BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini dalam masyarakat kita masalah pertanahan cukup mendapat perhatian, dan boleh dikatakan menjadi salah satu issue nasional yang dapat menjadi bahan pembicaraan dari berbagai kalangan masyarakat, baik kalangan masyarakat awam maupun masyarakat intelektual. Perbincangan mengenai masalah pertanahan ini juga dapat kita lihat dalam berbagai media maupun forum, seperti berbagai pendapat maupun kasus yang dimuat dalam mass media baik cetak maupun elektronik, pembicaraan dalam forum diskusi, sambung rasa maupun forum-forum seminar yang semuanya dimaksudkan untuk menata dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam bidang pertanahan. Sebagai suatu negara agraris, maka tanah menjadi sentral kegiatan mayoritas rakyat Indonesia. Oleh karena itu pengaturan dan penataan bidang pertanahan baik yang menyangkut peraturan-peraturan pokok maupun peraturan teknis adalah sesuatu yang mutlak yang harus kita wujudkan dan laksanakan. Pengaturan bidang pertanahan semenjak zaman nenek moyang kita memang sudah ada dan hidup dalam masyarakat, misalnya melalui ketentuan hukum adat pertanahan dari masing-masing daerah atau suku-suku yang ada. Keadaan ini membuktikan pada kita bahwa walaupun dalam kondisi tingkat kehidupan yang masih relatif sederhana pada masa lalu, namun pranata-pranata hukum yang ada juga telah mencoba menjangkau pengaturan pertanahan di Indonesia.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.1 Tanah bagi kehidupan manusia mengandung makna yang multidimensional. Pertama, dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai capital budaya, dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat, tanah bermakna sakral, karena pada akhir hayat setiap orang akan kembali kepada tanah. 2 Seiring dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, maka kebutuhan akan tempat tinggal dan tempat untuk melakukan suatu kegiatan ekonomipun semakin meningkat pula. Adanya keterbatasan lahan untuk dijadikan tempat tinggal maupun tempat melakukan satu kegiatan ekonomi ini membuat masyarakat merasa perlu untuk mendapatkan suatu jaminan akan adanya kepastian hukum terhadap hak kepemilikan atas tanah yang mereka miliki. 1
Urip Santoso, HukumAgraria dan Hak-Hak Atas Tanah,(Surabaya, Kencana : 2005), hal.10 Heru Nugroho, Menggugat Kekuasaan Negara, (Surakarta : Muhammadiyah University Press : 2001), Hal 237. 2
Universitas Sumatera Utara
3
Setiap usaha apapun yang dikembangkan dalam meningkatkan kesejahteraan dibidang ekonomi, kepastian hukum adalah elemen yang tidak dapat dipisahkan dari berjalannya usaha tersebut.3 Sehingga wajar kalau investor yang akan menanamkan modalnya selalu melihat elemen hukum dari bangsa itu. Karena pengusaha tidak mau berusaha tanpa jaminan hukum dalam melindungi usahanya. Oleh karena itu pengusaha dengan kepastian hukum adalah dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan usahanya, apalagi usaha itu bergerak dalam pemanfaatan tanah, maka elemen hukum tanah dalam memberikan kesejukan berusaha adalah yang paling utama. Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian yang kuat oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perubahan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan dan bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu dia tidak mengajukan gugatan pada pengadilan,
3
Muhammad Yamin Lubis, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan : Pustaka Bangsa Press : 2003), hal : 46.
Universitas Sumatera Utara
4
sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapat persetujuannya sebagaimana ketentuan pada pasal 32 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.4 Pendaftaran tanah yang diselenggarakan ini merupakan recht kadaster, yang bertujuan memberikan kepastian hak, yaitu : 1.
Untuk memungkinkan orang-orang yang mempunyai tanah dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang berhak atas sebidang tanah, apakah hak dipunyainya dan luas tanahnya.
2.
