BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penyakit gangguan fungsi kardiovaskuler bermacam-macam jenis dan penyebabnya. Salah satu gangguan fungsi kardiovaskuler yaitu Artery Coronary Syndrome (ACS). Penyakit ini merupakan penyakit pada jantung yang paling sering ditemukan. Penyakit ini dapat menyerang pria dengan usia pertengahan dan wanita yang telah menopause. Secara umum ACS merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan pasien dengan infark miokard dan angina tidak stabil. Untuk lebih memperjelas tentang ACS ini, maka penulis akan menyusun sebuah makalah untuk menganalisa tentang ACS, pemeriksaan dan penatalaksanaan yang dapat diberikan pada klien ACS. B Rumusan Masalah Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut: 1
Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler terkait penyakit jantung koroner?
2
Bagaimana 5W+1H dari penyakit jantung koroner (ACS)?
3
Apa hubungannya antara diabetes mellitus, hipertensi, dan jantung koroner?
4
Apa saja pemeriksaan yang dapat digunakan terkait ACS?
5
Bagaimana cara membaca dan hasil pembacaan EKG?
6
Bagaimana penatalaksanaan klien dengan ACS?
C Tujuan Penulisan Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Keperawatan Dewasa V mengenai penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS) atau penyakit jantung koroner. Tujuan khusus penulisan makalah ini, yaitu: 1 Menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler terkait penyakit 2 3
jantung koroner. Menjelaskan 5W+1H dari penyakit ACS. Menjelaskan hubungan antara diabetes militus, hipertensi, dan penyakit jantung
4 5 6
koroner. Mengetahui jenis pemeriksaan yang dapat digunakan terkait ACS. Menjelaskan cara pembacaan dan hasil pembacaan dari EKG. Mengetahui penatalaksanaan yang dapat diberikan pada klien dengan ACS. 1
D Metode Penulisan Dalam pembuatan makalah yang berjudul ” Asuhan Keperawatan Klien Acute Coronary Syndrome (ACS)” ini penyusun mengambil sumber data dari buku-buku dan artikel dari internet sesuai topik bahasan. Pada pembuatan makalah ini juga, penulis menggunakan metode studi pustaka dan melakukan studi kelompok. Melalui studi pustaka, penyusun mendapatkan pengetahuan yang jelas mengenai bahasan sedangkan melalui diskusi kelompok, penyusun membahas dan mendiskusikan materi masing-masing di dalam kelompok. E Sistematika Penulisan Penyusun menyajikan makalah ini dalam lima bab yaitu BAB I Pendahuluan mencakup beberapa subbab antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan; BAB II Studi Literatur yang menguraikan konsep-konsep dasar yang berkaitan dengan penulisan makalah; BAB III Analisa Kasus berisikan analisa dari kasus tersebut; BAB IV Penatalaksanaan Klien ACS, disini penulis menguraikan beberapa penatalaksanaan yang dapat diberikan pada klien ACS; dan BAB V Penutup berisi kesimpulan penulis mengenai pembahasan secara keseluruhan dan saran.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi ACS (Acute Coronary System) Sindrom Koroner Akut (SKA/ACS) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi : 1. angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA). 2. infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/NSTEMI). 3. infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI) (Departemen Kesehatan RI, 2006). Hal mendasar yang digunakan untuk mendiagnosa angina pektoris tidak stabil/APTS dan Non-ST elevation myocardial infarction adalah bila ditemui petanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T) maka diagnosis adalah NSTEMI, sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sindrom koroner akut (ACS) adalah suatu keadaan darurat medis yang timbul dari penyumbatan arteri koroner, baik dalam keadaan infark miokard atau angina tidak stabil. Gejala yang muncul bervariasi, namun yang seringkali adalah nyeri pada dada, sesak napas, berkeringat, mual dan muntah (Kumar, 2007). B. Angina Angina pectoris adalah nyeri atau rasa sakit yang hebat pada dada, yang berasal dari jantung dan terjadi akibat ketidakadekuatan suplai oksigen ke sel-sel miokardium (Smeltzer & Bare, 2002; Soeharto, 2000; Graber, Toth & Herting, 2006; Corwin ,2009 ). Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen. 1. Tipe Angina (Muttaqin, 2009 ; Smeltzer & Bare, 2002) Menurut Soeharto (2000), Graber, Toth & Herting (2006) dan Corwin (2009) tipe angina dibagi menjadi tiga yaitu : Perbedaan dan kharakteristiknya : Stabil Intensitas, karakter dan
Tidak Stabil Intensitas, karakter dan
Variant Nyeri yang
frekuensi episode-episodenya
frekuensi episode-
dapat 3
dapat diramalkan, dan angina
episodenya beruba dan tidak timbul saat
ini terjadi sebagai respon
dapat diramalkan. Angina
terhadap olahraga atau stress
yangterjadi baik saat
istirahat
lain istirahat maupun beraktifitas 2. Faktor yang menimbulkan angina (Muttaqin, 2009 ; Smeltzer & Bare, 2002): a. Memicu serangan dengan meningkatkan kebutuhan oksigen jantung melalui latihan fisik. b. Vasokontriksi, peningkatan tekanan darah yang disertai peningkatan kebutuhan oksigen dengan terpajan dingin. c. Makanan berat (makanan berlemak) dapat meningkatkan aliran darah ke daerah mesenterik dalam membantu pencernaan sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung (pada jantung yang sudah parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk). d. Stres atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan frekuensi jantung meningkat, akibat melepaskan adrenalin dan meningkatnya tekanan darah sehingga beban jantung juga meningkat. 3. Etiologi angina (Graber, Toth & Herting, 2006) Angina pectoris merupakan gejala iskemia miokardium yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan oksigen miokardium. Iskemia disebabkan oleh penyekit arteri koroner pada 95% pasien. Penurunan persediaan oksigen akibat anemia, hipotensi, vasospasme atau aritmia atau peningkatan kebutuhan oksigen akibat dari olahraga, stress emosional, CHF, hipertensi, takikardi, dan sepsis dapat memperburuk gejala. Iskemia bisa terjadi pada pasien dengan arteri koroner yang normal dengan adanya hipertrofi ventrikel kiri, insufiensi aorta, kardiomiopati hepertrofik, vasospasme koroner atau menyalahgunaan kokain. 4. Manifestasi klinis angina (Corwin, 2009 ; Tambayong, 2000) Pada angina stabil dan tidak stabil, nyeri biasanya berkurang saat istirahat. Banyak pasien memberikan deskripsi gejala yang mereka alami tanpa kata ‘nyeri’,’rasa ketat’,’rasa berat’,’tekanan’,dan ‘sakit’ semua merupakan penjelas sensasi yang sering berlokasi di garis tengah, pada region retrosternal. Lokasi dari nyeri dada ini terletak di jantung di sebelah kiri pusat dada, tetapi nyeri jantung tidak terbatas pada area ini. Nyeri ini terutama terjadi di belakang tulang dada (di tengah dada) dan di sekitar area 4
