasanya sering digunakan sebagai pemanis pada tablet kunyah dan tablet
2
3
hisap adalah sukrosa (Bandelin, 1989). Sukrosa digunakan sebagai pemanis pada sediaan oral sebesar 67% dari bobot sediaan (Armstrong, 2005). Selain memiliki rasa yang enak, tablet hisap memiliki kekerasan yang tinggi (>10 kg) sehingga melarut secara perlahan dalam rongga mulut sekitar 5-10 menit (Banker dan Anderson, 1986). Karakteristik tablet hisap adalah kemampuan mempertahankan bentuk saat dikonsumsi. Karakteristik tersebut dapat dipenuhi jika kekerasan tablet hisap sesuai dengan persyaratan. Kriteria kekerasan untuk tablet hisap yang sesuai persyaratan tersebut dapat dipenuhi jika massa granul yang akan dicetak memiliki daya ikat yang kuat. Daya ikat massa granul sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahan pengikat untuk tablet. Jenis dan banyaknya kadar bahan pengikat yang digunakan dalam suatu tablet akan mempengaruhi sifat – sifat fisik tablet, diantaranya pada kekerasan, kerapuhan dan waktu larut tablet. Salah satu bahan pengikat yang biasa digunakan adalah gelatin. Gelatin digunakan secara luas dalam formulasi obat. Dalam penelitian ini dipilih gelatin sebagai bahan pengikat karena gelatin memiliki keunggulan yaitu bobot molekul gelatin yang rendah telah terbukti mampu mempertinggi kecepatan disolusi obat yang dikonsumsi secara oral (Rowe, dkk., 2006). Gelatin merupakan bahan pengikat kuat, kenaikan konsentrasi bahan pengikat gelatin akan menaikkan kekerasan tablet dan menurunkan kecepatan hancur tablet (Peck, dkk., 1980). Gelatin digunakan sebagai bahan pengikat sediaan tablet dengan cara dilarutkan dalam sejumlah air hangat (konsentrasi larutan 5-10%) atau langsung dicampur dalam keadaan kering. Gelatin sebagai bahan pengikat biasa digunakan dengan kadar 1-3% dan 3
4
dapat memberikan kekerasan tablet hisap yang tinggi hingga 6-9 kg (Agoes, 2006; Sugiyartono dkk., 2003). Dalam penelitian ini dibuatlah tablet hisap dari ekstrak etanolik rimpang lengkuas (Alpinia galanga (L.) Swartz) dengan menggunakan variasi kadar bahan pengikat gelatin, yaitu 0%, 0,5%, 1% dan 1,5%. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa kadar bahan pengikat gelatin yang dapat menghasilkan tablet hisap yang terbaik.
4
5
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh variasi jumlah bahan pengikat gelatin terhadap sifat fisik granul dan tablet hisap ekstrak rimpang lengkuas (A. galanga) sehingga dapat dihasilkan tablet hisap yang dapat diterima oleh masyarakat berdasarkan sifat fisika-kimia sediaan? 2. Formula manakah yang dapat menghasilkan tablet hisap ektrak rimpang lengkuas dengan sifat fisik terbaik?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh variasi jumlah bahan pengikat gelatin terhadap sifat fisik granul dan tablet pada pembuatan tablet hisap ekstrak rimpang lengkuas (A. galanga). 2. Mengetahui formula manakah yang menghasilkan tablet hisap ekstrak rimpang lengkuas (A. galanga) dengan sifat fisik terbaik.
5
6
D. Tinjauan Pustaka 1. Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Swartz) a. Klasifikasi tanaman lengkuas Klasifikasi dari tumbuhan Alpinia galanga (L.) Swartz adalah sebagai berikut (Backer dan Van den Brink, 1968):
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Alpinia
Spesies
: Alpinia galanga (L.) Swartz.
b. Deskripsi tanaman dan keanekaragaman Terna tahunan berbatang semu, tumbuh tegak, tinggi 1-3 meter. Daun berbentuk lanset, bundar memanjang, ujung tajam, berambut sangat halus atau kadang-kadang tidak berambut, berwarna hijau tua bagian atasnya dan bawahnya hijau muda. Urat daun menyirip sejajar dan bertangkai pendek. Perbungaan terbentuk di ujung batang, berbentuk tandan seperti piramid memanjang, tegak, gagang ramping, berwarna putih atau putih kehijauan. Rimpang menjalar, berdaging, berkulit mengkilap, berwarna merah atau kuning
6
7
pucat, berserat kasar, berbau harum dan berasa pedas. Terdapat beberapa varietas yang ditanam dan tumbuh liar. Lengkuas putih dengan bagian tanaman yang lebih besar dari varietas lainnya. Lengkuas merah mempunyai rimpang berwarna merah bentuk dan rumpunnya lebih kecil dibanding lengkuas putih (Anonim, 1978). c. Kandungan kimia Rimpang A.galanga mengandung saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Rimpang lengkuas mengandung minyak atsiri sebesar 0,5 – 1 %, yang terdiri dari golongan seskuiterpen hidrokarbon dan seskuiterpen alkohol sebagai komponen utama. Minyak atsiri yang terkandung diantaranya sineol (5,6%), metilsinamat (2,6%). Selain itu juga terdapat gingerol dan galangol (diaril heptanoid) yang merupakan senyawa pedas, eugenol, asetoksi-kavikol asetat, asetoksi-eugenol asetat, dan kariofilenol-1. Selain minyak atsiri terdapat pula flavonoid seperti, turunan-turunan quersetin, kaemferidin, galangin, alpinin, sorhamnetin, sterolsterol lain dan glikosida sterol (Sudarsono, dkk., 1996). d. Khasiat. Rimpang lengkuas di masyarakat digunakan untuk penyembuhan penyakit kulit panu, eksem, koreng, masuk angin, perut tidak enak, kurang nafsu makan, gangguan pernapasan (bronchial catarrh) pada anak-anak, juga untuk stimulan aromatikum (Sudarsono, dkk., 1996). Secara tradisional,
7
8
lengkuas juga digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan, meredakan kolik atau mules, meredakan aktivitas peristaltik usus dan anti kejang. Sebagai obat luar, sejak lama lengkuas telah dikenal untuk mengobati penyakit kulit seperti kadas dan panu (Gunawan, 1999). Selain itu, lengkuas juga mempunyai khasiat sebagai tonikum (Anonim, 2004). Hal ini juga dikuatkan dengan telah terbukti secara farmakologis bahwa ekstrak etanolik dari rimpang lengkuas dengan dosis 50, 100 dan 150 mg/kg BB mampu menunda kelelahan (efek tonik) pada mencit jantan galur Swiss Webster secara signifikan terhadap kontrol (Yuliani, dkk., 2008). 2. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan menyari atau mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan pelarut yang sesuai, lalu semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995). Pembuatan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat dari suatu bahan alami dapat mencapai kadar yang tinggi dalam suatu sediaan serta memudahkan dalam pengaturan dosisnya. Dalam bentuk ekstrak dapat distandardisasikan kadar zat berkhasiatnya, sedangkan dalam bentuk simplisia sukar didapatkan kadar yang sama zat berkhasiatnya (Anonim, 2000)a. Dalam sebuah proses produksi suatu sediaan farmasi, ekstrak dapat dipandang sebagai:
