BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan transportasi sungai dan danau yang terkait dengan operasi, pembangunan dermaga serta perambuan dan navigasi masin terkait dengan perhubungan laut. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dinilai masih terjadi tarik menarik kewenangan dan wilayah operasi antar transportasi laut, pemerintah daerah dan LLASDP Ditjen Perhubungan Darat, oleh karena itu diperlukan pedoman yang baku dan tidak saling tumpang tindih kewenangan. Dalam domain regulasi keselamatan pelayaran menjadi tanggung jawab Ditjen Perhubungan Laut. Dengan adanya kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaraan angkutan sungai dan danau diatas, maka perlu adanya harmonisasi antara Direktorat LLASDP Ditjen Perhubungan Darat dan Ditjen Perhubungan Laut agar keselamatan pada transportasi publik menjadi perhatian bersama secara serius. Dengan adanya permasalahan dan ketentuan tersebut diatas perlu dirumuskan suatu pedoman di bidang transportasi sungai dan danau agar pelayanan terhadap masyarakat lebih terjamin terhadap keselamatan, keamanan dan kenyamanan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu disusun konsep pedoman di bidang transportasi Sungai dan Danau yang pada umumnya mengacu pada UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2011 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Juknis Direktorat Perhubungan Darat serta mengadopsi standar internasional seperti International Maritime Organization (IMO). Khusus pengadopsian pedoman internasional harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Penyusunan pedoman transportasi sungai dan danau akan mencakup 2 (dua) aspek, yaitu: struktural (kedalam) dan kinerja (keluar). Untuk itulah pedoman ini harus dapat terintegrasi dan dilaksanakan oleh semua stakeholder yang terkait pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. C. Maksud dan Tujuan Penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dipandang perlu dilaksanakan untuk mewujudkan transportasi sungai 1
dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien dengan pedoman yang benar dan harmonis. Maksud studi ini adalah melakukan studi penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. Tujuan studi ini adalah merumuskan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. D. Ruang Lingkup Uraian kegiatan/ruang lingkup studi ini adalah : 1. Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi sungai dan danau yang terkait dengan instansi lain, 2. Inventarisasi kebijakan pengembangan transportasi sungai dan danau di masing-masing instansi terkait, 3. Inventarisasi dan mengevaluasi pedoman di bidang transportasi angkutan sungai dan danau, 4. Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masing-masing instansi, 5. Menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau sebagai akibat kurangnya koordinasi dan efektifitas pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, 6. Melakukan studi literatur/benchmarking penyusunan pedoman transportasi sungai dan danau dari negara lain. 7. Menyusun rancangan naskah akademik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, 8. Merumuskan rancangan naskah akadernik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, meliputi: a. Pedoman perhitungan jumlah dan kapasitas alat bongkar / muat barang serta produktifitas bongkar / muat barang di pelabuhan sungai dan danau; b. Pedoman tata cara pengukuran, desain dan pengerjaan kapal kayu sungai dan danau; c. Pedoman tata cara penetapan jaringan trayek sungai; d. Pedoman pengembangan sumber daya manusia untuk pengelolaan angkutan sungai dan danau; e. Pedoman pengelolaan limbah/sampah aktifitas angkutan sungai dan danau; f. Pedoman ticketing dan penjadwalan angkutan sungai dan danau; g. Pedoman perencanaan dermaga singgah dan tempat tunggu (terminal) pelabuhan sungai dan danau. Batasan kegiatan Studi Penyusunan Konsep Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau adalah berupa penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau yang efektif dan
2
efisien. Serta Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Palangkaraya, Pekanbaru, Jambi, dan Merauke. E. Hasil yang Diharapkan Keluaran (output) dari kegiatan studi ini adalah tersusunnya 4 (empat) laporan studi yaitu laporan pendahuluan, laporan interim, rancangan laporan akhir dan laporan akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan studi penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dan 7 (tujuh) buku konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan transportasi di sungai dan danau yang efektif dan efisien.
3
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Hukum 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14. 15. 16.
17.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Sampah; Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup; Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional; Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan; Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan; Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim; Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan; Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2011 tentang Sungai; Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan; Keputusan Menteri Perhubungan No. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan; Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau; Keputusan Menteri Perhubungan No. 58 Tahun 2007 tentang Perubahan KM 73 tahun 2004; Keputusan Menteri Perhubungan No. 42 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat dari dan Ke Kapal di Pelabuhan; Perda No.8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
B. Definisi dan Ketentuan Umum Transportasi Sungai dan Danau Pada UU 17/2008 Tentang Pelayaran dan KM 73/2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau tercantum beberapa definisi dan ketentuan umum yang perlu dipahami dalam menyusun konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, yaitu:
1) Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal (pasal 1 (3) UU 17/2008); 2) Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan untuk mengangkut penumpang,
5
barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh pengusaha angkutan sungai dan danau; 3) Angkutan Sungai dan Danau Khusus adalah kegiatan angkutan sungai dan danau yang dilakukan untuk melayani kepentingan sendiri dalam menunjang usaha pokoknya serta tidak melayani pihak lain; 4) Kapal Sungai dan Danau adalah kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau; 5) Trayek Angkutan Sungai dan Danau yang selanjutnya dalam ketentuan ini disebut trayek adalah lintasan untuk pelayanan jasa angkutan umum sungai dan danau yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal; 6) Jaringan Trayek adalah kumpulan dari trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya; 7) Trayek Tetap dan Teratur (liner) adalah pelayanan angkutan yang dilakukan secara tetap dan teratur dengan berjadwal dan menyebutkan pelabuhan singgah; 8) Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur (tramper) adalah pelayanan angkutan yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur; 9) Usaha Bongkar Muat Barang adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery; (usaha bongkar-muat yang biasa dilakukan di pelabuhan laut). 10) Tempat Tunggu Penumpang adalah bangunan berupa ruang tunggu di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi penumpang yang akan melakukan perjalanan; 11) Dermaga adalah sarana tambatan bagi kapal bersandar untuk bongkar/muat (B/M) barang atau embarkasi/debarkasi penumpangperpindahan intra dan/atau antar 12) Tiket adalah bukti perjanjian mengenai pelayanan jasa angkutan antara penumpang di satu pihak dengan maskapai angkutan sungai atau danau di lain pihak dan juga merupakan bukti pembayaran dalam pelayanan jasa angkutan air. 13) Jadwal adalah pembagian waktu berdasarkan rencana pengaturan urutan kerja; daftar atau tabel kegiatan atau rencana kegiatan dengan pembagian waktu pelaksanaan yg terperinci. C. Angkutan Sungai dan Danau Angkutan sungai dan danau merupakan salah satu jenis dari Angkutan di Perairan (pasal 6 UU 17/2008). Di mana substansi pokok mengenai
6
pengaturan penyelenggaraan angkutan sungai dan danau dalam pasal 18 s.d 20 UU 17/2008 diantaranya adalah:
1) Kapal yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal; 2) Kegiatan angkutan sungai dan danau dapat dilaksanakan dengan menggunakan trayek tetap dan teratur atau trayek tidak tetap dan tidak teratur; 3) Kegiatan angkutan sungai dan danau dilarang dilakukan di laut kecuali mendapat izin dari Syahbandar dengan tetap memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal. Untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha angkutan sungai dan danau setiap operator harus memiliki (1) izin usaha angkutan sungai dan danau dan (2) ijin trayek yang diberikan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri sesuai kewenangannya masing-masing (pasal 28 (3, 4) UU 17/2008). Pengangkutan barang berbahaya dan barang wajib memenuhi persyaratan: (1) pengemasan, penumpukan, dan penyimpanan (2) keselamatan sesuai standar, dan (3) diberikan tanda khusus (pasal 46 UU 17/2008). D. Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau Sesuai pasal 14 PP 82/1999 dan KM 73/2004, Penyelenggaraan angkutan sungai dan danau dilakukan:
1) Oleh perusahaan angkutan sungai dan danau; 2) Dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaikan dan diperuntukkan bagi angkutan sungai dan danau; dan di wilayah operasi perairan daratan. Wilyah operasi angkutan sungai dan danau meliputi sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal dan terusan. Dalam penyelenggaraan angkutan sungai dan danau harus memperhatikian keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan di (1) perairan, (2) pelabuhan, serta (3) perlindungan lingkungan maritim (pasal 116 (1) UU 17/2008). Adapun pengertian dari masing-masing elemen keselamatan dan keamanan pelayaran tersebut adalah sebagai berikut:
1) Keselamatan dan keamanan angkutan perairan yaitu kondisi terpenuhinya persyaratan: (a) kelaiklautan kapal yang ditunjukkan melalui sertifikat dan surat kapal, dan (b) kenavigasian (pasal 117, 118 UU 17/2008); 2) Keselamatan dan keamanan pelabuhan yaitu kondisi terpenuhinya manajemen keselamatan dan sistem pengamanan
7
fasilitas pelabuhan meliputi: (a) prosedur pengamanan fasilitas pelabuhan, (b) sarana dan prasarana pengamanan pelabuhan, (c) sistem komunikasi, dan (d) personil pengaman (pasal 121 UU 17/2008); 3) Perlindungan lingkungan maritim yaitu kondisi terpenuhinya prosedur dan persyaratan pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan: (a) kepelabuhanan, (b) pengoperasian kapal, (c) pengangkutan limbah, bahan berbahaya, dan beracun di perairan, (d) pembuangan limbah di perairan, dan (e) penutuhan kapal (pasal 123 UU 17/2008). E. Persyaratan Operasional Angkutan Sungai dan Danau Sesuai pasal 4 KM 73/2004, maka setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) memenuhi persyaratan teknis/kelaikan sesuai dengan ketentuan 2) 3) 4) 5) 6)
yang berlaku; memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada trayek yang dilayani; memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk kapal sungai dan danau; memiliki fasilitas utama dan/atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang, barang dan/atau hewan, sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku; mencantumkan identitas perusahaan/pemilik dan nama kapal yangditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan kanan kapal; mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Gambar 1 Penempatan nama perusahaan dan nama kapal sungai, danau Selain itu, semua kapal angkutan sungai dan danau wajib memenuhi persyaratan seperti disampaikan pada pasal 5 dan 6 KM 73/2004 sebagai berikut: 1. Setiap kapal berukuran tonase kotor sama dengan atau lebih dari GT 7 (≥ GT 7) yang dioperasikan hanya di perairan daratan (sungai dan danau), dilakukan:
8
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Pengukuran kapal sampai dengan GT 7; Pengawasan keselamatan kapal; Pemeriksaan radio/elektronik kapal; Penerbitan pas perairan daratan; Pencatatan kapal dalam buku register pas perairan daratan; Pemeriksaan konstruksi; Pemeriksaan permesinan kapal; Penerbitan sertifikat keselamatan kapal; Pemeriksaan perlengkapan kapal; Penerbitan dokumen pengawakan kapal. 2. Pelaksanaan urusan kapal berukuran tonase kotor sama dengan atau lebih dari GT 7 (≥ GT 7) yang akan dioperasikan dilakukan oleh Gurbenur. 3. Kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 (
9
b. Kapal laut yang masuk perairan sungai 1) Kapal Laut 2) Kapal tunda 2. Pembuatan Kapal Kayu (Tradisional) Salah satu perahu yang digunakan di perairan sungai dan danau Indonesia adalah jenis perahu kayu. Proses pembuatan kapal perahu kayu di Indonesia secara umum sebagai berikut: 1) Proses Pencarian Bahan Dasar; 2) Pemilihan Pohon atau Kayu Yang Akan Dijadikan Bahan Dasar; 3) Pemotongan; 4) Penentuan Pusat Perahu; 5) Proses Penyelesaian (Finishing). 3. Stabilitas kapal Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal pada saat diapungkan, tidak miring kekiri atau kekanan, demikian pula pada saat berlayar, disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya pada saat kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali. 4. Kelaiklautan kapal Dalam pasal 124 UU 17/2008 disampaikan bahwa setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya serta pengoperasian kapal di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal yang meliputi: material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, dan elektronika kapal. Kapal yang memenuhi persyaratan ini mendapatkan sertifikat keselamatan kapal. Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional (pasal 143 UU 17/2008). Setiap orang yang bekerja di kapal dalam jabatan apa pun harus disijil dan memiliki kompetensi dan keterampilan serta dokumen pelaut yang dipersyaratkan (pasal 144 UU 17/2008). 5. Legalitas Keselamatan Kapal Aspek keselamatan kapal niaga diatur oleh Konvensi Internasional yaitu Konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea) 1974 beserta amandemennya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 65/1980 Tahun 1980 Tentang RATIFIKASI SOLAS 1974.