di atas putting kiri, tetapi bisa menyebar ke bahu kiri, lalu ke setengah bagian kiri dari rahang bawah ,menurun ke lengan kiri sampai ke punggung, dan bahkan ke bagian atas perut. Angina prinzmetal tidak mereda dengan istirahat, tetapi menghilang dalam 5 menit. 5. Mekanisme Angina (Corwin, 2009) Kebutuhan oksigen pada suatu jaringan akan meningkat saat beban kerja di jaringan tersebut meningkat (seperti saat kegiatan menaiki bukit atau membawa beban berat). Pada keadaan sehat ketika kebutuhan oksigen meningkat maka arteri koroner berdilatasi untuk dapat mengalirkan darah dan oksigen yang lebih banyak pada otot jantung. Namun, jika terjadi kekakuan atau penyempitan arteri koroner karena aterosklerosis atau tidak dapat berdilatasinya arteri maka akan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Karena ketidakefisiennya proses pembentukan energi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Jika kebutuhan sel-sel otot jantung menurun maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosfoliorasi oksidatif dalam membentuk energi. Proses fosfoliorasi oksidatif ini tidak menghasilkan asam laktat, sehingga lama-lama berkurang dan menghilanglah penimbunan asam laktat, menyebabkan meredanya angina pectoris. Jadi angina pectoris itu merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat. (Pathway Lampiran 1) C. Infark Miokard Infark miokardium merupakan bagian dari ACS. Infak miokardium merupakan peristiwa kematian sel-sel otot jantung akibat kekurangan suplai oksigen (Corwin, 2008). Kematian sel otot jantung sebenarnya tidak langsung mati ketika kekurangan suplai oksigen. Ada adaptasi yang dilakukan oleh tubuh sebelum terjadinya iskemia jantung. Jika iskemia jantung tidak dapat diatasi barulah terjadi infark miokardium. Penyebab terjadinya infark miokardium dimulai dari proses aterosklerosis yang menimbulkan plak ateroma. Hal ini disebabkan oleh penimbunan lemak tubuh dalam waktu yang lama akibat faktor genetik ataupun pola hidup seperti diet tinggi lemak, kolesterol, malas berolah raga, merokok, dan pola hidup tidak sehat lainnya. 5
Penimbunan lemak ini memicu timbulnya endapan lemak di dalam tunika intima yang kemudian semakin berkembang akibat kolesterol dan lemak yang semakin menumpuk. Sehingga terbentuk plak ateroma. Plak ateroma akan tumbuh dan menonjol di dinding pembuluh darah arteri dan semakin lama semakin menebal. Penebalan tersebut menyebabkan degenerasi sel pada dinding pembuluh darah di sekitar plak ateroma. Hal ini menyebabkan fibroblas masuk dan berkembang sehingga Ca2+ mengendap. Maka terjadilah kalsifikasi pada arteri, sehingga arteri menjadi kaku dan mengeras. Pada kondisi arteri yang kaku dan mengeras, plak ateroma semakin berkembang dan menebal menyebabkan lapisan dinding endotel pembuluh darah sobek. Hal ini membuat trombosit dalam aliran darah terpajan oleh kolagen. Hal ini menyebabkan trombosit lengket dan melekat di endotel pembuluh darah yang cidera yang menimbulkan gumpalan yang juga disebut sumbat trombosit (Sherwood, 2001). Namun sumbatan trombosit ini bersifat abnormal dan terus berkembang menjadi semakin besar. Sumbatan trombosis (trombus) yang semakin membesar akan menahan aliran darah sehingga suplai darah ikut berkurang. Maka jantung akan mengompensasinya dengan memompa lebih banyak darah dengan lebih kuat. Hal ini akan menambah beban kerja jantung sehingga semakin banyak membutuhkan suplai oksigen. Di sisi lain, pemompaan jantung yang lebih kuat ini menimbulkan tekanan yang lebih kuat di aliran darah. Aliran darah yang semakin kuat memberikan tekanan pada trombus dapat menyebabkan trombus terlepas dari dinding pembuluh darah dan menjadi emboli. Emboli ini akan mengikuti aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah. Apabila pembuluh darah koroner tersumbat oleh emboli maka terjadi penurunan suplai oksigen dan gangguan pemenuhan nutrien bagi jantung jantung. Hal ini menimbulkan iskemia jantung. Tubuh mengkompensasinya dengan bernapas lebih cepat dan pendek serta takikardi yang secara otomatis meningkatkan metabolisme jantung yang menyebabkan nyeri dada. Apabila dalam waktu lebih dari 20 menit tidak dapat diatasi maka akan terjadi kematian sel-sel otot jantung yang dikenal dengan infark miokardium. Infark miokard ini dapat mengakibatkan pasien mengalami syok kardiogenik. Syok kardiogenik terjadi akibat kurang mampunya ventrikel kiri atau kanan memompa cukup banyak darah, sehingga tekanan sistol rendah, perfusi perifer 6
kurang, dengan kulit lembab dan dingin, diaphoresis, takikardia, bingung, dan kurang menghasilkan urin. Di perifer terjadi metabolisme anaerob dan produk sampingnya yaitu asam laktat, dapat menimbulkan asidosis metabolic. Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri. Hal inilah yang mengakibatkan rasa nyeri terasa menjalar sampai ke bahu kiri dan lengan kiri. Saat otot miokard mati, dilepaskan enzim intramiokardium. Patofisiologis Infark Miokardium (Lampiran 2). D. Manisfestasi Klinis ACS Secara umum manisfestasi klinis dari ACS adalah ketiga jenis penyebab yang mencetuskan terjadinya ACS yaitu angina pektoris dan kedua jenis infrak miokard : No
Manifestasi
Patogenesis
1
Klinis ACS Angina
Pada angina pektoris tidak stabil terjadi erosi atau fisur pada plak
Pektoris
aterosklerosis yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi trombus
Tidak Stabil
yang transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10-20 menit.