8
9
a. Ekstrak sebagai bahan awal, adalah apabila ekstrak digunakan sebagai bahan baku untuk sediaan obat yang diproses melalui teknologi fitofarmasi. b. Ekstrak sebagai bahan antara, adalah apabila ekstrak dapat diproses lagi menjadi fraksi fraksi, isolat senyawa tunggal atau tetap sebagai campuran dengan ekstrak lain. c. Ekstrak sebagai bahan akhir, adalah apabila ekstrak digunakan sebagai sediaan obat jadi yang dapat langsung digunakan oleh penderita (Anonim, 2000)a. 3. Ekstraksi Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Pada umumnya, penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas (Anonim, 1986). Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Jika senyawa/zat aktif yang terkandung dari suatu simplisia telah diketahui akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Terdapat berbagai macam metode ekstraksi atau penyarian, diantaranya yaitu maserasi, perkolasi, infundasi, penyarian berkesinambungan (Soxhletasi) dan enfleurage (Anonim, 1986). Pemilihan metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik dan jenis simplisia yang disari.
9
10
Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa metode ekstraksi atau penyarian yang biasa digunakan : a. Maserasi Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan berbagai kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Anonim, 2000)b. b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahap pengembangan (pembasahan) bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak) terus menerus sampai semua zat aktif tersari dengan sempurna (Anonim, 2000)b. c. Infundasi Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infusa tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
10
11
96 – 98˚C) selama waktu tertentu (15 – 20 menit) (Anonim, 2000)b. Dekok adalah infusa pada waktu yang lebih lama (≥ 30˚ C) (Anonim, 2000)b.
d. Penyarian berkesinambungan dengan alat soxhlet. Penyarian berkesinambungan dengan alat soxhlet merupakan cara penyarian yang lebih baik, karena pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Sampel yang sudah dimasukkan pada seperangkat alat soxhlet, kemudian ditambahkan penyari yang cocok sedemikian rupa sehingga akan terjadi dua kali sirkulasi. Adanya pemanasan akan menyebabkan pelarut menguap, kemudian uap tersebut akan diembunkan menjadi tetesan yang akan terkumpul kembali dan bila melewati batas lubang sirkulasi maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang-ulang akan menghasilkan penyarian yang baik (Anonim, 1986). Keunggulan cara ini adalah pelarut yang digunakan sedikit tetapi konsentrasi hasilnya besar. Kekurangannya ialah tidak cocok untuk senyawa yang labil terhadap panas. Pemanasan yang tergantung lama ekstraksi, terutama dari titik didih bahan pelarut yang digunakan dapat berpengaruh negatif terhadap bahan tumbuhan yang peka terhadap suhu seperti glikosida dan alkaloid (Anonim, 1986).
11
12
e. Enfleurage Enfleurage adalah ekstraksi khusus untuk mengambil minyak atsiri dari simplisia. Prinsip metode ini adalah penjerapan minyak atsiri dengan lemak, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai untuk memisahkan minyak atsiri dengan lemaknya (Guenther, 1987). 4. Tonikum Tonikum adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dapat memperkuat tubuh atau memberi tambahan tenaga/energi pada tubuh. Kata tonic berasal dari bahasa Yunani yang berarti meregang. Tonikum dapat meregang atau memperkuat sistem fisiologis tubuh sebagaimana halnya olahraga yang dapat memperkuat otototot, yaitu dengan meningkatkan kelenturan alami sistem pertahanan tubuh. Kelenturan tubuh inilah yang akan menentukan berbagai tanggapan (respon) tubuh terhadap tekanan dari luar maupun dari dalam. Semakin lentur sistem pertahanan tubuh maka semakin besar pula kemampuannya untuk melenting kembali dari setiap jenis tekanan atau cidera (Gunawan, 1999). Tonik adalah istilah yang dahulu digunakan untuk kelas preparat obat-obatan yang dipercaya mempunyai kemampuan mengembalikan tonus normal pada jaringan tonik yang mempunyai efek menghasilkan tonus normal yang ditandai dengan ketegangan terus-menerus (Anonim, 1995). Tonikum bekerja pada sistem saraf pusat yaitu dengan menimbulkan stimulan. Stimulan yang dihasilkan bekerja pada korteks yang mengakibatkan efek
12
13
euforia, tahan lelah, stimulasi ringan. Pada medulla menghasilkan efek peningkatan pernapasan, stimulasi vasomotor, stimulasi vagus. Stimulan dapat menstimulasi kewaspadaan mental dan mengatasi keletihan. Stimulan juga dapat memperpanjang waktu kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan yang melelahkan tubuh. Salah satu mekanisme yang tampak adalah dihasilkannya euforia yang dapat menimbulkan penundaan timbulnya sikap negatif terhadap kerja yang melelahkan (Nieforth dan Cohen, 1995). 5. Tablet Hisap a. Definisi Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya menggunakan bahan dasar yang beraroma dan manis, yang dapat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut (Anonim, 1995). Bentuk sediaan ini sebenarnya ditujukan untuk mengatasi iritasi lokal atau infeksi mulut atau tenggorokan, tetapi dapat juga mengandung bahan aktif yang dapat diabsorpsi sistemik setelah seluruh tablet dihisap dan ditelan (Anonim, 1995). Tablet hisap dapat juga mengandung anastetik lokal, berbagai antiseptik dan anti bakteri, antihistamin, demulsen, astringen, analgetik, dekongestan dan antitusif. Tablet hisap biasanya juga digunakan untuk memberikan efek lokal pada mulut dan tenggorokan atau untuk mengurangi batuk pada influenza (Banker dan Anderson, 1986).
