BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan air payau yang menjadi salah satu komoditi perikanan unggulan daerah tropis terutama Indonesia. Ikan ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia karena merupakan hasil tambak yang tahan serangan penyakit sehinga penyusutan dalam produksinya sangat kecil. Oleh sebab itu kapasitas produksi dan hasil panen ikan segar ini memang berpotensi untuk ditingkatkan. Hal tersebut didasari semakin meningkatnya pelaku usaha tambak di Indonesia di atas jenis budidaya perikanan lainnya seperti pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Jumlah Usaha Budidaya Perikanan Menurut Jenis Budidayanya, 2008 - 2010 Jenis Budidaya Tambak Pembenihan Air Tawar Laut Jumlah
2008 145 54 7 22 228
2009 148 51 6 24 229
2010* 150 51 6 27 234
Sumber : BPS (2011)
Ikan hasil pertanian tambak ini relatif mudah untuk dibudidayakan karena karakternya yang cenderung herbivora dengan makanan utamanya berupa alga dan beberapa ganggang di alam liar. Selain itu kandungan gizi ikan ini sangat tinggi terutama pada protein dan omega-3. Masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi ikan ini semakin meluas ke berbagai kalangan sosial baik kota maupun desa. Hal tersebut dikarenakan ikan ini
1
2
memiliki rasa yang gurih spesifik, sehingga mudah dikenal bahkan sampai luar negeri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jenis ikan ini masuk ke dalam 10 sumber protein hewani terpenting yang dikonsumsi masyarakat kota dan pedesaan dari hasil perikanan dan peternakan di Indonesia seperti yang tercantum pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Konsumsi 10 Sumber Protein Terpenting (per kapita per tahun)
Sumber Protein Daging aya ras Telur ayam kampung Telur ayam ras Ikan kembung Ikan tongkol Ikan mujaer Ikan Bandeng Ikan mas Udang Daging sapi
Perkotaan Pedesaan Jumlah Nilai Jumlah Nilai (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) 5,148 60.892 1,508 18.460 5,980 5.356 10,290 7.436 5,876 45.760 3,380 26.780 2,280 21.164 1,248 9.672 2,080 19.604 2,440 16.484 1,612 12.272 1,352 8.372 1,664 16.848 0,884 7.904 1,284 11.960 0,624 6.240 0,884 12.740 0,260 2.964 0,780 27.092 0,364 9.100
Sumber : BPS (2003)
Persaingan bandeng dengan sumber protein lainnya cukup ketat, tetapi jika dilihat secara makro maka peluang pasar untuk bandeng sebenarnya terbuka lebar. Hal ini didasarkan pada beberapa indikator seperti masyarakat berpendapatan rendah sampai tinggi masih dapat menkonsumsi bandeng. Selain itu menurut Foodmarketexchange (2003), pertumbuhan penawaran bandeng
di
Indonesia
sebesar
3,82%
masih
berhadapan
dengan
pertumbuhan permintaan yang mencapai 6,33%, sehingga menjadi peluang tersendiri bagi usaha budidaya maupun pengolahan bandeng.
3
Peluang usaha tersebut memacu industri-industri baik skala kecil hingga menengah yang bergerak di pengolahan bandeng bermunculan dan semakin bersaing. Persaingan industri tersebut terjadi pada 3 jenis olahan yang digemari masyarakat yakni : bandeng presto, bandeng asap, dan otakotak bandeng. Ketiga olahan tersebut merupakan olahan yang mengeliminir kelemahan bandeng seperti bau tanah dan duri halus dalam daging. Dari ketiganya otak-otak bandeng adalah jenis olahan yang diciptakan untuk mengatasi kedua kelemahan tersebut. Otak-otak bandeng (OOB) merupakan olahan bandeng tanpa duri halus yang dihilangkan dengan cara digiling dan diberi bumbu khusus sehingga bau tanah pada bandeng hilang saat dikonsumsi. Menanggapi peluang tersebut, Fania Food yang berawal dari usaha rumah
tangga
dengan
produk
utama
otak-otak
bandeng
kini
mengembangkan kapasitas hingga skala usaha mikro kecil mengengah (UMKM). Usaha yang berdiri pada bulan Juli tahun 2008 ini sekarang berada di bawah naungan group manajemen CV. Fania Group yang lahir dari berkembangnya Fania Food atau usaha awal yang kini menjadi unit usahanya. Pertumbuhan UMKM yang dapat dikatakan berawal dari tingginya permintaan masyarakat dari otak-otak bandeng akibat tingkat kepraktisan konsumsi olahan ini, memacu pertambahan kapasitas produksi yang awalnya dibantu 2 orang karyawan kini menjadi 17 orang karyawan termasuk tenaga pemasarannya.
