BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Usaha-usaha perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta dengan melakukan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan siswa dan kurikulum. Tujuan dari penelitian tersebut adalah membuat siswa dapat belajar secara aktif di dalam kegiatan belajar mengajar yang nantinya berakibat pada peningkatan hasil belajar siswa tersebut. Tetapi bila dilihat dewasa ini hasil belajar siswa belumlah memuaskan atau seperti apa yang diharapkan karena mutu pendidikan di Indonesia secara umum masih kurang dari harapan. Salah satu usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah dan pihak swasta adalah dengan mengadakan seminar-seminar dan penataran tentang metodemetode mengajar dan perbaikan kurikulum. Adapun kurikulum yang dibuat dewasa ini adalah Kurikulum 2013 dengan tujuan kurikulum ini dapat membekali siswa dengan berbagai kompetensi yang sesuai dengan tuntutan jaman dan reformasi, guna menjawab arus globalisasi yang berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial. Supaya tujuan kurikulum dapat tercapai, maka dibutuhkan pendekatan belajar yang tepat, yang mana siswanya tidak pasif, dan hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi siswa harus aktif, dan guru berperan memperhatikan dan mengarahkan siswa, karena pada hakekatnya pendidikan adalah usaha orang tua
atau generasi tua mempersiapkan anak atau generasi muda agar mampu hidup secara mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupannya dengan sebaik-baiknya. Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa : “mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”. IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang didasarkan pada perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, IPA memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan ligkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang IPA. Selain memberikan bekal ilmu kepada siswa, pelajaran IPA dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Berikutnya, untuk membekali siswa dalam pengetahuan, pemahaman dan kemampuan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Pelajaran IPA dilaksanakan secara inquiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup (life skill). Hal ini berarti bahwa IPA harus diajarkan pada siswa secara utuh baik dari sikap ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal.
Kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah perlu
dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata. Pada dasarnya IPA mempelajari fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan seharihari. Namun pada kenyataanyya, IPA dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan menarik untuk yang lain karena pada prinsipnya dalam pelajaran IPA memerlukan lebih banyak pemahaman konsep dari pada hafalan sehingga sebahagian besar siswa kurang bergairah dalam belajar dan berakibat pada hasil belajar siswa yang rendah atau tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Secara umum proses pembelajaran di dalam kelas masih didominasi oleh guru, dimana siswa dianggap sebagai kertas kosong yang akan ditulis dengan pengetahuan yang belum tentu sesuai dengan keperluannya. Ketidaktahuan peserta didik mengenai kegunaan IPA dalam praktek sehari-hari menyebabkan siswa lekas bosan dan tidak tertarik untuk memahami konsep. Guru beranggapan bahwa pengetahuan yang diberikan dapat diterima seluruhnya oleh siswa dalam proses belajar mengajar (PBM). Siswa harus menerima informasi yang diberikan guru, siswa lebih banyak mendengar, menulis apa yang diinformasikan guru dan latihan mengerjakan soal. Jika diamati secara seksama, pembelajaran di sekolahsekolah masih berpusat pada guru sebagai penyampai materi pelajaran. Guru lebih bersifat otoriter, instruktif dan hanya melakukan komunikasi searah. SD ST. Antonius adalah salah satu sekolah swasta di kota Medan yang terletak di Jl. Sisingamangaraja Km.11 no. 68 yang berdiri pada tahun 1986. Penelitian dilaksanakan di kelas IV yang seluruhnya ada tiga kelas dengan jumlah 120 orang dan sampelnya hanya dua kelas saja. Berdasarkan wawancara penulis dengan guru mata pelajaran ipa, masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran
IPA adalah kurangnya antusias siswa selama pembelajaran. Siswa lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan guru, diam dan enggan dalam mengungkapkan pertanyaan maupun pendapat. Data hasil belajar siswa selama ini belum menunjukkan hasil optimal dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) IPA 70 (tujuh puluh). Hal ini dapat dilihat pada hasil belajar Ujian Akhir Semester mata pelajaran ipa kelas V SD ST. Antonius Medan Tahun Pelajaran 2007 s/d 2013 Tabel 1. Hasil Ujian Akhir Semester Mata Pelajaran IPA Kelas V SD ST. Antonius Medan Tahun Pelajaran 2007 s/d 2013 Tahun
Nilai Kriteria
Nilai
Nilai
Nilai
Pelajaran
Ketuntasan
Terendah
Tertinggi
Rata-rata
Minimal (KKM) 2007-2008
70
51
85
65
2008-2009
70
52
85
65
2009-2010
70
54
86
65
2010-2011
70
55
89
67
2011-2012
70
57
90
66
2012-2013
70
59
90
66
Dari tabel 1. diatas dapat dilihat bahwa siswa kelas V memiliki nilai yang belum optimal. Rendahnya rata-rata perolehan nilai tersebut diduga disebabkan rendahnya penguasaan materi oleh siswa. Disamping itu kegiatan pembelajaran ipa di SD ST. Antonius Jl. Sisingamangaraja Km.11 no. 68 masih berjalan secara konvensional, dimana masih didominasi kegiatan ceramah dan berpusat pada guru. Proses pembelajaran yang terjadi sering menjadikan siswa lebih menerima
