BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary. Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki progresif dan perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau pulmonale cor diperburuk dengan komplikasi yang mengancam kehidupan dapat terjadi.
Jika cor pulmonal terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada cor pulmonal dapat menimbulkan gangguan fungsi paru, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai penyakit cor pulmonal untuk dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien cor pulmonal dengan pendekatan proses keperawatan yang benar.
B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi pulmonary heart disease? 2.
Apa etiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease?
3. Apa saja manifestasi klinis pulmonary heart disease?
4. Bagaimana patofisiologi pulmonary heart disease? 5. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada pulmonary heart disease? 6. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan pulmonary heart disease? 7. Apa komplikasi dari pulmonary heart disease? 8. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pulmonary heart disease? C. Tujuan 1. Mengetahui definisi pulmonary heart disease. 2. Mengetahui etiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease. 3. Menyebutkan manifestasi klinis pulmonary heart disease. 4. Menyebutkan patofisiologi pulmonary heart disease. 5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pulmonary heart disease. 6. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan pulmonary heart disease. 7. Mengetahui komplikasi dari pulmonary heart disease. 8. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan pulmonary heart disease.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Cor pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertropi/ dilatasi) yang terjadi akibat penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru atau pembuluh darahnya.\ Cor pulmonal adalah keadaan patologis dengan ditemukannya hipertropi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktural paru. (WHO, 1993). Cor pulmonal adalah suatu keadaan patologis akibat hipertropi/dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal, dengan penyebabnya adalah kelaianan penyakit parenkim paru, kelainan vascular paru dan gangguan fungsi paru.(Braunwahl, 1980). Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan. Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi
pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.
B. Patogenesis Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu : 1. Obstuksi Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 – 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru. 2. Obliterasi Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.
3. Vasokontriksi Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis terjadinya
hipertensi
pulmonale.
Hipoksia
sejauh
ini
merupakan
vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis. 4. Idiopatik Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada psien hipertensi pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.
C. Etiologi Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain : 1)
Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
-
Penyakit paru obstrutif kronik,
-
Fibrosis paru,
-
Penyakit fibrokistik,
-
Cryptogenic fibrosing alveolitis,
-
Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2)
Kelainan dinding dada :
-
Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura,
-
Penyakit neuromuscular,
3)
Gangguan mekanisme control pernafasan :
-
Obesitas, hipoventilasi idopatik,
-
Penyakit serebro vascular.
4)
Kelainan primer pembuluh darah :
-
Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis
pembuluh darah paru.
D. Manifestasi Klinis Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease. 1. Cor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis. 2. Cor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum). 3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope). 4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah. Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga,
wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul. Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
E. Patofisiologi Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada pulmonary heart disease berbanding lurus dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar. Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini seringkali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunanan oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia ( penurunan PaO2 ) dan hipercapnea ( peningkatan PaCO2) , yang nantinya akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan vasokonstriksi
arteri
pulmonal
dan
memungkinkan
terjadinya
penurunan
vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru ( arterial mean preassure) adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan pulmonary heart
disease. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin akan diikuti gagal jantung kanan.
F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Gambaran radiologis Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus dan arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi kecil/tidak nyata. Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan pada foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran normal.
2.
Gambaran elektrokardiogram Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu: 1. Gelombang P mukai tinggi pada lead II 2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf 3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3 4. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG menunjukkan:
1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90 2. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf 3. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation) 4. Rasio R/S di V1 lebih dari 1 5. Rasio R/S di V6 lebih dari 1 6. Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri) 7. RBBB incomplete atau incomplete Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif),EKG menunjukkan adanya Right Ventrikular Strain yaitu adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik pada sandapan perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang klasik sulit didapat. Padmavati dalam penelitiannya menyatakan criteria yang lain untuk kor-pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai berikut: 1) rS di V5 dan V6 2) Aksis bergeser ke kanan 3) qR di AVR 4) P pulmonal
3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.
G. Penatalaksanaan Terapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di paru. Pada pulmonary heart
disease akut akan dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu di fokuskan pada kestabilan klien. Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi masalah pengisian cairan di ventrikel dan pemberian vasokonstriktor (epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang adekuat. Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah utama, misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen trombilisis atau tindakan pembedaham
embolektomi.