Untuk memungkinkan pada siapapun guna mengetahui hal-hal yang
ingin
diketahui berkenaan dengan sebidang tanah, misalnya calon pembeli, calon kreditur dan sebagainya. Pengertian Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidangbidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.5
4
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, LN Tahun 1999 No. 52 TLN No. 3746 Penjelasan Umum Alinea Ke-9. 5 Pasal 1 Butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Universitas Sumatera Utara
5
Di samping itu dengan diselenggarakan pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.6 Dengan terdaftarnya hak-hak atas tanah atau diberikannya hak-hak atas tanah kepada semua subyek hak juga diberikan wewenang untuk memanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya. Dengan demikian akan terciptalah jaminan kepastian hukum bagi subyek hak tersebut dalam kepemilikan dan penggunaan tanah dimaksud.7 Oleh karena begitu pentingnya arti tanah bagi manusia sehingga sering menimbulkan permasalahan hukum tentang status tanah dan hak kepemilikan atas tanah, yang terkadang permasalahan tentang tanah ini harus mendapat penyelesaian secara hukum melalui lembaga peradilan. 6
Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, (Medan : Pustaka Bangsa Pres, 2006),
hal. 164. 7
Pasal 19 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa untuk kepastian hukum dilaksanakan pendaftaran atas tanah diseluruh wilayah Indonesia. Kemudian dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa tujuan pendaftaran tanah selain untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, juga untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Universitas Sumatera Utara
6
Masalah sengketa tanah yang diperiksa dan diadili melalui Pengadilan Negeri cenderung mengalami peningkatan, hal ini mungkin disebabkan nilai dan keperluan tanah yang semakin hari semakin bertambah yang menyebabkan setiap orang dengan segala daya upaya bertahan atas tanah yang dianggap sebagai hak miliknya meskipun sampai berperkara ke pengadilan yang memakan waktu cukup lama. Upaya untuk mencari penyelesaian sengketa pertanahan, tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk memahami berbagai akar permasalahan pertanahan yang sedemikian kompleks dimensinya. Akar permasalahan sengketa pertanahan dalam garis besarnya dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut :8 1. Konflik kepentingan, yang disebabkan karena adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan kepentingan substantive (contoh : hak atas sumber daya agrarian termasuk tanah), kepentingan procedural maupun kepentingan psikologis. 2. Konflik struktural, yang disebabkan antara lain karena : pola perilaku atau interaksi yang destruktif; control pemilikan atau bagian sumber daya yang tidak seimbang; kekuasaan dan kewenangan yang tidak seimbang; serta factor geografis, fisik atau lingkungan yang menghambat kerja sama. 3. Konflik nilai, disebabkan karena perbedaan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi gagasan atau perilaku; perbedaan gaya hidup, ideologi atau agama/kepercayaan. 4. Konflik hubungan, yang disebabkan karena emosi yang berlebihan persepsi yang keliru, komunikasi yang buruk atau salah; pengulangan perilaku yang negatif. 5. Konflik data, yang disebabkan karena informasi yang tidak lengkap; informasi yang keliru; pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang relevan; interpretasi data yang berbeda; dan perbedaan prosedur penilaian (Moore,1996).
8
Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, (Yogyakarta : PT. Kompas Media Nusantara : 2007), hal. 112.
Universitas Sumatera Utara
7
Salah satu tujuan pentingnya penyelesaian suatu sengketa adalah untuk memperoleh jaminan adanya kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam suatu persengketaan. Tujuan akan kepastian hukum itu sendiri akan dapat terpenuhi bila seluruh perangkat atau system hukum itu dapat berjalan dan mendukung tercapainya suatu kepastian hukum, khususnya peranan lembaga-lembaga yang diberi wewenang untuk itu.9 Karena belum terciptanya jaminan kepastian dan perlindungan hukum, akan timbullah gejala penguasaan dan pengusahaan atas bidang-bidang tanah oleh pihak-pihak tertentu yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum, seperti pendudukan atau pengklaiman atas suatu bidang tanah, oleh seseorang/kelompok orang yang belum tentu berhak atas tanah yang bersangkutan, okupasi liar dan tumpang tindih hak serta peruntukan hak atas tanah.10 Tentu terhadap permasalahan pertanahan yang muncul dari keadaan yang disebabkan oleh belum terciptanya kepastian hukum tersebut, maka yang terjadi adalah benturan kepentingan antara para pihak pengguna dan atau penguasa yang merasa berhak atas bidang tanah tertentu yang tidak jarang diikuti dengan kepentingan lain di luar ketentuan hukum, seperti kepentingan politik dan kepentingan lainnya demi mengejar keamanan sesaat di atas tanah. Sebenarnya bukan tanahnya
9
Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, (Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia : 2012), hal. 371. 10 Mhd. Yamin Lubis, Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah (Bandung : Mandar Maju : 2010), hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
8
yang bermasalah tetapi orang yang diatas tanah tersebutlah yang menciptakan masalah tanah, sehingga untuk penanganannya bukan tanah yang perlu diamankan tetapi orangnyalah yang lebih utama diamankan bila diatas tanah mau aman dan bermakna untuk kehidupan manusia dimuka bumi ini.11 Setelah suatu sengketa tanah
selesai diperiksa dan disidangkan melalui
lembaga peradilan dan menyatakan bahwa seseorang sebagai pemilik yang berhak atas tanah yang menjadi objek sengketa, untuk menyelesaikan agar tanah tersebut kembali utuh kepada pemiliknya yang sah juga sering mendapat hambatan baik dari pihak-pihak yang menguasai tanah ataupun dari lembaga pemerintah atau Instansi yang berwenang mengurus mengenai masalah pertanahan. Suatu permasalahan atau sengketa tentang tanah yang telah diputus oleh pengadilan dan juga putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diperlukan suatu pola atau tata cara penyelesaian yang tersendiri dengan tujuan untuk menghindari
hambatan-hambatan
yang
akan
dihadapi
dalam
pelaksanaan
penyelesaian sengketa yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan. Oleh karena itu eksekusi itu tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum secara perdata.