2
NSTEMI
Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat dan menimbulkan
(Non-ST
oklusi yang lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1
Elevation
jam. Pada kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi trombus
Myocardial
yang berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan
Infarction)
terdapat koleteral. Trombolisis spontan, resolusi vasikonstriksi dan koleteral memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya
3
STEMI (ST
STEMI. Pada STEMI disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan
Elevation
menyebabkan terbentuknya trombus yang fixed dan persisten yang
Myocardial
menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang
Infarction)
berlangsung lebih dari 1 (satu) jam dan menyebabkan nekrosis
miokard transmural. Tanda Dan Gejala Spesifik ACS adalah sebagai berikut : 1. Tanda dan gejalanya meliputi : a. Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa penuh yang sangat terasa dan menetap ditengah dada dan berlangsung selama beberapa menit (biasanya lebih dari 15 menit).
7
b. Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan atau rahang atau nyeri di punggung diantara tulang belikat. c. Pening dan kemudian pingsan, berkeringat, mual, sesak napas, keresahan. 2. Rasa nyeri di daerah dada dan perut di pengaruhi oleh saraf intercostales (T112), nervus sympatikus dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri jantung biasanya dirasakan dari Th 1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral averen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior yang sama, sehingga bila di daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri tersebut akan terasa di bagian perifer.
E. Komplikasi ACS Menurut
Departemen
“PHARMACEUTICAL
CARE
Kesehatan UNTUK
RI
PASIEN
tahun
2006
PENYAKIT
dalam
JANTUNG
KORONER : FOKUS SINDROM KORONER AKUT” komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan ACS adalah sebagai berikut : 1. Aritmia Aritmia adalah kondisi dimana irama yang berasal bukan dari nodus SA, irama yang tidak teratur, frekuensi kurang dari 60x/menit (lebih dari 100x/menit) dan terdapat hambatan impuls supra ataupun intraventricular. Salah satu etiologi tersering dari aritmia adalah iskemia berat dari sel otot jantung (ACS). Secara epidemiologi aritmia post ACS terjadi pada 72-100% dari pasien ACS yang dirawat pada ICCU (intensive coronary care unit). 2. Gagal Jantung/Edema Paru Akut Menurut Kumar, 2000 kejadian ini terjadi hampir 60% pada penderita ACS. 3. Syok Kardiogenik
8
Presentase terjadinya komplikasi ini menurut Kumar, 2000 adalah sebesar 10%. Syok kardiogenik ini diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel kiri setelah mengalami infark yang masih, biasanya mengenai lebih dari 40% dari ventrikel kiri. 4. Komplikasi Mekanik Hal yang dapat terjadi pada komplikasi mekanik adalah ruptur/robek muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel. Dan tindakan yang harus dilakukan pada keadaan ini adalah penatalaksanaan operasi. Presentase kejadian hampir 4%-8% (Kumar, 2000). 5. Perikarditis Peradangan perikardium sangat mungkin terjadi apabila terjadi nekrosis pada pembuluh darah jantung, yang baik untuk perkembangan kuman dan rentan terjadi infeksi bakteri yang nantinya akan menyebabkan perikardium ikut mengalami infeksi dan peradangan akibat hal tersebut.