Khususnya
jika
sirkulasi
terhambat
akan
dipertimbangkan pula pemberian broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK; pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru. Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor pulmonal kronis. a) Terapi Oksigen. Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat menurunkan menaikkan
vasokonstriksi cardiac
output,
hipoksemia
pulmonar,
kemudian
mengurangi
vasokonstriksi,
dapat
meringankan
hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%. Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif (PPOK).
b) Diuretik. Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis, terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer. Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya. Volume pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan penuruna cardiac output. Komplikasi lain dari diuretic adalah produksihypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac output. Oleh karena itu diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease kronis, dengan memperhatikan pemakaian.
H. Komplikasi Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya: a)
Sinkope
b)
Gagal jantung kanan
c)
Edema perifer
d)
Kematian
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas pasien
Cor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru.
Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal.
2. Riwayat sakit dan Kesehatan
Keluhan utama
Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
Riwayat penyakit saat ini
Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat. -
Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.
-
Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
-
Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
-
Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas
Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.
3. Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS) 1. B1 (BREATH)
Pola napas : irama tidak teratur
Jenis: Dispnoe
Suara napas: wheezing
Sesak napas (+)
2. B2 (BLOOD)
Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-)
Nyeri dada (+)
Bunyi jantung: murmur
CRT : tidak terkaji
Akral : dingin basah
3. B3 (BRAIN)
Penglihatan(mata)
Pupil : tidak terkaji
Selera/konjungtiva : tidak terkaji
Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji
Penciuman (hidung) : tidak terkaji
Pusing
Gangguan kesadaran
4. B4 (BLADDER)
Urin:
Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam
Warna : kuning pekat
Bau : khas
Oliguria
5. B5 (BOWEL)
Nafsu makan : menurun
Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
Abdomen : asites
Peristaltic : tidak terkaji
6. B6 (BONE)
Kemampuan pergerakan sendi: terbatas
Kekuatan otot : lemah
Turgor : jelek
Oedema
B. Diagnosa keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru. 2. Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat). 4. Intoleransi aktifitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan. 5. Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.
C. Perencanaan Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.
Kriteria hasil -
:
Klien tidak mengalami sesak napas.
-
Tanda-tanda vital dalam batas normal
-
Tidak ada tanda-tanda sianosis.
-
Pao2 dan paco2 dalam batas normal
-
Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional : Intervensi
Pantau
Rasional
frekuensi,
pernapasan.
Catat
kedalaman Berguna dalam evaluasi derajat distress
penggunaan
otot pernapasan dan/atau kronisnya proses
aksesori, nafas bibir, tidakmampuan penyakit. bicara/ berbincang. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu Pengiriman oksigen dapat diperbaiki pasien untuk memilih posisi yang dengan posisi duduk tinggi dan latihan mudah untuk bernapas. Dorong nafas nafas untuk menurunkan kolaps jalan perlahan
atau
nafas
bibir
sesuai nafas, dispnea dan kerja nafas.
kebutuhan atau toleransi individu. Awasi secara rutin kulit dan warna Sianosis mungkin perifer (terlihat pada membrane mukosa.
kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong
mengeluarkan
penghisapan bila diindikasikan.
sputum; Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
sumber
utama
gangguan
pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. Auskultasi bunyi nafas, catat area Bunyi nafas mugkin redup karena aliran penurunan aliran udara dan/atau bunyi udara atau area konsolidasi. Adanya
tambahan.
mengi mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus.
Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan
cairan
atau
udara
terjebak. Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi Selidiki adanya perubahan.
umum pada hypoxia, GDA memburuk disertai
bingung/
somnolen
menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia. Evaluasi
tingkat
toleransi
aktifitas. Selama
distress
pernapasan
Berikan lingkungan yang tenang dan berat/akut/refraktori pasien secara total kalem. Batasi aktifitas pasien atau tak mampu melakukan aktifitas seharidorong untuk tidur/ istirahat dikursi hari karena hipoksemia dan dispnea. selama fase akut. Mungkinkan pasien Istirahat diselingi aktifitas perawatan melakukan aktifitas secara bertahap dan masih tingkatkan sesuai toleransi individu.
penting
dari
program
pengobatan. Namun, program latihan ditujukan ketahanan
untuk dan
meningkatkan kekuatan
tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. Awasi tanda vital dan irama jantung
Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik
pada
fungsi
jantung.
Kolaborasi:
Paco2 biasanya meningkat (bronchitis,
enfisema) dan pao2 secara umum Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 “normal” atau meningkat
menandakan
kegagalan
pernapasan yang akan datang selama asmatik. Berikan oksigen tambahan yang sesuai Dapat
memperbaiki/mencegah
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi memburuknya pasien.
hypoxia.