apa adanya semua penjelasan dari guru tanpa dimengerti sama sekali, yang akibatnya siswa menjadi tidak aktif. Siswa lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan guru, diam dan enggan dalam mengungkapkan pertanyaan maupun pendapat. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru harus bisa memilih metode atau model pembelajaran yang dapat membuat pelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan dan dapat memancing siswa untuk mempelajari matematika. Guru dituntut untuk berusaha mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran IPA sehingga IPA dapat dipahami dengan baik dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Mata Pelajaran IPA di SD merupakan pemahaman materi yang didasarkan pada pada fenomena alam. IPA memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hokum alam. Salah satu materi dalam IPA kelas IV adalah tentang perubahan wujud benda. Wujud benda terdiri dari tiga yaitu benda padat, benda cair, dan gas. Ketiga wujud benda ini dapat mengalami perubahan wujud secara alami maupun oleh perilaku manusia. Terjadinya perubahan wujud benda padat menjadi cair disebut mencair. Sebaliknya perubahan wujud benda cair menjadi padat disebut membeku. Hal ini bisa terjadi karena fenomena alam yaitu penurunan suhu, sedangkan secara buatan manusia adalah pembekuan air di lemari pendingin. Perubahan wujud benda padat menjadi gas disebut menyublim, dicontohkan kapur barus. Perubahan wujud benda cair menjadi gas disebut menguap. Hal ini bisa disebabkan oleh pemanasan langsung matahari maupun ketika seseorang memanaskan air. Sebaliknya perubahan wujud benda gas menjadi wujud cair disebut mengembun, hal ini terjadi di pagi hari.
Terkadang siswa sulit untuk memahami perubahan wujud benda hanya dari penyampaian guru saja. Sebagai makhluk sosial, seseorang harus berinteraksi sosial dengan manusia lainnya. Oleh sebab itu siswa perlu berinteraksi dengan siswa lain agar tercipta pembelajaran lebih efektif dalam menciptakan komunikasi yang multi arah, sehingga diharapkan juga menimbulkan dan meningkatkan interaksi yang proaktif dalam pembelajaran. Untuk itu, guru diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman-teman anggota untuk mempelajarinya juga. Salah satu usaha yang dapat dilakukan guru agar siswa aktif, antusias, dan mampu bekerja sama dalam belajar IPA adalah melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan bentuk kegiatan pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil yang memilki struktur kelompok yang heterogen dengan mempertimbangkan keragaman karakteristik siswa misalnya kepribadian. Kepribadian merupakan salah satu faktor internal dan sebagai faktor utama yang menentukan sukses gagalnya siswa belajar. Faktor-faktor organisasi materi dan metode juga sangat menentukan dalam pencapaian berhasilnya proses belajar mengajar (PBM). Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru selama ini pola penyampaiannya berpusat pada guru, sehingga siswa kurang termotivasi dan antusias untuk belajar. Hal tersebut
mengakibatkan pelajaran kurang menarik serta guru juga tidak menunjukkan contoh-contoh lebih konkrit dalam pelajaran tersebut. Pembelajaran akan semakin efektif apabila model pembelajaran yang digunakan semakin sesuai dengan karakteristik siswa yang diajar, begitu juga tipe materi pelajaran itu sendiri (Gagne,1979). Parveen (2012) mengemukakan dalam hasil penelitiannya bahwa pengajaran membutuhkan tingkat fleksibilitas yang tinggi, kemampuan adaptasi dan kegesitan yang baik. Pembelajaran kooperatif dalam pengaturan siswa bekerja dalam kelompok kemampuan campuran dan diberikan atas dasar keberhasilan kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja dalam kelompok kecil dan penghargaan didasarkan pada seluruh kelompok kinerja, ini adalah metode kelompok kecil atau kegiatan secara terstruktur siswa harus bertanggung jawab atas kontribusi mereka, partisipasi dan belajar, mereka juga diberikan insentif untuk bekerja sebagai tim dalam mengajar orang lain dan belajar dari yang lain. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran di mana siswa melakukan kegiatan yang mempromosikan kolaborasi dan kerja sama tim. Berdasarkan literatur penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok ekperimen yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif dan kelompok kontrol diajarkan melalui pengajaran tradisional. Model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Sebenarnya, pembagian kerja kelompok jika pengajar benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran kooperatif.
Banyak pengajar hanya membagi siswa dalam kelompok, lalu memberi tugas kemunian ditinggal sendiri dan karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Kekacauan dan kegaduhanlah yang terjadi. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa dan akibat-akibat lain yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas dan meningkatkan kepercayaan diri. Di samping itu, dapat menumbuhkan kesadaran siswa untuk belajar berpikir, menyelesaikan masalah, mengintegrasikan, dan mengaplikasikan kemampuan serta pengetahuan siswa. Pembelajaran kooperatif dapat juga mengembangkan hubungan antar siswa dari latar belakang etnis, akademis, keluarga sosial yang berbeda-beda sehingga tercipta suatu interaksi yang saling menghargai dan dihargai. Dalam penerapannya model pembelajaran kooperatif dapat mengubah peran guru dari peran terpusat pada guru ke peran pengelola kegiatan kelompokkecil. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. Singkatnya, model pembelajaran kooperatif mengacu pada kegiatan pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar dengan kecerdasan interpersonal. Model pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok yang terdiri dari 4 siswa dengan kemampuan yang berbeda dan ada pula yang menggunakan kelompok dengan ukuran yang berbeda-beda.