10
6. Sistem Pengendalian Pengemudian Dan Pelayaran Kapal Sistem pengendalian pengemudian dan pelayaran kapal dapat dijelaskan dengan menggunakan model Promotion and Assessment of System Safety and Procurement of Operable and Reliable Transport Telematics (PASSPORT). Secara sederhana model tersebut terdiri dari input, data statik, data dinamis, dan output seperti pada gambar berikut:
Gambar 2 Model Promotion and Assessment of System Safety and Procurement of Operable and Reliable Transport Telematics (PASSPORT) G. Jaringan Trayek Sungai 1. Jaringan Transportasi Sungai Pada pasal 2 KM 73/2004 disampaikan bahwa penetapan trayek dilakukan dengan memperhatikan pengembangan wilayah potensi angkutan dan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang Selanjutnya, sesuai pasal 12 (1,2) KM 73/2004 untuk pelayanan angkutan sungai dan danau dalam trayek tetap dan teratur dilakukan dalam jaringan trayek yang terdiri dari: 1) trayek utama, yaitu menghubungkan antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran; 2) trayek cabang, yaitu menghubungkan antara pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran atau antar pelabuhan sungai dan danau yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran. 2. Penetapan Jaringan Trayek Angkutan Sungai Penetapan jaringan trayek angkutan sungai dan danau tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. tatanan kepelabuhanan nasional;
11
b. adanya kebutuhan angkutan (demand); rencana dan/atau ketersediaan pelabuhan sungai dan danau; c. ketersediaan kapal sungai dan danau (supply) sesuai dengan spesifikasi teknis kapal dan spesifikasi pelabuhan pada trayek yang akan dilayani; d. potensi perekonomian daerah. Adapun pihak yang berwenang menetapkan jaringan trayek angkutan sungai dan danau sesuai pasal 12 (4, 5, 6) KM 73/2004 adalah: a. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan dalam kabupaten/kota, ditetapkan oleh Bupati/Walikota. b. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan antar kabupaten/kota dalam propinsi, ditetapkan oleh Gubernur. c. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan lintas batas antar Negara dan antar propinsi, ditetapkan oleh Gubernur tempat domisili perusahaan/pemilik kapal sebagai tugas Dekonsentrasi. Sedangkan untuk angkutan tidak dalam trayek yang tetap dan teratur (untuk penumpang, barang, dan hewan) dapat dilakukan dengan cara sewa/charter. Pelaksanaannya tidak dibatasi dalam trayek. Termasuk di dalamnya adalah angkutan wisata. (pasal 15 dan 16 KM 73/2004). H. Kegiatan Bongkar Muat Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal yang dilakukan melalui dermaga, gudang dan lapangan penumpukan di pelabuhan. Di dalam KM 14/2002 disebutkan Kegiatan usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal, dilakukan oleh: 1. Perusahaan Bongkar Muat melakukan kegiatan usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal, baik untuk kapal nasional maupun kapal asing yang diageni oleh perusahaan angkutan sungai dan danau. 2. Perusahaan Angkutan Sungai dan Danau Melakukan kegiatan bongkar muat barang terbatas hanya untuk kapal milik dan atau kapal yang dioperasikan secara nyata/charter terhadap : a. barang milik penumpang; b. barang curah cair yang dibongkar atau di muat dilakukan melalui pipa; c. barang curah kering yang dibongkar atau di muat melalui Conveyor atau sejenisnya; d. barang yang diangkut melalui kapal Ro-Ro; e. semua jenis barang di pelabuhan yang tidak terdapat Perusahaan Bongkar Muat.
12
Apabila di suatu pelabuhan umum tidak terdapat Perusahaan Bongkar Muat, maka kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal keagenan umum asing (General Agent) maupun keagenan kapal nasional, dapat dilakukan oleh Perusahaan Bongkar Muat di pelabuhan umum terdekat berdasarkan penunjukan perusahaan angkutan sungai dan danau yang mengageni. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi bongkar muat : Menurut ML. Palumian (1976:8) faktor-faktor yang mempengaruhi bongkar muat adalah : 1) Fasilitas bongkar muat; 2) Bangunan meliputi jalan-jalan raya, rel-rel kereta api, gudang Menurut Hery Gianto dkk, (1990:31) proses pembongkaran muatan sebagai benkut : 1) Menyiapkan dan menyangkutkan barang di dalam paka pada tali derek. 2) Mengangkut barang di atas dermaga. 3) Mendaratkan dan melepaskan barang. 4) Kran derek kembali ke palka untuk mengangkut barang selanjutnya, dan proses tersebut dilakukan berulang-ulang sampai barang habis, 5) proses tersebut disebut Hulk cycle. 2. Tindakan pencegahan bongkar muat untuk mengurangi kerugian/resiko operasional 3. Resiko kesalahan dalam pengawasan adalah : 4. Sebab-sebab terjadinya kelambatan dalam bongkar muat 1) Waktu yang terbuang untuk membawa muatan, memasang muatan pada kait muat (cargo hook), penyiapan alat bongkar muat, waktu terbuang pada saat membuka palka. 2) Tenaga buruh/'TKBM yang tidak cakap dan terampil 3) Peralatan bongkar muat yang kurang sempurna. 5. Peralatan bongkar muat Untuk mendukung operasi bongkar muat barang pada kapal barang maka perlu dilengkapi peralatan bongkar muat (cargo handling). Instalasi cargo handling terdiri dari beberapa peralatan yang saling mendukung. I. Perencanaan Dermaga Singgah Dan Tempat Tunggu (Terminal) Pelabuhan Sungai Dan Danau 1. Pengertian Menurut Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhan Pasal 1 (19) yang dimaksud dengan terminal fasilitas
13
pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang. 2. Fungsi terminal Pengelolaan terminal yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan, terkendali dan terarah berkaitan dengan : perencanaan, infrastruktur, system management dan informasi, lingkungan dan kerjasama serta pengaturan bebagai kepentingan yang aktif dalam kawasan terminal. 3. Fasilitas Pelabuhan Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No.53 tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan. Klasifikasi pelabuhan ditetapkan dengan memperhatikan: a. Fasilitas pelabuhan yang terdiri dan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang, b. Volume operasional pelabuhan, c. Peran dan fungsi pelabuhan. Fasilitas pokok meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran, Kolam pelabuhan, Fasilitas sandar kapal, Penimbangan muatan, Terminal penumpang, Akses penumpang dan barang ke dermaga, Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa, Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker), Instalasi air, listrik dan komunikasi, Akses jalan dan atau rel kereta api, Fasilitas pemadam kebakaran, Tempat tunggu kendaran bermotor sebelum naik ke kapal.
Fasilitas penunjang meliputi: a. Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan, b. Tempat penampungan limbah, c. Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan, d. Area pengembangan pelabuhan.
14
J. Sumber Daya Manusia Untuk Pengelolaan Angkutan Sungai dan Danau 1. Pengelolaan Sumber Daya Manusia Menurut Nkomo (1980) evolusi manajemen SDM melewait tiga tahap, yaitu; 1. Defenisi Stage : Yaitu ketika manajer personalia menyelenggarakan program-program yang kurang memberikan manfaat untuk kengurangi kekacauan karyawan dan kemungkinan perpecahan. 2. Perencanaan Manpower : dalam tahap ini digunakan kebutuhan pekerja dan perekrutan seleksik, training untuk menjamin terpenuhinya target manpower. 3. Manajemen SDM Strategis Ketika manajer SDM seharusnya lebih proaktif dalam memecahakan masalah manajemen perusahaan dan dalam memberikan kontribusi efektivitas organisasional yang lebih besar. 2. Reformasi Birokrasi Pengelolaan SDM yang mencakup analisis jabatan, manajemen karir, standar kompetensi, evaluasi jabatan, remunerasi, rekruitmen pegawai, assessment center, dan profiling kompetensi. BPK RI terus mengembangkan SDMnya baik secara kualitas dan kuantitas. Tabel 1 Contoh Bentuk Reformasi Birokrasi Dimensi
Kondisi Sebelum Reformasi Birokrasi Kriteria tidak spesifik sesuai kebutuhan
REKRUTMEN
POLA KARIR
-Mementingkan senioritas saja -Jabatan structural menjadi pilihan utama
Upaya yang Dilakukan Menyusun job description setiap jabatan dan formasi jabatan serta melibatkan pihak independen
Menyusun standar kompetensi dan pola karir, serta merancang assessment center
Kondisi Setelah Reformasi Birokrasi Berbasiskan job description, kompetensi dan kebutuhan, serta menggunakan pihak independen - Kompetensi penting dan ada assesment terlebih dahulu - Jabatan struktural dan fungsional merupakan jenjang karir yang sama
15
Dimensi
Kondisi Sebelum Reformasi Birokrasi Orientasi kepada administrasi kepegawaian
-Menyusun standar kompetensi -Melakukan job analysis, job evaluation dan job grading, -Menyempurnakan kurikulum dan modul diklat,
Sangat rendah dan rawan KKN
-Menyempurnakan peraturan internal mengenai kode etik dan disiplin pegawai yang transparan dan konsisten - Menerapkan absensi sidik jari Menyusun Individual Development Plan (IDP) dan menyusun Individual Performance Appraissal (IPA)
PENGELOLAAN
INTEGRITAS
Menunggu pekerjaan yang ditugaskan
PROFESIONALISME
REMUNERASI
16
Upaya yang Dilakukan
Sangat rendah, khususnya tunjangan kinerja tidak sebanding dengan resiko pekerjaan dan berada dibawah instansi lain
Menyusun peraturan internal mengenai pelaksanaan pembayaran remunerasi berdasarkan job analysis dan job grading
Kondisi Setelah Reformasi Birokrasi menariknya -Pengelolaan berbasis kompetensi, job analysis, job evaluation dan job grading - Training and development sinkron dgn individual plan -Tingkat kehadiran jauh meningkat mencapai 90% -Peningkatan jumlah pegawai yang mendapat reward maupun pusinhment Setiap individu merencanakan pekerjaan selama satu tahun dalam suatu IDP dan akan diukur kinerjanya melalui Indikator Kinerja Individu Disetujui perbaikan remunerasi bagi Pelaksana BPK oleh DPR per September 2007 dengan syarat program reformasi birokrasi berjalan baik.
3. Strategi Pembinaan Strategi Pembinaan Pegawai melalui diklat ada beberapa macam, diantaranya:
1) 2) 3) 4)
Diklat Berbasis Kompetensi Desentralisasi Penyelenggaraan Diklat Kontrol Bersama (Collective Control) Terhadap Kompetensi Penerapan Total Quality Management
K. Pengelolaan Limbah/Sampah Aktifitas Angkutan Sungai Dan Danau 1. Permasalahan Limbah/Sampah Angkutan Sungai dan Danau Evaluasi kelayakan teknis dan administratif untuk fasilitas sampah dapat mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : KEP-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya berkaitan dengan bagian penyimpanan dan pengumpulan limbah B3. Jenis pencemar pada umumnya berbeda-beda pada setiap kawasan pelabuhan, tergantung dari jenis kegiatan yang berlangsung dan juga lingkungan di sekitar pelabuhan, seperti limbah sampah, limbah cair, industri, minyak dan oli, curah padat, sedimentasi dan sanitasi. Sumber pencemaran yang biasa terdapat di kawasan pelabuhan terbagi menjadi 2 (dua) :
1) Land Based Activities : limbah pemukiman, limbah pertanian dan limbah industri.
2) Sea Based Activities : kegiatan industri perkapalan, pertambangan, minyak lepas pantai dan pelayaran (kapalkapal). 2. Pencegahan Pencemaran dari Kapal Pedalaman Pencegahan pencemaran dari kapal pedalaman sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal (8) huruf c meliputi pemenuhan terhadap persyaratan: a. Penampung minyak kotor 1) Setiap kapal pedalaman harus dilengkapi penampung minyak kotor (olly water) berasal dari bocoran minyak Mesinpenggerak bantu atau tumpahan lain yang volumenya ditentukan berdasarkan rumus : Ukuran volume Bak Penampung = 0,15 x C dalam satuan m3. Dimana C = pemakaian bahan bakar perhari
17
2) Penampung minyak kotor harus ditempatkan sedemikian rupa di kapal agar minyak dengan mudah dapat dipindahkan ke darat. b. Peralatan Peralatan pencegahan pencemaran yang diperlukan kapal pedalaman sungai adalah sebagai berikut:
a. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) kurang dari 7 (< 7) dan/atau kurang dari 20 m3 (< 20 m3), dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), huruf c, angka 1) dan Pasal 21 ayat (2) huruf a.
b. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) sama dengan atau lebih dari 7 (.7) s/d kurang dari 35 (< 35) dan/atau sama dengan atau lebih dari 20 m3 ( 20 m3) s/d kurang dari 100 m3 (< 100 m3),.dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), huruf c, angka 2) dan Pasal 21 ayat (2) huruf b.
c. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) sama dengan atau lebih dari 35 ( 35) s/d kurang dari 175 (<175) dan/atau sama dengan atau lebih dari 100 m3 ( 100 m3) s/d kurang dari 500 m3 (< 500 m3), dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), huruf c, angka 3) dan Pasal 21 ayat (2) huruf c, huruf d.
d. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) sama dengan atau lebih dari 175 ( 175) s/d kurang dari 300 (< 300) dan/atau sama dengan atau lebih dari 500 m3 ( 500 m3) s/d kurang dari 1000 m3 (< 1000 m3), dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sesuai Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak.
e. Kapal dengan ukuran isi kotor (GT) sama dengan atau lebih dari 300 ( 300) dan/atau sama dengan atau lebih dari 1000 m3 ( 1000 m3), dilengkapi dengan peralatan pencegahan pencemaran sesuai Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran oleh Minyak. L. Ticketing Dan Penjadwalan Angkutan Sungai Dan Danau 1. Penjadwalan Untuk memberikan pelayanan angkutan yang teratur perlu dilakukan penjadwalan pelayanan ASDP. Dengan adanya jadwal
18
akan mempermudah masyarakat maupun pengguna jasa layanan ASDP untuk mengatur perjalanan yang akan dilakukannya. 2. Komponen jadwal Dalam penyusunan jadwal diperlukan informasi mengenai waktu perjalanan, waktu sandar yang diperlukan untuk menghitung waktu putar kapal sebagai masukan utama dalam penyusunan jadwal kapal. 3. Waktu perjalanan Waktu yang dibutuhkan untuk berlayar anatara pelabuhan tergantung kepada jarak antara pelabuhan dan kecepatan rerata perjalanan kapal, yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: T= Dimana : T = waktu perjalanan dari pelabuhan awal sampai pelabuhan akhir, jam S = Jarak antara pelabuhan awal ke pelabuhan akhir, nautical mile v = Kecepatan jelajah kapal, knots 4. Waktu sandar Waktu sandar adalah waktu yang dibutuhkan untuk kapal bersandar dimulai dari saat kapal merapat di dermaga, moring kapal ke dermaga, membuka pintu rampa (untuk kapal Ro-ro), menurunkan dan menaikkan penumpang, barang, ataupun kendaraan dari dan ke kapal. Selanjutnya menutup pintu rampa melepas tali temali kapal untuk kemudian berlayar kembali. 5. Waktu putar Waktu putar atau disebut juga sebagai Round Trip Time (RTT) adalah waktu yang dibutuhkan oleh kapal untuk membuat satu kali perjalanan pulang pergi termasuk waktu yang dibutuhkan kapal untuk sandar di dermaga. RTT = (T+W) x 2 Dimana: RTT = waktu putar T = Waktu perjalanan satu trip W = waktu sandar 6. Waktu Antara Waktu antara atau dikenal juga sebagai Headway adalah waktu antara dua sarana angkutan untuk melewati suatu titik/tempat
19
perhentian dalam hal ini pelabuhan atau dermaga. Semakin kecil waktu antara semakin tinggi kapasitas angkut. Waktu antara rata-rata dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
7. Pelaksanaan Penjadwalan Pelaksanaan penjadwalan untuk pelayanan angkutan perlu dijadwalkan agar diketahui oleh masyarakat pengguna dan dapat dijadikan acuan dalam perencanaan perjalan pemakai sistem angkutan sungai danau dan penyeberangan. 8. Penjadwalan trip Untuk merencanakan jadwal trip antara dua pelabuhan dengan menggunakan contoh diatas dapat mengikuti pola untuk 1, 2, 3 atau 4 kapal sebagaimana ditunjukkan pada grafik perjalanan kapal berikut:
Gambar 3 Contoh Perencanaan Trip Kapal Susunan jadwal penyelenggaraan angkutan sungai dan danau dari gambar diatas ditunjukkan dalam daftar berikut ini:
20
Tabel 2 Contoh penjadwalan untuk 1 kapal yang melayani angkutan antara pelabuhan A dan Pelabuhan B
Sedang kalau pelayanan dengan 4 kapal jadwal akan menjadi seperti ditunjukkan pada daftar berikut ini: Tabel 3 Contoh penjadwalan untuk 4 kapal yang melayani angkutan antara pelabuhan A dan pelabuhan B
9. Penjadwalan pelayanan beberapa persinggahan Untuk penjadwalan pelayanan angkutan sungai danau dengan beberapa persinggahan hampir sama dengan penjadwalan pelayanan trip sepasang lintas kecuali adanya tambahan waktu sandar di pelabuhan/terminal antara.
