BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kemampuan belajar (learning) dan mengingat (memory) termasuk salah satu proses mental yang penting. Tanpa kemampuan mengingat, makhluk hidup hanya dapat melakukan gerak reflex sederhana dan memiliki tingkah laku yang sama (Okano dkk., 2000). Menurut Astur dkk. (2002), kemampuan untuk menemukan objek, mengingat lokasi sebelumnya, dan menentukan arah bergantung pada proses belajar dan mengingat. Secara umum kemampuan mengingat terbagi menjadi jangka pendek dan jangka panjang. Kemampuan mengingat jangka pendek memiliki kapasitas terbatas hanya untuk beberapa detik atau menit sedangkan kemampuan mengingat jangka panjang dapat menyimpan kuantitas informasi yang lebih besar dengan potensi durasi tidak terbatas (Sharma dkk., 2010). Selanjutnya, kemampuan mengingat jangka panjang terbagi menjadi dua, yaitu declarative memory, adalah memori (ingatan) yang berkaitan dengan fakta dan event, yang terjadi pada alam sadar; dan procedural memory, merupakan memori yang penting diperlukan untuk menggunakan kemampuan yang sebelumnya telah dipelajari, terjadi dibawah alam sadar (Okano dkk., 2000). Pembentukan declarative memory yang baru melewati beberapa proses termasuk penerimaan pengetahuan baru (informasi), penyimpanan informasi, dan 6
7
pemulihan kembali (Sharma dkk., 2010). Pada manusia dan makhluk hidup lainnya, formasi hipokampus memiliki struktur anatomi yang penting untuk proses belajar dan mengingat (Astur dkk., 2002). Karena peran yang penting dalam penyimpanan memori secara umum dan terutama dalam memori spasial, hipokampus menjadi fokus penelitian untuk mengetahui mekanisme penuaan (Lister dan Barnes, 2009). Hipokampus adalah struktur penting di lobus temporalis otak yang bertanggung jawab pada kemampuan mengingat dan sikap emosional (Purves dkk., 2004). Hipokampus sebagai akhir dari pertemuan lobus medialis temporalis, menerima proyeksi dari perirhinal dan parahippocampal/korteks postrhinal terdekat dan korteks entorhinal. Oleh sebab itu, hipokampus dianggap secara khusus memiliki tugas penting dalam mengombinasikan informasi (Broadbent dkk., 2004). Proses penyimpanan memori paling banyak terjadi pada synaps, di mana sel neuron berkomunikasi (Okano dkk., 2000). Kapasitas sistem saraf untuk berubah disebut neural plasticity. Kemampuan ini diperlukan untuk mempelajari keahlian baru, membuat memori baru, dan respon rasa sakit (Purves dkk., 2004). Pada tahun 1994, psikolog dari Canada Donald Hebb, PhD, mengatakan bahwa sinaps mengalami modifikasi sehingga dapat melakukan peran dalam penyimpanan informasi. Beliau menduga terdapat proses pada presinaps dan postsinaps neuron menguatkan koneksi antara 2 sel (Lister dan Barnes, 2009). Proses penuaan sering dikaitkan dengan penurunan kemampuan kognitif, namun terdapat juga beberapa proses kognitif yang tidak terpengaruh. Kemampuan
8
verbal, implicit (procedural) memory dan semantic memory sebagian besar terhindar, namun penurunan berkaitan dengan usia terjadi penurunan pada episodic (declarative) memory, kesiagapan, working memory, dan spatial learning (Driscoll dkk., 2003). Kemampuan mengingat merupakan fungsi kognitif yang paling awal memperlihatkan penurunan selama penuaan (Sharma dkk., 2010). Pada umumnya setiap individu akan memperlihatkan penurunan dalam kemampuan mengingat yang tidak berkaitan dengan neuropatologi (Driscoll dkk., 2003) yang dipengaruhi oleh penuaan (Lister dan Barnes, 2009). Penurunan kemampuan belajar dan mengingat merupakan karakteristik pada penuaan normal maupun patologis. Hipokampus merupakan target awal dari