Selain model pembelajaran sebagai faktor luar yang mendukung hasil belajar siswa, juga terdapat faktor-faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar salah satunya adalah kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian masing-masing dan berbeda antara satu dengan lainnya sehingga kepribadian yang ada pada diri seseorang sedikit banyaknya mempengaruhi keberhasilan belajarnya. Kepribadian seseorang dibentuk oleh faktor psikologis dan faktor fisik dari orang tersebut dimana kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan belajarnya. Karakteristik kepribadian siswa akan sangat berpengaruh dalam pemilihan model pembelajaran yang berhubungan dengan pengelolaan dan pengaturan pembelajaran sebab tiap orang mempunyai karakteristik kepribadian yang berbeda yang sedikit banyaknya mempengaruhi keberhasilan belajarnya. Ada beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif. Beberapa diantaranya adalah Jigsaw, Group Investigation (GI), Team Accelerated Instruction (TAI), Think Pair Share (TPS), Student Team Achievement Divisions (STAD),Team Games Tournament (TGT), Two Stay Two Stray (TS-TS), dan Numbered Head Together (NHT). Penulis mencoba melihat hasil belajar siswa melalui dua model kooperatif saja yang sesuai dengan materi perubahan wujud benda yaitu Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Student Team Achievement Divisions (STAD), dengan Model Pembelajaran ekspositori. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama di dalam kelompoknya, memiliki tujuan yang sama. Siswa haruslah
membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara kelompoknya. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya. Dan siswa akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan meneliti “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dan Tipe Kepribadian terhadap Hasil Belajar IPA siswa pada Pokok Bahasan Perubahan Wujud Benda di kelas V SD ST. Antonius Jl. Sisingamangaraja Km.11 no.68 Medan Tahun Pelajaran 2013/2014”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapatlah menerapkan teori-teori belajar kepada siswa apakah ada pengaruh pembelajaran dengan dilakukannya pengelompokan pada siswa terhadap hasil belajar siswa? Apakah ada pengaruh keaktifan siswa di dalam kelas terhadap hasil belajar IPA? Apakah tipe kepribadian berpengaruh terhadap hasil belajar siswa? Apakah model pembelajaran kooperatif cocok bagi siswa yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert atau introvert? Jika dihubungkan dengan tipe kepribadian siswa, apakah tipe kepribadian yang berbeda akan mendapatkan hasil belajar yang berbeda pula? Kapan digunakan antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD atau ekpositori bagi siswa yang memiliki tipe kepribadian yang berbeda? Bagaimana
interaksi antara penggunaan model pembelajaran tipe STAD dan tipe kepribadian siswa terhadap hasil belajar siswa?
C. Pembatasan Masalah Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai ruang lingkup penelitian yang akan dilaksanakan, maka permasalahan yang akan diteliti perlu diberikan batasan-batasan. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : model pembelajaran tipe STAD dan model pembelajaran ekspositori. Sedangkan tipe kepribadian siswa dibatasi pada kepribadian ekstrovert dan kepribadian introvert. Hasil belajar IPA dibatasi pada ranah kognitif saja, yaitu C1 (pengetahuan), C2 (pemahaman), dan C3 (penerapan) dan materi pembelajaran dibatasi pada kompetensi dasar (KD) menjelaskan tentang perubahan wujud benda.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah hasil belajar IPA kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran
tipe
STAD
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
menggunakan model pembelajaran ekspositori? 2. Apakah kelompok siswa yang memiliki tipe kepribadian ektrovert memperoleh hasil belajar lebih tinggi dari pada siswa dengan kepribadian introvert? 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tipe kepribadian terhadap hasil belajar IPA?
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh masukan tentang pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran ekspositori, sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui hasil belajar IPA kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran ekspositori. 2. Untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan yang mampunyai tipe kepribadian introvert. 3. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kepribadian dalam mempengaruhi hasil belajar IPA siswa kelas V SD ST. Antonius.
F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, peneltitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap landasan konsep, prinsip, dan prosedur penelitian model pembelajaran kooperatif. 2. Manfaat penelitian bagi sekolah, guru, dan siswa adalah : a). Bagi
sekolah,
memberikan
kontribusi
dengan
adanya
model
pembelajaran kooperatif. b). Bagi guru, berguna untuk membantu memecahkan masalah belajar mengajar dengan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan
hasil belajar IPA siswa dan meningkatkan pemanfaatan sumber belajar dan media pembelajaran yang ada. c). Bagi siswa, dengan model pembelajaran yang baru berguna untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran dan dapat dilakukan kapan dan dimana saja. d). Bagi
peneliti,
diharapakan
dapat
mengimplementasikan
model
pembelajaran kooperatif yang mampu meningkatkan hasil belajar IPA.