BAB III PEMBAHASAN Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke rumah sakit unit gawat darurat dengan keluhan nyeri dada, dada terasa seperti tertekan benda dan menjalar ke bahu dan lengan kiri, sianosis, TD 140/90, nadi 100x/menit, pernapasan 25x/menit, suhu afebris. Pasien berasal dari suku jawa, telah menikah dan memiliki 5 orang anak. Pekerjaan sebagai supir angkot. Klien merokok dan sejak 10 tahun lalu hipertensi dan 5 tahun lalu DM. Klien telah beberapa kali berobat dan mendapat obat anti hipertensi ace inhibitor, namun klien tidak selalu meminumnya dan tidak memeriksakan penyakitnya secara rutin. Di ruang gawat darurat klien tampak gelisah dan keluarga menangis serta bertanya tentang penyakit klien. Pemeriksaan diagnostik didapat peningkatan enzim jantung dan EKG terjadi perubahan ST elevasi pada lead aVl,V4, V5 dan V6. Klien diistirahatkan total, diberikan oksigen melalui nasal kanula 4 l/menit. Segera dilakukan pemasangan kateter intravena dextrose 500cc/8 jam serta diberikan obat-obatan yang sesuai dengan kondisi klien saat ini. A. Pembahasan Masalah : 9
Nyeri yang dirasakan oleh pasien ini meliputi nyeri dada yang gambarannya seperti tertekan benda dan menjalar ke bahu serta lengan kiri. Mekanisme terjadinya nyeri ini diakibatkan oleh sistem persyarafan rasa nyeri di daerah dada dan perut yang dipengaruhi oleh saraf intercostales (T1-12), nervus simpatikus dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri jantung biasanya dirasakan dari Th1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral averen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior yang sama, sehingga bila di daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri tersebut akan terasa di bagian perifer yaitu mencapai bahu dan lengan kiri. Mekanisme nyeri di sebelah kiri ini dipengaruhi oleh bagian jantung yang mengalami iskemia pada kebanyakan kasus ACS yaitu pada arteri koroner, dan letak jantung kita yang dominan di kiri sebesar 2/3 sehingga sakit atau nyeri yang dirasakan di sebelah kiri. Pada kasus juga digambarkan bahwa pasien tampak gelisah, kegelisahan ini diakibatkan oleh gangguan perfusi jaringan pada tubuh pasien dikarenakan adanya gangguan pada jantung pasien. Sehingga suplay darah yang seharusnya adekuat menjadi berkurang pada jaringan sehingga pasien merasa lemas dan gelisah. Merokok, hipertensi, dan Diabetes melitus merupakan faktor mayor penyebab ACS. Faktor mayor adalah faktor risiko utama yang secara tunggal sudah dapat menyebabkan terjadinya ACS. 1. Merokok Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Rokok meningkatkan kadar katekolamin dalam plasma yang menstimulasi saraf simpatik hingga terjadi peningkatan denyut jantung. Asam rokok yang mengandung CO memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat daripada kemampuan oksigen, sehingga menurunkan kapasitas sel darah merah pembawa O2 ke jantung dan jaringan lainnya. Peningkatan CO dapat menyebabkan takikardi, vasokontriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb menjadi carboksi-Hb. 2. Hipertensi Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Kejadiannya ACS pada hipertensi sering ditemukan dan secara langsung 10
berhubungan dengan tingginya tekanan darah sitolik. Menurut kriteria hipertensi terbaru di Amerika Serikat berdasarkan kriteria JNC 7, hipertensi di bagi menjadi empat kriteria yaitu: TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg) Normal Prehipertensi Hipertensi stadium I
< 120 120-139 140-159
dan < 80 atau 80-89 atau 90-99
Hipertensi stadium II atau > 100 160 Pada kasus, kriteria hipertensi yang dialami klien masuk dalam kriteria hipertensi stadium I karena memiliki tekanan darah sistol 140 mmHg dan tekanan darah diastol 90 mmHg. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena meningkatnya tekanan darah dan mempercepat timbulnya aterosklerosis. a. Peningkatan Tekanan Darah Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Mekanisme hipertensi menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri yaitu hipertensi meningkatkan curah jantung, frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas bertambah sedangkan tahanan perifer masih normal. b. Mempercepat Timbulnya Aterosklerosis Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner. 3. Diabetes Melitus Hubungan diabetes melitus dengan kejadian acs saling mempengaruhi, karena diabetes melitus mempunyai hubungan yang kuat dengan resiko terkena acs. Penyakit diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis melalui iritasi pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya endapan kolesterol, menurunkan kadar kolesterol “baik” (HDL) dan karena darah pada penderita diabetes melitus memiliki viskositas yang kental sehingga mempermudah terjadinya pembekuan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah sehingga mengakibatkan serangan jantung.
11
B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian : a. Anamnesa 1) Data Klien a). Nama
:-
b). Umur
: 50 tahun
c). Jenis Kelamin
: Laki-laki
d). Pekerjaan
: Supir Angkot
e). Diagnosa Medis
: ACS dengan ST Elevasi Infark Miokard
(STEMI) 2) Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan Utama : Nyeri dada, dada terasa seperti tertekan benda dan menjalar ke bahu dan lengan kiri 3) Riwayat Penyakit Dahulu Kaji penyakit yang pernah diderita klien yang berhubungan dengan ACS dengan IM : Merokok, Hipertensi sejak 10 tahun lalu, dan DM sejak 5 tahun lalu. 4) Riwayat Penyakit Keluarga Kaji penyakit atau kelainan yang memicu terjadinya ACS yang bersifat herediter seperti hipertensi, DM, dsb. 5) Riwayat Psikososial Kaji kebiasaan klien yang bisa memicu terjadinya ACS a) Klien bersuku Jawa yang identik menyukai masakan manis b) Klien merupakan perokok aktif c) Klien jarang meminum obat anti hipertensi d) Klien jarang mengontrol penyakitnya b. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda-tanda vital a) TD 140/90 mmHg (nilai normal: 120/80 mmHg) menunjukkan klien sedang mengalami hipertensi stadium 1. Peningkatan TD disebabkan oleh pelepasan katekolamin.