13
14
Karakteristik dari tablet hisap adalah tidak hancur melainkan melarut secara perlahan dan kontinyu dalam mulut dengan melepaskan zat aktif terlarut ke dalam saliva. Mengingat hal itu, sedapat mungkin tablet hisap ini tidak berasa pahit atau harus meninggalkan rasa yang enak. Kandungan gula dan gum yang tinggi menghasilkan larutan yang lengket di mulut, yang dapat menyebabkan pengobatan tetap berada pada rongga mulut. Bahan penambah rasa biasanya ditambahkan pada gula, berupa minyak menguap seperti lemon dan anis (Cooper dan Gunn, 1975). Persyaratan mutu fisik tablet hisap hampir sama dengan tablet biasa, kecuali dalam hal kekerasan dan waktu melarut. Tablet hisap memiliki kekerasan lebih dari 10 kg dan dirancang tidak mengalami kehancuran di dalam mulut tapi melarut atau terkikis secara perlahan di dalam mulut (sekitar 5-10 menit) (Banker dan Anderson, 1986; Peters, 1989). Selain itu, karena berada di mulut dalam waktu yang lama, maka rasa tablet hisap harus enak (Alderborn, 2002). b. Macam tablet hisap Tablet hisap sering disebut juga troches atau lozenges. Tablet hisap dibuat dengan cara dituang (dengan bahan dasar gelatin atau sukrosa yang dilelehkan atau sorbitol) atau dengan cara kempa tablet menggunakan bahan dasar gula (Anonim, 1995). Tablet hisap kempa disebut troches, sedangkan tablet hisap tuang disebut lozenges. Troches dan lozenges biasanya dibuat dengan
14
15
menggabungkan obat dalam suatu bahan dasar kembang gula yang keras dan beraroma menarik (Banker dan Anderson, 1986). Lozenges mempunyai bentuk yang bervariasi, bentuk yang paling umum adalah pipih, bulat, oktagonal dan bentuk bikonvek. Ada dua tipe yang secara luas digunakan, yaitu hard candy lozenges dan compressed tablet lozenges (Peters, 1989). 1) Hard candy lozenges Hard candy lozenges adalah suatu jenis sediaan tablet hisap dengan campuran gula dan karbohidrat dalam bentuk amorf atau kristal. Bentuk ini dapat berupa sirup gula padat yang secara umum mempunyai kandungan air 0,5-1,5%. Bahan dasar hard candy lozenges adalah gula (sakarosa), sirup jagung, gula invert, gula pereduksi, asidulen (pembuat asam), pengaroma, bahan cair dan padat serta bahan obat (Peters, 1989). Tablet hisap jenis ini dibentuk dengan jalan peleburan atau molded. Bahan-bahan tablet yang akan dicetak dipanaskan sampai mencair seperti sirup gula kemudian dituang dalam cetakan. Cairan bahan penyusun tablet dibiarkan sampai mengeras kemudian dipotong dengan ukuran dan ketebalan yang pas. Tablet hisap ini diharapkan dapat melarut perlahan dalam mulut sehingga kekerasan tablet ini harus lebih besar dari tablet biasa.
15
16
2) Compressed tablet lozenges Compressed tablet lozenges adalah tablet hisap yang pembuatannya seperti tablet pada umumnya, perbedaan dengan pembuatan tablet kempa biasa adalah bahan dasarnya, waktu hancur, pengempaan tablet dan granulasi yang berhubungan dengan diameter dan ukuran tabletnya. Compressed tablet lozenges yang mempunyai aktivitas pada membran mukosa mulut dan kerongkongan, berdiameter 5/8–3/4 inchi, dan kisaran berat tablet 1,5 – 4,0 gram diformulasikan untuk hancur secara lambat, seragam, dan lembut dalam rentang waktu 5-10 menit (Peters, 1989). Metode pembuatan untuk tablet hisap jenis ini sama seperti tablet biasa yaitu dibuat dengan metode granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung. a) Granulasi basah (Wet Granulation) Metode ini merupakan suatu proses untuk mengubah serbuk halus menjadi bentuk granul, dengan cara menambahkan larutan bahan pengikat yang sesuai. Dalam metode ini, bahan obat dan bahan tambahan dibuat granul dengan larutan bahan pengikat. Granul yang dihasilkan setelah kering ditambah bahan pelicin atau tanpa bahan penghancur, untuk selanjutnya dikempa menjadi tablet (Sadik, 1984). Metode granulasi basah merupakan metode yang banyak digunakan
16
17
dalam industri farmasi untuk memproduksi tablet kompresi (Parrott, 1971). b) Granulasi kering (Dry Granulation) Granulasi kering adalah metode yang sering digunakan dalam industri dan dinyatakan sebagai kompaktasi. Cara ini membutuhkan lebih pendek waktu sehingga lebih ekonomis daripada granulasi basah (Voigt, 1994). Cara granulasi kering adalah dengan slugging, yaitu dengan memadatkan massa dari suatu campuran serbuk, dan setelah itu dipecah menjadi pecahan granul yang lebih kecil. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena peka terhadap uap air atau tidak tahan terhadap panas (Banker dan Anderson, 1986). c) Metode cetak langsung (Direct Compression) Metode cetak langsung dapat diartikan sebagai pembuatan tablet dari bahan-bahan yang berbentuk kristal atau serbuk tanpa mengubah karakter fisiknya. Setelah bahan dicampur langsung ditablet dengan ukuran tertentu (Fudholi, 1983). Pembuatan tablet dengan metode cetak langsung, khususnya untuk bahan kimia yang mempunyai sifat mudah mengalir sebagaimana juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk
17
18
langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau granulasi kering (Parrott, 1971). 6. Bahan Tambahan Tablet Bahan tambahan untuk tablet dapat dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan fungsi dan pengaruh terhadap pengempaan tablet, dan pengaruh terhadap biofarmasetik. Bahan tambahan yang mempengaruhi pengempaan tablet adalah bahan pengisi (diluent), bahan pengikat (binder), bahan pelicin (lubricant, glidant, anti adherent). Bahan tambahan yang mempengaruhi biofarmasetik (stabilitas fisika