21
Gambar 4 Grafik Perjalanan Kapal 10.Gangguan dalam mengikuti jadwal Berbagai gangguan/permasalahan operasional yang dapat timbul dalam menyelenggarakan angkutan sungai danau untuk menepati jadwal diantaranya ditimbulkan oleh: a. Ganguan cuaca, b. Kapal mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi c. Kapal terdampar atau tersangkut di karang d. Kapal harus keluar dari pelayanan karena akan menjalankan pemeriksaan dan perawatan rutin, e. Kapal keluar dari pelayanan untuk pengisian bahan bakar, air bersih, atau pergantian awak kapal ataupun istirahat. 11. Publikasi jadwal Sosialisasi jadwal sangat perlu dilakukan untuk memberikan kepastian kepada para pelanggan yang akan merencanakan perjalanan terutama untuk pelayanan yang jarang semisal sekali dalam sehari atau sekali dua hari, tetapi tetap penting untuk pelayanan yang kerap semisal sekali dalam 20 menit.
22
BAB III METODE PENELITIAN A. Pola Pikir Pekerjaan Proses pelaksanaan kegiatan pelaksanaan pembuatan pedomanharus memperhatikan sejumlah teori dan peraturan perundangan yang berlaku terkait dengan transportasi sungai dan danau (acuan normatif/instrumental input), khususnya peraturan perundangan terkait dengan: 1. 2. 3. 4. 5.
UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Pelayaran UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah PP No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional PP No. 22 Tahun 2011 Tentang Angkutan di Perairan Kepmenhub No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai 6. International Maritime Organization (IMO) Dalam KAK Butir 2 disampaikan mengenai uraian kegiatan dan batasan kegiatan yang diembankan oleh pemberi kerja kepada konsultan. Ketentuan tersebut menjadi batasan lingkup kerja atau proses studi (scope-of-work/processes) yang harus dilakukan konsultan, yang mencakup kegiatan: 1. Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi sungai dan danau yang terkait dengan instansi lain; 2. Inventarisasi kebijakan pengembangan transportasi sungai dan danau di masing-masing instansi terkait; 3. Inventarisasi dan mengevaluasi pedoman di bidang transportasi angkutan sungai dan danau. 4. Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masing-masing instansi; 5. Menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau sebagai akibat kurangnya koordinasi dan efektifitas pedoman di bidang transportasi sungai dan danau; 6. Melakukan studi literatur / benchmarking penyusunan pedoman transportasi sungai dan danau dari negara lain. 7. Menyusun rancangan naskah akademik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. 8. Merumuskan rancangan naskah akademik konsep Pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, meliputi: a. Pedoman perhitungan jumlah dan kapasitas alat bongkar / muat barang serta produktifitas bongkar / muat barang di pelabuhan sungai dan danau;
23
b. Pedoman tata cara pengukuran, desain dan pengerjaan kapal kayu sungai dan danau; c. Pedoman tata cara penetapan jaringan trayek sungai; d. Pedoman pengembangan sumber daya manusia untuk pengelolaan angkutan sungai dan danau. e. Pedoman pengelolaan limbah/sampah aktifitas angkutan sungai dan danau f. Pedoman ticketing dan penjadwalan angkutan sungai dan danau g. Pedoman perencanaan dermaga singgah dan tempat tunggu (terminal) pelabuhan sungai dan danau. 9. Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Palangkaraya, Pekanbaru, Jambi, dan Jayapura. Kemudian dalam KAK Butir 4 disampaikan pula indikator keluaran dan keluaran (outputs) yang diharapkan dari pekerjaan ini yaitu:
tersusunnya 4 (empat) laporan studi yaitu laporan pendahuluan, laporan interim, rancangan laporan akhir dan laporan akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan studi penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dan 7 (tujuh) konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. Indikasi mengenai kinerja konsultan adalah diperolehnya keluaran kegiatan yang dapat ditindaklanjuti oleh pemberi kerja sehingga menghasilkan sasaran (outcomes) dan manfaat/dampak (benefits/impacts) sesuai dengan maksud dan tujuan dilaksanakannya pekerjaan ini.
Berdasarkan pemaparan mengenai isu strategis, lingkungan strategis, instrumental input, dan konteks hasil kegiatan yang disampaikan sebelumnya, dapat disusun suatu diagram mengenai pola pikir pekerjaan sebagaimana disampaikan pada Gambar 5. B. Alur Pikir Pelaksanaan Studi dan Metode Pelaksanaan Alur pikir penyusunan standarisasi mengikuti Gambar 5. Alur pikir pelaksanaan studi disajikan dalam Gambar 6 yang secara umum meliputi tahap kajian literatur, identifikasi lapangan, analisis penyusunan standarisasi dan penyusunan rekomendasi kebijakan berupa naskah akademik.
24
Mengkaji
Mengumpulkan
peraturan
data fisik lapangan
perundangan
sarana/prasarana
terkait angkutan
sungai & danau di
sungai & danau di
lokasi survei
Mengumpulkan data SDM, kegiatan operasi sarana/prasarana sungai & danau dari para stakeholder
Inventarisasi
Menganalisis
Mengidentifikasi
definisi standar
kelaikan teknis
pola kegiatan
Indonesia
dan kelaikan
sarana/prasarana
operasi
sarana/prasarana
sungai & danau di
sarana/prasarana
sungai & danau di
lokasi survei
sungai & danau
Me-review kegiatan operasi sarana/prasarana sungai & danau di beberapa negara dalam rangka benchmarking Menginventarisasi best practice kegiatan operasi sarana/prasarana sungai & danau di beberapa negara
Indonesia
Identifikasi elemenelemen standar teknis sarana/prasarana dan kegiatan operasional sungai & danau di Indonesia Menyusun naskah akademik standar teknis di bidang angkutan sungai & danau
Gambar 5 Alur Pikir Penyusunan Naskah Pedoman Kegiatan studi penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dilaksanakan melalui survei di lapangan dalam pengumpulan data primer dan sekunder sesuai dengan lokasi survei dan diskusi interaktif dengan pakar di bidang transportasi sungai dan danau baik di pusat maupun di daerah. Diharapakan dengan survei langsung di lapangan, maka akan mendapatkan data primer yang sebenarnya. Ditambah lagi dengan adanya diskusi dengan pakar, sehingga data yang dihasilkan diharapkan memenuhi target.
25
Gambar 6 Bagan Alir Pekerjaan
26
C. Lokasi dan Waktu Penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dipandang perlu dilaksanakan untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien. Studi penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dilaksanakan di Jakarta. Namun untuk survei lapangan, disesuaikan dengan lapangan yang telah disepakati sebelumnya. Lokasi survei kegiatan ini dilakukan di Palangkaraya, Pekanbaru, Jambi, dan Jayapura serta menggunakan benchmarking Bangkok, Thailand. Jangka waktu pelaksanana pekerjaan Studi penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau adalah selama 8 (delapan) bulan. D. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan 1. Pendefinisian Kata Kunci Sesuai judul dari pekerjaan ini, maka pada dasarnya terdapat beberapa kata kunci yang harus dipahami dalam konteks pekerjaan ini, yaitu: a. Pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat (PP 25/2000) b. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau (pasal 1 (14 PP 61/2009 tentang Kepelabuhanan) 2. Konteks Kegiatan di Bidang Transportasi Sungai dan Danau Keberadaan pedoman ini akan dapat memberikan panduan kepada semua pihak terkait sehingga dapat menjalankan tugas/kepentingan/kewenangannya masing-masing secara baik dan benar dalam rangka mencapai tujuan demi kelancaran dan keselamatan transportasi sungai dan danau.
27
pelabuhan
pengusahaan dan perawatan
Operasional , SDM,
Fasilitas pelabuhan
Penentuan lokasi pelabuhan
perairan
Bangunan atau instalasi di
alur pelayaran
Penyelenggaraan fasilitas
perlintasan
Penetapan alur dan Pemilik kapal/pengusaha angkutan Unit penyelenggara/badan usaha pelabuhan sungai dan danau Inspektur sungai dan danau Penyelenggara alur pelayaran Pengusaha Pembangunana Kapal
TUGAS/KEWENANGAN DAN KEPENTINGAN
PIHAK TERKAIT/STAKEHORDERS
Awak kapal sungai dan danau
TUJUAN, KRITERIA/PERSYARATAN - Struktur organisasi - Pembagian tugas dan kewenangan - Standard Operational Procedure/tata kerja
Gambar 7 Kerangka konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau E. Prosedur Pelaksanaan Analisis 1. Metoda Penyelesaian Ruang Lingkup Pekerjaan Sesuai KAK Butir 2.2 terdapat 8 batasan/lingkup kegiatan yang diembankan kepada konsultan untuk dilaksanakan yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai: (1) Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Palangkaraya, Pekanbaru, Jambi, Jayapura. (2) Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi sungai dan danau yang terkait dengan instansi lain, (3) Inventarisasi kebijakan pengembangan transportasi sungai dan danau di masingmasing instansi terkait, (4) Inventarisasi dan mengevaluasi pedoman di bidang transportasi angkutan sungai dan danau, (5) Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masingmasing instansi, (6) Menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau, (7) Menyusun rancangan naskah akademik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, dan (8) Merumuskan rancangan naskah akadernik Konsep Pedoman di bidang transportasi sungai dan danau.
28
2. Tahapan pelaksanaan analisis (framework of analysis) Berdasarkan hasil pemetaan terhadap lingkup kegiatan serta metoda penyelesaian yang diusulkan, maka dapat disusun suatu bagan alir kerangka kerja (framework) pelaksanaan analisis yang akan dilakukan seperti yang disampaikan pada Gambar 8. SURVEI/PENYIGIAN
Data Kepelabuhanan SD
Kondisi eksisting Fasilitas (sarana/prasaran a) Volume bongkar/muat Operasional kepelabuhanan Sistem pelaksanaan bongkar/ muat di pelabuhan,dsb
Data kapal SD & Lingkungan
Data Pengusahaan Angkutan SD
Pelaksanaan
Data Volume Lalu
pembangunan dan pengerjaan kapal SD Pengelolaan limbah sampah aktifitas angkutan sungai dan danau
lintas angkutan SD Data Trayek dan Jumlah kapal SD Cara penetapan jaringan trayek SD Ticketing dan penjadwalan angkutan sungai dan danau, dsb.
ANALISIS METODE KERJA
Data Kegiatan & Kebijakan SD
Operasional
Bongkar/ Muat Pembangunan Kapal Penetapan jaringan trayek Penarifan Kapal Dsb.
ANALISIS
Data Pedoman/ Peraturan Terkait
Operasional Bongkar/ Muat
Pembangunan Kapal
Penetapan jaringan trayek
Penarifan Kapal Penjadwalan trayek
Dsb.
ANALISIS PENGELOLAAN
KEWENANGAN
GAP ANALYSIS
Analisis kegiatan di bidang transportasi sungai dan danau
Pemenuhan kriteria/ standar teknis Pelaksanaan prosedur pengoperasian, dan pengusahaan pelabuhan
Pengusahaan angkutan SD Pelaksanaan penggalangan kapal
PERUMUSAN
Draft produk legal
Naskah akademis Konsep pedoman
Gambar 8 Tahapan pelaksanaan analisis (framework of analysis)
29
F. Metoda Pengumpulan Data Untuk menyelesaikan seluruh kegiatan pada studi ini sesuai dengan framework of analysis yang telah disusun pada Gambar 8 dibutuhkan data-data penunjang. Data-data ini dikumpulkan dengan berbagai metoda pengumpulan data. Namun untuk lebih mengefektifkan waktu dan biaya perlu diidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan data yang disesuaikan dengan analisis yang dilakukan. Dari listing kebutuhan data dapat diidentifikasi metoda pengumpulan data yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan data tersebut. 1. Data-Data yang Dibutuhkan Jenis data dan sumber potensial untuk setiap data yang dibutuhkan untuk kegiatan ini disampaikan pada Tabel 4. Data yang dibutuhkan dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya seperti data dokumen perencanaan, peraturan terkait, data dan informasi lapangan, literatur/studi terdahulu Tabel 4 Jenis data yang dibutuhkan dan potensi sumbernya No 1.
