1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkatnya dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap. Awal pemikiran dari Undang-Undang Jaminan Fidusia inilah, yang menjadikan acuan dikembangkannya Jaminan Fidusia dari landasan yurispudensi menjadi alur hukum yang konkrit dalam perundang-undangan. Berbicara tentang sejarah fidusia, tidak terlepas dari berbicara tentang Hukum Jaminan, dan bila membahas Hukum Jaminan sebagai yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Perdata, kita tidak bisa meninggalkan prinsip pembagian benda sebagai yang dianut oleh Kitab Undang-Undang Perdata.1 Maka dengan adanya Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut, maka lembaga ini merupakan lembaga alternatif tentang jaminan, jika oleh lembaga jaminan yang lain seperti Hak Tanggungan berdasarkan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996, Hipotek dan Gadai tidak dapat dilayani. Ciri khusus dari lembaga Jaminan Fidusia ini terlihat pada masalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, dimana
1
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT Citra Adytia Bhakti, Bandung, 2002, hal.3
1
Universitas Sumatera Utara
2
ciri khusus tersebut tidak dimiliki dan tidak dijumpai pada Hak Tanggungan, Hipotek, dan Gadai. 2 Menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang dimaksud dengan benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, serta yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotek.3 Sebagai kita ketahui, benda di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata antara lain dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak atau benda tetap (Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Pembagian benda dalam 2 (dua) kelompok seperti itu, mendapat penjabarannya lebih lanjut dalam Hukum Jaminan, yaitu untuk masing-masing kelompok benda oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diberikan lembaga jaminannya masing-masing. Untuk Benda Bergerak disediakan Lembaga Jaminan Gadai (Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) sedangkan untuk Benda Tidak Bergerak atau Benda Tetap disediakan Lembaga Hipotik (Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Karena gadai dan hipotik merupakan lembaga jaminan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, fidusia merupakan reaksi atas ketentuan tentang gadai.4
2
Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1999, hal.2 3 Pasal 1 ayat (4), Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 4 J. Satrio, Op.Cit, hal.4
Universitas Sumatera Utara
3
Seorang kreditur terhadap fidusia sebagai pemberi kredit berbentuk badan usaha seperti bank, perusahaan pembiayaan atau lembaga sejenisnya, sedangkan debitur umumnya adalah penjual berbentuk badan usaha, dimana kreditur mencoba melindungi diri terhadap kemungkinan kerugian yang dapat menimpa seorang kreditur jika debiturnya dalam kesulitan membayar.5 Dalam keadaan tersebut, para kreditur ini mencari perlindungan mereka pada lembaga hak milik atas benda bergerak. Hak milik atas benda yang berada pada pihak ketiga dapat digunakan secara lebih sederhana dan dengan resiko lebih kecil.6 Sehingga dalam kaitan dengan kebebasan yang dimiliki oleh debitur untuk membuat keputusan itu, berlaku kesepakatan para pihak. Apabila tidak ada kesepakatan yang tegas, sifat dan/ atau peruntukan benda-benda yang diserahkan akan sangat menentukan besarnya tingkat kewenangan memutus si debitur. Tindakan membuat keputusan yang dilakukan oleh debitur secara tak berwenang sepanjang menyangkut pihak pemegang objek jaminan pada umumnya dilindungi oleh Pasal 1198 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu : “Kreditur yang memegang hipotek yang telah terdaftar, dapat menuntut haknya atas barang tak bergerak yang terkait itu, biar di tangan siapa pun barang itu berada,
untuk diberi
urutan
tingkat dan
untuk dibayar
menurut
urutan
pendaftarannya.”7
5
O.K. Brahn, fiduciare Overdracht, Stille Verpanding En Eigendomsvoorbehoud Naar Huidig En Komend Recht (Fidusia, Penggadaian Diam-Diam dan Retensi Milik Menurut Hukum Yang Akan Datang), PT.Tatanusa, Jakarta, 1998, hal.67 6 Ibid. 7 Pasal 1198, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Universitas Sumatera Utara
4