12
b) Nadi 100x/mnt (nilai normal: 60-80x/menit) menunjukkan klien sedang mengalami takikardi. Takikardia merupakan tanda infark anterior yang disebabkan karena hipertensi. c) RR 25x/mnt (nilai normal: 12-20x/menit) menunjukkan klien mengalami takipnea. d) Suhu afebris menunjukkan demam yang diderita klien sudah turun. 2) Klien mengalami sianosis menunjukkan terjadinya gangguan perfusi. 3) Pemeriksaan Jantung: a) Bunyi jantung IV terdengar; bunyi jantung I dan II lemah; bunyi jantung III ditemui bila gagal jantung. b) Terdengar bunyai gallop S3 dan S4 karena disfungsi ventrikular. c) Terdengar bising pansistolik di apeks yang disebabkan oleh regurgitasi mitral akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder karena hipertrofi ventrikel kiri. d) Bising sistolik kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikular terdengar di linea sternalis kiri dan di apeks disebabkan oleh muskulus papilaris atau hipertrofi ventrikel kiri. c. Pemeriksaan Diagnostik 1) Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan ini dilakukan selama 10 menit, untuk mengidentifikasi dan memonitor lokasi, perkembangan, dan
sudah seberapa luas infark
miokard yang terjadi. Perubahan ST elevasi pada lead I, aVL, V4, V5, dan V6 menunjukan dinding yang terpengaruh adalah anterolateral dan arteri yang terlibat adalah arteri LAD dan arteri circumflex. Perubahan EKG yang terjadi tergantung dengan lead jantung yang terlibat dalam infark miokard.
13
Gambaran EKG pada infark miokard dimulai dari depresi segmen ST dengan T terbalik, kemudian berubah menjadi elevasi segmen ST dan menghilangnya gelombang R sampai terbentuk gelombang Q. Klien yang mengalami nyeri dada khas infark disertai dengan gambaran ST elevasi pada EKG didiagnosa mengalami STEMI (ST elevasi Miokardium Infark). Terbentuknya gelombang T terbalik disebabkan karena iskemik yang merupakan akibat dari perubahan dan penundaan repolarisasi miokard. Injuri miokard menyebabkan tingginya segment ST (elevasi segment ST) dan gelombang T menjadi simetris. Hal ini diawali dengan normalnya depolarisasi sel injuri miokard tetapi repolarisasi sel yang terjadi lebih cepat daripada sel normal, yang akhirnya menyebabkan segmen ST naik sekitar 1 mm di atas garis isoelektrik (area di antara gelombang T dan gelombang P berikutnya) saat 0,08 detik setelah akhir QRS. Infark yang terjadi pada gelombang Q merupakan akibat dari tidak adanya arus depolarisasi dari jaringan nekrotik dan adanya arus berlawanan dari bagian lain jantung.
2) Pemeriksaan Enzim Jantung 14
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan Cardiac specific Troponin (cTn) T atau cTn I. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk klien ACS dengan ST elevasi Infark Miokard (STEMI) karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pemeriksaan enzim jantung pada ACS dengan STEMI akan meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal. a) CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. b) cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan enzim lainnya: a) Mioglobin mencapai puncak setelah miokard infark dalam 4 – 8 jam. b) Creatini kinase meningkat setelah setelah 3 – 8 jam mencapai puncak setelah 10 – 36 jam dan kembali normal dalam 3 – 4 hari. c) Lactc dehydrogenase (LDH) meningkat setelah 24 – 28 jam mencapai puncak 3 – 6 hari kembali normal dalam 8 – 14 hari.
2. Diagnosa dan Intervensi 1) Nyeri dada b.d penurunan aliran darah koroner. DS: Keluhan nyeri dada DO: Gelisah 15
Tujuan: nyeri dada dapat terkontrol Kriteria Hasil: - Skala nyeri berkurang - Klien mengatakan keluhan nyeri berkurang - Klien tampak lebih tenang Intervensi: a. Kaji keluhan pasien mengenai nyeri dada (verbal-nonverbal), respon hemodinamik (gelisah, meringis, takipnea) meliputi: lokasi, radiasi, durasi, dan faktor yang mempengaruhinya. Rasional: Data tersebut membantu menentukan penyebab dan efek nyeri dada serta merupakan garis dasar untuk membandingkan gejala pasca terapi. b. Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi kardiak. Rasional: untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan istirahat fisik juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung (meguragi O2 demand sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi kemampuannya). c. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam Rasional: Relaksasi nafas dalam adalah salah satu teknik relaks dan distraksi, kondisi relaks akan menstimulus hormon endorfin yang memicu mood keteangan bagi klien). c. Kolaborasi dengan tim medis, pemberian: - Obat vasodilator (NTG) dan antikoagulan. - Terapi trombolitik. - Preparat analgesik (morfin sulfat). - Pemberian oksigen bersamaan dengan analgesik. Rasional: untuk memulihkan otot jantung dan untuk memastikan perbedaan maksimun nyeri (inhalasi oksigen menurunkan nyeri yang berkait dengan rendahnya tingkat oksigen yang bersirkulasi). Analgesik akan mengeblok noireseptor, sehingga respon nyeri klien berkurang). 2) Resiko pola pernapasan tidak efektif b.d gangguan keseimbangan elekrtolit Tujuan: tidak terjadi kesulitan pernafasan/pola pernafasan efektif. Kriteria Hasil: - TD normal (100/80-140/90 mmHg). - Nadi kuat - Klien mengatakan kelelahan berkurang - Nilai K normal (3,8 - 5,0 mm/L) 16
Intervensi: a. Kaji fungsi pernafasan Rasional: untuk mendeteksi tanda dari komplikasi b. Perhatikan status volume cairan. Rasional: untuk mencegah kelebihan cairan pada paru dan jantung. c. Dorong pasien untuk nafas dalam dan mengubah posisi. Rasional: untuk mencegah pengumpulan cairan dibagian dasar paru. 3) Resiko perfusi jaringan tidak adekuat b.d penurunan curah jantung Tujuan: mempertahankan/mencapai perfusi jaringan yang adekuat. Kriteria Hasil: - mempertahankan stabilitas hemodinamik (TD, curah jantung, haluaran urine adekuat) Intervensi: a. Kaji/periksa suhu kulit dan nadi perifer dengan sering Rasional: untuk menentukan perfusi jaringan yang adekuat b. Berikan posisi kepala (> tinggi dari ekstremitas) Rasional: Posisi kepala lebih tinggi dari ektremitas (300) memperlancar liran darah balik ke jantung, sehingga menghindari bendungan vena jugular, dan beban jantung tidak bertambah berat c. Anjurkan klien untuk istirahat ditempat tidur (bed rest) Rasional: untuk mengurangi kelebihan beban kerja jantung. d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian oksigen. Berikan masker non reservoir 8L/mt. Rasional: untuk kebutuhan suplai oksigen yang adekuat. e. Kolaborasi medikasi: pemberian vasodilator captopril,
ISDN,
pemberian diuretik furosemide Rasional: Vasodilator dan diuretic bertujuan untuk mengurangi beban jantung dengan cara menurunkan preload dan afterload. 4) Ansietas b.d ketakutan akan kematian, kesehatan, perubahan fungsi dan peran, konsep diri. Tujuan: kecemasan berkurang sampai hilang Kriteria Hasil: - klien lebih tenang - Klien mengenal perasaannya - Mengidentifikasi penyebab yang mempengaruhi - Menyatakan penurunan ansietas Intervensi: a. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarganya serta mekanisme koping. Rasional: data tersebut memberikan informasi mengenai perasaan sehat secara umum dan psikologis sehingga gejala pasca terapi dapat dibandingkan.