perubahan fisiologi dan structural yang berkaitan dengan proses penuaan dan kerusakan pada hipokampus menghasilkan penurunan kognitif yang serupa dengan yang dialami oleh orang tua (Sharma dkk., 2010). Perubahan structural berkaitan dengan usia pada hipokampus telah teridentifikasi dengan berbagai metode. Penurunan jumlah neuronal, penurunan jumlah koneksi sinaps, patologi intraseluler, dan afinitas kumpulan neurofibril, menggambarkan formasi hipokampus yang rentan terhadap efek dari penuaan (Driscoll dkk., 2003). Menurut Lister dan Barnes (2009), terdapat studi yang menyebutkan bahwa jumlah neuron hipokampus pada otak manusia akan berkurang yang menggambarkan hilang atau matinya sel pada subiculum dan hilus dari gyrus dentatus, namun sel granula gyrus dentatus dan sel piramidal pada hipokampus tidak terpengaruh. Driscoll dkk. (2003), terdapat suatu kemungkinan dimana
9
perubahan struktur dan biokimia dari hipokampus berperan dalam mengganggu plastisitas hipokampus yang pada akhirnya direfleksikan dalam penurunan kognitif yang berkaitan dengan usia. Telah banyak penelitian dalam bidang glikobiologi yang menjelaskan peran oligosakarida yang berikatan di permukaan sel glikoprotein, glikolipid, dan proteoglikan pada interaksi antar sel atau sel dan matriks dalam susunan sistem saraf (Hidalgo dkk., 2006). Karbohidrat dalam bentuk kompleks, atau sering disebut glikokonjugat, berperan penting dalam berbagai proses metabolisme tubuh, antara lain regenerasi dan diferensiasi sel, perlekatan dan komunikasi antar sel, dan proses fungsional lainnya. Glikokonjugat terdapat pada semua jaringan tubuh hewan, terutama pada sekresi kelenjar dan permukaan sel (Novelina dkk., 2010). Beberapa contoh residu gula antara lain D-galactose (Gal), N-Acetyl-Dgalactosamine (GalNAc), D-glucose (Glc), N-Acetyl-D-glucosamine (GlcNAc), Nacetyl neuraminic acid (NeuAc), fucose (Fuc) dan mannose (Man) yang sangat sering menjadi glikokonjugat (Hussain dkk., 2012). Lektin adalah glikoprotein derivat dari tumbuhan yang dapat mengenali residu monosakarida spesifik (glikokonjugat) yang berlokasi pada permukaan membran sel system saraf pusat (Szumańska dan Albrecht, 1997). Lektin berasal dari bahasa Latin ‘legere’, yang berarti to select atau memilih. Lektin memiliki kemampuan untuk mengikat karbohidrat. Protein yang dapat mengagglutinasi sel darah merah dengan gula spesifik yang diketahui dikenal sebagai ‘lektin’.
10
Penyebutan ‘hemagglutinin’ digunakan bila gula belum dikenali (Lam dan Ng, 2011). Berdasarkan penelitian oleh Hidalgo dkk. (2006) dalam pembentukan fearmemory pada tikus, PNA secara spesifik dapat mendeteksi N-Galaktosamin yang berada pada tepi sel pyramidal. Pada penelitian tersebut, kelompok tikus yang diberi pelatihan mengalami penurunan ekspresi Gal β-1,3 GalNAc di CA4 dan gyrus dentatus yang diduga karena adanya modifikasi glycan untuk mendukung kemampuan belajar dan mengingat, yaitu proses syalilasi. Pada penelitian ini digunakan lektin Peanut Agglutinin (PNA) untuk mendeteksi residu gula galaktosa pada area CA1 di hipokampus tikus, dalam hubungannya dengan learning dan memory pada berbagai umur.
B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara histologi area CA1 hipokampus pada tikus umur 1, 6, dan 12 bulan terhadap fungsi learning dan memory dengan pewarnaan cresyl echt violet dan histokimia lektin menggunakan Peanut Agglutinin (PNA). C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai histologi dan keberadaan N-asetilgalaktosamin di area CA1 hipokampus tikus umur 1, 6, dan 12 bulan dalam hubungannya dengan kemampuan belajar dan mengingat.