Kelompok Data Data Kepelabuhanan sungai dan danau
2.
3.
4.
-
Jenis Data Data pelabuhan eksisting; Data fasilitas pelabuhan; Data volume bongkar/muat barang, Data peralatan yang digunakan untuk B/M Metode bongkar/muat barang Jenis Barang yang diangkut kapal SD dsb.
Data Kapal sungai dan danau & lingkungan
-
Jaringan trayek angkutan SD Volume lalulintas kapal SD Kinerja pelayanan, dsb. Pencemaran limbah di sungai
Data pengusahaan angkutan sungai dan danau
- Jaringan
Data terkait dan penggalangan/ Pembangunan kapal sungai dan danau
-
30
-
Sumber Potensial - Dept/dinas Perhubungan Perusahaan/ Koperasi Jasa Bongkar / Muat - Penyelenggara pelabuhan - Survei wawancara - Survei lapangan - Dept/dinas Perhubungan - Operator angkutan Syahbandar - Survei lapangan Dept/dinas Lingkungan
trayek angkutan SD & cara penetapannya Jumlah dan kualifikasi kapal Sistem/tata kerja/SOP Data tarif kapal, dsb. Ticketing dan penjadwalan angkutan sungai dan danau
- Dept/dinas Perhubungan - Penyelenggara angkutan SD - Operator angkutan - Survei wawancara - Survei lapangan
Jenis & Jumlah kapal Bengkel kapal Tempat pembuatan kapal Metode pembuatan kapal Bahan pembuatan kapal Suplay bahan dan komponen kapal
- Dept/dinas Perhubungan - Penyelenggara angkutan SD - Operator angkutan Perusahaan/
No
Kelompok Data
Jenis Data - Tempat pengujian kelayakan kapal (asli & model)
Sumber Potensial Koperasi/ Pengusaha Penggalangan kapal - Survei wawancara - Survei lapangan
Selain data-data diatas yang terkait dengan transportasi di sungai dan danau juga diperlukan beberapa data pendukung (data sekunder) sebagai referensi seperti berikut: a. Data regulasi yang ada (UU, PP dan Kepmen), b. Standar-standar internasional yang terkait. Survei lapangan dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan dengan metodologi survei adalah pengamatan lapangan dan wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau di lapangan. 2. Metoda Survei Yang Digunakan Untuk mempermudah proses mendapatkan data yang dibutuhkan di atas, maka perlu disusun suatu metoda pengumpulan data yang komprehensif dan terstruktur sehingga dapat memanfaatkan waktu yang disediakan sesuai arahan dalam KAK. Untuk itu dalam kegiatan ini digunakan sejumlah metoda survei sebagai berikut: a. Survei data sekunder (instansional) dilakukan untuk mengumpulkan literatur serta data sekunder di instansi terkait baik di pusat maupun di daerah. Data-data sekunder ini meliputi: 1) Instansi Departemen Perhubungan untuk memperoleh data mengenai peraturan terkait, serta data-data mengenai sarana, prasarana, dan operasional, perawatan, pengusahaan, lalulintas dan pembangunan kapal angkutan sungai dan danau yang ada di Pusat; 2) Instansi Dinas Perhubungan untuk mendapatkan data mengenai sarana, prasarana, dan operasional, perawatan, pengusahaan, lalulintas dan pembangunan kapal angkutan sungai dan danau yang ada di Daerah; 3) Operator angkutan untuk mendapatkan data perusahaan dan operasional kapal sungai dan danau; 4) Instansi Penggalangan kapal untuk mendapatkan data mengenai pembuatan kapal angkutan sungai dan danau; b. Survei primer (lapangan) yang meliputi: 1) Survei pengamatan lapangan pada lokasi pelaksanaan kegiatan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi dan operasional dari sarana, prasarana, lalu lintas dan pembangunan kapal sungai dan danau; 2) Pengambilan gambar sebagai dokumentasi kegiatan dan sebagai bahan dalam penyusunan animasi.
31
c. Survei wawancara/kuisioner stakeholders yang meliputi: 1) Survei wawancara kepada aparatur di Daerah untuk mengetahui kegiatan dan permasalahan operasional, lalulintas dan perawatan pelabuhan dan angkutan sungai dan danau; 2) Survei wawancara kepada wakil masyarakat (LSM, akademisi, anggota parlemen) untuk mengetahui harapan publik mengenai tingkat pelayanan lalu lintas sungai dan danau; 3) Survei wawancara kepada operator angkutan untuk mengetahui permasalahan penyediaan dan operasional kapal sungai dan danau. Contoh form survei (kuisoner) dilampirkan pada lampiran 1. G. Tata Cara Penyusunan Pedoman a. Perumusan Pedoman Prinsip dasar yang harus diterapkan dalam proses perumusan pedoman: a. b. c. d. e.
transparansi dan keterbukaan konsensus dan tidak memihak efektif dan relevan koheren dimensi pengembangan
Perumusan pedoman harus memperhatikan sejumlah ketentuan sebagai berikut. a. Tidak dimaksudkan atau berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan yang berlebihan atau yang tidak diperlukan. b. Sedapat mungkin harmonis dengan standar internasional yang telah ada (mengadopsisatu standar internasional yang relevan) sejauh ketentuan tersebut memenuhi kebutuhan dan obyektif yang ingin dicapai serta sesuai dengan faktor-faktor kondisi klimatik, lingkungan, geologi dan geografis, kemampuan teknologi serta kondisi nasional yang spesifik lainnya. c. Apabila tidak mengacu pada satu standar internasional yang relevan (ada beberapa standar yang digunakan) maka harus dilakukan validasi terhadap hasil rumusan tersebut. d. Ketentuan sejauh mungkin menyangkut pengaturan kinerja dan menghindarkan ketentuan yang menyangkut pengaturan cara pencapaian kinerja (bersifat preskriptif). b. Ketentuan Teknis Dalam Perumusan Pedoman Perumusan pedoman perlu memperhatikan sejumlah aspek di bawah ini.
32
a. Satuan ukuran yang dipergunakan adalah Satuan Sistem Internasional sesuai SNI 19-2746, Satuan sistem internasional. b. Ketentuan tentang pelaksanaan penilaian kesesuaian terhadap persyaratan, pedoman, karakteristik, dan ketentuan teknis lain sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) cara pengambilan contoh termasuk pemilihan contoh dan metode pengambilannya; 2) batas dan toleransi untuk parameter pengukuran; 3) urutan pengujian apabila mempengaruhi hasil pengujian; 4) jumlah spesimen yang perlu diuji; 5) metode dan jenis pengujian parameter yang tepat, benar, konsisten dan tervalidasi; 6) spesifikasi yang jelas dari peralatan pengujian yang tidak dapat diperoleh secara komersial (customized product). c. Metode pengujian sejauh mungkin mengacu metode pengujian yang baku, baik yang telah ditetapkan dalam SNI, standar internasional, atau standar lain yang telah umum dipergunakan. Apabila metode uji yang dipergunakan bukan metode uji baku, metode tersebut harus divalidasi oleh laboratorium yang kompeten. c. Adopsi Standar Internasional dan Publikasi Internasional Standar ISO/IEC secara luas diadopsi oleh banyak negara dan diterapkan oleh pabrikan, organisasi perdagangan, pembeli, konsumen, laboratorium pengujian, regulator dan pihak lain yang berkepentingan. H. Metoda Perumusan Naskah Akademis dan Draft Pedoman 1. Metoda Perumusan Naskah Akademis Perumusan naskah akademis akan mengikuti prosedur yang ada dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2005 dan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan. Adapun hasilnya akan berupa suatu dokumen naskah akademis yang berisi beberapa substansi seperti yang disampaikan pada Tabel 5. Dengan isi dan muatan dari naskah akademis tersebut diharapkan pengaturan yang disusun dapat dipertanggungjawabkan secara legal dan akademis serta implementable.
33
Tabel 5 Ilustrasi isi dari dokumen naskah akademis Bab A. PENDAHULUAN
1. 2. 3. 4. 5.
B. RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK
C. KESIMPULAN DAN SARAN
D. LAMPIRAN
1.
2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Daftar Isi Latar Belakang Tujuan dan Kegunaan yang ingin dicapai Metode Pendekatan Materi Muatan Inventarisasi Peraturan Perundangundangan Umum a. Pengertian-pengertian b. Asas-asas Materi Sanksi Peralihan Penutup Perlunya pengaturan Jenis/bentuk pengaturan Pokok-pokok materi yang perlu diatur Daftar kepustakaan Inventarisasi Peraturan Perundangundangan Hasil kajian atau penelitian atau makalah-makalah yang membahas materi hukum yang bersangkutan.
Muatan pokok Apa yang menjadi landasan dari pengaturan yang disusun, baik secara akademis, sosiologis, maupun legal
Apa saja pokok-pokok pengaturan yang harus dimuat dalam peraturan sebagai pedoman bagi pihak terkait untuk menjalankan perannya masing-masing Apa saja hal-hal utama yang harus diperhatikan dari produk pengaturan yang disusun Data-data dan informasi yang diperlukan sebagai pendukung dari pengaturan yang disusun
2. Metoda Perumusan Draft Pedoman Penulisan draft pedoman dalam bentuk Rapermen/Raperdirjen akan meningkuti peraturan yang berlaku di lingkungan Departemen Perhubungan dimana substansinya akan terdiri dari: a. Dasar hukum penetapan peraturan: terkait dengan sejumlah peraturan perundangan yang dirujuk dalam peraturan; b. Definisi-definisi: beberapa definisi penting yang harus diperhatikan dalam peraturan yang dijadikan sebagai acuan pengertian dalam ketentuan selanjutnya; c. Ketentuan pokok: berisi mengenai pokok-pokok pengaturan yang dimuat dalam peraturan; d. Ketentuan peralihan: berisi mengenai konsekuensi legal dari pengaturan ini terhadap kondisi eksisting maupun pengaturan yang telah ada; e. Ketentuan penutup: berisi mengenai pemberlakukan dari peraturan ini. Penyusunan pedoman ini, khususnya mengenai metoda-metoda dan prosedur manajemen lalulintas sungai dan danau akan mengikuti tatacara penyusunan Pedoman yang ditetapkan oleh BSN.
34
BAB IV HASIL SURVEY LOKASI STUDI
A. Gambaran Transportasi Sungai dan Danau
1. Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru dibelah oleh Sungai Siak, yang merupakan sungai yang sangat penting sebagai prasarana angkutan sungai yang mengalir dari barat ke timur. Memiliki beberapa anak sungai antara lain : Sungai Umban Sari, Air Hitam, Siban, Setukul, Pengambang, Ukui, Sago, Senapelan, Limau, Tampan dan Sungai Sail. Sungai Siak juga merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya. Prasarana sungai di Pekanbaru mengalami perkembangan pesat pada tahun 2005 dengan semakin bertambahnya jumlah penumoang yang menggunakan layanan angkutan sungai dan danau. Beberapa rute yang terlayani termasuk dalam alur transportasi sungai Provinsi Riau. Sungai Siak merupakan sungai yang memiliki kedalaman cukup tinggi bagi pelayaran (8-21 meter), sehingga dapat memberikan kemudahan bagi kapal-kapal dengan berbagai variasi kutan untuk menyusuri sungai Siak. Beberapa rute yang masuk dalam layanan transportasi sungai diantaranya. a. Kota Pekanbaru melalui Sungai Siak melayani hubungan antar pusat-pusat permukiman di kabupaten-kabupaten bersangkutan termasuk Pelalawan pada lintasan Sei Duku (Pekanbaru) – Perawang – Butan – Siak- Sri Indripura – Sei Apit – Sei Pakning – Bengkalis. b. Kabupaten Rokan Hilir melalui Sungai Rokan melayani hubungan antar pusat-pusat permukiman di Kabupaten Rokan Hilir, yakni lintasan: Bagan Siapiapi – Pulau Halang – Panipahan. c. Kabupaten Indragiri Hilir melalui Sungai Indragiri yang melayani hubungan antar pusat-pusat permukiman di Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Indragiri Hulu pada lintasan antara Rengat – Tembilahan – Enok – Kuala Enok – Kuala Lahang – Teluk Kambang – Pulau Kijang – Sei Guntung. d. Kabupaten Kampar melali Sungai Kampar melayani hubungan antar pusat-pusat permukiman di Kabupaten bersangkutan pada lintasan Pangkalan baru – Langgam – Nilo Kerinci – Teluk Meranti.
35
e. Kabupaten Bengkalis melalui Selat Bengkalis melayani hubungan pusat-pusat permukiman di Pulau Bengkalis dan Pulau Sumatera pada lintasan Bengkalis – Sungai Pakning dan Bengkalis – Mengkapan (Air putih).
2. Palangkaraya Kota Palangkaraya dibelah oleh Sungai Kahayan yang mempunyai arti penting bagi transportasi untuk menghubungkan pusat Ibu kota Kalimantan Tengah dengan kota-kota lain di pedalaman maupun pesisir seperti Pangkalan Bun dan Sampit sebagai gerbang masuk Kalimantan Tengah. Oleh karena itu fungsi sungai dan dermaga menjadi sangat vital bagi pergerakan barang, penumpang dan jasa di kota Palangkaraya. Walaupun secar perlahan moda transportasi SDP mulai tergusur oleh moda transportasi darat, namun untuk angkutan barang antar kabupaten di propinsi Kalimantan Tengah jalur transportasi melalui sungai masih menjadi pilihan utama. Prasarana angkutan sungai di Kojta Palangkaraya adalah dermaga,yaitu ada 6 sungai ; 1) Rambang, 2) Flamboyan, 3) Tangkiling, 4) K.Bangkirai, 5) Sei Gohong, 6) Tj.Pinang. Saat ini semua dermaga tersebut sedang dilakukan rehabilitasi guna menambah kapasitas. Pada saat ini lintas Banjarmasin – Palangkaraya atau sebaliknya dilayani oleh angkutan sungai tanpa harus memutar keluar keluar melalui laut jawa dan masuk lagi ke pulang Pisa uterus ke Palangkaraya. Pada tahun 2006 tercatat jumlah penumpang yang menggunakan sarana angkutan sngai berdasarkan OD survey tahun 2005 sebanyak 8.073.225 juta penumpang. Produktifitas angkutan sungai lintas Kalimantan Tengah – Kalimantan Selatan dengan menggunakan speed boat cukup tinggi namun setelah dibukanya jalan darat antara lintas Banjarmasin- Palangkaraya penumpang angkutan sungai semakin berkurang, mengingat waktu tempuh dan factor keamanan menjadi pertimbangan.