kimia
serta
pertimbangan
pemasaran)
adalah
bahan
penghancur
(disintegrant), bahan pengaroma, pemanis serta komponen misel seperti buffer dan absorbent (Banker dan Anderson, 1986). a. Bahan pengisi Bahan pengisi merupakan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan sediaan tablet bila dosis obat tidak cukup untuk membentuk bulk atau untuk memperbaiki daya kohesi, sehingga dapat dikempa langsung menjadi tablet. Bahan pengisi menjamin suatu sediaan tablet mempunyai ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1994). Suatu bahan pengisi harus bersifat inert dan stabil (Sheth, dkk., 1980). Pemilihan bahan pengisi merupakan hal yang penting dalam pembuatan tablet hisap karena bahan pengisi akan memberikan rasa yang enak saat dihisap. Bahan pengisi yang banyak digunakan adalah manitol, sorbitol, dan glukosa (Alderborn, 2002).
18
19
Selain itu, karena menempati porsi yang besar dari suatu tablet, maka macam dan jumlah bahan pengisi yang digunakan akan menentukan sifat tablet yang dihasilkan (Peters, 1989). Berdasarkan kelarutan bahan pembantu dalam air maka bahan pengisi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) Bahan pengisi yang larut air: laktosa, glukosa, sukrosa, manitol. 2) Bahan pengisi yang tidak larut air: dikalsium fosfat, kalsium fosfat, amilum termodifikasi, mikrokristalin selulosa (Sheth, dkk., 1980). Menurut Banker dan Anderson (1986) kriteria – kriteria yang harus dipenuhi suatu bahan agar berfungsi sebagai bahan pengisi yaitu: 1. Bersifat nontoksik. 2. Tersedia dalam jumlah yang cukup di negara tempat produk itu dibuat. 3. Harganya murah. 4. Tidak boleh saling berkontraindikasi dalam tiap bagian dalam populasi. 5. Secara fisiologis harus inert dan netral. 6. Stabil secara fisika dan kimia. 7. Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat. 8. Color compatible (tidak mengganggu warna). 9. Bebas mikroba.
19
20
10. Bila obat itu termasuk sebagai makanan (produk-produk vitamin tertentu), pengisi dan bahan pembantu lainnya harus mendapatkan persetujuan sebagai bahan aktif pada makanan. b. Bahan pengikat Bahan pengikat merupakan bahan tambahan yang dimaksudkan sebagai bahan penolong. Pada aplikasinya bahan pengikat berperan untuk mengikat serbuk atau komponen lain tablet menjadi granul. Bahan pengikat ini juga dapat berfungsi membantu mengikat granul menjadi tablet. Penggunaan bahan pengikat yang terlalu banyak dapat menghasilkan massa yang keras dan granul yang keras sehingga tablet memiliki waktu hancur yang lama. Sebaliknya, kekurangan bahan pengikat akan menghasilkan daya rekat yang lemah, sehingga tablet akan rapuh dan terjadi capping (Parrott, 1971). Bahan pengikat dapat berupa gula atau polimer. Bahan pengikat yang efektif dalam granulasi basah adalah gom arab, gelatin, sirup gula, sirup jagung, tragakan, dan polinivilpirolidin. Dalam proses granulasi bahan pengikat berfungsi untuk menyatukan granul. Bahan pengikat juga berkontribusi pada kekerasan tablet yang dihasilkan, karena macam dan jumlah bahan pengikat yang ditambahkan secara efektif dapat meningkatkan kekuatan
gaya
intragranuler
maupun
intergranuler,
juga
membantu
memberikan karakteristik permukaan yang baik (tidak menimbulkan rasa kasar) saat larut di dalam mulut. Untuk itu, peranan bahan pengikat sangat
20
21
vital mengingat karakteristik utama dari tablet hisap adalah melarut perlahan dalam rongga mulut (Peters, 1989). Penambahan bahan pengikat dalam sistem granulasi terdiri dari dua macam cara, yaitu : 1) Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk serbuk, dicampur dengan bahan pengisi dan zat aktif, kemudian dibasahi dengan pelarut yang sesuai dan dibuat massa granul. 2) Bahan pengikat dibuat dalam bentuk larutan atau musilago, lalu ditambahkan dalam campuran bahan obat, bahan pengisi, dengan atau tanpa bahan penghancur (Gunsel dan Kanig, 1976). Cara penambahan bahan pengikat dengan cara kedua dianggap lebih efektif karena untuk membentuk granul yang sama diperlukan larutan bahan pengikat yang lebih sedikit. Bahan pengikat yang biasa diberikan dalam bentuk cairan antara lain gelatin 10% dalam air, metil selulose 10% dalam air, PVP 10% dalam alkohol, sorbitol 10% dalam alkohol, sorbitol 10% dalam air (Bandelin, 1989). Pada granulasi basah, larutan pengikat ditambahkan pada serbuk kemudian dicampur. Larutan pengikat akan terdistribusi antara partikelpartikel. Menurut Summer (1994) terdapat 4 tingkat distribusi bahan pengikat di antara partikel, yaitu:
21
22
a. Pendular Pada keadaan ini, ruangan antar partikel diisi sebagian oleh zat pengikat dan membentuk jembatan cair antara partikel. b. Funikular Pada keadaan ini, terjadi kenaikan tegangan permukaan kurang lebih tiga kali tahap pendular. c. Kapiler Pada keadaan ini semua ruangan antar partikel diisi oleh zat pengikat. Karena adanya gaya kapiler pada permukaan konkaf antara cairan-cairan di permukaan granul, maka akan terjadi pembentukan granul. d. Droplet Pada tahap ini terjadi penutupan partikel oleh tetesan cairan. Kekuatan ikatan dipengaruhi oleh gaya permukaan cairan yang digunakan.