4
Industri olahan bandeng dengan kapasitas rata-rata 125 - 150 biji otakotak per hari ini memiliki wilayah pemasaran yang cukup luas untuk skalanya meliputi : Yogyakarta, Kulonprogo, Kudus, Magelang, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Purworejo, Nganjuk dengan sistem pemasaran keagenan dan masih dibantu sistem pemasaran lamanya yang menggunakan door to door salesman. Berkembangnya cakupan pemasaran tersebut harus diikuti dengan produksi yang semakin efisien untuk memproduksi sesuai perminataan baik kuantitas, kualitas, maupun waktu. Efisiensi produksi ini perlu menjadi perhatian bagi UMKM seperti Fania Food untuk mengimbangi persaingan pangsa pasar otak-otak bandeng dan olahanan ikan lainnya. Efisiensi produksi sendiri dapat terhambat oleh adanya beberapa faktor yang tidak memberi nilai tambah (value adding) selama proses yang disebut pemborosan. Pemborosan dapat disebabkan faktor-faktor seperti : produksi berlebih, gerakan dan transportasi yang tidak diperlukan, proses yang tidak tepat, waktu tunggu dalam lintasan proses, kecacatan produk, dan lain sebagainya. Pada proses produksi yang telah berjalan, pemborosan semacam ini merupakan aktivitas yang menghambat atau tidak memberikan nilai tambah (non value adding) pada proses transformasi bahan baku menjadi produk. Pemborosan semacam ini sering terjadi pada proses yang sebagian besar operasinya menggunakan tenaga manual dengan sistem produksi make to stock seperti pada Fania Food. Menurut Monden (2000), semua operasi manual dapat digolongkan menjadi pemborosan murni, operasi tanpa nilai
5
tambah, dan operasi bersih yang meningkatkan nilai tambah. Dalam perspektif sistem produksi Toyota, pemborosan murni dan operasi tanpa nilai tambah dirangkum menjadi 7 pemborosan yakni : Correction (scrap), overproduction,
waiting,
(transportation),
conveyance
processing,
inventory, dan motion (Art of Lean, 2006). Adanya bottleneck waktu akibat pembagian kerja yang tidak merata pada beberapa stasiun kerja dalam lintasan produksi otak-otak bandeng Fania Food mengindikasikan terjadinya salah satu atau beberapa pemborosan dari 7 pemborosan menurut sistem produksi Toyota tersebut. Munculnya
pemborosan,
juga
dapat
menyebabkan
kerugian
pada
perusahaan secara langsung serta pada pelanggan secara tidak langsung. Pemborosan yang terjadi pada Fania Food tersebut dapat dianggap suatu aktivitas non value adding dalam perspektif waktu. Perusahaan seakan sia-sia mengeluarkan sumber daya untuk aktivitas non value adding tersebut. Di sisi lain, pelanggan juga merasa tidak diuntungkan apabila harga yang dibayarkan tidak sesuai dengan nilai yang diperoleh, apalagi biaya untuk aktivitas non value adding dibebankan pada harga jual. Oleh karenanya, perlu adanya identifikasi pemborosan terutama pada proses pembuatan otak-otak bandeng menggunakan beberapa atau suatu metode yang spesifik sebagai langkah awal dan acuan minimisasi pemborosan yang sebenarnya sedang terjadi. Berdasarkan tujuan untuk meminimasi pemborosan yang terjadi pada produksi otak-otak bandeng di Fania Food, maka perlu adanya kajian
6
menggunakan konsep yang spesifik. Lean manufacturing merupakan konsep pendekatan yang spesifik untuk perbaikan aliran nilai proses (value stream) dengan mengurangi pemborosan (waste) dan menminimasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (non value adding) serta pemborosan murni lainnya secara berkelanjutan. Konsep
Lean
Manufacturing
secara
garis
besar
adalah
mengidentifikasi titik pemborosan dengan menggambarkan aliran nilai dalam sebuah diagram alir (peta) dan mengeliminasi atau meminimasi penggunaan waktu yang tidak memberikan nilai tambah guna meningkatkan efisiensi pembentukan nilai produk atau proses produksi.