11
Mhd. Yamin Lubis, Abd Rahim Lubis, Op.Cit, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
9
Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR/RBg. Bagi setiap orang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi, harus merujuk kedalam aturan perundang-undangan yang diatur dalam HIR/RBg.12 Sering orang berbicara tentang eksekusi, tetapi tidak tahu secara tepat dalam perundang-undangan mana hal itu diatur, akibatnya terjadilah tindakan cara-cara eksekusi yang menyimpang, oleh karena pejabat yang melaksanakannya tidak berpedoman kepada ketentuan perundang-undangan. Adapun pasal-pasal yang efektif berlaku sebagai pedoman eksekusi adalah Pasal 195 sampai dengan Pasal 208 dan Pasal 224 HIR/Pasal 206 sampai dengan Pasal 240 dan Pasal 258 RBg. Namun disamping pasal-pasal tersebut, masih ada lagi pasal yang mengatur tentang eksekusi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 225 HIR/Pasal 259 RBg. Pasal ini yang mengatur tentang putusan pengadilan yang menghukum Tergugat untuk melakukan suatu “perbuatan tertentu”. Bertitik tolak dari ketentuan HIR/RBg, bahwa pengertian eksekusi sama dengan pengertian “menjalankan putusan”, artinya dalam menjalankan putusan pengadilan tiada lain dari pada melaksanakan isi putusan pengadilan. Yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah (tereksekusi/pihak tergugat) tidak mau menjalankannya secara sukarela.
12
R. Tresna, Komentar HIR / RBG, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, Cetakan 16, 2000).
Universitas Sumatera Utara
10
M.Yahya Harahap, mengemukakan bahwa : Eksekusi atau pelaksanaan putusan adalah tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara. Maka ditinjau dari segi yuridis, eksekusi menurut hukum acara perdata adalah menjalankan pelaksanaannya secara paksa dengan bantuan kekuatan umum, apabila pihak tergugat (pihak yang kalah) tidak memenuhi Putusan secara sukarela. Cara melaksanakan Putusan (eksekusi) diatur dalam pasal 195 HIR/Pasal 206 RBg serta pasal-pasal berikutnya.13 Djazuli Bachtiar, mengemukakan bahwa “salah satu hambatan yang sering dihadapi oleh orang yang dinyatakan sebagai pemilik tanah yang sah berdasarkan adanya Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah pelaksanaan eksekusi pengosongan atas tanah tersebut jika tanah itu dikuasai dan ditempati oleh pihak lain yang dinyatakan tidak berhak atas tanah tersebut”.14 Dalam pelaksanaan eksekusi ini seringkali mendapat perlawanan dari orang yang menguasai tanah secara melawan hukum tersebut baik perlawanan dengan fisik maupun perlawanan dengan upaya hukum melalui lembaga peradilan yang kesemuanya terkadang bertujuan untuk memperlambat dan menghalang-halangi proses pelaksanaan eksekusi oleh lembaga peradilan. Ketua Pengadilan harus benar-benar siap dan menguasai masalah-masalah yang terkandung dalam amar putusan yang akan dieksekusi. Begitu juga menguasai prosedur yang akan dan sudah dilewati dalam mempersiapkan eksekusi. Lamanya
Putusan
akhir
dijatuhkan,
mungkin
dapat
mempengaruhi
pelaksanaan eksekusi. Keadaan dilapangan karena sesuatu hal sudah berubah, sehingga tidak lagi sesuai dengan isi Putusan, demikian juga mengenai orang-orang yang bersangkutan dalam eksekusi atau pihak-pihak yang berperkara. 13
M.Yahya harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta, PT. Gramedia, 1991 ), Hal. 5. 14 Djazuli Bachtiar, Eksekusi Putusan Perkara Perdata (Segi Hukum dan Penegakan), (Jakarta : CV.Akademika Presindo, 1987), Hal. 82.