Kreditur dapat menuntut benda-benda itu sebagai pemilik, dan bahkan dalam hal kepailitan debitur, hak ini masih tetap utuh berdasarkan posisi separatis yang diberikan kepadanya. Pembagian hak milik antara milik yuridis di tangan kreditur dan milik ekonomis yang masih tetap berada pada debitur ini pada umumnya disebut orang dengan istilah milik fidusier, artinya orang lebih cenderung melihat milik fidusier sebagai sinonim dari milik yang semata-mata digunakan sebagai jaminan untuk kepentingan kreditur. Penyamaan ini tidak seluruhnya benar, misalnya hubungan milik fidusier yang tidak ditujukan bagi penciptaan jaminan. Sehingga dalam rangka kejelasan kita tidak boleh begitu saja menyebut milik jaminan sebagai milik fidusier atau milik fidusier jaminan.8 Pemberian jaminan ini erat kaitannya dengan kreditur yang merupakan fungsi perbankan di Indonesia dimana dewasa ini dituntut untuk menjadi media alur pembangunan, guna mendukung pelaksanaan program pembangunan nasional. Setiap pemberian kredit perbankan yang disalurkan kepada pengusaha dapat menimbulkan resiko. Bank sebagai kreditur memberikan kredit didasarkan pada prinsip kehati-hatian yang terlihat dalam sistem penilaian yang dilakukan Bank dengan prinsip keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya.9 Dalam hal inilah kreditur memerlukan perlindungan hukum dalam memberikan kredit. Oleh karena itu, perlu unsur pengamanan dalam pengembaliannya. Salah satu unsur pengamanan (safety) adalah salah satu prinsip 8
O. K.Brahn, Op.Cit, hal.14 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal. 183 9
Universitas Sumatera Utara
5
dasar dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability) dan keuntungan (profitability), sehingga bentuk pengamanan kredit dalam praktik perbankan dilakukan dengan pengikatan jaminan.10 Tetapi dalam praktek pada Bank dipergunakan sistem penilaian yang menggunakan prinsip 5 (lima) C’s yaitu Character (watak), Capital (modal), Collateral (jaminan, agunan), Capacity (kemapuan), dan Conditions of Economic (kondisi ekonomi).11 Dari 5 (lima) faktor penilaian yang dilakukan di bank, faktor terpenting yang berfungsi sebagai pengaman yuridis dari kredit yang disalurkan adalah jaminan kredit, dimana fungsi yuridis ini berkaitan erat dengan tujuan jaminan yakni sebagaimana dikatakan bahwa the purpose of a security interest is to confer property rights upon someone to whom a debt is due (tujuan kepentingan keamanan untuk memberikan hak milik atas seseorang kepada siapa utang tersebut jatuh tempo), sehingga dalam hal ini menurut kalangan perbankan dan notaris, secara yuridis hak tanggungan dan jaminan fidusia memiliki fungsi pengaman yang sama dalam perjanjian kredit yakni sebagai jaminan kebendaan yang diakui dalam hukum positif.12 Jaminan fidusia pada kenyatannya yang sudah diagunkan kepada bank sebagai kreditur, masih bisa terjadi permasalahan bahwa jaminan fidusia tersebut tidak dapat dieksekusi oleh kreditur, dimana jaminan fidusia tersebut telah
10 Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 50 11 Hasil wawancara dengan Bapak Basril, Bagian Regional Credit Recovery di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota Medan, hari Senin tanggal 21 Januari 2013 12 Tan Kamelo, Op.Cit, hal. 186
Universitas Sumatera Utara
6
didaftarkan pada lembaga fidusia.13 Realisasi ini akan lebih jelas ketika debitur melakukan wanprestasi yakni tidak memenuhi kewajiban untuk membayar hutang14. Pengikatan jaminan fidusia yang berdasarkan perjanjian kredit yang telah disepakati antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur masih saja dapat terjadi permasalahan, khususnya dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia, dalam hal debitur mengalami kredit macet. Secara teoritis, jika seorang debitur pemberi fidusia wanprestasi terhadap objek jaminan fidusia dapat dilakukan eksekusi. Dalam hal eksekusi, kalau harga jual benda jaminan melebihi hutang debitur, kreditur penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan sisa uang penjualan kepada debiturnya. Sebaliknya, apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk membayar hutang, debitur tetap bertanggung jawab atas sisa hutang tersebut.15 Yang selalu dipersoalkan, apabila benda yang dijadikan jaminan fidusia tidak mencukupi untuk membayar hutang debitur. Kalau tidak mencukupi, dapatkah kreditur penerima fidusia meminta pertanggungjawaban harta kekayaan debitur lainnya yang tidak turut dijaminkan. Jika dibenarkan secara yuridis, apakah kedudukan kreditur penerima fidusia masih sebagai kreditur preferen. Pertanyaan yuridis tersebut harus diberikan solusi hukumnya oleh hakim dengan pertimbangan hukum yang logis dan rasional,
13
Hasil wawancara dengan Bapak Basril, Bagian Regional Credit Recovery di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota Medan, hari Senin tanggal 21 Januari 2013. 14 Ibid. 15 Pasal 34, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
7
