BAB III KELAINAN KONGENITAL RONGGA MULUT
Kelainan kongenital yang menyebabkan gangguan di rongga mulut sering pula terjadi pada hewan kesayangan. Gangguan pada palatum yang bersifat kongenital berupa : (1) celah pada palatum primer dari bibir hingga batas kaudal dari tulang premaxillaris tulang insisivus) dan (2) Ganaman pada palatum sekunder termasuk pada bagian ini adalah palatum durum dan palatum molle. Tidak lengkapnya pembentukan struktur menyebabkan timbulnya celah pada palatum primer, palatum sekunder atau kedua-duanya (Gambar 7). Celah pada palatum primer dapat meliputi bibir (cheilochisisl bibir sumbing), proses alveoler (alveoloschisis) atau kedua-duanya (cheiloalveoschisis). Celah pada midline dari palatum sekunder meliputi gangguan dan palatum durum atau palatum molle yang bisa berupa celah unilateral atau bilateral dan palatum molle. Kebanyakan celah dipercaya disebabkan oleh sifat yang diturunkan induk baik resesif maupun dominan ireguler. Faktor lain yang bisa berperan adalah nutrisi, hormonal, dan faktor mekanik. Infeksi intrauterus atau keracunan yang berlebihan pada masa kebuntingan juga bisa menyebabkan gangguan tersebut. Meskipun celah pada palatum telah dilaporkan pada banyak ras, namun ras moncong pendek (brachiocephalic) kemungkinan merupakan ras anjing yang paling banyak terkena. Biasanya anjing tidak berumur panjang, anjing mati segera ketika mencoba minum air susu induknya. Apabila selamat, gejala klinis yang muncul bisa bervariasi tergantung berat ringannya celah. Pada celah bibir dan tulang premaxillaris, gejala yang mungkin didapat adalah keluarnya susu atau air pada saat minum melalui lubang hidung sehingga mengakibatkan radang hidung/ rhinitis. Gejala pada celah palatum sekunder jarang terlihat disebabkan oleh kematian anjing sebelum gejala diketahui. Resiko masuknya bahan makanan tidak saja keluar melalui lubang hidung, namun seringkali masuk ke saluran pernapasan dalam dan menyebabkan slip pneumonia. Gejala awal mungkin saja disertai batuk, namun biasanya tanda-tanda belum jelas terlihat karena anjing cepat sekali mati karena pneumonia.
Universitas Gadjah Mada
1
Gambar
7. Perbaikan celah palatum primer : A. Insisi sepanjang tepi celah B. Pemisahan lapisan mukosa oral dan nasal. C. Jahitan pertama pada mukosa oral baru pada mukosa nasal. Penutupan kulit dimulai dengan hubungan mukokutaneus untuk mencegah deformitas.
Penanganan kasus ini juga bervariasi tergantung kondisi. Celah primer ditutup dengan melakukan insisi kedalaman 2-3 mm sepanjang tepi celah untuk membuat luka Baru, kemudian pemisahan lapisan mulut dan hidung ditutup dengan jahitan sederhana tunggal menggunakan benang monofilamen-non absorbable baik pada lapisan dalam maupun lapisan luar, sehingga lubang dapat tertutup sempuma (Gambar 7). Akurasi aposisi jaringan diperlukan dalam metoda ini dan penutupan kulit dirancang sejak jahitan pada tepi bibir untuk menghindari langkah yang salah. Bila celah meliputi tulang premaxillaris, penutupan menjadi lebih sulit. Kesulitan tersebut disebabkan kita harus menutup pula saluran oronasal. Penangan secara teliti, hati-hati dan penuh perhitungan akan memperoleh hasil yang memuaskan.