Universitas Sumatera Utara
11
Dalam beracara di Pengadilan, ada beberapa aturan pokok yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri di tempat yang dahulu memeriksa dan memutuskan perkara pada tingkat pertama dalam Pasal 195 ayat (1) HIR/Pasal 206 ayat (1) RBg. Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa dan memutus perkara tingkat pertama untuk melimpahkan atau mendelegasikan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri lain, apabila objek eksekusinya (barang tetap) berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri lain itu. 2. Kewenangan menjalankan eksekusi atas suatu Putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri. Kewenangan ini mengacu sepenuhnya kepada Pasal 195 ayat (1) HIR, dan merupakan suatu pedoman apakah Putusan yang hendak di eksekusi itu merupakan Putusan Banding di Pengadilan Tinggi atau hasil Putusan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung. 3. Eksekusi berdasarkan perintah dan dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri. Ketentuan ini tetap mengacu pada Pasal 195 ayat (1) HIR/Pasal 206 ayat (1) RBg. Berdasarkan ayat tersebut Ketua Pengadilan Negeri diberi wewenang untuk : memerintah eksekusi dan memimpin eksekusi.15
15
M. Yahya Harahap,Op.Cit, hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
12
PT. Kawasan Industri Medan ( Persero) adalah salah satu contoh pemegang Hak Pengelolaan (HPL) untuk Kawasan Industri yang menolak adanya eksekusi diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3. Pada mulanya yaitu pada hari Senin tanggal 2 September 1996, dengan Nomor : 630.1/1920/IX/1996 telah terjadi pelepasan Hak atas tanah dihadapan Sadji Surjana, Sarjana Hukum, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara di Medan antara Drs. H. Sofyan Raz, Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa selaku Pihak Pertama kepada Drs. Papo Hermawan Direktur Utama PT. Kawasan Industri Medan (Persero) yang berkedudukan di Jalan Medan -Belawan Km. 10,5 Medan, selaku Pihak Kedua dimana pihak Pertama melepaskan segala hak yang dipunyai dan atau dapat dijalankan oleh pihak Pertama atas sebidang tanah seluas 314,7525 Ha, dibuat dihadapan Notaris Hj. Siti Asni Pohan, Sarjana Hukum dengan Akta Perjanjian No.1 tanggal 2 September 1996 dan diatas tanah tersebut telah diterbitkan Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 oleh Badan Pertanahan Nasional Pusat pada tahun 1996. Namun pada tahun 1999, sebahagian dari luas lahan tersebut (+ 46,11 Ha) digugat oleh 70 orang Kepala Keluarga, untuk selanjutnya disebut 70 KK,
melalui
Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan register No. : 67/Pdt.G/1999/PN-LP, dengan alasan bahwa tanah (± 46,11Ha yang berada diatas HGU No.10/ HPL No. 3) tersebut adalah milik para penggugat. Namun gugatan para penggugat tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim maka para penggugat melakukan Banding pada Pengadilan Tinggi Medan dengan register No. 256/PDT/2000/PT-MDN. Namun karena gugatan para penggugat juga tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim maka para penggugat tersebut memohonkan Kasasi pada Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan register No. 3011 K/PDT/2001. Dan pada permohonan tingkat Kasasi ini pun gugatan para
Universitas Sumatera Utara
13
penggugat tidak dikabulkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Namun terhadap putusan Kasasi tersebut pihak penggugat yang terdiri dari 70 KK
ini
mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Permohonan Peninjauan Kembali No. 94 PK/PDT/2004 dengan adanya Nouvum berupa Foto copy Nota Dinas No. Nota/211/IV/1982 tanggal 29 April 1982 dari Aster Laksusda Sumut-Komando Daerah Militer II Bukit Barisan, Foto Copy Surat Camat Medan Deli No. 429/3-MD/1983 tertanggal 26 Maret 1983, FotoCopy Surat Camat Percut Sei Tuan No. 593/002 tertanggal 13 Maret 2002, Foto Copy Kesaksian Baharuddin Ahmad tertanggal 5 Juli 2001, FotoCopy Surat Penjelasan/Keterangan Mengenai Tanah yang terletak di Pasar III (ex PTP-IX Saentis) Kelurahan Mabar tertanggal 7 Agustus 1982, kesemua nouvum ini telah dilegalisir dan aslinya berada ditangan Pemohon Peninjauan Kembali. Dan disini Mahkamah Agung mengabulkan gugatan para penggugat. Maka dengan dikabulkannya gugatan para penggugat ini maka secara hukum membatalkan Putusan Kasasi, Putusan Banding serta Putusan tingkat pertama dan juga menghukum PT. Kawasan Industri Medan (Persero) dan PT. Perkebunan Nusantara- II (Persero) untuk menyerahkan atau mengembalikan areal lahan garapan para penggugat 70 KK”. Putusan Mahkamah Agung ini kemudian menimbulkan masalah hukum. Hukum dimana objek perkara di tingkat Peninjauan Kembali ternyata berbeda dengan objek perkara di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan pada tingkat Kasasi. Atas putusan Peninjauan Kembali tersebut Para Penggugat (70 Kepala Keluarga) mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang kemudian melahirkan Penetapan Eksekusi putusan Peninjauan Kembali (PK) dengan perkara No. 94 PK/PDT/2004, untuk selanjutnya disebut putusan PK.