17
b. Kaji kebutuhan bimbingan spiritual. Rasional: jika pasien memerlukan dukungan keagamaan, konseling agama akan membantu mengurangi kecemasan dan rasa takut. c. Biarkan pasien dan keluarganya mengekspresikan kecemasan dan ketakutannya. Rasional: kecemasan yang tidak dapat dihilangkan (respon stress) meningkatkan konsumsi oksigen jantung. d. Manfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan pasien. Rasional: kehadiran dan dukungan anggota keluarga dapat mengurangi kecemasan pasien maupun keluarga. e. Dukung partisipasi aktif dalam program rehabilitasi jantung. Rasional: rehabilitasi jantung yang dianjurkan dapat membantu menghilangkan ketakutan akan kematian, dapat meningkatkan perasaan sehat. f. Ajarkan teknik pengurangan stress. Rasional: pengurangan stres dapat memabntu mengurangi konsumsi oksigen miokardium dan dapat meningkatkan perasaan sehat. g. Memperbaiki nutrisi dan eliminasi. makanan ditingkatkan sesuai toleransi pasien. Makanan yang dapat diberikan adalah makanan lunak, tidak memproduksi gas, rendah kalori, rendah garam, non kolesterol. Pasien juga dapat mengalami konstipasi sebagai akibat dari imobilisasi dan obat-obat narkotik. Manuver valsava harus dihindari karena dapat mengubah tekanan darah, mempercepat denyut jantung, dan menyebabkan iskemia, disritmia, henti jantung. Rasional: 5) Resiko ketidakpatuhan dengan program perawatan b.d penolakan terhadap diagnosis miokard infark. Tujuan: mematuhi program perawatan dirumah. Kriteria Hasil: - Pasien mengerti pentingnya program perawatan - Pasien patuh dan menjalankan program keperawatan Intervensi: a. Beri penjelasan mengenai proses penyakitnya (efek IM dan proses penyembuhan IM). Rasional: penjelasan tersebut akan membantu klien untuk menerima penyakitnya dan menguatkan kebutuhan menepati instruksi diet, latihan dan aspek lain dari regimen tindakan. 18
b. Beri penjelasan tentang diet terapeutik dan pencegahan faktor-faktor risiko (berhenti
merokok,, mengendalikan hipertensi melalui obat-
obatan yang diberikan, makanan rendah garam, rendah kalori, mengganti konsumsi lemak jenuh dengan jenuh ganda, mengurangi BB apabila perlu). Rasional: penjelasan dapat membantu memperbaiki kebutuhan terhadap diet terapeutik serta peningkatan pemahaman. c. Berikan informasi sumber komunitas, seperti: club jantung sehat, kelompok bantuan mandiri, konseling dan kelompok rehabilitasi jantung dan jelaskan efek stresor ppada jantung serta keuntungan dari manajemen stres yang efektif. Rasional: sumber tersebut dapat memberikan dukungan informasi tambahan, dan bantuan tindak lanjut yang mungkin diperlukan pasien dan keluarganya. 3. Evaluasi 1) Menunjukkan tanda vital (nadi dan tekanan darah) yang stabil terhadap peningkatan kegiatan (berjalan dan mandi sendiri). 2) Tidak mengalami dispnea atau kelelahan dengan peningkatan kegiatan. 3) Menyebutkan faktor-faktor yang dapat mencetuskan gejala. 4) Dapat menggunakan mekanisme koping yang efektif untuk dirinya dan mampu mengidentifikasi serta menghindari kegiatan yang menimbulkan stres. 5) Menjelaskan sifat-sifat IM, faktor-faktor risiko IM yang dapat dimodifikasi, modifikasi makanan.