22
23
Penjelasan ilustratif dari masing-masing keadaan tersebut dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Distribusi bahan pengikat di antara partikel (Summer, 1994).
Semakin banyak larutan bahan pengikat yang digunakan, maka akan semakin meningkatkan kelembaban massa yang terbentuk. Mekanisme pengikatan partikel oleh bahan pengikat dimulai dengan terdistribusinya larutan bahan pengikat diantara partikel – partikel padat. Lalu partikel – partikel padat tersebut akan diselubungi oleh cairan pengikat dan akan terbentuk jembatan cair antara satu partikel dengan partikel lain. Selama pengeringan, terbentuk jembatan padat antara partikel – partikel tersebut. Jembatan padat dapat terbentuk karena cairan pengikat yang mengeras menjadi jembatan padat atau hablur – hablur yang terlarut dalam cairan pengikat (Summer, 1994). Salah satu bahan yang biasa digunakan sebagai bahan pengikat adalah gelatin. Gelatin digunakan secara luas dalam formulasi obat. Gelatin
23
24
digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan tablet dan untuk meningkatkan viskositas pada sediaan solut dan semipadat (Armstrong, 2005). Gelatin digunakan sebagai bahan pengikat sediaan tablet dengan cara dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 5-10%. Gelatin sebagai bahan pengikat biasa digunakan dengan kadar 1-3% dan dapat memberikan kekerasan tablet hisap yang tinggi hingga 6-9 kg (Agoes, 2006; Sugiyartono, dkk., 2003). c. Bahan pelicin Bahan pelicin dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu bahan pelincir (lubrikan), bahan pengalir (glidant), dan anti adherent (Sheth, dkk., 1980). Bahan pelicin berfungsi untuk mengurangi gesekan yang timbul antara permukaan tablet dengan dinding die selama kompresi (lubricant)
dan
berfungsi mengurangi gesekan antar partikel yang mengalir ke hopper ke ruang cetak (die), sehingga memperbaiki sifat alir (glidant), serta untuk mencegah melekatnya bahan yang akan dikempa pada dinding ruang cetak dan permukaan punch (anti adherent) (Gunsel dan Kanig, 1976). Pada umumnya bahan pelincir bersifat hidrofobik sehingga menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi obat, sehingga kadar bahan pelincir yang digunakan dalam jumlah berlebihan harus dihindarkan (Anonim, 1995). Bahan pelicin yang sering digunakan adalah Mg stearat 0,1 – 2 % atau talk 1 – 5 % (Gunsel dan Kanig, 1976). Voigt (1994) melaporkan bahwa talk
24
25
memberikan hasil terbaik sebagai bahan pelicin. Talk juga berupakan bahan pelicin yang banyak digunakan (Banker dan Anderson, 1986). Dalam penggunaannya, talk biasa dikombinasikan dengan magnesium stearat. Karena magnesium stearat bersifat hidrofobik, bila ditambahkan dalam konsentrasi yang besar akan menurunkan disintegrasi dan disolusi tablet. Menurut Parrott (1971), ketika talk ditambahkan pada granul maka kecepatan alirnya turun dan nilai sudut diamnya meningkat. Tapi ketika ditambahkan magnesium stearat maka kecepatan alirnya meningkat dan nilai sudut diamnya menurun. Dengan menggunakan kombinasi magnesium steararat dan talk diharapkan granul memiliki sifat alir yang baik namun disintegrasi dan disolusi tabletnya tetap memenuhi persyaratan. d. Bahan pemberi rasa Bahan pemberi rasa merupakan salah satu bahan yang penting dalam pembuatan tablet hisap, agar sewaktu tablet melarut perlahan dalam mulut dapat memberikan aroma dan rasa yang enak (Alderborn, 2002). Bahan penambah rasa biasanya ditambahkan dalam bentuk serbuk kering yang disemprotkan dan dalam bentuk cairan. Bentuk serbuk kering lebih banyak digunakan, karena bila digunakan bentuk cair maka kemungkinan terjadi distribusi yang tidak homogen. Bahan yang sering digunakan biasanya juga merupakan bahan pengisi tablet hisap (Peters, 1989).