sehingga tidak merugikan kepentingan hukum debitur pemberi fidusia.16 Menurut pihak bank, apabila ternyata objek jaminan fidusia tidak mencukupi untuk membayar hutang, bank dapat menyita barang-barang lain milik debitur.17 Selain jaminan fidusia, adakalanya bank meminta jaminan lainnya yang diikat dengan surat kuasa memasang hak tanggungan atau surat kuasa menjual atau hak tanggungan atas objek tanah belum bersertifikat, hak milik atau jaminan yang bersifat perorangan.18 Sebaliknya pihak debitur beranggapan bahwa hutang kredit tidak dapat melibatkan harta kekayaan lainnya, tetapi benda yang dijaminkan itu saja yang disita.19 Menurut R. Subekti, Eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan putusan, dimana Eksekusi atau pelaksanaan putusan juga mengadung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan padanya dengan bantuan dengan kekuatan hukum.20 Hukum jaminan yang bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengandung prinsip bahwa harta kekayaan debitur menjadi jaminan hutang untuk segala perikatan yang dibuatnya dan prinsip ini juga kurang memberikan rasa perlindungan yang cukup aman bagi kreditur, untuk menutupi adanya kelemahan itu, perlu diperjanjikan secara khusus benda-benda tertentu dari debitur yang diikat 16
Tan Kamelo, Op.Cit, hal.331 Hasil wawancara dengan Bapak Basril, Bagian Regional Credit Recovery di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota Medan, hari Senin tanggal 21 Januari 2013. 18 Ibid. 19 Ibid. 20 Ibid, hal 130 17
Universitas Sumatera Utara
8
sebagai jaminan hutang.21 Hukum jaminan yang diperjanjikan adalah hipotik, hak tanggungan, gadai, jaminan fidusia, dan jaminan perorangan. Kreditur sebagai penerima jaminan fidusia memiliki hak preferen, dimana hak preferen merupakan sifat yang melekat pada jaminan fidusia. Hak preferen adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak preferen bukanlah hak kebendaan melainkan hak terhadap benda dan hak tersebut tidak timbul karena undang-undang tetapi diperjanjikan. Perlu diketahui, hak preferen lahir pada saat pendaftaran jaminan fidusia, sehingga bila jaminan fidusia tidak didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia, kreditur penerima fidusia tidak memiliki hak preferen melainkan hak konkuren, dan dalam hal ini penerima jaminan fidusia tidak mendapatkan perlindungan hukum.22 Jaminan fidusia pada dasarnya memberikan kemudahan bagi para pihak penggunanya, khususnya bagi pemberi fidusia, walau demikian karena tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan jaminan fidusia ini didaftarkan, maka hal itu menyebabkan kepentingan pihak yang memberikan fidusia menjadi kurang terjamin. Untuk itu, setiap jaminan fidusia perlu didaftarkan, dimana dalam undang-undang ini benda didaftarkan atau dengan kata lain benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia.23
21
Ibid. Ibid. 23 Hadi Setia Tunggal, Jaminan Fidusia, Harvarindo, Jakarta, 2006, hal.6 22
Universitas Sumatera Utara
9
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut yang telah dikemukakan diatas, adapun beberapa rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana perlindungan hukum kreditur dalam eksekusi jaminan fidusia? 2. Apa saja faktor penghambat dalam eksekusi jaminan fidusia? 3. Bagaimana penyelesaian dalam mengatasi faktor penghambat eksekusi jaminan fidusia di Bank?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur dalam eksekusi jaminan fidusia. 2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam eksekusi jaminan fidusia. 3. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian dalam mengatasi faktor penghambat eksekusi jaminan fidusia di Bank.
D. Manfaat Penelitian Suatu penulisan yang dibuat pada dasarnya diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siapa saja yang membacanya, begitu juga yang diharapkan dari penulisan ini. Adapun manfaat yang didapat dari hasil penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam perlindungan kreditur terhadap
Universitas Sumatera Utara
10
pengikatan jaminan fidusia dan dalam eksekusi jaminan fidusia tersebut, serta dapat menambah dan memperkaya wawasan ilmiah baik secara umum maupun secara khusus. 2. Secara praktis bahwa penulisan ini juga dapat memberikan referensi bagi bank ataupun lembaga keuangan dalam memberikan kredit ataupun dalam membiayai pembelian atas barang yang dapat dibebankan fidusia, dan menambah pengetahuan mengenai sikap tanggung jawab baik sebagai debitur maupun sebagai kreditur dalam hal pengikatan jaminan fidusia di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk sehingga menumbuhkan sikap kritis terhadap pengikatan jaminan fidusia dan eksekusi terhadap jaminan fidusia tersebut agar tidak terjadi permasalahan.