4. Penatalaksanaan Keperawatan a. Mengurangi atau Menghilangkan Nyeri Dada 19
Penghilang nyeri dada merupakan prioritas utama pada klien dengan infark miokardium akut dan terapi medis dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Sehingga penatalaksanaan nyeri dada merupakan usaha kolaborasi antara dokter dan perawat. Kolaborasi antara dokter dan perawat sangat penting dalam mengkaji respons klien terhadap terapi medis dan dalam merubah pengobatan yang sesuai (Smeltzer, 2001). 1) Pemberian oksigen Manifestasi klinis yang dapat menunjukan klien mengalami hipoksia dapat berupa perubahan status mental, pusing dispneu, takipneu, respiratory distress, dan aritmia. Selain itu adanya sianosis sering dianggap sebagai tanda hipoksia. Untuk mengukur hipoksia dapat digunakan alat oksimetri dan analisis gas darah. Bila saturasi oksigen kurang dari 90% diperkirakan hipoksia dan membutuhkan oksigen (Sudoyo., dkk, 2006). Klien dalam kasus menunjukan tanda sianosis dan takipneu sehingga mengindikasikan terjadi hipoksia pada klien. Untuk terapi oksigen jangka pendek klien diberikan oksigen dengan sistem arus rendah yaitu 4 ltr/mnt dengan menggunakan nasal kanul. Walaupun dengan arus rendah mampu meningkatkan kadar oksigen dalam sirkulasi dan mengurangi nyeri berhubungan dengan rendahnya kadar oksigen dalam darah. Apabila tidak terjadi proses penyakit lain yang menyertai, kecepatan aliran 2 sampai 4 liter menit biasanya dapat mempertahankan kadar saturasi oksigen 96% sampai 100% secara adekuat (Smeltzer, 2001). 2) Istirahat fisik Istirahat fisik untuk klien di tempat tidur dengan bahu dan kepala dinaikkan atau kursi jantung (cardiac chair) dapat membantu mengurangi nyeri dada. Posisi kepala yang lebih tinggi akan menguntungkan karena (1) volume tidal dapat diperbaiki disebabkan tekanan isi perut terhadap diafragma berkurang, sehingga pertukaran gas akan lebih baik, (2) drainase lobus atas paru lebih baik dan (3) aliran balik vena ke jantung (preload) berkurang, sehingga mengurangi kerja jantung (Smeltzer, 2001). b. Memperbaiki Fungsi Respirasi Pengkajian fungsi pernapasan yang teratur dapat membantu perawat mengenali tanda-tanda awal komplikasi yang berhubungan dengan paru. 20
Perhatian yang mendalam mengenai status volume cairan dapat mencegah memuat terlalu banyak cairan di jantung dan paru. Menganjurkan klien untuk bernapas dalam dan merubah posisi sesering mungkin akan mencegah pengumpulan cairan di dasar paru (Smeltzer, 2001). c. Meningkatkan Perfusi Jaringan yang Adekuat Menganjurkan dan mengawasi agar klien tetap ditempat tidur atau kursi sangat membantu mengurangi konsumsi oksigen jantung. Memeriksa suhu kulit dan denyut nadi perifer sesering mungkin perlu dilakukan untuk mengetahui bahwa perfusi jaringan adekuat (Smeltzer, 2001). d. Pengurangan Kecemasan Membina hubungan saling percaya dalam perawatan klien sangat untuk mengurangi kecemasan. Beri kesempatan pada klien sesering mungkin untuk berbagi rasa mengenai keprihatinan dan ketakutan. Rasa diterima akan membantu klien mengetahui bahwa perasaan seperti itu normal (Smeltzer, 2001). e. Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi Potensial Komplikasi yang dapat terjadi setelah infark miokardium akut disebabkan oleh kerusakan pada jantung dan sistem hantaran akibat penurunan aliran darah koroner. Karena komplikasi dapat mengakibatkan kematian, maka identifikasi dini tanda dan gejala komplikasi sangat penting. Klien dipantau dengan ketat bila terjadi perubahan frekuensi, irama, serta bunyi jantung, tekanan darah, nyeri dada, status pernapasan, haluaran urin, suhu, dan warna kulit, perubahan penginderaan, dan perubahan nilai laboratorium. Setiap perubahan kondisi klien harus segera dilaporkan kepada dokter untuk mendapatkan tindakan darurat bila diperlukan (Smeltzer, 2001). 5. Terapi Medis Menurut Smeltzer (2001) tujuan terapi medis yaitu, memperkecil kerusakan jaringan sehingga mengurangi kemungkinan komplikasi. Kerusakan jaringan diperkecil dengan mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung. Hilangnya nyeri merupakan indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai telah mencapai keseimbangan. Klien mendapat penatalaksanaan di Instalasi Gawat Darurat harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah mencegah
21
terjadinya
infark
miokard
ataupun
membatasi
luasnya
infark
dan
mempertahankan fungsi jantung (Muchid dkk, 2006). Manajemen yang dilakukan dalam 10 menit pertama hal-hal yang harus dilakukan sebagai berikut: 1)
Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan.
2)
Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT.
3)
Berikan segera terapi oksigen, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%.
4)
Pasang monitoring EKG secara kontinu.
5)
Pemberian obat nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena
titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), dan takikardia. 6)
Aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan
dipiridamol, tiklopidin atau klopidogrel. 7)
Mengatasi nyeri dapat diberikan morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat
diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena. Sebelumnya klien mengkonsumsi ACE Inhibitor. ACE inhibitor adalah agent penghambat pembentukan angiotensin II, sehingga menurunkan tekanan darah. ACE inhibitor juga menurunkan preload dan afterload sehingga menurunkan kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan oksigen miokard pada
kegagalan
fungsi
ventrikel
atau
gagal
jantung
kongestif
(Tedjakusuma,2008). ACE inhibitor terbagi dua yaitu short acting dan long acting. Short acting (tiap 8 jam), contohnya Enalapril 2x12,5 mg dan dapat dinaikkan bertahap, Captopril 2-3 x 6,25-12,5 mg sehari. Long acting (sekali sehari), contohnya Lisinopril 1 x 2,5 mg. Indikasi pemberian ACE inhibitor yaitu gagal jantung, hipertensi, suspected infark miokard dan ST elevasi di 2 lead atau lebih, dan clinical signs dari infark miokard dengan disfungsi LV. Kontraindikasi yaitu ibu hamil, angioedema, hipersensitivitas, kurangi dosis pada pasien gagal jantung (Tedjakusuma, 2008).