Universitas Gadjah Mada
2
Celah pada palatum sekunder Teknik untuk menutup palatum sekunder tergantung dari seberapa parah gangguan tersebut terjadi. Berhasil atau tidaknya penanganan sangat bergantung dari besar-kecilnya celah dan tersedianya jaringan untuk menutup lubang celah. Kunci keberhasilan penanganan terletak pada : (1) Dua lapisan jaringan penutup yang membuat permukaan epitel hidung dan mulut lebih kuat dan berpotensi untuk kesembuhan menulang, (2) ketegangan dari garis jahitan yang mungkin paling beralasan menyebabkan kegagalan harus dicegah dan (3) Penyediaan suplai darah dari pembuluh darah pada palatum menyebabkan kesembuhan akan cepat terjadi. Cara
penanganan
dapat
dilakukan
umumnya
dengan
teknik
double
layer
mucoperiosteal flap technique. Langkah pertama dari teknik ini adalah membuat suatu engsel jaringan didasarkan atas tepi dari celah untuk menciptakan garis jaringan epitel penutup dari lantai rongga hidung. Penutup unilateral dapat diharapkan jika celah tidak terlalu lebar (10% dari ketebalan palatum) sebab garis jahitan dari lapisan jaringan ini merupakan penutup mucoperiosteum, maka jahitan lapis kedua harus dibuat untuk mencegah bocornya jahitan sehingga udara tidak bisa bebas keluar masuk. Penutup bilateral digunakan bila lubang celah terlalu lebar untuk mengurangi ketegangan pada arteri palatum. Teknik unilateral dilakukan dengan cara : palatum durum diinsisi paralel sampai celah untuk menciptakan penutup. Penutup harus sedikit lebih luas dari celah. Insisi perpendikularis dibuat pada bagian rostral dan kaudal dari celah untuk menyempurnakan penutup. Pada sisi yang sebaliknya, mukosa diinsisi sepanjang tepi celah untuk menciptakan sisi rongga hidung dan sisi rongga mulut. Penutup diputar balik kearah depan dan dijahit ke mukosa hidung pada sisi yang berlawanan menggunakan benang monofilamen ukuran 4-0. lapisan kedua dijahit dengan membuat irisan sepanjang arkus dari gigi ditepi yang berlawanan dari penutup untuk menciptakan penutup lapis dua. Elevator periosteal digunakan untuk menarik penutup ketengah mulai dari bagian median dengan tetap memperhitungkan kelancaran sirkulasi darah. Penutup akan secara sempurna menutup melebihi fistula dan dijahit pada sisi potongan dari mucoperiosteum pada tepi pertama. Bila celah lebih lebar, penutup dibuat secara bilateral, diputar kebelakang dan jahitan bersamasama ditemukan dibagian median dari celah. Lapisan kedua dari jahitan meliputi pengembangan penutup bilateral, penutup micoperiosteum bipedikel yang ditarik ketengah dan dijahit secara bersamaan. Mukosa palatum durum diinsisi hanya bagian medial dari arcus gigi, sehingga penutup dapat mencapai bagian rostral dan kaudal. Penutup disempurnakan kedepan midline dan dijahit secara bersamaan menggunakan catgut ukuran 3-0 atau 4-0. Kesembuhan luka akan terjadi melalui kesembuhan sekunder. Teknik lainnya adalah Howard mucoperiosteal Hinge Flap : Mukosa dari palatum durum diinsisi paralel pada tepi gangguan sehingga terciptalah penutup mukoperiosteal yang sedikit lebih lebar dari Universitas Gadjah Mada
3
celah. Penutup kemudian ditarik ke midline dengan tetap memperhatikan suplai darah didaerah tersebut. Pembuluh darah pada palatum yang besar diligasi. Tepi celah pada sisi satunya diinsisi dan mukosa mulut ditarik sekitar 2-3 mm. Penutup mukoperiosteum digulung kebelakang mendekati celah. Penutup bipedikel ditarik sebagaimana sebelumnya, kemudian disempurnakan kedepan untuk mengeliminasi ketegangan jaringan. Tepi penutup kemudian dijahit dibagian bawah mukoperiosteum pada sisi yang berlawanan dengan pola jahitan matras (Gambar 8 dan 9). Luka akan sembuh secara sekunder.
Gambar
8. Lokasi arteri pada palatum
Universitas Gadjah Mada
4
Gambar
9.