3. Jambi Sungai merupakan salah satu akses transportasi penting di Jambi. Sejak zaman Sriwijaya yang sering berhubungan dagang dengan dunia luar telah menjadikan Sungai Batanghari menjadi penghubung penting dimasa itu.Saat ini pun perahu masih menjadi sarana vital. Transportasi bagi roda perekonomian, seperti menjual es balok, sayuran, makanan, atau buah-buahan dan alat angkutan untuk anak-anak sekolah. Perahu sudah menjadi kehidupan mereka sehari-hari. Modal transportasi berupa jalan darat tidak mematikan moda transportasi Sungai Batanghari ini. Banyak kelebihan moda ini bagi
36
masyarakat sekitar sungai. Perahu ketek selain digunakan sebagai angkutan penumpang, juga sebagai alat mengangkut barang, dan tempat berjualan. Panjang perahu ketek umumnya 7 meter dan lebar 1,5 meter. Mesin motor yang digunakan antara lain Yanmar TS 70, menggunakan bahan bakar solar. Dan, perahu ketek juga tetap tidak menyediakan bangku. Para penumpangnya duduk di atas papan, yang dipasang melintang di perahu. Setiap perahu mampu mengangkut penumpang maksimal 20 orang. Sejalan perkembangan alat transportasi darat, penggunaan perahu ketek oleh warga Jambi mulai berkurang. Lalu lintas pergerakan menggunakan transportasi darat (jalan raya) lebih mendominasi. Saat ini terdapat beberapa pelabuhan sungai, antara lain di Bom Baru (Kota Jambi), Ma Bulian, Ma Tembesi, Suak Kandis (Kab. Batanghari), Sei Bengkal, Ma Tebo (Kab. Muara Tebo), Pauh, Sarolangun, Puding, Rantau Rasau, Nipah Panjang, Seil Lokan, Mendahara, dan Kampung Laut (Kab. Tanjung Jabung). Dermaga Kuala Tungkal dan Dermaga Sengeti merupakan dua dermaga yang memilikiaktivitas cukup tinggi.
4. Jayapura Danau Sentani di Papua terletak antara 20.33 hingga 2041 LS dan 1400.23 sampai 1400 38 BT. Berada 70 – 90 m di atas permukaan laut. Selain itu, danau yang oleh penduduk setempat digunakan sebagai sarana transportasi ini terletak juga di antara pegunungan Cyclops. Sumber air Danau Sentani berasal dari 14 sungai besar dan kecil dengan satu muara sungai, Jaifuri Puay. Di wilayah barat, Doyo lama dan Boroway, kedalaman danau sangat curam. Sedangkan sebelah timur dan tengah, landai dan dangkal, Puay dan Simporo. Disini juga terdapat hutan rawa di daerah Simporo dan Yoka. Dalam beberapa catatan disebutkan, dasar perairannya berisikan substrat lumpur berpasir (humus). Pada perairan yang dangkal, ditumbuhi tanaman pandan dan sagu. Luasnya sekitar 9.360 Ha dengan kedalaman rata rata 24,5 meter. Disekitaran danau ini terdapat 24 kampung. Tersebar dipesisir dan pulau-pulau kecil yang ada ditengah danau. Terdapat beberapa pelabuhan di Danau Sentani yaitu Pelabuhan Yoka, Yahim, Yabaso, Puay, Ayapo, Telaga Maya, Abar, Putali, Kamiyaka, dan Simporo. Trayek angkutan di Danau Sentani telah tersedia dan menghubungkan wilayah-wilayah sekitar dengan jarak maksimal hingga 15,5 mil di wilayah Yondai. Selain itu, angkutan sungai dan danau di Sentani juga menyediakan rute/ trayek jarak dekat missal di Yoboi, ataupun Telaga Maya dengan jarak kurang dari 5 mil dengan waktu tempuh kurang 2 jam.
37
B.
Benchmarking Bangkok Thailand Angkutan perairan di Thailand dapat dibedakan menjadi 2 moda: a. Angkutan Sungai (Inland waterway Transportation) dan b. Angkutan Laut (Coastal Transportation) Angkutan sungai terdiri dari jalur yaitu jalur nasional (domestic transportation) dan jalur lintas Negara (overseas transportation).
Gambar 9 Jaringan lintas angkutan Perairan di Thailand Di Bangkok, Chao Phraya adalah arteri transportasi utama untuk jaringan yang luas dari bus sungai-sungai lintas feri dan taksi air, juga dikenal sebagai longtails Lebih dari 15 baris perahu beroperasi pada sungai dan kanal-kanal kota, termasuk jalur komuter yang terkoneksi satu sama lain dalam sistem transportasi sungai di wilayah tersebutLokasi Sungai Chao Phraya adalah 13 N, 100 E. Daerah ini memiliki iklim monsoon basah, dengan lebih dari 1.400 mm curah hujan per tahun dan suhu mulai dari 33 ° C sampai 24 ° C di Bangkok. Jembatan utama yang salib Chao Phraya berada di Provinsi Bangkok: di Rama VI rel-jalan jembatan; Phra Pin-klao dekat Grand Palace , Rama VIII , sebuah menara tunggal asimetris jembatan kabel; Rama IX , semi- simetris jembatan kabel, dan Jembatan mega , bagian dari Ring Road Industri.
38
BAB V PEMBAHASAN
A. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Operasional Transportasi Sungai Dan Danau
Penyelenggaraan
Transportasi Sungai dan Danau merupakan angkutan massa yang tidak lepas dari berbagai masalah yang senantiasa mengiringi perkembangan transportasi air tersebut. Beberapa masalah dan kendala dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau. Berikut penjelasan & informasi permasalahan-permasalahan yang di hadapi di beberapa lokasi survei : 1. Pekanbaru Perkembangan Angkutan sungai dan danau di Pekanbaru cukup bagus namun masih terdapat beberapa permasalahan yang tidak begitu signifikan pengaruhnya terhadap perkembangan Angkutan sungai dan danau di Pekanbaru yang dapat diatasi untuk beberapa waktu kedepan, permasalahan tersebut diantaranya: Ketersediaan peralatan kerja guna mendukung kegiatan operasional pelabuhan masih sangat minim. Sehingga perlu dilakukan pengadaan perlengkapan yang memadai. Peralatan kerja di lapangan masih sangat sederhana. Kebutuhan peralatan lapangan sangat diperlukan untuk mendukung peningkatan pelayanan pelabuhan. Sistem tarif dan tiket masih harus diperbaiki karena pendapatan pelabuhan masih belum menutupi pengeluaran operasional. 2. Palangkaraya Berikut permasalahan-permasalahan yang dihadapi penyenggaraan transportasi sungai di Palangkaraya :
dalam
Alur sungai, banjir/kanal kurang perawatan, banjir macet akibat sedimentasi; Kekurangan fasilitas prasarana sungai seperti rambu sungai; Dermaga yang ada masih konvensional dan sudah banyak yang rusak; Degradasi hutan di catchment area, sehingga mengakibatkan perbedaan muka air pasang dan surut terlalu tinggi; Peralihan moda sungai ke meninggalkan peranan sungai;
angkutan
darat
sehingga
39
Selain masalah diatas juga terdapat masalah yang lain diantaranya adalah masih rendahnya kemampuan operasi angkutan sungai termasik masih lemahnya SDM yang ada dan belum teraturnya hirarki jaringan sungai. 3. Jambi Kondisi pengguna angkutan sungai di Jambi lebih banyak digunakan untuk angkutan komoditas barang yang berasal dari pedalaman untuk di jual keluar seperti Batu Bara, Pulp Kertas, Kelapa Sawit, dan Bahan sembako. Permasalahan angkutan sungai di sini adalah debit air yang tidak konsisten sehingga mengakibatkan draft untuk kapal berkurang pada saat musim kering atau kodisi surut dan terjadi banjir pada musim penghujan. Selain permasalahan fisik dari transportasi sungai, masalah Sumber Daya Manusia dalam pengelolaan Angkutan Sungai dan Danau juga terdapat di lokasi studi. Hal tersebut terlihat dari latar belakang pendidikan beberapa posisi pemangku jabatan pengelola angkutan Sungai dan Danau. Beberapa lokasi pelabuhan di Jambi letaknya selalu berdampingan dengan pasar tradisional, sehingga dalam proses pengembangan atau pemindahan ke lokasi lain yang lebih strategis/baik terkendala oleh beberapa permasalahan. Hal tersebut dapat diambil contoh di pelabuhan Angso Duo Kota Jambi yang mana pembangunan Dermaga sudah rampung akan tetapi akibat pemindahan pasar yang belum final mengakibatkan dermaga baru belum dioperasikan akibat enggannya masyarakat untuk pindah. Permasalahan yang ditimbulkan akibat lokasi dermaga yang dekat dengan pasar adalah permasalahan sampah. Terlihat di sekitar dermaga di jambi terjadi pencemaran lingkungan akibat sampah yang dibuang. 4. Jayapura Danau Sentani yang luasnya 9.630 ha diprogramkan Pemerintah Kota Jayapura sebagai objek wisata, permasalahan danau sentani adalah pendangkalan akibat sedimentasi yang mencapai 90 ton per tahun. Menurut KLH (2006) pendangkalan tahun 1999 – 2002 mencapai 15 meter atau kurang 5 meter setiap tahun. Kedalaman danau telah menyusut dari 175 m menjadi 160 m. pendangkalan terjadi hamper merata, yang disebabkan bahan sedimentasi berupa pasir, batu, kayu, plastik, botol plastik, kaleng, besi dan sampah buangan penduduk kota. Sebagian bahan sedimentasi itu bersumber dari penggalian, penambangan, penebangan hutan, pembukaan lahan, pembangunan jalan di pegunungan cycloops dan berbagai jenis sampah dan barang bekas.
40
Lahan kritis pada DAS dan DTA danau telah menyebabkan pendangkalan dan penyempitan danau. Pendangkalan danau telah terjadi pada danau dangkal maupun danau dalam. Pada danau dangkal dampaknya sangat nyata dan menghawatirkan karena lambat laun status danau berubah menjadi rawa dan seterusnya menjadi lahan daratan. Upaya pemulihan dengan cara pengerukan sangat mahal, jauh lebih mahal dari pada upaya pencegahannya. B. Kegiatan dan Kebijakan Bidang Transportasi Sungai dan Danau Untuk menunjang keberlanjutan sistem transportasi sungai dan danau, pemerintah selaku pemegang pengelolaan dan penyelenggara angkutan sungai dan danau melakukan beberapa kegiatan dan kebijakan di bidang sungai dan danau. Beberapa kebijakan dan kegiatan yang dilakukan di beberapa lokasi yang di survey dijelaskan sebagai berikut: 1. Pekanbaru Angkutan sungai dan danau di Pekanbaru cukup bagus peran serta pemerintah dalam pengelolaan angkutan sungai dan danau di Pekanbaru yang dituangkan dalam beberapa program pemerintah baik jangka pendek, menengah dan panjang. Program kerja tersebut diantaranya: Pembangunan Dermaga Indragiri.
Sungai di Sapat Kecamatan Kuala
Pembangunan Dermaga Sungai di Salak Kecamatan Tempuling. Pembangunan Dermaga Sungai di Kijang Kecamatan Pulau Reteh. Pembangunan Dermaga Keritang.
Sungai di Kota Baru Kecamatan
Pembangunan Dermaga Gaung.
Sungai di Belantaraya Kecamatan
Program Pembangunan Sarana Transportasi Angkutan Sungai Danau. Program Pembangunan Pemasangan Alat Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Sungai Danau. 2. Palangkaraya Untuk mengatasi permasalahan tranportasi sungai di Palangkaraya dibuat strategi penganagan sebagai berikut: Perlu adanya normalisasi anjir/terusan untuk menghubungkan antar sungai; Pemasangan rambu sungai untuk keselamatan pelayaran;
41
Pembangunan dan rehabilitasi dermaga yang rusak; Perlu adanya model angkutan barang antar Provinsi (Palangka Raya – Banjarmasin) melalui Anjir sehingga bisa kompetitif dengan angkutan jalan raya; Sosialisasi kepada masyarakat tentang keselamatan alur pelayaran; 3. Jambi Untuk pengembangan jaringan angkutan sungai, danau berupa pelabuhan sungai yang dikembangkan di Provinsi Jambi, meliputi: Pelabuhan Muara Tembesi di Kabupaten Batang Hari; Pelabuhan Muaro Tebo di Kabupaten Tebo; Pelabuhan Pauh di Kabupaten Sarolangun; Pelabuhan Nipah Panjang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur; Pelabuhan Tungkal Ulu di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Dengan demikian pengembangan pusat-pusat pelayanan, struktur jaringan jalan dan pengembangan fungsi primer suatu kawasan, pembentukan struktur ruang wilayah Provinsi Jambi juga didukung oleh tujuan pengembangan dalam rangka peningkatan pertumbuhan wilayah Provinsi Jambi secara serasi dan sesuai konsep pengembangan ruang dengan wilayah-wilayah lainnya di Indonesia dan tujuan pemerataan pembangunan intra wilayah di Provinsi Jambi. 4. Jayapura Kondisi angkutan sungai dan danau di Danau Sentani mendorong pembangunan transportasi sungai dan danau yang diprioritaskan pada: Mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas provinsi dengan interaksi kuat, meliputi Sorong-Patani, Sorong-Wahai, Fak-Fak-Wahai, Sorong-Biak, Dobo (Maluku)Timika; Mengarahkan pengembangan pelayanan penyeberangan lintas kabupaten/kota dengan interaksi kuat, meliputi Jeffman-Kalobo, Sorong-Seget, Seget-Mogem, Seget-Taminabuan, Serui-Waren, Agats-Ewer, Biak-Numfor, Merauke-Atsy, AtsyAsgon, AtsyAgats, Merauke-Poo, Tanah Merah-Kepi.