E. Keaslian Penelitian Penulisan thesis ini berdasarkan pada ide, gagasan maupun pemikiran dimulai dari awal hingga akhir penyelesaiannya. Hal ini dapat tumbuh dan dipaparkan tertulis dalam tesis ini berdasarkan perkembangan pengikatan jaminan fidusia yang memiliki prosedur semakin baik terutama di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk serta permasalahan yang timbul di dalamnya. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Studi Magister Kenotariatan, diketahui bahwa penelitian tentang “Analisis Yuridis Faktor Penghambat Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Melindungi Kreditur (Studi Pada
Universitas Sumatera Utara
11
PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Balai Kota Medan)”, belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, maka tesis ini dapat dinyatakan keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Beberapa penelitian sebelumnya ada ditemukan mengenai perpajakan jaminan fidusia, namun topik permasalahan dan bidang kajiannnya berbeda dengan penelitian ini, peneliti tersebut antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Leni Marlina, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Eksekusi Di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil Di Lembaga Keuangan Non-Bank PT. Batavia Prosperindo Finance Cabang Medan”. Pokok masalah dari penelitian adalah : a. Faktor-faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan konsumen? b. Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet? c. Bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil? 2. Penelitian yang dilakukan oleh Yosephina Hotma Vera, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Agunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Diikat Dengan Akta Jaminan Fidusia Terhadap Bangunan Yang Berdiri di Atas Tanah Otorita Batam”.
Universitas Sumatera Utara
12
Pokok masalah dari penelitian adalah : a. Apakah pengaturan objek yang dapat di jadikan jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia telah mengakomodasi perkembangan masyarakat khususnya di Pulau Batam? b. Bagaimanakah akibat hukumnya terhadap benda tidak bergerak sebagai objek jaminan fidusia khususnya terhadap bangunan yang berdiri diatas lahan Hak Pengelolaan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam? c. Bagaimanakah pengikatan akta jaminan fidusia atas agunan dalam perjanjian kredit di Pulau Batam? 3. Penelitian yang dilakukan oleh Gomsalati, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Fidusia Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Propinsi Aceh)”. Pokok masalah dari penelitian adalah : a. Apakah yang melatarbelakangi pembuatan akta jaminan fidusia secara notariil? b. Kenapa jaminan fidusia tidak dilakukan penghapusan/pencoretan fidusia oleh para pihak? c. Apakah hal-hal yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan/penghapusan Pencoretan Fidusia? Dari judul dan permasalahan penelitian di atas, maka terdapat perbedaan di dalam pembahasan permasalahan. Penulisan ini adalah asli karena sesuai
Universitas Sumatera Utara
13
dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka sehingga penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah dan terbuka atau masukan serta saran-saran yang membangun. Apabila dikemudian hari ternyata penelitian ini telah melanggar asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka, maka Peneliti bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Widjaja, Mahasiswa Sarjana Strata Satu (1) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam Terjadi Eksekusi Jaminan Fidusia”. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Made Wiratha, Mahasiswa Sarjana Strata Satu (1) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Pada Perjanjian Jaminan Fidusia Dalam Praktek”. 6. Penelitian yang dilakukan oleh Anita Lidya, mahasiswa Sarjana Strata Satu (I) Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jawa Timur, dengan judul “Perlindungan Hukum Kreditur Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999”.
F. Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
Universitas Sumatera Utara
14
atau pegangan teoritis dalam penelitian.24 Menurut Kerlinger, teori adalah : A set of interrelated construct (concepts) definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relation among variables, with the purpose of expalining and predicting the phenomena (satu set konsep yang membangun, defenisi dan proposisi yang menyajikan pandangan sistematis fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel dengan tujuan ekspalining dan memprediksi fenomena) .25 Penelitian ini menggunakan teori hukum dalam ranah empiris (teori yuridis sosiologis), yang dikemukakan oleh Oliver Wendell Holmes yang beraliran realisme.26 Teori ini sesungguhnya dibangun berdasarkan teori hukum yang dihubungkan dengan kondisi sosial di mana hukum dalam arti sistem norma itu diterapkan.27 Adapun teori sebagai Temuan Penelitian (Grounded Theory) bahwa teori dibangun dari data yang berupa temuan fakta-fakta hukum berdasarkan observasi langsung kelapangan atau dengan istilah teoretisasi data, dimana teori awal yang digunakan hanya sebagai rujukan, namun tidak ada pengaruhnya terhadap hasil penelitian.28 Penggunaan teori semacam ini dilakukan dengan menggunakan logika deduktif, sehingga dalam penelitian hukum, cara penggunaan teori ini tepat untuk tipe
24
M. Solly Lubis, Fisafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke I, 1994,
hal 80 25
Maria SW. Sumardjono, Hak Tanggungan Dan Fidusia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume I, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1997, hal.13 26 Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2007, hal. 158 27 Ibid. 28 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
15
penelitian yuridis empiris.29 Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Soejono Soekanto bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga semangat ditentukan oleh teori.30 Suatu teori harus diuji dengan mengahadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benaranya.31 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.32 Perlunya ungkapan mengenal kausal yang logis diantara perubahan variabel dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka pikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut.33 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.34 Adapun tujuannya yaitu : “mewujudkan keadilan (rechtsgerchtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan
29
Ibid. Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hal. 6 31 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting M. Hisman, UI Press Jakarta, 1996, hal. 203 32 Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, Undip, Semarang, 2006, hal. 6 33 Bintoro Tjokroamidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal. 12 34 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35 30
Universitas Sumatera Utara
16
kepastian hukum (rechtszekerheid).”35 Adapun tujuan untuk mewujudkan keadilan (rechtsgerchtigheid) atau justice yang juga dikemukakan oleh Adam Smith bahwa keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian (the end of justice is to secure from injury).36 Dalam hal ini adapun kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis dari para penulis ilmu hukum di bidang hukum jaminan fidusia dan jaminan kebendaan lainnya, sistem hukum benda dan perjanjian kredit bank, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penulisan tesis ini.37 Jaminan
fidusia
merupakan
jaminan
yang
lebih
berdasarkan
pada
kepercayaan, sesuai dengan asal katanya yang berasal dari kata ”fides” yaitu kepercayaan. Oleh karena itu, hubungan hukum yang terjadi antara debitur (pemberi fidusia) dan kreditur (penerima fidusia) merupakan hubungan hukum berdasarkan kepercayaan. Hal ini dapat dilihat Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang memberi pengertian mengenai jaminan fidusia yaitu pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan fidusia mempunyai sifat sebagai perjanjian assesoir yaitu sebagai perjanjian yang 35
Achmad Ali, Menguak Takbir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal. 85 36 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU Medan, 17 april 2004, hal 4-5, dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol.15, 1981, hal. 244 37 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80
Universitas Sumatera Utara
17
mengikuti perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak kepada para pihak lain untuk memenuhi suatu prestasi. Dari penjelasan tersebut diperoleh pemahaman bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok, yang bila jaminan fidusia ini dituangkan dalam akta fidusia dan didaftarkan, pada kantor pendaftaran fidusia, barulah timbul hak preferen dan secara otomatis pula kepada kreditur memiliki kedudukan istimewa yakni bila debitur ingkar janji, maka kreditur berdasarkan parate eksekusi dapat melakukan pengambilalihan kendaraan bermotor tersebut, karena akta fidusia dapat dipersamakan dengan putusan pengadilan. Berdasarkan beberapa jenis jaminan tersebut terdapat beberapa azas jaminan dari hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan, antara lain : 1. Azas publiciteit, yaitu azas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertahanan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia terdapat di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama yaitu syahbandar.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Azas specialiteit, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan pada barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. 3. Azas tak dapat dibagi-bagi, yaitu azas dapat dibaginya hutang yang tidak mengakibatkan dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan sebagai pembayaran. 4. Azas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai. 5. Azas horizontal, yaitu bangunan dan tanah yang bukan merupakan satu kesatuan, dan dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain berdasarkan hak pakai.38 Sifat terbuka dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengandung azas kebebasan berkontrak, maksudnya ialah setiap orang bebas yang menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-
38
HS.Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 25.
Universitas Sumatera Utara
19
Undang Hukum Perdata. Suatu perjanjian pada dasarnya harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu : a. Unsur essentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan di dalam suatu perjanjian. b. Unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian, walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian. c. Unsur accidentalia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian.39 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 yang berbunyi : pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang yang habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.40 a. Objek Jaminan Fidusia Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, disebutkan bahwa benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah : 1) Benda bergerak, antara lain : benda berwujud maupun tidak berwujud dan benda terdaftar maupun yang tidak terdaftar.