Universitas Sumatera Utara
14
Sebagai tindakan lanjutan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam ini melakukan Penetapan Eksekusi No. 06/EKS/2009/67/Pdt.G/1999/PN.LP. Sebelum eksekusi dilakukan, Pengadilan Negeri Lubuk Pakam melakukan konstatering terhadap objek Putusan PK tersebut dan dilapangan ditolak oleh pihak PT. Kawasan Industri Medan (Persero) karena konstatering dilakukan
diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3
sementara dalam pertimbangan hukum Putusan Peninjauan Kembali tersebut menjelaskan Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 bukan merupakan objek sengketa dan batas benteng sungai tidak ditemukan diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3, benteng sungai yang ada berjarak + 2.000 meter dari batas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 serta Konstatering dilaksanakan tanpa melibat pihak BPN padahal lahan yang akan diukur sangat luas dan penunjukan batas-batas hanya dilakukan oleh satu orang dari 70 Kepala Keluarga Pemohon Peninjauan Kembali. Menurut PT. Kawasan Industri Medan (Persero) pelaksanaan konstatering pada saat itu gagal dilakukan ataupun ditunda sampai dengan diturutsertakannya pihak dari Instansi BPN dalam pelaksanaan konstatering dimaksud, namun Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tetap mengeluarkan Berita Acara Pemeriksaan/Pengukuran (Konstatering) Perkara Nomor : 06/EKS/2009/67/ Pdt.G/1999/PN.LP seakan-akan Konstatering telah dilakukan. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu melakukan penelitian tentang pelaksanaan eksekusi diatas areal lahan Hak Pengelolaan (HPL) N0. 3 milik PT. Kawasan Industri medan (Persero) yang dituangkan dalam tesis yaitu “ Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004)”.
Universitas Sumatera Utara
15
B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah pertimbangan hakim dalam
memutus perkara pada Putusan PK
No. 94/PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil? 2. Bagaimana pelaksanaan eksekusi putusan PK N0. 94 PK/PDT/2004? 3. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) selaku pemegang Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 terhadap Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004 telah sesuai dengan hukum materiil? 2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan eksekusi Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004. 3. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh PT. Kawasan Industri Medan (Persero) selaku pemegang Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 terhadap Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004? D. Manfaat Penelitian 1.
Secara Teoritis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, terutama mengenai Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) N0. 3 Milik PT.
Universitas Sumatera Utara
16
Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan
PK No. 94
PK/PDT/2004). 2.
Secara Praktis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang akan diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teoriteori yang sudah ada.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan
baik perpustakaan pusat maupun
yang ada di Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004). Ada beberapa tesis atau penelitian dilakukan oleh Mahasiswa Pasca Sarjana tentang eksekusi antara lain : 1.
Problematika Yang Terjadi Dalam Mewujudkan Perlindungan dan Kepastian Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Batam), oleh : Romelda P. Simamora (087011096), Mahasiswi Magister Kenotariatan USU. Permasalahannya : a. Bagaimana problematika yang terjadi dalam Pendaftaran Tanah di Kota Batam?