42
C. Identifikasi Dasar Hukum Dari dasar hukum yang berlaku saat ini, khususnya UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 61/2009 tentang Kepelabuhanan, serta PP 5/2010 tentang Kenavigasian, kesemuanya tidak memandatkan adanya suatu Peraturan Menteri yang mengatur manajemen lalu lintas sungai dan danau. Artinya Peraturan Menteri yang disusun sifatnya bukan “mandatory” dan “spesifik” untuk suatu lingkup pengaturan yang diamanatkan dalam peraturan yang lebih tinggi. Dalam UU dan PP yang terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas sungai dan danau terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri seperti yang dipaparkan pada Tabel 6. Karena pengaturan dalam manajemen lalu lintas sungai dan danau yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa Peraturan Menteri ini akan merangkum beberapa hal berkenaan dengan amanat dalam UU dan PP tersebut untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Tabel 6 Pedoman kebijakan di bidang transportasi sungai dan danau Pengaturan yang dimandatkan UU 17/2008 TENTANG PELAYARAN Pasal
BAB V ANGKUTAN DI PERAIRAN Pasal 18, Kegiatan angkutan sungai dan 19, 20 danau Pasal 28 Perizinan angkutan (3&4) BAB VI HIPOTEK DAN PIUTANG PELAYARAN YANG DIDAHULUKAN Pasal 64 Tata cara pembebanan hipotek BAB VII KEPELABUHANAN Pasal 71 Rencana Induk Pelabuhan Pasal 72
Lokasi pelabuhan
Pasal 73 Pasal 74
Ketentuan rencana pelabuhan Wilayah pelabuhan
Pasal 75
Batas wilayah pelabuhan
pasal 76
Penetapan rencana induk pelabuhan Koordinasi pengusahaan dan kegiatan pemerintah Kegiatan pemerintahan di pelabuhan
Pasal 79 Pasal 80
induk
Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan Pusat,P. TK.I,
D.
Operasional SD Pengusahaan
Pembangunan pelabuhan Pembangunan pelabuhan Pembangunan pelabuhan Pembangunan pelabuhan Pembangunan pelabuhan Pembangunan pelabuhan Pengusahaan pelabuhan Pengoperasian pelabuhan
43
Pasal
Pengaturan yang dimandatkan Penyelenggaraan pelabuhan
Pasal 8189 Pasal 90- Kegiatan pengusahaan di 92 pelabuhan Pasal 93- Badan usaha pelabuhan 95 BAB IX KELAIKLAUTAN KAPAL Pasal Tata cara pembatalan sertifikat 127 (3) kapal Pasal Tata cara pengesahan gambar 133 dan pengawasan pembangunan kapal, serta pemeriksaan dan sertifikasi keselamatan kapal Pasal Pencegahan pencemaran dari 134 (4) kapal Pasal Penyijilan, pengawakan kapal, 146 dan dokumen pelaut Pasal Garis muat dan pemuatan 150 Pasal Tata cara pengukuran dan 168 penerbitan surat ukur, tata cara, persyaratan, dan dokumentasi pendaftaran kapal, serta tata cara dan persyaratan penerbitan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Pasal Tata cara audit dan penerbitan 169 (6) sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal Pasal Tata cara audit dan penerbitan 170 (6) sertifikat manajemen keamanan kapal BAB X KENAVIGASIAN Pasal Desain dan pekerjaan 197 (3) pengerukan alur-pelayaran, kolam pelabuhan, dan reklamasi serta sertifikasi pelaksana pekerjaan Pasal Penetapan perairan pandu, 201 persyaratan dan kualifikasi petugas pandu, serta penyelenggaraan pemanduan Pasal Tata cara dan persyaratan 203 (6) pengangkatan kerangka kapal dan/atau muatannya Pasal Tata cara dan persyaratan 205 salvage dan pekerjaan bawah air
44
Keterkaitan dgn transportasi SD Pengoperasian pelabuhan Pengusahaan pelabuhan Pengusahaan pelabuhan Klasifikasi kapal Keselamatan
Perlindungan lingkungan Kriteria awak kapal Keselamatan Administrasi kapal
Keselamatan
Keamanan
Prasarana
(pemanduan hanya untuk perairan laut) Salvage
Salvage dan pekerjaan bawah air
Kewenangan
Pengaturan yang dimandatkan BAB XI SYAHBANDAR Pasal Tata cara pemberitahuan 213 (4) kedatangan kapal, pemeriksaan, penyerahan, serta penyimpanan surat, dokumen, dan warta kapal Pasal Tata cara memperoleh 216 (3) persetujuan dan pelaporan kegiatan kapal di pelabuhan Pasal Pemeriksaan kelaiklautan kapal 218 (3) dan keamanan kapal di pelabuhan Pasal Tata cara penerbitan Surat 219 (5) Persetujuan Berlayar Pasal Tata cara penahanan kapal di 223 (3) pelabuhan BAB XII PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM Pasal Persyaratan perlindungan 242 lingkungan maritim untuk kegiatan penutuhan kapal Pasal Tata cara penyampaian dan 272 (5) pengelolaan sistem informasi pelayaran BAB XVI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal Peran serta masyarakat 275 BAB XX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal Tata cara dan prosedur perizinan 339 (2) memanfaatkan garis pantai untuk membangun fasilitas dan/atau melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di pelabuhan, terminal khusus, dan terminal untuk kepentingan sendiri PP 61/2009 TENTANG KEPELABUHANAN BAB II TATANAN KEPELABUHANAN Pasal 15 Hirarki pelayanan angkutan sungai dan danau Pasal 16 Pedoman rencana lokasi pelabuhan Pasal 19 Tata cara penetapan lokasi Pasal
Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan
Administrasi
Administrasi
Keselamatan dan keamanan Administrasi Administrasi
Perlindungan lingkungan Sistem telekomunikasi
Pengawasan
Administrasi
Rencana pelabuhan Lokasi pelabuhan Pembangunan
45
Pengaturan yang dimandatkan pelabuhan BAB III RENCANA INDUK PELABUHAN, DAERAH LINGKUNGAN KERJA, DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN Pasal 24 Rencana peruntukan wilayah daratan pelabuhan Pasal 25 Rencana peruntukan wilayah perairan pelabuhan Pasal 29 Tata cara penetapan dan penilaian Rencana Induk Pelabuhan Pasal 36 Tata cara penetapan dan penilaian Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan BAB IV PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI PELABUHAN Pasal 67 Tata cara penyediaan, pemeliharaan, standar, dan spesifikasi teknis penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, jaringan jalan, dan tata cara penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di pelabuhan Pasal 78 Persyaratan dan tata cara pemberian dan pencabutan konsesi serta kerjasama BAB V PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PELABUHAN Pasal 86 Tata cara pemberian izin pembangunan pelabuhan Pasal 93 Tata cara pemberian izin pengembangan pelabuhan Pasal Persyaratan, tata cara pemberian 104 izin pengoperasian, penetapan peningkatan pengoperasian pelabuhan, dan peningkatan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan Pasal Tata cara penetapan lokasi, 109 pemberian izin pembangunan dan pemberian izin operasi wilayah tertentu yang berfungsi sebagai pelabuhan BAB VI TERMINAL KHUSUS DAN TERMINAL UNTUK KEPENTINGAN Pasal
46
Keterkaitan dgn transportasi SD pelabuhan
Fasilitas pelabuhan Fasilitas pelabuhan
-
Prasarana pelabuhan
-
-
-
Kewenangan
Pasal
Pengaturan yang dimandatkan
SENDIRI Pasal Persyaratan, tata cara penetapan 134 lokasi, pemberian izin pembangunan dan izin operasi, penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum, peningkatan kemampuan pengoperasian, perubahan status menjadi pelabuhan, prosedur pencabutan izin terminal khusus, penyerahan terminal khusus Pasal Tata cara pemberian persetujuan 144 pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri BAB VII PENARIFAN Pasal Jenis, struktur, dan golongan 148 tarif jasa kepelabuhanan, mekanisme penetapan tarif yang terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan dan jasa kepelabuhanan serta tarif jasa kepelabuhanan BAB VIII PELABUHAN DAN TERMINAL KHUSUS YANG TERBUKA BAGI PERDAGANGAN LUAR NEGERI Pasal Tata cara penetapan pelabuhan 153 dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri BAB IX SISTEM INFORMASI PELABUHAN Pasal Tata cara pengolahan dan 161 laporan serta penyusunan sistem informasi pelabuhan BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal Penyelenggaraan pelabuhan laut 164 serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan PP 20/2010 ANGKUTAN DI PERAIRAN Pasal 53 Penetapan jaringan trayek angkutan sungai dan danau dalam negeri PP 5/2010 KENAVIGASIAN BAB II ALUR DAN PERLINTASAN Pasal 18 Penyelenggaraan alur pelayaran
Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan
-
-
-
-
-
-
Penetapan trayek
Penyelenggaraan
47
Pengaturan yang dimandatkan di laut dan alur pelayaran sungai dan danau serta pemanfaatan Alur Laut Kepulauan Indonesia BAB III SARANA BANTU NAVIGASI Pasal 27 Persyaratan dan standar penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran Pasal 37 Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan tata cara penerbitan izin pengadaan Sarana Bantu NavigasiPelayaran oleh badan usaha BAB IV FASILITAS ALUR PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU Pasal 50 Perencanaan, pengadaan, pemasangan, pembangunan,dan pemeliharaan fasilitas alurpelayaran sungai dan danau dan pengawasannya BAB V TELEKOMUNIKASI PELAYARAN Pasal 57 Persyaratan dan standar penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran Pasal 70 Penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran dan tata cara pemberian izin pengadaan Telekomunikasi– Pelayaran oleh badan usaha Pasal 76 Tata cara pemberian izin kuasa perhitungan Pasal
Pasal 84
Tata cara penyiaran berita marabahaya, berita segera, berita keselamatan, dan siaran tanda waktu standar BAB VII BANGUNAN ATAU INSTALASI DI PERAIRAN Pasal 97 Tata cara pemberian izin membangun, memindahkan, dan/atau membongkar bangunan atau instalasi di perairan, dan penetapan zona keamanan dan keselamatan berlayar bangunan atau instalasi di perairan BAB VIII PENGERUKAN DAN REKLAMASI Pasal Tata cara pemberian izin
48
Keterkaitan dgn transportasi SD alur pelayaran
- (sarana bantu navigasi hanya untuk alur laut) - (sarana bantu navigasi hanya untuk alur laut)
Penyelenggaraan alur pelayaran
Penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran Penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran
Penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran Penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran
Mempengaruhi sistem navigasi pelayaran
Manajemen
lalu
Kewenangan
102
Pengaturan yang dimandatkan pekerjaan pengerukan
Pasal 107
Tata cara pemberian pekerjaan reklamasi
Pasal
izin
BAB IX PEMANDUAN Pasal Tata cara penentuan kelas 118 perairan wajib pandu, tata cara penetapan perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa, pendidikan dan pelatihan petugas pandu, kewajiban petugas pandu, dan penyelenggaraan pemanduan BAB X KERANGKA KAPAL Pasal Tata cara pengangkatan 125 kerangka kapal dan/atau muatannya BAB XI SALVAGE DAN PEKERJAAN BAWAH AIR Pasal Tata cara pelaksanaan kegiatan 130 salvage dan/atau pekerjaan bawah air, tata cara pemberian izin usaha salvage dan/atau pekerjaan bawah air, dan pendidikan dan pelatihan penyelam BAB XII SISTEM INFORMASI KENAVIGASIAN Pasal Persyaratan pendidikan, 134 (7) keterampilan, dan kesehatan petugas Sarana Bantu NavigasiPelayaran Pasal Persyaratan pendidikan, 135 (7) keterampilan, dan kesehatan petugas TelekomunikasiPelayaran BAB XIV SANKSI ADMINISTRATIF Pasal Tata cara pengenaan sanksi 139 administratif
Keterkaitan dgn transportasi SD lintas dalam kondisi khusus Manajemen lalu lintas dalam kondisi khusus
Kewenangan
(pemaduan hanya untuk perairan laut)
Manajemen lalu lintas dalam kondisi khusus
Manajemen lalu lintas dalam kondisi khusus
- (sarana bantu navigasi hanya untuk alur laut) SDM sarana telekomunikasi
Sanksi administratif bagi yang melanggar aturan manajemen lalu lintas
D. Kondisi standar pedoman yang berlaku pada wilayah sampel Hasil kajian yang dilakukan dalam rangka penyusunan pedoman di beberapa wilayah yang dijadikan daerah sampel menunjukan masih
49
minimnya standar yang dimiliki oleh daerah dalam bidang angkutan sungai dan danau. Beberapa peraturan yang dijadikan dasar untuk pelaksanaan aktivitas transportasi sungai dan danau. Penerapan standar di daerah untuk transportasi sungai dan danau merupakan pengimplementasian beberapa aturan di level provinsi ataupun nasional yang lebih bersifat umum. Meski demikian, beberapa aturan secara spesifik telah diterapkan di daerah dalam pengelolaan transportasi sungai dan danau. Inventarisasi peraturan ataupun pedoman terkait angkutan sungai dan danau dapat dilihat pada tabel matrik berikut ini. Tabel 7 Inventarisasi pedoman terkait transportasi sungai dan danau Jenis Pedoman Pedoman perhitungan jumlah dan kapasitas alat bongkar / muat barang serta produktifitas bongkar / muat barang di pelabuhan sungai dan danau Pedoman tata cara pengukuran, desain dan pengerjaan kapal kayu sungai dan danau Pedoman tata cara penetapan jaringan trayek sungai Pedoman pengembangan sumber daya manusia untuk pengelolaan angkutan sungai dan danau Pedoman pengelolaan limbah/sampah aktifitas angkutan sungai dan danau Pedoman ticketing dan penjadwalan angkutan sungai dan danau Pedoman perencanaan dermaga singgah dan tempat tunggu (terminal) pelabuhan sungai dan danau
50
Pekanbaru
Palangkaraya
Jambi
Jayapura
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA, TB
TDA
TDA, TB
TDA
: Tidak ada
AD
: Ada
KM
: Keputusan Menteri
TB
: Tidak Berjalan
BJ
: Berjalan
SOP
: Standar operasional kapal