25
26
7. Uji Sifat Fisik Granul Sifat fisik granul sangat mempengaruhi hasil dan kualitas tablet yang akan dihasilkan. Oleh karena itu untuk menghasilkan tablet dengan kualitas yang baik, perlu dilakukan kontrol kualitas terhadap granul sebelum dilakukan penabletan. Uji sifat fisik granul yang biasanya dilakukan yaitu meliputi : a. Sifat alir Sifat alir granul memegang peranan penting dalam pembuatan tablet hisap. Sifat alir suatu granul akan berpengaruh terhadap keseragaman bobot serta kandungan zat aktif dari tablet hisap yang dihasilkan. Granul atau campuran serbuk yang mempunyai sifat alir baik akan mudah mengalir dan mudah dikempa sehingga dapat dihasilkan tablet dengan variasi bobot dan kekerasan yang lebih kecil (Fassihi dan Kanfer, 1986). Tablet dengan variasi bobot yang lebih kecil berarti memiliki keseragaman bobot yang baik. Berbagai macam faktor yang dapat menentukan sifat alir dari granul adalah kerapatan jenis, porositas, bentuk granul, ukuran granul, kondisi percobaan dan kandungan kelembaban. Apabila suatu granul memiliki gaya tarik yang besar antar granul, maka granul akan semakin sukar mengalir. Uji sifat alir granul meliputi: 1) Uji kecepatan alir
26
27
Uji kecepatan alir dilakukan untuk mengetahui kecepatan aliran granul ke dalam die. Untuk 100 gram granul dengan waktu alir lebih dari 10 detik akan mengalami kesulitan pada waktu penabletan (Fudholi, 1983). 2) Uji pengetapan Pengetapan menunjukkan penurunan volume granul atau serbuk akibat ketukan (tapped) dan getaran (vibrating). Granul dengan persen index pengetapan kurang dari 20% dikatakan memiliki sifat alir yang baik (Fassihi dan Kanfer, 1986). 3) Uji sudut diam Merupakan sudut yang terjadi antara timbunan partikel berbentuk kerucut dengan bidang horizontal saat sejumlah serbuk atau granul dituang ke dalam alat pengukur. Sudut diam yang terbentuk dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan kelembaban granul. Granul akan mengalir dengan baik jika mempunyai sudut diam kurang dari 40° (Gunsel dan Kanig, 1976). b. Daya serap air Daya serap air berkaitan dengan disintegrasi. Disintegrasi obat dapat terjadi karena air masuk ke dalam tablet. Air masuk atau berpenetrasi ke dalam tablet melalui pori pori tablet karena adanya aksi kapiler. Masuknya air ke dalam tablet dapat dipengaruhi oleh faktor porositas tablet, dimana faktor
27
28
porositas ini bergantung pada tekanan kompresi dan bahan yang dipakai (Lerk dan Doornbos, 1987). c. Densitas massa (bulk density) Densitas massa granul didapat dari perbandingan massa granul dengan volume totalnya. Densitas massa tergantung dari bentuk dan ukuran granul. Granul bentuk bulat akan meningkatkan densitas massa. Densitas massa granul menurun jika ukuran granul bertambah besar (Banker dan Anderson, 1986). Densitas massa berpengaruh pada rasio kompresi yang berefek pada ketebalan tablet dan juga berpengaruh pada sifat alir. Granul bentuk sferis (bulat) mempunyai densitas massa lebih besar dari bentuk non sferis. Granul yang lebih kecil dapat membentuk massa yang lebih kompak dari pada granul yang berukuran besar (Banker dan Anderson, 1986). d. Kompaktibilitas Uji kompaktibilitas adalah uji granul untuk mengetahui kemampuan granul memadat menjadi massa yang kompak. Pada uji kompaktibilitas digunakan mesin tablet single punch dengan berbagai tekanan dari yang terendah sampai yang tertinggi dengan mengatur kedalaman punch atas turun ke ruang die. Kompaktibilitas digambarkan dengan kekerasan tablet yang dihasilkan (Alderborn dan Nystrom, 1996).
28
29
e. Kompresibilitas Prinsip kerja dari uji kompresibilitas sama dengan uji kompaktibilitas. Uji ini untuk mengetahui kemampatan campuran granul selama dikempa. Kompresibilitas digambarkan dengan ketebalan tablet (Alderborn dan Nystrom, 1996).
8. Uji sifat fisik tablet Granul yang telah dikempa menjadi tablet hisap perlu dievaluasi sifat fisiknya untuk mengetahui apakah tablet hisap yang dihasilkan telah memenuhi syarat suatu sediaan tablet hisap yang baik. Adapun evaluasi tersebut meliputi: a. Uji keseragaman bobot Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan pada banyaknya penyimpangan bobot tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari seluruh tablet yang masih diperbolehkan untuk syarat yang telah ditentukan dalam Farmakope Indonesia edisi III (Anonim, 1979). Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan dengan cara menimbang 20 tablet satu per satu, kemudian menghitung bobot rata-rata tablet. Tidak boleh lebih dari 2 tablet masingmasing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya sebesar lebih dari harga yang ditetapkan dalam kolom A, dan tidak ada 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan dalam
29
30
kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet maka dapat digunakan 10 tablet, tidak satu pun bobot tabletnya menyimpang lebih dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom A, dan tidak boleh 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih dari bobot tablet rata-rata yang ditetapkan dalam kolom B (Anonim, 1979). Berikut ini adalah tabel persyaratan besar presentase penyimpangan bobot yang berdasarkan bobot rata-rata tablet yang dibuat. Tabel I. Persentase penyimpangan bobot tablet
Bobot rata-rata
Penyimpangan bobot rata-rata (%) A
B
25 mg atau kurang
15
30
26-150 mg
10
20
151-300 mg
7,5
15
Lebih dari 300 mg
5
10
b. Kekerasan Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu sesuai persyaratan serta dapat bertahan terhadap berbagai tekanan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan, pendistribusian, dan penyimpanan. Kekerasan dapat diartikan besarnya kekuatan yang dibutuhkan untuk menghancurkan tablet (Banker dan Anderson, 1986). Alat yang digunakan untuk mengukur kekerasan tablet adalah hardness tester. Kekerasan tablet yang baik antara 4-8 kg. Tablet hisap yang dimaksudkan untuk melarut perlahan dalam mulut memiliki kekerasan yang lebih besar dari tablet biasa. Kekerasan tablet hisap yang baik yaitu sebesar 7 – 14 kg. Nilainya harus lebih besar dari kekerasan tablet biasa 30
31
karena tablet hisap harus dapat melarut perlahan di rongga mulut (Cooper dan Gunn, 1975). c. Kerapuhan Kerapuhan menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik terutama goncangan dan pengikisan. Hal ini dimaksudkan untuk menguji apakah tablet yang dihasilkan kuat atau tidak hancur terhadap goncangan selama proses distribusi dari produsen hingga sampai ke konsumen. Kerapuhan dinyatakan dalam persentase bobot yang hilang selama uji kerapuhan. Kehilangan berat atau kerapuhan kurang dari 0,5 % - 1 % masih dapat dibenarkan (Banker dan Anderson, 1986). d. Waktu Larut Waktu larut tablet hisap menggambarkan waktu yang dibutuhkan tablet untuk melarut dalam mulut. Tablet hisap tidak hancur di dalam mulut melainkan larut atau terkikis secara perlahan-lahan dalam jangka waktu 30 menit atau kurang (Banker dan Anderson, 1986). Waktu untuk melarut dari tablet hisap sekitar 5-10 menit (Peters, 1989). e. Tanggap Rasa Tablet hisap hendaknya memiliki rasa yang enak, nyaman dan layak dikonsumsi oleh konsumen. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi rasa dan kelayakan edar terhadap tablet hisap yang dihasilkan. Uji tanggap rasa ini didapat dengan menggunakan angket berisi pendapat dari sejumlah responden.