Catatan:
emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin
dieluarkan
dengan
peningkatan pao2 berlebihan.
Berikan penekanan SSP (misal: ansietas, Digunakan sedative, atau narkotik) dengan hati-hati. ansietas/gelisah konsumsi
untuk
mengontrol
yang
meningkatkan
oksigen/kebutuhan,
eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas. Bantu
instubasi,
berikan/pertahankan Terjadinya/kegagalan nafas yang akan
ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI datang sesuai instruksi pasien.
memerlukan
penyelamatan
hidup.
2. Ketidakefektifan pola napas b.d. Hipoksia.
Tujuan : -
Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal
-
Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
Kriteria hasil
:
-
Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.
-
Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi
Rasional
Berikan posisi fowler atau semi fowler
Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan
kerja
pernapasan,
dan menurunkan resiko aspirasi Ajarkan teknik napas dalam dan atau Membantu meningkatkan difusi pernapasan
bibir
atau
diafragmatik
pernapasan gas dan ekspansi jalan napas
abdomen
bila kecil, memberika pasien beberapa
diindikasikan
kontrol
terhadap
pernapasan,
membantu menurunkan ansietas. Obserfasi TTV (RR atau frekuensi Mengetahui permenit)
frekuensi
keadekuatan pernapasan
dan
keefektifan jalan napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
Tujuan
Kriteria hasil :
: Nafsu makan membaik.
-
Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
-
Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi Beri
motivasi
Rasional
pada
klien
untuk Agar pasien mau memenuhi diet yang
mengubah kebiasaan makan.
disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme.
Sajikan
makanan
untuk
klien Mengurangi anorexia pada pasien.
semenarik mungkin. Pantau nilai laboratorium, khususnya Untuk transferin, albumin, dan elektrolit.
mengetahui
perkembangan
asupan gizi klien melalui sampel darah.
Timbang berat badan pasien pada Untuk mengetahui perkembangan klien interval yang tepat.
dalam mempertahankan berat badan normal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam Untuk bisa lebih tepat memberikan diet menentukan kebutuhan protein untuk kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori klien.
yang dibutuhkan.
Pertahankan kebersihan mulut yang Menambah baik.
nafsu
makan
dan
membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga makanan yang klien makan akan terasa lebih nikmat.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen
Tujuan
: keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
Kriteria hasil
: mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan
di tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/ Intervensi
Rasional
Beri bantuan untuk melaksanakan Ajarkan klien bagaimana meningkatkan aktifitas sehari-hari
rasa control dan mandiri dengan kondisi yang ada
Ajarkan
klien
menghadapi
aktifitas
kelelahan
dan
bagaimana Istirahat
memungkinkan
tubuh
menghindari memperbaiki energy yang digunakan
berikan
periode selama aktifitas
istirahat tanpa gangguan di antara aktifitaa Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai Dengan menu makanan pasien
ahli
gizi,perawat
dapat
menentukan jenis-jenis makanan yang harus
dikonsumsi
untuk
memaksimalkan pembentukan energy dalam tubuh pasien.
5. Perubahan pola eliminasi urin b.d. Penurunan curah jantung.
Tujuan
Kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal,
: mengembalikan pola eliminasi urin normal.
klien menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi
Rasional
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan Pengeluaran warna saat dimana diuresis terjadi.
sedikit
urine
dan
pekat
mungkin karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang
membantu
diuresis
sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring. Pantau/hitung keseimbangan intake dan Terapi diuretic dapat disebabkan output selama 24 jam
oleh
kehilangan
tiba/berlebihan
cairan
tiba-
(hipovolemia)
meskipun edema/asites masih ada. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan
Posisi tersebut meningkatkan
posisi semifowler selama fase akut.
filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada)
Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia,
Kongesti visceral (terjadi pada
mual, distensi abdomen dan konstipasi.
GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
Konsul dengan ahli diet.
Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Kor-pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Kor-pulmonal dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab Cor Pulmonale akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan Cor Pulmonale kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada Cor Pulmonale kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada Cor Pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.
DAFTAR PUSTAKA
A
Sovari,
Ali.2009.Cor
Pulmonal.(online),emedicine.medscape.com,7
Oktober 2009 Boughman, Diane C & Hackley, Joann C.2000.Buku Saku Keperawatan Medical Bedah.Jakarta:EGC Wilkinson, Judith. M.2002.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria NOC.EGC:Jakarta Ns. Reny Yuli Aspiani S.Kep (2014), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi NANDA,NIC dan NOC. Jilid 1, Jakarta:TIM