Universitas Sumatera Utara
17
b. Bagaimana upaya Pemerintah Kota Batam dalam mewujudkan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanahnya? c. Bagaimana eksistensi PP No. 24 Tahun 1997 untuk mewujudkan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah? Kesimpulannya : a. Bahwa problematika pertanahan di kota Batam disebabkan oleh kewenangan hak pengelolaan yang dimiliki Otorita Batam berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1993 tentang Daerah Industri Pulau Batam untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Batam, dimana adanya penerapan prinsip KISS (Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplikasi) dalam penyelenggaraan pemerintahan Kota Batam serta ketidaksinkronan data dan peraturan-peraturan yang berlaku antara Otorita batam dengan lembaga pemerintahan Kota Batam yakni Dinas Kehutanan Kota Batam, BPN Kota Batam dan Pemerintah Kota Batam akan status lahan yang ada di kota Batam sehingga terjadi tumpang tindih akibat gesekan dan benturan di lapangan dalam menerapkan kewenangan masin-masing institusi. b. Bahwa upaya yang dilakukan pemerintah Kota Batam dalam rangka mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang sertifikat berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di daerah Industri Pulau
Universitas Sumatera Utara
18
Batam, demikian juga dalam Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9VIII-1993 tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan pulau-pulau lain disekitarnya yakni dengan adanya pemberian ganti rugi dari pemegang hak pengelolan terhadap masyarakat. Dan persoalan sertifikat yang telah terbit diatas kawasan hutan lindung, BPN Kota Batam hanya mengeluarkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa sertifikat yang telah diterbitkan tersebut adalah sah dan bersifat sebagai alat pembuktian yang kuat, dan untuk kedepannya persoalan ini tidak akan terjadi dengan peningkatan kinerja yang maksimal dengan melakukan penolakan terhadap persyaratan yang tidak lengkap dan memeriksa secara mendetail tentang kebenaran materil dan fisik dan data yuridis sampai kepada penelusuran aspek kesejarahan terhadap objek tersebut untuk menciptakan kepastian hukum, dengan sasaran untuk mencapai perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan PP No. 24 tahun 1997. c. Bahwa eksistensi sertifikat sebagai alat bukti yang sangat kuat (mutlak) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 32 ayat 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 pada kenyataannya belum terwujud, terdaftarnya bagian tanah tersebut sebenarnya tidak semata-mata akan terwujudnya jaminan keamanan akan kepemilikannya dalam menuju kepastian hukum. Disatu sisi pasal ini mempunyai keinginan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah yang sudah bersertifikat, tetapi di sisi lain juga tidak mempunyai keyakinan
Universitas Sumatera Utara
19
atas kebenaran data fisik maupun data yuridis yang digunakan untuk melakukan pendaftaran tanah hingga terbitnya sertifikat. Apabila pasal ini benar-benar dapat diterapkan dengan catatan masyarakat mengetahui aturan ini, dan memperoleh sertifikat sebagai alat bukti haknya agar di kemudian hari tidak diganggu gugat oleh pihak lain maka kepastian akan pendaftaran tanah di Indonesia aka terwujud dengan baik. 2.
Perlindungan Hukum Pembeli Hak Atas Tanah Berdasarkan Alas Hak Yang Berasal
Dari
Surat
Keterangan
No.72/G.TUN/2005/PTUN-MDN),
Camat
oleh
:
(Analisa Hafni
Kasus
Cholida
PTUN Nasution
(107011015).Mahasiswi Magister Kenotariatan USU. Permasalahannya : a. Bagaimana kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas hak kepemilikan atas tanah? b. Bagaimana keabsahan jual beli tanah yang disertai dengan dokumen yang lengkap dan memenuhi persyaratan materiil menurut ketentuan peraturan perundang-undangan tetapi kemudian terbukti dalam proses pengalihan haknya dilakukan secara melawan hukum? c. Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari Surat Keterangan Camat? Kesimpulannya : a. Kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas kepemilikan atas tanah bisa saja mengalahkan sertipikat karena dasar dari sertipikat adalah syarat-syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
20
Surat Keterangan Tanah merupakan alat bukti tertulis dibawah tangan yang kekuatan pembuktiannya tidak sekuat akta otentik, namun karena Surat Keterangan Tanah tersebut merupakan surat-surat yang dikategorikan alas hak atau data yuridis atas tanah yang dijadikan syarat kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangundangan, maka Surat Keterangan Tanah tersebut merupakan dokumen yang sangat penting dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah. b. Keabsahan jual beli tanah yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum dalam proses pendaftaran tanah yang terjadi pada pendaftaran tanah pertama kali atau pendaftaran perubahan data melalui pemindahan hak sebelum sampai kepada pemegang hak atas tanah yang terakhir karena adanya perbuatan melawan hukum dalam riwayat kepemilikan tanah yang dijadikan alas hak dalam proses pendaftaran tanah yang terjadi pada pendaftaran tanah pertama kali sebelum sampai kepada pemegang hak atas tanah yang terakhir, bukti kepemilikan sejak adanya perbuatan melawan hukum adalah batal demi hukum termasuk pendaftaran pemindahan hak atas tanah yang dilakukan secara sah. c. Perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari Surat Keterangan Camat yaitu apabila timbul gugatan dari pihak ketiga, maka pembeli tanah yang digugat masih berkesempatan untuk mempertahankan kepemilikannya melalui perlawanan hukum di Pengadilan. Oleh karena itu sebagai pembeli yang beritikad baik maka apabila terjadi
Universitas Sumatera Utara
21
pembatalan dan pencabutan sertipikat hak milik yang mengakibatkan kerugian, maka pembeli yang beritikad baik tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat mengenai ganti rugi sehubungan dengan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. 3.