39 40
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, 1985, hal.20 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank Alvabeta, Jakarta, 2005, hal.96
Universitas Sumatera Utara
20
2) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Selanjutnya ketentuan mengenai objek jaminan fidusia antara lain terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, menyebutkan bahwa objek jaminan fidusia antara lain : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Benda tersebut harus dapat memiliki dan dialihkan secara hukum Dapat atas benda berwujud Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang Benda bergerak Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotek Baik atas benda yang sudah ada maupun benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri 8) Dapat atas satuan atau jenis berbeda 9) Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda 10) Hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia 11) Hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia 12) Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) Objek jaminan fidusia meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak tertentu, yang tidak bisa dijaminkan melalui lembaga jaminan hak tanggungan atau hipotek, tetapi kesemuanya dengan syarat bahwa objek lembaga jaminan fidusia berbeda dengan objek hak tanggungan dan hipotek sehingga tidak akan saling tumpang tindih. Menurut Satrio bahwa syarat benda yang menjadi objek jaminan fidusia harus bisa dimiliki dan dialihkan, berkaitan erat dengan hak-hak dari kreditur penerima fidusia, dalam hal debitur cidera janji atau wanprestasi. Bila jaminan tidak bisa dimiliki oleh orang lain atau dialihkan, maka ketentuan Pasal 15, Pasal 27, Pasal 29,
Universitas Sumatera Utara
21
Pasal 31, Pasal 32 dan Pasal 34 Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak mempunyai arti apa-apa.41 Pemberian jaminan fidusia selalu berupa penyediaan bagian dari harta kekayaan si pemberi fidusia untuk pemenuhan kewajibannya, konsep harta kekayaan meliputi aspek ekonomi dan aspek hukum. Pemberi fidusia telah melepaskan hak kepemilikan secara yuridis untuk sementara waktu. Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan kredit berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut.42 Kekuasaan yang dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan benda ekonomis melainkan secara yuridis, artinya pemberi fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda bergerak yang dijaminkannya itu, akan tetapi pemberi fidusia tersebut tidak dapat mengalihkan maupun mengagunkan benda bergerak yang dijaminkannya itu kepada pihak lain, sebelum kewajibannya tersebut terhadap kreditur penerima fidusia terpenuhi, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan oleh si pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis. b. Pendaftaran Jaminan Fidusia Hak kebendaan dari jaminan fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada kantor pendaftaran jaminan fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya 41 42
J.Satrio, Op.Cit, hal.180 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1994,
hal.9-12
Universitas Sumatera Utara
22
jaminan fidusia.43 Konsekuensi yuridis dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia adalah perjanjian jaminan fidusia adalah bersifat perorangan. Tahap proses perjanjian jaminan fidusia tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga memberi karakter tersendiri dengan segala akibat hukumnya. Perjanjian fidusia seperti halnya dengan perjanjian atau lembaga jaminan lainnya yaitu bersifat accesoir, maka perjanjian/hak fidusia hapus dapat disebabkan oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian hutang-piutang yang mendahuluinya. Selain itu jaminan fidusia juga hapus karena pelepasan hak jaminan fidusia oleh penerima fidusia, termasuk musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Penghapusan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999. Uraian tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa suatu perjanjian pembiayaan/kredit sangatlah membutuhkan adanya suatu perlindungan hukum, baik bagi si kreditur maupun debitur. Bagi kreditur, salah satunya adalah adanya jaminan yang dapat dibuat dengan perjanjian jaminan fidusia, yang merupakan suatu perjanjian jaminan yang tunduk pada asas konsensualisme yang dianut oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Konsensualisme adalah perjanjian sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah mengikat dan mempunyai kekuatan hukum pada detik tercapainya kata sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan antara kreditur dan debitur. Kata
43
Pasal 14, Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
23
sepakat mengenai kredit antara kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit dinyatakan dengan cara menandatangani surat perjanjian pembiayaan.44 Penelitian ini berusaha untuk memahami jaminan fidusia secara yuridis, artinya memahami objek penelitian sebagai hukum yaitu sebagai kaidah hukum sebagai yang ditentukan dalam yurispudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum jaminan, sistem hukum benda dan perjanjian kredit bank.45 Penelitian lebih lanjut mengenai lembaga jaminan fidusia menjadi semakin penting. Dalam perjalanannya sebagai lembaga jaminan yang dibutuhkan masyarakat, dahulu eksistensi fidusia didasarkan kepada yurispudensi,46 dan sekarang jaminan fidusia sudah diatur dalam undang-undang tersendiri.47 c. Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Akta Jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.48 Walaupun tidak ada kata-kata “harus” atau “wajib” dalam redaksi Pasal 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris, akan tetapi dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara
44