31
32
9. Monografi Bahan a. Laktosa Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu, dalam bentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat. Berupa serbuk bubuk putih atau sedikit berwarna, kadang berbentuk hablur dan tidak berbau, rasa sedikit manis, stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau. Kelarutan, mudah larut dalam enam bagian air dan satu bagian air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol 95%, praktis tidak larut dalam kloroform atau eter (Anonim 1995). Zat ini digunakan sebagai bahan pengisi maupun bahan penghancur dalam tablet karena mudah larut dalam air (Edge dkk, 2005). Laktosa merupakan disakarida alam dari susu yang mengandung 4,6 % laktosa, setara dengan lebih kurang 38% kandungan padat kering. Laktosa berada dalam 2 bentuk isomer yaitu laktosa α dan laktosa β, dapat berbentuk kristal atau amorf (Agoes, 2006). Laktosa anhidrat terdiri dari 20-30% α-laktosa anhidrat dan 70-80% β-laktosa anhidrat (Edge dkk., 2005). b. Sukrosa Sukrosa atau gula pasir yang berasal dari tanaman Saccharum officinarum L., dikenal sebagai bubuk sweetener, yaitu bahan pemanis yang biasanya digunakan dalam jumlah banyak. Sukrosa tidak punya ujung pereduksi sehingga termasuk gula non pereduksi, tetapi dengan material alkalin lama
32
33
kelamaan akan berubah warna menjadi coklat (Anonim, 1995). Menurut Armstrong (2005), sukrosa digunakan sebagai pemanis pada sediaan oral sebesar 67% dari bobot sediaan, dan menurut Bandelin (1989), sukrosa sering digunakan sebagai pemanis pada tablet kunyah dan tablet hisap. Sukrosa merupakan bahan pemanis yang biasa digunakan dalam sediaan oral dan aman jika dikonsumsi (Ansel, dkk., 1999). Selain sebagai pemanis, sukrosa juga dapat berfungsi sebagai bahan pengisi dan bahan pengikat (Wheatley, 2000). Akan tetapi menurut Armstrong (2005), sukrosa memiliki kelemahan yakni bersifat relatif higroskopis. Sukrosa yang digunakan secara berlebih dapat meningkatkan kekerasan tablet, memperlambat kecepatan disintegrasi, dan menyebabkan tablet menjadi brittle (Khankari dan Hontz, 1997). c. Gelatin Gelatin adalah suatu zat yang diperoleh dari hidrolisa parsial kolagen dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang hewan. Pemerian, berupa lembaran, kepingan atau potongan, atau serbuk kasar sampai halus; kuning lemah atau coklat terang; warnanya bervariasi tergantung ukuran partikel. Kelarutan, tidak larut dalam air dingin, larut dalam air panas, mengembang dan lunak bila dicelup dalam air (Anonim, 1995). Gelatin digunakan secara luas dalam formulasi obat. Gelatin digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan tablet dan untuk meningkatkan
33
34
viskositas pada sediaan solut dan semipadat (Armstrong, 2005). Gelatin digunakan sebagai bahan pengikat sediaan tablet dengan cara dilarutkan dalam sejumlah air hangat (konsentrasi larutan 5-10%) atau langsung dicampur dalam keadaan kering. Gelatin sebagai bahan pengikat biasa digunakan dengan kadar 1-3% dan dapat memberikan kekerasan tablet hisap yang tinggi hingga 6-9 kg (Agoes, 2006; Sugiyartono, dkk., 2003).
Gambar 2. Struktur Molekul Gelatin
d. Magnesium Stearat Magnesium Stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam asam organik padat yang didapat dari lemak terutama terdiri dari magnesium asetat dan magnesium palmitat. Magnesium stearat merupakan serbuk yang halus, berwarna putih, bau lemah khas, voluminus dan mudah
34
35
melekat di kulit. Magnesium stearat tidak larut dalam air, etanol dan eter (Anonim, 1995). Magnesium stearat merupakan lubricant yang efisien dan secara luas digunakan dalam formulasi tablet. Bahan ini mempunyai ukuran yang lebih kecil dari asam stearat dan dibutuhkan dalam jumlah kecil dalam formulasi. Penggunaan magnesium stearat yang bersifat hidrofobik dapat memperlambat waktu hancur tablet. Reaksinya alkalis, biasanya digunakan dalam konsentrasi 0,2% - 2% (Sheth, dkk., 1980). e. Talk Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang – kadang mengandung sedikit aluminium silikat. Berupa serbuk sangat halus, putih atau putih kelabu, berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari butiran serta tanpa rasa (Anonim, 1995). Kelarutan talk praktis tidak larut dalam suasana asam, basa, pelarut organik dan air. Inkompatibilitas terhadap zat yang mengandung ammonium kuarterner. Dalam teknologi formulasi digunakan sebagai glidant dan lubricant tablet (Wade dan Weller, 1994). Penambahan talk juga mampu memperbaiki sifat alir bahan – bahan dasar lainnya pada tablet (Voigt, 1994). Talk berfungsi sebagai anticaking (penjendalan), lubricant pada kapsul dan tablet. Pemakaian dalam teknologi formulasi talk banyak digunakan dalam pembuatan sediaan padat pada tablet oral sebagai lubrikan. Untuk pemakaian
35
36
sebagai lubricant dan glidant pada tablet digunakan talk sebanyak 1,0-10,0 % (Kibbe, 2005). 10. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan fisika kimia, dimana lapisan yang memisahkan dinamakan fase diam yang terdiri dari butirbutir pada penyangga pelat gelas atau logam atau lapisan lain yang cocok. Campuran yang dipisahkan berupa larutan yang ditotolkan bisa berupa bercak atau pita kemudian ditaruh dalam bejana tertutup rapat berisi larutan pengembang yang cocok yang disebut dengan fase gerak. Pemisahan akan terjadi selama pengembangan atau perambatan kapiler. Kromatografi untuk campuran yang tidak diketahui lapisan pemisah dan sistem larutan pengembang harus dipilih dengan tepat sehingga pada akhirnya diperoleh pemisahan yang baik. Tingkat kejenuhan bejana dengan pelarut pengembang berpengaruh nyata pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram (Stahl, 1985). Senyawa hasil pengembangan dapat dideteksi dengan bantuan UV atau pereaksi untuk membantu menampakkan bercak. Jarak pengembangan senyawa dalam kromatogram dinyatakan dalam Rf atau hRf, yaitu dengan cara membagi titik pusat bercak pada titik setelah elusi dibagi jarak pengembangan. Sedangkan hRf merupakan Rf yang dikalikan dengan 100 (faktor h) yang menghasilkan angka antara 0 sampai 100 (Stahl, 1985).