E. Tingkat Kepentingan Dalam Bidang Transportasi Sungai Dan Danau Berdasarkan observasi di lapangan, didapatkan suatu kenyataan bahwa pengelolaan pelabuhan sungai ini dikelola oleh banyak departemen dan instansi. In casu terdapat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia (III), Dirjen Perhubungan Laut berupa Administrasi Pelabuhan (Adpel) dan Kantor Pelayanan (Kanpel), dan Pemerintah Daerah Kota melalui Dinas Perhubungan. Masing-masing badan hukum yang mempunyai kepentingan terhadap angkutan sungai (ada yang bergerak dalam bidang karet, garam, batu bara, bengkel kapal (dok), dll) tampak seperti menjadi “tuan” sendiri yang ditunjukkan dengan memiliki ”dermaga” sendiri. Usulan untuk dibuatnya suatu skenario pembagian peran agar ada sebuah wacana baru dalam mengelola pelabuhan di sungai adalah sangat tepat. Secara das sollen Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur ”pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”. Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. F. Inventarisasi Kebijakan Instansi Lain Perhubungan Angkutan Sungai Dan Danau
terkait
dengan
1. Kementerian Pekerjaan Umum Melaksanakan Analisa Hidrologi dan Hidrolika yang akurat pada pekerjaan jembatan digunakan untuk menentukan lokasi jembatan yang paling layak dan menguntungkan ditinjau dari aspek teknis dan ekonomis. Selain itu Kementerian Pekerjaan Umum melalui Balai Wilayah Sungai juga melaksanakan studi, investigasi, desain dan pembangunan bangunan rekayasa bangunan sungai, danau, untuk keperluan pengendalian daya rusak air, konseverasi sumber daya air, dan pendayagunaan sumber daya air. 2. Kementerian Lingkungan Hidup Semenjak diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
51
3. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Mengatur pengelolaan Pendidikan Menengah dan Pendidikan tinggi dalam mempersiapkan SDM yang berkaitan dengan Kompetensi Perhubungan, melalui pemberlakuan standar, nasional pendidikan , sistem akreditasi. 4. Kementerian Riset dan Teknologi Mengelola dan melaksanakan penelitian-penelitian terkait dengan tekonologi di bidang perhubungan termasuk penelitian di bidang angkutan sungai dan danau. G. Penyusunan Rancangan Naskah Akademik Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Sungai Dan Danau 1. Latar Belakang Adanya kebutuhan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk peraturan menteri berkenaan dengan penyelenggaraan pelabuhan transportasi sungai dan danau serta sistem berlalulintasnya pada alur pelayaran sungai dan dan danau khususnya yang diamanatkan dalam UU 17/2008 dan PP 61/2009. Kondisi hasil survei yang dilakukan di lapangan menunjukkan kondisi yang masih memprihatinkan di mana pengelolaan pelabuhan dan sistem berlalu lintas di sungai dan danau, penyediaan prasarana dan sarana serta kelembagaan yang ada di sejumlah sungai besar di Indonesia masih belum diperhatikan selayaknya. Hal ini berdampak kepada rendahnya kinerja dan peran angkutan sungai dalam sistem transportasi di Indonesia, dilihat dari aspek aksesibilitas, kapasitas, maupun kualitas terkait dengan keselamatan dan keamanan. 2. Metoda Pendekatan Penulisan naskah akademis ini dilakukan dengan menggabungkan 3 pendekatan yang umum dilakukan, yakni: a. Dengan melakukan proses pengkajian dan penelitian yang dilakukan pada beberapa lokasi sungai dan danau di Indonesia. Adapun hasil kajian lapangan ini sudah dibahas pada Bab 4 dan Bab 5 sebelumnya; b. Melakukan serangkaian diskusi dengan pihak terkait, khususnya pejabat di Lingkungan Direktorat LLASDP dan Biro Hukum Ditjen Perhubungan Darat untuk menentukan ruang lingkup dan materi pengaturan yang disusun; c. Melakukan benchmarking dengan memperhatikan lingkup pengaturan mengenai transportasi di sungai dan danau yang ada di negara lain dalam hal ini Thailand.
52
3. Materi muatan Muatan pengaturan dalam pedoman di bidang transportasi sungai dan danau ini adalah untuk menindaklanjuti amanat UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Juknis Direktorat Perhubungan Darat serta mengadopsi standar internasional seperti International Maritime Organization (IMO). Di dalam UU dan PP tersebut terdapat banyak sekali amanat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri berkenaan dengan transportasi sungai dan danau atau dalam hal ini disebut berlalu lintas di perairan sungai dan danau yang perlu dibedakan dengan penyelenggaraan navigasi pelayaran di alur pelayaran laut. Materi muatan dari pedoman ini akan menyangkut beberapa hal pokok berikut ini: a. Kriteria teknis untuk setiap item kegiatan dalam bidang transportasi sungai dan danau mulai dari kelaikan kapal, penetapan alur dan perlintasan, penyelenggaraan fasilitas alur pelayaran, bangunan dan instalasi di perairan, pengerukan dan reklamasi, serta salvage dan pekerjaan bawah air, dsb; b. Tugas dan kewenangan setiap pihak yang terkait dengan transportasi sungai dan danau baik selaku operator (penyediaan (perencanaan, pembangunan, pengoperasian, dan perawatan) dan pengusahaan) maupun selaku regulator (pengaturan, pengendalian, pengawasan); c. Prosedur pelaksanaan kegiatan dalam bidang transportasi sungai dan danau Dalam pedoman ini dimuat sejumlah pengaturan yang merupakan tindak lanjut langsung dari UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai yang mengamanatkan pengaturan melalui Peraturan Menteri; Pedoman ini diberlakukan pada tataran operasional di lapangan dan menjadi acuan bagi aparatur di Daerah (aparatur Pemprov, Pemkab, dan Pemkot) serta masyarakat luas pengguna sungai dan danau (baik sebagai operator angkutan ataupun untuk kepentingan sendiri). Dengan kata lain sifat pengaturannya adalah eksternal
53
Kementerian, sehingga bentuk pengaturannya minimal adalah Peraturan Menteri. 4. Ruang lingkup Naskah Akademis a. Pengertian-pengertian terkait Terdapat beberapa pengertian pokok yang harus disepakati kesamaan pengertian atau definisinya terlebih dahulu. Pengertian pokok ini sebagian besar diadopsi dari UU 17/2008 tentang Pelayaran dan PP 5/2010 tentang Kenavigasian, serta dari KM 17/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau, serta diadopsi dari peraturan yang berlaku secara internasional, dan hasil pendefinisian oleh tim penyusunan. b. Materi (substansi pengaturan) Secara teoretis bagian ini akan mengungkapkan semua substansi apa yang perlu diatur, termasuk kelembagaan, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban, persyaratan, hal-hal yang dilarang dan dibolehkan disusun secara sistematis. c. Sanksi Agar suatu peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dapat berlaku efektif, maka dalam peraturan itu perlu adanya unsur memaksa, yaitu pemikiran tentang pemberian sanksi atas pelanggaran terhadap apa yang diwajibkan atau disyaratkan. Pemikiran sanksi dimaksud dapat berupa: sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif. d. Peralihan Pada bagian peralihan, memuat pemikiran tentang kemungkinan adanya ketentuan peralihan dan akibat-akibat hukum yang dapat timbul adalah apabila materi hukum yang hendak diatur telah pernah diatur, maka perlu adanya pemikiran tentang adanya ketentuan peralihan. e. Penutup Bagian penutup memuat beberapa pengaturan berupa: 1) Pernyataan tidak berlaku atau pencabutan peraturan yang ada sebelumnya. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam hal ini tidak ada peraturan yang telah sebelumnya yang dicabut sebagai konsekuensi logisnya; 2) Pemikiran tentang kapan efektif berlakunya peraturan yang akan diberlakukan berdasarkan analisis kemampuan /kesiapan dari berbagai aspek. Masa efektif berlakunya peraturan mengenai pedoman manajemen lalu lintas sungai
54
ini idealnya sejak tanggal ditetapkan, namun melihat kondisi lapangan yang belum banyak disiapkan, maka: a) Ketentuan mengenai sumber daya manusia (pengawakan, pejabat pemerintah, dlsb) sebaiknya efektif dilakukan 5 tahun setelah Peraturan Menteri ini ditetapkan. Artinya sanksi akan diberlakukan setelah 5 tahun untuk memberikan waktu bagi kegiatan pendidikan, sertifikasi, dlsb; b) Ketentuan mengenai alur pelayaran, pelabuhan, telekomunikasi pelayaran, dan sarana prasarana lainnya sebaiknya diberlakukan 3 tahun setelah peraturan menteri ini ditetapkan. Hal ini ditetapkan untuk memberikan waktu bagi Pemerintah/Pemda untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sesuai ketentuan. f.
Kesimpulan dan saran Memperhatikan bahwa sampai dengan saat ini belum ada pengaturan mengenai pembangunan pelabuhan sungai dan danau sampai berlalu lintas di sungai dan danau, maka pengaturan melalui Peraturan Menteri ini sangatlah urgent, dalam konteks bahwa: 1) Jika tidak segera diatur maka kondisi penyelenggaraan transportasi sungai dan danau di Indonesia akan semakin tidak teratur, sehingga tingkat keselamatan, keamanan, kelancaran, dan perlindungan lingkungan perairan tidak dapat diwujudkan. 2) Dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran dan PP 5/2010 mengenai Kenavigasian terdapat mandat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri, substansi pengaturan tersebut ini harus dilakukan secara spesifik untuk lalu lintas sungai dan danau karena sifat pergerakannya serta kelembagaan penyelenggaraannya sangat berbeda dengan penyelenggaraan kenavigasian laut;
g. Lampiran daftar acuan Dalam menyusun pedoman ini diacu sejumlah kepustakaan baik secara teoretis maupun perundang-undangan yang berlaku. Adapun daftar kepustakaan yang diacu antara lain adalah: a. Peraturan perundang-undangan: 1) UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
55
2) PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan; 3) PP No. 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian; 4) Keppres No. 17 Tahun 1985 tentang Keselamatan Pelayaran; 5) KM No. 53 Tahun 2004 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional; 6) KM No. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau; b. Peraturan/hukum internasional negara lain: 1) TRANS/SC.3/115/Rev.2 CEVNI European Code for Inland Waterway; 2) US Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 Vessel Traffic Management H. Materi Terkait Pedoman 1. Bongkar/Muat Barang di Pelabuhan Aktivitas/kegiatan bongkar muar barang di pelabuhan yang dilaksanakan oleh Perusahaan Bongkar Muat (PBM), pada dasarnya ada 3 (tiga) hal/kegiatan yaitu meliputi kegiatan Stevedoring, cargodoring dan receiving/delivery, sedangkan dalam pelaksanaan meliputi persiapan pembongkaran dm pemuatan barang yang dilakukan sebelum kapal tiba dan pada waktu kapal tiba di dermaga pelabuhan. a. Kegiatan Bongkar Muat Di Pelabuhan 1) Persiapan Bongkar Muat Barang Sebelum Perusahaan Bongkar Muat melakukan pekerjaan pembongkaran dan pemuatan barang dari dan ke atas kapal, PBM mendapkan Surat Perintah kerja (SPK) dari Perusahaan Pelayaran/Agen yang menunjuknya, sebagai pedoman untuk melaksanakan tugas yang diembannya. Setelah itu perlu adanya persiapan-persiapan yang matang baik untuk penyediaan peralatan, tenaga Kerja bongkar muat dan lain sebagainya yang dapat mendukung/menunjang kelancaran kegiatan bongkar muat barang. 2) Pelaksanaan Bongkar Muat Setelah kapal datang dan bersandar Perusahaan Bongkar Muat dengan surat perintah kerjanya dan persiapan-persiapan yang sudah dikerjakan, maka alat-alat bongkar muat, personil dan segala penunjang kelancaran kegiatan bongkar muat
56
sudah siap melaksanakan tugas dan dikelola oleh bagian stevedoring. b. Peralatan Bongkar Muat Instalasi cargo handling adalah instalasi memuat dan membongkar muatan dikapal seperti muatan peti kemas, curah atau cair dan muatan yang dikemas dalam unit kecil. 2. Pembangunan Kapal Kayu a. Sejarah Pembuatan Kapal Pembuatan kapal adalah suatu proses pembuatan kapal. Biasanya pembuatan ini dilakukan di tempat khusus, misalnya di galangan kapal. Pembuatan kapal (yang termasuk galangan kapal, produsen peralatan kelautan, dan sejumlah besar penyedia jasa dan pengetahuan) adalah sebuah industri penting dan strategis di beberapa negara di seluruh dunia. Dengan potensi kayu yang besar di Indonesia, masyarakat banyak menggunakan kayu sebagai bahan dasar pembuat kapal, namun dalam perkembangannya akibat keterbatasan bahan dasar kayu tersebut beralih menggunakan bahan dari fiber atau besi baja. b. Pembuatan Kapal Kayu (Tradisional) Salah satu perahu yang digunakan di perairan sungai dan danau Indonesia adalah jenis perahu kayu. Proses pembuatan kapal perahu kayu di Indonesia secara umum sebagai berikut: 1) Proses Pencarian Bahan Dasar; 2) Pemilihan Pohon atau Kayu Yang Akan Dijadikan Bahan Dasar; 3) Pemotongan; 4) Penentuan Pusat Perahu; 5) Proses Penyelesaian (Finishing). c. Stabilitas kapal Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal pada saat diapungkan, tidak miring kekiri atau kekanan, demikian pula pada saat berlayar, disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya pada saat kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali.