Hambatan-Hambatan Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Kasus Tanah Berikut Bangunan Diatasnya (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan), oleh : Tiur Ivo Hutabarat (017011064) Mahasiswi Magister Kenotariatan USU. Permasalahannya : a. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab meningkatnya kasus eksekusi tanah beserta berikut bangunan diatasnya yang disidangkan di Pengadilan Negeri Medan? b. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi Pengadilan Negeri Medan dalam melaksanakan eksekusi yang telah berkekuatan hukum tetap dalam kasus tanah dan bangunan? Kesimpulannya : a. Faktor-faktor penyebab meningkatnya kasus eksekusi tanah beserta berikut bangunan diatasnya yang disidangkan di pengadilan negeri Medan, adalah : - Adanya penyimpangan hukum terhadap penetapan pelaksanaan eksekusi. - Tidak terjangkaunya biaya eksekusi yang terlalu tinggi (tergantung kualitas objek yang dieksekusi).
Universitas Sumatera Utara
22
- Adanya campur tangan (intervensi) dari atasan, misalnya kebijakan pengadilan yang lebih tinggi mempengaruhi adanya penetapan pelaksanaan putusan yang lebih rendah. b. Hambatan-hambatan yang dihadapi Pengadilan Negeri Medan dalam melaksanakan eksekusi tanah beserta bangunan diatasnya terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, adalah : - Adanya penundaan dan keterlambatan dalam pelaksanaan eksekusi. - Biaya dalam proses pelaksanaan eksekusi terlalu besar yang harus dikeluarkan oleh eksekutan. - Tidak adanya koordinasi/kerjasama dalam pelaksanaan eksekusi dilapangan (Polisi, Militer dan Camat/Kelurahan serta Pemuda setempat/OKP). - Adanya perbedaan pendapat tentang batas tanah dan bangunan, artinya ukuran tanah tidak cocok yang tertulis dalam putusan dengan kemyataan yang ada. 4.
Eksekusi Dibawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil Di Lembaga Keuangan Non-Bank PT.Batavia Prosperindo Finance Cabang Medan, oleh Leni Marlina (087011063) Mahasiswa Magister Kenotariatan USU. Permasalahannya : a. Faktor-faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan konsumen?
Universitas Sumatera Utara
23
b. Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet? c. Bagaimana prosedur eksekusi dibawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil? Kesimpulannya : a. Faktor-faktor penyebab eksekusi pada jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan adalah adanya cidera janji sebagaimana diatur dalam KUH Perdata pasal 1234 KUH Perdata unsur-unsurnya antara lain lalai memenuhi perjanjian, tidak memenuhi prestasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dalam perjanjian telah diatur secara rinci mengenai hal-hal yang berkenaan dengan wanprestasi. Kemudian pada Pasal 11 dalam isi perjanjian Kredit pada PT. Batavia Prosperindo Finance yang mengatur tentang kelalaian dan pengakhiran Perjanjian. b. Adapun hambatan dan upaya yang dilakukan dalam penarikan barang jaminan yaitu : barang jaminan di jual, barang jaminan di gadai, penerima fasilitas tidak mampu lagi, pendapatan bulanan penerima jaminan tidak pasti, penerima fasilitas hanya atas nama, kurangnya pemahaman penerima fasilitas atas Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kebijakan, mendatangi rumah debitur, mengawasi rumah debitur, melibatkan informan tetap, pelaporan pada pihak kepolisian. c. Prosedur eksekusi dibawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil. Prosedur yang dilakukan oleh PT. Batavia Prosperindo Finance adalah penjualan dibawah tangan seperti jual beli biasa namun
Universitas Sumatera Utara
24
pelaksanaannya tidak mengikuti seluruh ketentuan formal menurut Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia terutama dalam hal ini ketentuan mengenai pengumuman pada surat kabar yang beredar di Medan. Oleh karena itu, dengan berkeyakinan bahwa judul tesis ini dan permasalahan yang diajukan belum pernah diteliti dan dibahas, sehingga dapat dikatakan asli. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka teori Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilainilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi.16 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan
yang demikian itulah kita
merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.17 Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :18 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta; b. Teori sangat berguna dalam klasifikasi fakta ; c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya. Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis 16
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti : 1991), hal. 254. Satjipto Raharjo, Op.cit. hal. 253. 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press : 1981), hal. 121. 17
Universitas Sumatera Utara
25
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Adapun kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum. Teori kepastian hukum merupakan salah satu penganut aliran positivisme yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya, karena hukum itu otonom sehingga tujuan hukum sematamata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Van Kant berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.19 Berdasarkan hal tersebut maka kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, tesis yang diteliti ini mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem), yang merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.20 Kerangka teori yang dijadikan sebagai fisio analisis dalam penelitian ini adalah kepastian hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Tugas kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia,21 sehingga pada saat muncul suatu
19
Jonatan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, (Yogyakarta : Graha Ilmu : 2006),
20
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung : CV. Mandar maju : 1994) Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta : Rineka Cipta : 1995), hal. 49-50.
hal. 74. 21
Universitas Sumatera Utara
26
permasalahan hukum yang berujung pada pelaksanaan putusan ekesekusi maka pelaksanaan ekesekusi tersebut dapat dijalankan tanpa mencederai rasa keadilan bagi para pihak yang berperkara. 2.
Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsepsi diterjemahkan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.22 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.23 Adapun yang menjadi kerangka konsepsi dalam penelitian ini adalah : 1.
Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif , baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, kepastian, ketertiban, kemanfaatan dan kedamaian.
22 23
Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada : 1998), hal. 31. Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta : 1996), hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
27
2.
Kawasan Industri adalah Kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan saran dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
3.
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.
4.
Eksekusi adalah pelaksanaan putusan yang dilakukan oleh badan peradilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara.
5.
Hak Pengelolaan (HPL) adalah Hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan pemerintah.
6.
Alas Hak adalah dasar hak menguasai seseorang terhadap suatu bidang tanah.
G. Metode Penelitian 1.
Sifat dan Jenis Penelitian Metode Penelitian adalah suatu metode cara kerja untuk dapat memahami
obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman cara seorang ilmuan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan
Universitas Sumatera Utara
28
yang dipahami.24 Sedangkan penelitian adalah suatu cara yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang bersifat ilmiah. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah menggambarkan semua gejala dan fakta dilapangan serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan dilapangan. Dalam hal ini diarahkan menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku mengenai pemegang hak atas tanah dalam hal Hak Pengelolaan (HPL) sehingga diharapkan dapat diperoleh penjelasan tentang Pelaksanaan Eksekusi Di atas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004). Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian hukum normatif, yaitu meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.25 Metode pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normative, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum,26 yang terdapat hukum pendaftaran tanah maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan
24
Soerjono Soekanto, Op.Cit (Jakarta : UI Press : 1986). Mukti Fajar dan yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar : 2010 ), Hal 34. 26 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Semarang : PT. Ghalia Indonesia : 1996), hal. 13. 25
Universitas Sumatera Utara
29
sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,27
ilmiah
yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai Pelaksanaan Eksekusi diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero). Disamping itu penelitian ini didukung dengan penelitian hukum sosiologis yang dibutuhkan untuk mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika system norma tersebut bekerja dalam masyarakat,28 yaitu penerapan kaidah-kaidah hukum dalam pelaksanaan eksekusi di atas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) . 2.
Bahan Hukum Penelitian 1) Bahan Hukum Primer Yaitu bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan terdiri dari : a). Undang-undang Dasar 1945 b). KUH Perdata c). HIR (Herziene Inlandsch Reglement) d). RBg (Rechtsreglement Voor De Bintengewesten)
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada : 1995), hal. 13. 28 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad,Op.Cit , hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
30
e). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria f). Undang-undang No. 86 Tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda g). Undang-undang Darurat No. 8 Tahun 1954 Tentang Penyelesaian Soal Pemakaian Tanah Perkebunan Oleh Rakyat h). Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman i). Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1974 jo. Nomor 1 Tahun 1977 tentang Hak Pengelolaan j). Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 Tentang Kawasan Industri 2).Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan hukum yang tidak mengikat yang memberikan penjelasan yang ada hubungannya dengan masalah hukum acara perdata dan bahan yang mendukung, menunjang bahan hukum primer yang meliputi literature dan jurnal hukum tentang Pelaksaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94/PK/PDT/2004). 3). Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun pejelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya : kamus hukum, Kamus Bahasa Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
31
3.
Alat Pengumpul Data Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literature yang berkaitan dengan Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi Kasus Putusan PK No. 94/PK/PDT/2004). 4.
Metode Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang akan diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realita atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).29 Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan uraian dasar.30 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.31 Dalam penelitian ini analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mengumpulkan
data
sekunder,
selanjutnya
dilakukan
pengelompokan
dan
penyusunan data secara berurutan dan sistematis, kemudian data yang telah disusun tersebut dianalisis secara kualitatif dengan metode deskriptif analisis sehingga dapat 29
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologi Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada : 2003), hal. 53. 30 Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif, ( Bandung : Remaja Rosdakarya : 2004), hal. 103. 31 Ibid, hal,3.
Universitas Sumatera Utara
32
diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang Pelaksanaan Eksekusi Diatas Hak Pengelolaan (HPL) No. 3 Milik PT. Kawasan Industri Medan (Persero) (Studi kasus Putusan PK No. 94 PK/PDT/2004). Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, untuk menjawab seluruh permasalahan yang telah dirumuskan.
Universitas Sumatera Utara