Jahitan 2 lapis penutup unilateral : A. Insisi sepanjang 1 sisi celah memisahkan mukosa hidung dan mulut. Insisi Bantu sepanjang arkus gigi membuat penutup mucoperiosteum bipedikel B. Penutup sempuma pada lapis pertama dan dijahit ke mukoperiosteum pada sisi yang berlawanan
Menutup gangguan pada palatum molle Gangguan pada palatum molle, jika mungkin dijahit menggunakan dua jahitan. Satu penutup didasarkan atas mukosa hidung, sedangkan penutup kedua didasarkan atas mukosa mulut. Palatum molle pada tepi pertama ditarik ke lateral dan rostral untuk mengekspose mukosa hidung. Mukosa diinsisi dengan jarak yang sama dari tepi selebar celah, untuk membuat penutup dasar mulut. Pada sisi lainnya, mukosa oral diiris dengan jarak sama dengan irisan pertama untuk membuat penutup hidung. Penutup dari sisi hidung digulung kebelakang dan dijahit ke tepi lateral insisi mukosa hidung pada sisi lain dari gangguan. Muskulus pada palatum dijahit sepanjang midline, kemudian penutup mukosa mulut diseberangkan dan dijahit dengan insisi mukosa mulut pada sisi yang berlawanan (Gambar 10 dan 11) Jika masih ada ketegangan jaringan, insisi lain dibuat disebelah lateral mukosa mulut dekat dengan dinding faring.
Universitas Gadjah Mada
5
Universitas Gadjah Mada
6
Gambar
10.
Rekonstruksi celah pada palatum durum dengan penutup bilateral. A. Penutup diangkat dan digulung kearah gangguan. B. Insisi sepanjang arkus gigi membuat penutup periosteum bipedikel. C. Penutup periosteum bipedikel diangkat untuk membuat jahitan dua lapis D. Insisi parsial pada permukaan hidung palatum molle pada satu sisi E. Penutup dasar mukosa mulut dijahit dengan mukosa hidung pada sisi yang berlawanan. Universitas Gadjah Mada
7
Gambar
11.
Penutup mucoperiosteum dari Howard A. Penutup mucoperiosteal berasal dari tepi celah yang diangkat Insisi sepanjang tepi celah pada sisi yang berlainan. B. Jika penutup cukup luas, jahitan matras dipergunakan untuk menarika tepi penutup dibawah mucoperiosteum pada sisi berlawanan. Jika tegangan muncul, insisi bantu dibuat sepanjang arkus gigi , kemudian ditarik sehingga tegangan dapat dikurangi.
Universitas Gadjah Mada
8
PUSTAKA ACUAN Anonim, 1989, Hill's Atlas of Veterinary Clinical Anatomy, Palmolive Company Published by Veterinary medicine Publishing company, Inc, USA Annis, J.R. and Allen, A.R., 1974, An Atlas of Canine Surgery, basic surgical procedures with emphasis on the gastrointestinal and urogenital systems, lafayette, Indiana Archibald,J., 1974, Canine Surgery, 2 ed Bojrab, M.J., 1975, Current technique in Small Animal Surgery, Lea & Febiger, Philadelphia Carlson, D.G and Giffin, J.M., 1981, Dog owners Home Veterinary Handbook, 1 ed, Howell Book House Inc, 230 Park Avenue, New York, N.Y.10169, 147-163 Hickman, J. and Walker, R.G., 1973, An Atlas of Veterinary Surgery, Oliver and Boyd, Edinburgh Pope, E.R and Constantinescu, G.M., 1998, dalam Bojrab, M.J., 1998, Current technique in Small Animal Surgery, 3 ed., Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia, Baltimore, New York, London, Buenos Aires, Hongkong, Sydney, Tokyo. Slatter, D., 2003, Textbook of Small Animal Surgery, 3 ed, saunders An Imprint of Elsener Science, USA. Sumawinata, N., 1993, Restorasi Gigi, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Universitas Gadjah Mada
9