57
d. Kelaiklautan kapal Dalam pasal 124 UU 17/2008 disampaikan bahwa setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya serta pengoperasian kapal di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal yang meliputi: material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, dan elektronika kapal. Selanjutnya, dalam pasal 134 UU 17/2008 disampaikan bahwa setiap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian pencemaran yang ditentukan melalui pemeriksaan dan pengujian. Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional (pasal 143 UU 17/2008). Setiap orang yang bekerja di kapal dalam jabatan apa pun harus disijil dan memiliki kompetensi dan keterampilan serta dokumen pelaut yang dipersyaratkan (pasal 144 UU 17/2008). e. Legalitas Keselamatan Kapal Aspek keselamatan kapal niaga diatur oleh Konvensi Internasional yaitu Konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea) 1974 beserta amandemennya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 65/1980 Tahun 1980 Tentang ratifikasi SOLAS 1974. 3. Jaringan Trayek Sungai a. Lingkup Kegiatan Lalu-lintas Sungai dan Danau Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam menyusun pedoman di bidang transportasi sungai dan danau tersebut adalah dengan menyediakan penjelasan sedetail-detailnya mengenai wewenang, tugas, dan tanggung jawab dari setiap pihak terkait berikut dengan sistem organisasinya serta tatacara serta prosedur dalam melaksanakan kegiatan atau peran yang menjadi tanggung jawabnya. b. Angkutan Barang Berbahaya dan Beracun Angkutan barang berbahaya dan beracun harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Barang berbahaya dapat berbentuk: bahan cair; bahan padat; dan bahan gas. c. Jenis Trayek Angkutan Sungai dan Danau
58
Adapun pihak yang berwenang menetapkan jaringan trayek angkutan sungai dan danau sesuai pasal 12 (4, 5, 6) KM 73/2004 adalah: 1) Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan dalam kabupaten/kota, ditetapkan oleh Bupati/Walikota. 2) Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan antar kabupaten/kota dalam propinsi, ditetapkan oleh Gubernur. 3) Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan lintas batas antar Negara dan antar propinsi, ditetapkan oleh Gubernur tempat domisili perusahaan/pemilik kapal sebagai tugas Dekonsentrasi. 4. Pengembangan SDM Pengelola Angkutan Sungai dan Danau a. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan SDM Kebijakan pengembangan SDM diarahkan untuk a) peningkatan kuantitas dan kualitas SDM dengan memperhatikan kebutuhan nyata dalam pembangunan, pada perkembangan bidang perhubungan seperti peluang baru, dan tuntutan perkembangan global, b) pengembangan dan pendayagunaan SDM berbasis kompetensi, c) peningkatan kemitraan yang sinergis dan berkelanjutan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. b. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen SDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efisien dan efektif sehingga tercapai tujuan bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat. Atau dalam pengertian yang lain, Manajeman SDM (MSDM) adalah pengembangan dan pemanfaatan pegawai bagi pencapaian yang efektif mengenai sasaran-sasaran dan tujuan individu , organisasi, masyarakat. c. Fungsi Operasional MSDM Fungsi operasional dalam Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan dasar (basic) pelaksanaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. d. Peran Strategik MSDM Perubahan teknologi yang sangat cepat, memaksa organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan usahanya. Saat ini manajeman SDM berubah dan fungsi spesialisasi yang berdiri sendiri menjadi fungsi yang terintegrasi dengan seluruh fungsi lainnya di dalam organisasi, untuk bersama-sama mencapai sasaran yang sudah ditetapkan serta memiliki fungsi
59
perencanaan yang sangat strategik dalam organisasi, dengan kata lain fungsi SDM lama menjadi lebih bersifat strategik. e. Peran MSDM Untuk Meraih Keunggulan Kompetitif Kegiatan dari strategi SDM didasarkan kerjasama antar departemen SDM secara terpadu. Kegiatan dri strategi SDM didasarkan kerja sama antar departemen SDM dngan manajer lini serta keterlibatan manajemen puncuk dalam menjelaskan visi dan misi organisasi yang dapt dijabarkan dalam tujuan bisnis yang strategi. f. Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi Seiring dengan persaingan yang semakin tajam karena perubahan teknologi yang cepat dan lingkungan yang begitu drastis pada setiap aspek kehidupan manusia maka setiap organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompentensi agar dapat memberikan pelayanan yang prima dan bernilai. Dengan kata lain organisasi tidak hanya mampu memberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction) tetapi juga berorientasi pada nilai (customer value). 5. Pengelolaan Limbah/Sampah a. Pengelolaan Umum Sampah Tata cara teknik operasional pengelolaan sampah meliputi dasardasar perencanaan untuk : 1) Daerah pelayanan; 2) Tingkat pelayanan; 3) Teknik operasional mulai dari : (1) pewadahan sampah; (2) pengumpulan sampah; (3) pemindahan sampah; (4) pengangkutan sarnpah; (5) pengolahan dan pemilahan sampah; (6) pembuangan akhir sampah. Kegiatan pemilahan dan daur ulang semaksimal mungkin dilakukan sejak dari pewadahan sampah dengan pembuangan akhir sampah. b. Persyaratan teknis pengelolaan Sampah 1) Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Teknik operasional pengelolaan sampah yang terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya.
60
2) Faktor-faktor sampah
yang
mempengaruhi
sistem
pengelolaan
Faktor-faktor yang sampah yaitu:
mempengaruhi
sistem
pengelolaan
a) kepadatan dan penyebaran penduduk; b) karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonorni; c) timbulan dan karakteristik sampah; d) budaya sikap dan perilaku masyarakat; e) jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah; f) sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir sampah; g) biaya yang tersedia; h) peraturan daerah setempat; 6. Ticketing dan Penjadwalan Angkutan Sungai dan Danau Sosialisasi jadwal sangat perlu dilakukan untuk memberikan kepastian kepada para pelanggan yang akan merencanakan perjalanan terutama untuk pelayanan yang jarang semisal sekali dalam sehari atau sekali dua hari, tetapi tetap penting untuk pelayanan yang kerap semisal sekali dalam 20 menit. Sosialisasi dilakukan melalui berbagai media, seperti dipapan pengumuman di pelabuhan, Buku Kuning telepon, ataupun perangkat modern yang sekarang banyak digunakan yaitu melalui internet. 7. Dermaga Singgah dan terminal Standarisasi dermaga singgah dan terminal dilakukan dengan dasar kebutuhan layanan serta kapasitas angkutan sungai dan danau yang ada di lokasi pengembangan sehingga dapat dibuat kriteria pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan. a. Standar fasilitas terminal 1) Areal fasilitas gedung terminal (ruang tunggu) a) Standarisasi kebutuhan (luasan) gedung terminal penumpang b) Tingkat kenyamanan ruang tunggu harus memiliki c) Kekuatan bangunan sesuai dengan kondisi wilayah gempa yang terdapat pada SNI-1726-2002 tentang
61
persyaratan minimum perencanaan ketahanan gempa untuk struktur gedung. d) Pemilihan bahan bangunan disesuaikan dengan material setempat yang memenuhi syarat sebagai material bangunan. 2) Areal fasilitas parkir kendaraan Standarisasi kebutuhan (luasan) fasilitas parkir kendaraan terdiri dari : a) Menggunakan perkerasan kaku/lentur b) Menyesuaikan alur/sistem parkir sesuai dengan area parkir c) Luasan area parkir menyesuaikan dengan jumlah dan jenis kendaraan d) Disediakan parkir tertutup (di dalam ruangan) bila memungkinkan agar terhindar dari panas dan hujan 3) Areal fasilitas parkir kendaraan antar/jemput Standarisasi kebutuhan (luasan) fasilitas parkir kendaraan antar jemput terdiri dari : a) Menggunakan perkerasan kaku/lentur b) Menyesuaikan alur/sistem parkir sesuai dengan area parkir c) Luasan area parkir menyesuaikan dengan jumlah dan jenis kendaraan d) Disediakan parkir tertutup (di dalam ruangan) bila memungkinkan agar terhindar dari panas dan hujan 4) Areal fasilitas perdagangan/Kantin Kebutuhan ruang untuk fasilitas perdagangan didasarkan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. Bila luasan area memungkinkan digunakan luasan sebesar 60 m2 untuk jumlah penduduk 250 orang. 5) Areal fasilitas pos dan telekomunikasi Kebutuhan ruang untuk fasilitas pos dan telekomunikasi didasarkan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial. Bila luasan area memungkinkan digunakan luasan sebesar 60 m2 untuk jumlah penduduk 250 orang.
62
b. Fasilitas Umum Standarisasi Fasilitas umum pada Angkutan Sungai, Danau diperlukan untuk menjamin keseragaman mutu pelayanan, keamanan, keselamatan dan kenyamanan. Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam penetapan standar fasilitas umum diantaranya. 1) Penetapan ukuran ruang tunggu penumpang berdasarkan 3 kriteria yaitu : a) Tersedianya tingkat pelayanan untuk pejalan kaki sehingga kebutuhan per penumpangnya adalah 0,9 sampai 1,2 m2. b) Untuk terminal pelabuhan yang melayani kegiatan rekreasi maka pembagian ruangan tunggu penumpangnya adalah 55% luasan ruangan terlindung dan nyaman, 25% luasan ruangan terlindung, serta 20% ruangan terbuka; sedangkan untuk terminal pelabuhan yang melayani pekerja yang pergi pulang kerja, ruang tunggu penumpang dibagi atas 88% luasan ruangan terlindung dan nyaman, 6% luasan ruangan terlindung, serta 6% ruangan terbuka. c) Untuk melayani penumpang untuk 310 hari pelayanan dalam satu tahun, sehingga dimungkinkan fasilitas ruang tunggu penumpang akan terlampaui (tidak mencukupi) selama 55 hari puncak dalam satu tahun. 2) Standar Fasilitas Ruang tunggu dan kantin a) Lantai /alas ruang tunggu dan kantin harus terbuat atau dilapisi bahan yang kedap air (impervious), dan mudah dibersihkan, sehingga tidak licin bila terkena air. b) Perlengkapan meja dengan permukaan yang kedap, tahan air, tidak mudah berkarat dan mudah untuk dibersihkan c) Perlengkapan kursi dan atau bangku yang dilengkapi dengan sandaran (back rest), dan terbuat dari material yang kuat dan stabil. d) Perlu adanya pemisahan ruang bagi perokok, dan bukan perokok. e) Fasilitas kantin perlu tersedia alat pemanas air (boiling water), dan pemanas makanan (heating food) f) Fasilitas pembuangan dan pemisahan sampah (misal untuk sampah sisa makanan, sampah kertas, botol, limbah sisa minuman, dll)
63
g) Tersedia fasilitas toilet dan fasilitas cuci yang nyaman, yang dilengkapi dengan sabun, pengering tangan, dll. h) Kantin tidak diperkenankan menjual minuman beralkohol. 3) Pengaturan lalu lintas bagi pejalan kaki, dan kendaraan.Untuk kendaraan perlu ditambahkan tanda peringatan tinggi maksimum kendaraan yang dapat melalui suatu pintu. 4) Fasilitas pagar pembatas/pengaman untuk memberikan perlindungan bagi manusia/orang, dan kendaraan untuk tidak melampaui batas daerah aman.
64
DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Iskandar, Hedjan Kenasin, B. Barzach, 2011, “Suatu Pengantar: Pelayaran Perairan Daaratan”, Trasindo Gastama Media NSW Government: Maritime, 2010, “Boating Handbook 2010-2011 ” , Minister for Ports and Waterways Australian Standard, 2005, “Guidelines for The Design of Maritime Strustures”, Australian Standard Committee CE-030, Maritime Structures Kramidibrata, Soedjono, 2002, “Perencanaan Pelabuhan”, Penerbit ITB Kementerian Lingkungan Hidup, 2006, Profil Danau Indonesia, Jakarta Deliarnoor, N. A., 2008, Kebijakan pengelolaan pelabuhan khusus di sungai, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung Mathiesen, T.C., 1990, Ro-ro safety a need for a total approach, SenW 57STEIAARGANG NR 7, 387-389. Maine State Planning Office, 1997, “The Waterfront Construction Handbook : Guidelines Design And Construction of Waterfront Facilities”, Maine State Planning Office , Maine Coastal Program Mustapadidjaja,2002. Paradigma-Paradigma Pembangunan dan Saling Hubungannyadengan Model, Strategi, dan Kebijakan dalam Penyelenggaraan Pembangunan. Bahan Ceramah pada Diklatpim Tingkat 2. Jakarta Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standar Nasional. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Perairan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 1980. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: KM 65 Tahun 1980 tentang Ratifikasi Solas 1974. Jakarta.
65
Pemerintah Republik Indonesia. 1986. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: KM 60 Tahun 1986 tentang Ratifikasi STCW 1978. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2006. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 1994. Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nomor: G-159 PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan. Jakarta Pemerintah Republik Indonesia. 2003. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK. 73/AP.005/DR/DRJD/2003 tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan. Jakarta. Ryllat, Alastair, et al. 1993. Creating Training Miracles. AIM Australia. US Army, 2001, “Maintanance and Operation : Maintanance of Waterfront Facilities”, US Army Corps Of Engineers US Army, 2001, “Unified Fasilities Criteria : General Criteria For Waterfront Construction”, US Army Corps Of Engineers US Army, 1990, “Port Construction And Repair FM 5-480”, US Army Corps Of Engineers US Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 - Vessel Traffic Management. NYS (New York State) Marine Service, 2010, “New York State Boaters Guide ”, State Of New York, Office of Parks, Recreation, And Historic Preservation, Bureu of Marine and Recreational Vehicles
66