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, PT. Grafindo, Jakarta, 1993, hal.182-183. 45 Soerjono Soekanto, Teori Yang Murni Tentang Hukum, PT. Alumni, Bandung, 1985, hal. 96 46 Yurispudensi di Belanda (Bierbrowerij Arrest), tanggal 25 Januari 1929 dan di Indonesia dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 18 Agustus 1932 dalam kasus Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) vs Pedro Clignett. 47 Jaminan Fidusia diatur dalam UU No.42 Tahun 1999. Sebelumnya Fidusia diatur secara sporadis dalam UU No.16 Tahun1985 dan UU No.4 Tahun 1992. 48 http://www.mitra.net.id/hukum/isi konsultasi.php?id=36, diakses pada tanggal 22 Januari 2013, pukul 15.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
24
Pendaftaran Fidusia dan biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia, ditentukan bahwa hanya terhadap jaminan fidusia yang dibuat dengan akta notaris saja yang diterima pendaftarannya oleh kantor pendaftaran fidusia, sehingga pembuatan jaminan fidusia dengan akta notaris ini harus di artikan sebagai suatu keharusan. Menurut Satrio bahwa dipilihnya bentuk akta notariil, biasanya dimaksudkan agar suatu tindakan yang membawa akibat hukum yang gegabah dan dari kekeliruan, karena seorang notaris, biasanya juga bertindak sebagai penasehat bagi kedua belah pihak, dan melalui nasehatnya diharapkan agar para pihak sadar akan akibat hukum yang bisa muncul dari tindakan-tindakan mereka, disamping itu adanya kewajiban notaris untuk membacakan isi akta yang bersangkutan, bisa juga berfungsi sebagai perlindungan akan tindakan gegabah.49 2. Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.50 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.51 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Peranan 49
J.Satrio, Op.Cit, hal.191 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10. 51 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara., Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal 35 50
Universitas Sumatera Utara
25
konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.52 Bentuk jaminan secara garis besar dikenal dua macam, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan, dan jaminan yang paling disukai bank adalah jaminan kebendaan.53 Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif adalah Jaminan Fidusia, dimana sebagai lembaga jaminan atas benda bergerak, jaminan fidusia banyak dipergunakan oleh masyarakat bisnis.54 Beberapa serangkaian defenisi operasional dalam penulisan ini perlu dirumuskan antara lain sebagai berikut : a. Jaminan adalah kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya.55 b. Fidusia adalah pengalihan hak kemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.56
52
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989,
hal.34 53
Tan Kamelo, Op.Cit, hal 2 Ibid. 55 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, 54
hal. 66 56
Pasal 1 ayat (1), Undang-Undang Jaminan Fidusia No. 42 Tahun 1999 (dalam pasal ini, pembentuk undang-undang mengidentifikasi bangunan merupakan benda tidak bergerak sebagai objek fidusia)
Universitas Sumatera Utara
26
c. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan bangunan/rumah di atas tanah orang lain baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.57 d. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau karena ditentukan undang-undang. e. Kreditur adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.58 f. Debitur adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undangundang.59 g. Akta Perjanjian Kredit adalah akta otentik yang berisi perjanjian hak dan kewajiban debitur dan kreditur mengenai jumlah hutang beserta bunga, denda, dan biaya-biaya lain, dan sebagainya. h. Akta Jaminan Fidusia adalah akta dibawah tangan dan akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan utangnya.60
57
Ibid, Pasal 1 ayat 2 Pasal 1 (8), Undang-Undang Jaminan Fidusia No. 42 Tahun 1999 59 Ibid, Pasal 1 ayat 9 60 Tan Kamelo, Op.Cit, hal.33 58
Universitas Sumatera Utara
27
i. Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah penyerahan dokumen awal berupa syaratsyarat pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh notaris yang telah dilegalisasi kepada kantor pendaftaran fidusia dalam bentuk form yang berisi keterangan objek jaminan fidusia tersebut.61 j. Eksekusi adalah upaya kreditur merealisasi hak secara paksa karena debitur tidak mau secara sukarela memenuhi kewajibannya. Dengan demikian eksekusi merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa hukum.62
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis, yaitu analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan sseperangkat data yang lain. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis mengungkapkan karakteristik objek dengan cara menguraikan dan menafsirkan faktafakta tentang konvensi bahasa dan pokok persoalan yang diteliti.63
61
Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2011,
hal.88 62
Mochammad Dja’is, Hukum Eksekusi Sebagai Wacana Baru Dibidang Hukum, Fakultas Hukum Undip, 2000, hal.7 63 Metode Penelitian Hukum, www.universitaspendidikanIndonesiaonline.com, diakses tanggal 01 Mei 2012
Universitas Sumatera Utara
28
2. Pendekatan Penelitian Permasalahan yang telah dirumuskan di atas akan dijawab atau dipecahkan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu dilakukan dengan cara meneliti di lapangan dengan cara wawancara dengan responden yang merupakan data primer dan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.64 Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa faktor penghambat dan penyelesaiannya dalam eksekusi jaminan fidusia serta perlindungan hukum bagi kreditur sebagai pemberi kredit pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Kantor Wilayah I, Medan. Penelitian yuridis empiris menitikberatkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan situasi serta hukum yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta dan dari segi peraturan perundangundangan yang berlaku serta dokumen-dokumen berbagai teori,65 yang semuanya berhubungan dengan judul tesis.
