BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Congenital rubella syndrome (CRS) adalah kumpulan kelainan kongenital yang terjadi pada anak sebagai akibat dari infeksi rubela pada ibu selama kehamilan. WHO memperkirakan lebih dari 100.000 kasus baru CRS yang terjadi tiap tahun. Anak dengan CRS menderita berbagai kelainan bawaan, antara lain gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, penyakit jantung bawaan dan disabilitas intelektual. Beberapa manifestasi tersebut dapat muncul sejak bayi, beberapa baru dapat di diagnosis pada usia lebih besar (seperti gangguan pendengaran) dan beberapa baru muncul saat dewasa (seperti diabetes melitus, gangguan endokrin).1 Sejak ditemukannya virus rubela, epidemi rubela terjadi tiap 6 tahun sampai 9 tahun dan pandemi rubela terjadi tiap 10 tahun sampai 30 tahun. Pandemi rubela yang terjadi pada tahun 1963-1965, diperkirakan 10 % wanita hamil terinfeksi virus rubela dan 30 % bayi yang lahir menderita CRS. Di Amerika Serikat sendiri, terdapat 12,5 juta kasus CRS dimana lebih dari 13.000 bayi lahir mati, 20.000 bayi lahir dengan kelainan kongenital berat, 10.000 – 30.000 bayi lahir dengan manifestasi CRS sedang sampai berat.2 Pada wanita hamil, virus rubela dapat menginfeksi dan melakukan replikasi di plasenta. Luaran tergantung dari usia kehamilan pada saat terinfeksi. Infeksi virus rubela dapat terjadi pada semua usia kehamilan. Infeksi rubela tertinggi pada trimester pertama, menurun pada trimester kedua dan kembali meningkat pada trimester ketiga. Diperkirakan kerusakan organ yang terjadi akibat infeksi virus rubela adalah 90 % pada kehamilan minggu pertama sampai minggu kesepuluh, 34 % pada kehamilan minggu kesebelas sampai minggu kedelapan belas dan tidak ada kerusakan organ setelah minggu kedelapan belas. 2
Mekanisme virus rubela menyebabkan kerusakan organ pada janin sulit dinilai. Sebelum respon imun pada ibu hamil berkembang, virus menyebar melalui aliran darah dan berefek pada beberapa jaringan tubuh ibu hamil, termasuk plasenta. Akibat dari kerusakan plasenta, virus seringkali dapat melewati barier plasenta kedalam janin. Pada awal infeksi, janin mengalami defisiensi imunitas seluler sehingga menyebabkan gangguan pada proses organogenesis, yang mana terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.2 Karena permasalahan yang mungkin timbul tersebut, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan munculnya komplikasi dan tindakan terhadap kelainan yang sudah ada pada pasien CRS. Pasien yang dijadikan subyek pemantauan adalah pasien CRS yang berobat di RSUP dr. Sardjito dan bertempat tinggal di Yogyakarta sehingga relatif dekat, mudah dijangkau dan pemantauan lebih mudah dilakukan.
b. Deskripsi Kasus Singkat
IDENTITAS PASIEN Nama
: by. ID
Nama ayah : Bp. S
Umur/Tanggal lahir : 5 bulan/ 27 Agustus 2013
Umur
: 32 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan : SMA
Alamat
: Pogungrejo RT 21/RW 51
Pekerjaan : Karyawan UGM
Yogyakarta Masuk RS
: 11 Desember 2013
Nama ibu : Ny. S
No CM
: 01.66.24.10
Umur
: 30 tahun
Tanggal diperiksa : 11 Desember 2013
Pendidikan: SMA
Usia saat ini
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
: 6 bulan
2
Seorang bayi laki-laki usia 6 bulan, dengan keluhan gangguan pendengaran, gangguan perkembangan, katarak dan kelainan jantung. Dari alloanamnesis dengan ibu bayi, bayi lahir di Puskemas dari seorang ibu P2A0 umur 28 tahun, umur kehamilan 9 bulan.