Konsep lean
dapat mengidentifikasi jenis-jenis pemborosan terkait value adding dan waktu secara spesifik. Konsep ini menggunakan peta aliran nilai atau value stream map (VSM) yang menggambarkan keseluruhan proses produksi, aliran material, dan informasi beserta informasi tambahannya sebagai visualisasi proses produksi yang dipandang sebagai proses pembentukan nilai dari suatu produk. Pendekatan Lean Manufacturing menggunakan VSM dapat mengidentifikasi jenis-jenis pemborosan penggunaan waktu pada pembentukan nilai produk dengan memberikan solusi minimasi pemborosan pada titik-titik terjadinya pemborosan. Salah satu solusi yang umum digunakan terutama untuk mereduksi pemborosan murni adalah penyeimbangan lintasan produksi. Dengan menggunakan konsep ini akan diketahui aliran nilai dan efisiensi siklus proses produksi atau Process Cycle Efficiency (PCE) pada
7
peta aliran nilai kondisi saat ini (current state map). Solusi perbaikan aliran dapat dilakukan melalui rasionalisasi atau simplifikasi proses, eliminasi pemborosan yang ada, menurunkan atau memperpendek lead time, serta menyeimbangkan waktu proses menggunakan penyeimbangan lintasan produksi. Berdasarkan usulan perbaikan yang diberikan akan didapatkan aliran nilai baru dan efisiensi siklus proses hasil usulan pada peta aliran nilai usulan (future state map). Usulan perbaikan aliran nilai (value stream) produksi otak-otak bandeng
berdasarkan konsep Lean ini diharapkan
mampu meningkatkan efisiensi produksinya sehingga dapat bertahan dalam pemenuhan permintaan pelanggan dan bersaing dalam pasar dengan komoditi sejenis.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, pada setiap proses produksi selalu ada pemborosan dalam aliran nilainya. Demikian juga yang terjadi pada proses produksi otak-otak bandeng (OOB) Fania Food yang masih mengalami bottleneck, tumpukan inventori, atau beberapa work in process yang termasuk salah satu pemborosan pada skala produksi UMKM. Oleh karena itu perlu adanya penelitian yang dapat menggambarkan aliran nilai untuk mengetahui : 1. Bagaimana tingkat efisiensi siklus proses produksi berdasarkan aliran nilai pada proses produksi kondisi saai ini ?
8
2. Apa saja jenis pemborosan yang terjadi dan tindakan perbaikan aliran nilai serta penyeimbangan lini yang dapat dilakukan pihak manajemen ? 3. Bagaimana tingkat efisiensi siklus proses produksi hasil usulan perbaikan aliran nilai dan implikasinya terhadap biaya ?
C. Batasan Masalah 1. Penelitian difokuskan pada seluruh proses produksi OOB mulai dari bahan baku hingga penyimpanan. 2. Identifikasi pemborosan dilakukan dengan value stream mapping berdasarkan 7 jenis pemborosan Toyota Production System (TPS) yang dirumuskan Shigeo Shingo melalui TPS handbook (2006), yakni : Correction
(scrap),
overproduction,
waiting,
conveyance
(transportation), Processing, inventory, dan motion. 3. Selama penelitian, data diambil saat proses produksi dalam keadaan normal dimana operator bekerja sesuai prosedur dan mesin produksi dalam keadaan stabil. 4. Hasil
perbaikan
value
stream
dan
penyeimbangan
lini
tidak
diimplementasikan langsung karena bersifat usulan atau rekomendasi untuk perbaikan di masa depan.
9
D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui efisiensi siklus proses produksi kondisi saat ini. 2. Meminimasi
jenis
pemborosan
yang
terjadi
serta
melakukan
penyeimbangan lini berdasarkan konsep Lean Manufacturing. 3. Menentukan tingkat efisiensi siklus proses produksi baru sebagai hasil usulan perbaikan dan menaganalisis implikasi biayanya.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan gambaran efisiensi proses produksi yang sedang berlangsung berdasarkan perspektif lean manufacturing. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan informasi tentang titik dan jenis pemborosan yang terjadi sepanjang value stream sebagai acuan tindakan preventif guna perbaikan efisiensi produksi di CV. Fania Group. Dengan usulan perbaikan dan penyeimbangan lintasan yang dilakukan, diharapkan aliran nilai pada produksi OOB Fania Food dapat mencapai efisiensi yang optimal dengan implikasi biaya yang sesuai.