64
Ibrahim Joh11.....ni, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005, Hal. 336 65 Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal.11.
Universitas Sumatera Utara
29
3. Sumber Data Penelitian Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber kepustakaan.66 Data skunder yang dipakai adalah bahan hukum. Berdasarkan kekuatan yang mengikatnya, bahan hukum untuk memperoleh data terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : a. Bahan hukum primer yaitu hukum yang mengikat dari sudut norma dasar peraturan dasar dan perundang-undangan,67 yang berhubungan dengan perjanjian, jaminan kebendaan, jaminan fidusia. Penulisan ini mengkaji ketentuan yang berasal dari perundang-undangan yang mengatur perlindungan hukum terhadap perlindungan kreditur dan jaminan fidusia : 1. Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 b. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.68 Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang terdiri atas :
66
Soejono dan H. Abdurahman, Op. Cit., Hal. 57 Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, Hal. 55 68 Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, PT.Praditya Paramitha, Jakarta, 2005, hal. 141 67
Universitas Sumatera Utara
30
1) Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan mengenai pengeksekusian jaminan fidusia dan perlindungan hukum terhadap kreditur 2) Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian peneliti. 3) Tulisan dari para ahli yang berkaitan dengan hukum jaminan fidusia c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam penelitian yaitu :69 1) Kamus Bahasa Indonesia 2) Kamus Ilmiah Populer 3) Surat Kabar 4) Hasil seminar hukum jaminan 5) Internet, makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.
4. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan thesis ini adalah menggunakan : 1. Metode penelitian kepustakaan (library research). Metode ini merupakan pengumpulan data yang dilakukan melalaui literatur atau dari sumber bacaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan thesis ini untuk digunakan sebagai dasar ilmiah pembahasan materi. Metode Penelitian 69
Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Op. Cit., hal. 55
Universitas Sumatera Utara
31
Kepustakaan (library research) merupakan studi kepustakaan yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.70 2. Wawancara Untuk melengkapi data yang diperoleh disamping data sekunder untuk menambah data dalam penelitian ini akan dipergunakan cara memperoleh data dari informan melalui wawancara71. Wawancara berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai pendukung penelitian hukum empiris dalam eksekusi jaminan fidusia yang mengunjuk PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota Medan untuk mencari fakta-fakta yang nyata pada perjanjian kredit terlebih dalam pengikatan jaminan fidusia dan penghambat eksekusi jaminan fidusia tersebut mengingat PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk merupakan salah satu Bank terbesar dan diminati debitur dalam melakukan perjanjian kredit, yaitu dengan melakukan wawancara dengan salah satu pegawai yaitu Bapak Basril selaku Regional Credit Recovery di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota, Medan.
70 71
Riduan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bina Cipta, Bandung, 2004, hal. 97 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 91
Universitas Sumatera Utara
32
5. Analisis Data Seluruh data hasil penelitian yang berupa data hasil studi dokumen (data sekunder), data hasil pengamatan dan wawancara dianalisis dengan metode kualitatif.72 Termasuk bahan hukum yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dari lapangan dianalisa secara kualitatif dengan mempelajari seluruh data dari bahan hukum yang memberikan telaah yang mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang dikuasai. 73 Hasil pengumpulan data akan ditabulasi dan di sistematisasi. Kemudian menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum untuk permasalahan yang bersifat rasio/logika berfikir deduktif induktif.74 Selanjutnya bahan hukum yang telah ada akan dianalisis sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula,75 dan melihat ketentuan perlindungan hukum terhadap kreditur dan eksekusi atas objek jaminan fidusia yang dijaminkankan terhadap bank.
72
Ibid. Mukti Ali et al, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT. Pustaka Fajar, Yogyakarta, 2010, hal.183. 74 Ibrahim Jhony, Op. Cit. hal. 393 75 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 106 73
Universitas Sumatera Utara