55
52
30
60
27
35
8
33
35
33
8
6
32
58
30
27
3
30
5 6 bulan
Gambar 1. Silsilah keluarga pasien Selama kehamilan ibu kontrol teratur di bidan 1 bulan sekali sejak awal kehamilan dan 2 kali sebulan saat minggu-minggu terakhir menjelang persalinan. Ibu pernah satu kali di USG di dokter spesialis kandungan pada akhir kehamilan. Dikatakan bayi kecil dengan perkiraan berat badan 2100 gram. Ibu mendapatkan vaksinasi TT dua kali dan konsumsi vitamin dan zat besi selama kehamilan. Tidak ada riwayat perdarahan selama kehamilan. Saat umur kehamilan 8 bulan ibu mengeluh batuk dan pilek, tidak demam, tidak ada ruam, berobat ke dokter spesialis kandungan dan mendapat obat. Bayi lahir spontan di Puskesmas, lahir langsung menangis, BB lahir 1800 gram, PB lahir 44 cm, LK lahir 30,5 cm, skor Apgar tidak ada informasi. Setelah lahir bayi dirujuk ke PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Bayi dirawat selama 20 hari dengan inkubator. Terdapat bercak-bercak kemerahan seluruh tubuh pada saat lahir, menghilang pada saat usia 7 hari. Pada hari kedua perawatan, bayi mendapat transfusi
3
trombosit 1 kantong dikarenakan trombosit rendah. Pada saat usia bayi 7 hari dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dengan hasil didapatkan atrial septal defect sekundum kecil dan pulmonal stenosis supravalvular dan perifer berat. Riwayat penyakit keluarga yaitu riwayat darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, alergi dan asma tidak ada. Pemberian nutrisi pada anak adalah ASI sesuka bayi dari sejak lahir sampai sekarang. Untuk perkembangan motorik kasar, bayi baru bisa miring-miring dan saat ini belum bisa tengkurap. Untuk motorik halus, bayi sudah bisa menggenggam saat usia 3 bulan dan belum bisa meraih benda. Untuk perkembangan bahasa bayi bersuara saat usia 1 bulan dan belum bisa mengoceh. Untuk perkembangan sosial, bayi sudah bisa senyum saat usia 3 bulan namun belum bisa mengenal orang. Saat ini bayi tinggal bersama bapak, ibu dan kakak di rumah ukuran 45 m2, dinding dari tembok, lantai dari keramik, atap dari genteng. Rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi/ WC, dapur dan ruang tamu. Cahaya dan ventilasi rumah cukup dan tidak lembab. Air minum dari sumur, jarak septic tank dari sumur > 10 meter. Penghasilan orang tua sebulan sekitar 2 juta rupiah. Pemeriksaan fisik anak saat ini ditemukan berat badan 5300 gram, panjang badan 60,0 cm, lingkar kepala 39,0 cm, lingkar dada 35,0 cm, lingkar perut 33,0 cm, dan lingkar lengan atas 11,0 cm. Profil antropometri anak: BB/U Z > -3 SD (severe underweight), PB/U -3 < Z <-2 SD (stunted), BB/PB -2 < Z < 2 SD, LLA/U -3 < Z <-2 SD, Nellhaus < -3 SD (mikrosefal), dengan kesimpulan status antropometri anak adalah severe underweight, stunted, gizi kurang dan mikrosefal. Pada pemeriksaan kepala didapatkan ubun-ubun membuka dan datar.Wajah tidak tampak dismorfik, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, gerakan bola mata baik, lensa mata kiri terlihat keputihan, kedua telinga tidak didapatkan serumen, hidung tidak didapatkan sekret. Gigi belum tumbuh. Pada leher tidak
4
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Bunyi jantung I dan II normal, terdengar bising jantung sistolik grade 3/6 SIC 3-4 LPS sinistra dan tidak terdengar irama derap. Suara napas dasar vesikuler, tidak terdapat suara tambahan. Perut tampak datar, bising usus normal, perut lemas/supel, turgor dan elastisitas baik, tidak teraba hepar dan lien. Akral hangat, nadi kuat dan perfusi perifer baik. Gerakan bebas, refleks fisiologis positif normal, refleks patologis tidak ada, tonus hipertoni, eutrofi. Pemeriksaan
penunjang
yang
sudah
dilakukan
antara
lain:
pemeriksaan
ekokardiografi dengan hasil atrial septal defect sekundum kecil dan pulmonal stenosis supravalvular dan perifer berat. Pemeriksaan BERA dengan hasil telinga kiri 105 dB (tidak tampak gelombang V) dan telinga kanan 105 dB (tidak tampak gelombang V). Kesimpulan nilai ambang dengar telinga kiri dan kanan abnormal, sesuai gangguan pendengaran berat dengan kerusakan pada nervus VIII. Pemeriksaan serologi IgM anti rubela 4,12 ( positif ), IgG anti rubela > 400,0 ( positif ). c. Tujuan Untuk melakukan pemantauan dan melakukan intervensi terhadap kasus CRS sesuai dengan standar pelayanan yang ada. d. Manfaat Manfaat untuk pasien adalah dengan pemantauan dan intervensi yang baik diharapkan pasien CRS dapat bertahan hidup dan permasalahan pada CRS yang mungkin timbul dapat dideteksi sedini mungkin sehingga intervensi dini dapat dilakukan dan diharapkan dapat memberikan prognosis yang lebih baik. Dengan penanganan yang menyeluruh dan berkesinambungan, anak dapat tumbuh kembang secara optimal dan mencapai kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Manfaat untuk keluarga dan lingkungan adalah keluarga mendapatkan pemahaman tentang CRS dengan kondisi lain yang menyertai dan permasalahan-permasalahan yang
5
mungkin terjadi padanya, kewaspadaan dini terhadap permasalahan yang mungkin timbul, tatalaksana dan prognosis anak sehingga dapat berperan aktif (bersama dengan petugas kesehatan) dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak dalam semua aspek. Kasus ini diangkat sebagai kasus longitudinal adalah merupakan bentuk kerjasama antara petugas kesehatan dengan keluarga dalam melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan, perkembangan dan permasalahan yang mungkin timbul pada CRS, dan dalam tatalaksananya. Manfaat untuk peserta PPDS antara lain menambah pengetahuan tentang kewaspadaan dini terhadap permasalahan yang akan timbul pada CRS dan intervensi yang harus dijalani dalam melakukan pemantauan terhadap petumbuhan dan perkembangan CRS Manfaat bagi rumah sakit antara lain dengan melakukan pemantauan dan tatalaksana yang sesuai dengan standar pelayanan medis untuk CRS, yang mencakup pertumbuhan dan perkembangannya secara menyeluruh dan berkesinambungan, akan bisa meningkatkan mutu pelayanan RS.
6