36
37
Metode kromatografi lapis tipis terus berkembang dan banyak digunakan dalam bidang ilmu. Keuntungan metode ini antara lain memberikan pemisahan yang amat baik, cepat, alatnya sederhana, dan relatif murah. Kerugian dari metode ini adalah sukar dalam penyimpanan, ketelitian, dan ketepatan kurang baik. Metode kromatografi lapis tipis cocok untuk analisis obat di laboraturium farmasi, karena memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, hanya diperlukan sedikit sampel, waktu singkat (Skoog, 1974). Metode KLT untuk minyak atsiri secara umum menggunakan fase gerak toluena-etil asetat (93:7). Preparasi sampel untuk KLT minyak atsiri secara umum dilakukan dengan menggojog 1 gram serbuk dalam 10 ml diklor-metan selama 15 menit lalu disaring sehingga didapatkan filtratnya. Filtrat kemudian diuapkan hingga kering. Residu yang didapatkan dilarutkan dalam 1 ml toluen dengan 30100 µl digunakan untuk KLT. Fase diam yang digunakan silika gel 60F254. Fase gerak dapat disesuaikan dengan jenis minyak atsiri yang akan dideteksi. Deteksi dapat dilakukan secara langsung di bawah sinar UV254 yang ditunjukkan dengan adanya pemadaman (zona gelap) dari perpendaran plat KLT. Dapat pula dilakukan penyemprotan dengan anisaldehid-asam sulfat atau vanilin-asam sulfat dan dilanjutkan dengan pemanasan dalam suhu 110oC selama 10 menit. Pada anisaldehid-asam sulfat, minyak atsiri ditunjukkan dengan adanya warna biru kuat, hijau, merah hingga coklat pada sinar tampak dan kebanyakan akan berpendar pada UV366. Untuk vanilin-asam sulfat, akan muncul bercak yang hampir sama
37
38
dengan anisaldehid-asam sulfat namun tidak berpendar di UV366 (Wagner dan Bladt, 1996).
E. Landasan Teori Ekstrak etanolik rimpang lengkuas (Alpinia galanga (L.) Swartz) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani, dkk., (2008) dengan dosis 50 mg/kg BB telah terbukti mampu berfungsi sebagai tonikum. Konsumsi rimpang lengkuas dalam bentuk ekstrak secara langsung memiliki kendala rasa pahit dan pedas sehingga kurang nyaman dan tidak praktis, oleh karena itu perlu dibuat bentuk sediaan yang lebih nyaman dan enak untuk dikonsumsi, diantaranya yaitu dalam bentuk tablet hisap. Tablet hisap hampir sama dengan tablet biasa, namun memiliki kekerasan yang lebih tinggi dan rasa yang lebih enak karena melarut perlahan dalam mulut. Menurut Alderborn (2002), rasa enak dapat dihasilkan dari penggunaan bahan pemanis atau pengisi (Alderborn, 2002). Sukrosa juga sering digunakan sebagai bahan pemanis pada tablet kunyah dan tablet hisap (Bandelin, 1980). Sukrosa digunakan sebagai pemanis pada sediaan oral sebesar 67% dari bobot sediaan (Armstrong, 2005). Tablet hisap memiliki kekerasan tinggi (>10kg) karena didesain untuk melarut secara perlahan dalam rongga mulut (sekitar 5-10 menit) (Banker dan Anderson, 1986). Sifat kekerasan ini dipengaruhi oleh banyaknya kadar bahan pengikat yang digunakan. Secara umum, semakin tinggi konsentrasi bahan pengikat, akan menaikkan kekerasan dan menurunkan kerapuhan (Nugroho, 2008). Menurut
38
39
Bandelin (1989), semakin banyak jumlah pengikat yang digunakan, semakin keras tablet yang dihasilkan. Gelatin merupakan salah satu bahan pengikat yang telah banyak digunakan pada pembuatan tablet (Armstrong, 2005). Gelatin digunakan sebagai bahan pengikat sediaan tablet dengan cara dilarutkan dalam sejumlah air hangat (konsentrasi larutan 5-10%). Gelatin sebagai bahan pengikat biasa digunakan dengan kadar 1-3% dan dapat memberikan kekerasan tablet hisap yang tinggi hingga 6-9 kg (Parikh, 1997; Sugiyartono, dkk., 2003).
F. Hipotesis 1. Variasi jumlah bahan pengikat gelatin akan berpengaruh terhadap sifat fisik granul dan tablet hisap ekstrak rimpang lengkuas (A.galanga), yaitu diantaranya meningkatkan kekerasan dan waktu larut tablet. 2. Formula D (bahan pengikat gelatin dengan kadar 1,5%) menghasilkan tablet hisap ekstrak rimpang lengkuas (A. galanga) dengan sifat fisik terbaik diantara keempat formula.
39