22
BAB IV PENUTUP Kesimpulan ACS atau Acute Coronary Syndrom adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard
tanpa
elevasi
segmen
ST
(Non-ST
elevation
myocardial
infarction/NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI) (Departemen Kesehatan RI, 2006). Dan yang terjadi pada pasien tersebut menunjukkan indikasi 23
terjadinya infark miokard dengan elevasi segmen ST yang ditunjukkan pada proses pengkajian diagnostiknya. Istilah infark miokard menunjukkan terbentuknya suatu daerah nekrosis mikardium akibat iskemik lokal. Lokasi infark miokardium ditentukan oleh letak oklusi pembuluh dan oleh anatomi sirkulasi koroner. Pada kasus yang fatal, hampir separuh pasien meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Mengingat kegawatan dari penyakit ini perawat harus memiliki kompetensi yang baik dalam segi penanganan dan pemahaman patofisiologi, manifestasi klinis, dan komplikasi dari penyakit ini agar pasien mampu pulih dan mendapatkan perawatan yang baik dan benar khususnya dari seluruh komponen kolaborasi dalam penanganan pasien dengan infark miokard.
DAFTAR PUSTAKA Baradero, M. Dayrit, Mary W, Siswadi, Y. (2008). (Seri Asuhan Keperawatan) Klien Gangguan Kardiovaskular. Jakarta: EGC. Carpenito. (1998). Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi VI. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth. (2009). Buku saku patofisiologi. Ed 3 . Jakarta: EGC Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. (2006). Pharmaceutical care untuk pasien penyakit jantung koroner : Fokus sindrom koroner akut. Indonesia
24
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., dan Geissles, A. C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 (terj. I Made Karisa dan Ni Made Sumarwati). Jakarta: EGC. Graber, Mark A. Toth, Peter P. & Herting, Robert L. (2006). Buku saku dokter keluarga edisi 3. Jakarta : EGC. Kumar, V., Cota , R.SI, and Robbins, S.L. (2000) . Basic Pathology. Philadephia :W.B. Sauders Company. Muchid, A., dkk. (2006). Buku saku pharmaceutical care untuk pasien penyakit jantung koroner: fokus syndrome koroner akut. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DepKes. Muttaqin, Arif. (2009). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular . Jakarta : Salemba Merdika. NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan (Definisi dan Klasifikasi) 20122014. Jakarta: EGC. Overbaugh, K. J. (2009). Acute coronary syndrom: Even nurses outside the ED should recognize its signs and symptoms. American Journal of Nursing vol. 109, no. 5 Price A, Sylvia & Wilson M, Lorraine .(2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit volume 2.Edisi ke-6. Jakarta: EGC. Rilantono, dkk.(1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sherwood, L. (2001). Fisiologi manusia: Dari sel ke sistem. Ed. 2. Jakarta: EGC Smeltzer, S.C., Bare. B. (2003). Brunner and Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing, 10th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth (volume 2 edisi 8). Jakarta: EGC.
25
Soeharto, Imam. (2000). Pencegahan & Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner : Panduan bagi Masyarakat Umum. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Sudoyo, A. W., dkk. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Sudoyo, A. W., dkk. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Syafri
Kamsul
Arif.
(2004).“PERIOPERATIVE
ISCHEMIC
AND
INFARK
MIOKARD”. Department of Anesthesiology Medical Faculty Hasanuddin University and Intensive Care Unit Wahidin Sudiro Hospital: Makasar. Tambayong, Jan. ( 2000). Patofiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC. Tedjakusuma, D. (2008). Buku ajar keperawatan kardiologi dasar. Jakarta: RSCM.
Lampiran 1
26
Pathway Angina
stress
Pajanan terhadap dingin Latihan fisik
Adrenalin
Vasokonstriksi p.d
Makan makanan berat
Kebutuhan O2 jantung Aliran O2 meningkat ke mesentrikus
Faktor GenetikDiet Tinggi Lemak dan koleterol Merokok Malas berolah raga Arterosklerosis Spasme pembuluh darah Aliran O2 ke jantung Aliran O2 arteri koronaria Penimbunan lemak dalam waktu lama
Jantung kekurangan O2 Timbul endapan Semakin lemak berkembang, dalam tunika kolesterol intima dan lemak menumpuk Terbentuk di bagian plak abnormal Ateroma
Iskemia otot jantung Pembentukan asam laktat oleh miokardiu Nyeri akut Intoleransi aktifitas Fibroblas masuk danDegenerasi Ca2+ mengendap dinding sekitar Plak plak Ateroma Ateroma semakin Tumbuh menebal dan menonjol ke dinding arteri Nyeri dada Pengerasan arteriTonjolan (kalsifikasi) plak semakin meningkat dan menebal Merobek lapisan endotel
Trombosit terpajan kolagen Suplai darah menurun Pembuluh darah menyempit Terjadi mekanisme pembentukan sumbat trombosis Napas cepat &pendek Penurunan asupan oksigen Terbentuk bekuan darah abnormal Tidak Takikardi terkompensasi selama> 20 menit Gg. Perfusi Jaringan Peningkatan metabolisme Jantung sbg kompensasi
Bekuan darah abnormal (trombus) membesar
Menyumbat aliran darah Nekrosis sel otot jantungGg. / Infark Kontraktilitas Miokardium jantung Aliran darah memberikan tekanan untuk mengalir Nyeri
Lampiran 2
Penurunan Cardiac Output Penurunan Urin Output
Trombus ruptur
27 Terbentuk Embolus Syok Kardiogenik Menyumbat aliran arteri koroner
28