BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah yang diteliti tentunya dimunculkan melalui serangkaian proses penalaran tertentu dari sumber-sumber tertentu, jadi ada “konteks” tertentu, yang dari situ (dengan bantuan kemampuan penalaran) kita dapat merumuskan “masalah penelitian”, yakni masalah yang kita pilih dan kita usulkan untuk diteliti. Uraian dan penjelasan yang demikian itulah yang mesti dipaparkan dalam “latar belakang masalah”. Sesuatu yang belum jelas, sesuatu yang masih tanda tanya, sesuatu yang belum diketahui secara pasti, dan jawabannya terletak atau bergantung pada kenyataan empiris, itulah yang (dalam penelitian kualitatif) disebut dan dimunculkan sebagai “masalah penelitian”. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ia dinilai dan dimunculkan sebagai “masalah”? apa yang menjadi latar belakangnya? sehingga ia disebut dan dimunculkan sebagai “masalah”. Dalam konteks seperti itulah, istilah “latar belakang masalah” kita gunakan di dalam menyusun usulan/rancangan penelitian (Faisal, 1999; 96-97).
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi artinya merinci masalah sehingga dapat diketahui dengan jelas. Identifikasi masalah sebaiknya disertai dengan data yang mendukungnya. Dari berbagai gejala yang memperlihatkan adanya masalah menimbulkan pertanyaan yang dapat memunculkan masalah baru dan dapat dihimpun sebagai masalah alternatif, meskipun masih memperlihatkan adanya atau luasnya permasalahan. Dalam hal ini kita perlu melakukan identifikasi masalah.
C. Rumusan Masalah
Dalam membuat rancangan penelitian, diharuskan bagi peneliti untuk menegaskan dan merumuskan masalah yang sedang diteliti secara jelas dan tegas. Hal itu dilakukan dengan maksud agar keseluruhan proses penelitian bisa benarbenar terarah dan terfokus pada tujuan yang jelas. Jikalau diajukan rumusan umum yang mencerminkan pokok permasalahan yang diteliti, maka ia perlu
dirinci ke dalam rumusan-rumusan yang lebih spesifik dan operasional. Rumusan masalah yang spesifik dan operasional itulah yang hendaknya disejalankan dengan “wujud jawaban” yang bakal disajikan dan disimpulkan dalam laporan hasil penelitian.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembatasan Masalah Studi Melalui Fokus Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Pada dasarnya penentuan masalah menurut Lincoln & Guba ( 1985 : 226 ) bergantung pada paradigma apakah yang dianut oleh seorang peneliti. Maka ada 3 macam masalah :
Masalah untuk peneliti
Evaluands untuk evaluator
Pilihan kebijaksanaan
Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda tanya, dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari sesuatu jawaban ( Guba, 1978 : 44; Linclon dan Guba, 1985 : 218 ; dan Guba Linclon, 1981 : 88).
Tujuan suatu penelitian ialah upaya untuk memecahkan masalah. Perumusan masalah dilakukan dengan jalan mengumpulkan sejumlah pengetahuan yang memadai dan yang mengarah pada upaya untuk memahami atau menjelaskan faktor – faktor yang berkaitan dalam masalah tersebut. Jadi, proses tersebut berupa proses dialektik yang berperan sebagai proposisi terikat dan antithesis yang membentuk masalah berdasarkan usaha sintesis tertentu.
Dua maksud yang ingin dicapai peneliti dalam merumuskan masalah penelitian : 1. Penetapan fokus dapat membatasi studi. Jadi, dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inkuiri.
2. Penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi – ekslusi atau kriteria masuk – keluar suatu informasi yang baru diperoleh di lapangan.
Penetapan fokus atau masalah dalam penelitian kualitatif bagaimana pun akhirnya akan dipastikan sewaktu peneliti sudah berada di arena atau lapangan penelitian. Dengan demikian kepastian tentang fokus dan masalah itu yang menentukan adalah keadaan di lapangan.
Perumusan masalah yang bertumpu pada fokus dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan rumusan fokus atau masalah itu masih tetap dilakukan sewaktu penelitian sudah berada di latar penelitan.
Pembatasan masalah merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian kualitatif, walaupun sifatnya masih tentatif, sehingga dapat ditarik kesimpulan penting yaitu : 1.
Suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang vakum ( kosong ).
2.
Fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya.
3.
Tujuan penelitian pada dasarnya adalah memecahkan masalah yang telah dirumuskan.
4.
Masalah yang bertumpu pada fokus yang ditetapkan bersifat tentatif, dapat diubah sesuai dengan situasi latar penelitian.
B. Model Perumusan Masalah Salah satu teknik yang sering digunakan dalam proses penelitian adalah membuat model obyek yang akan diselidiki. Karena model itu merupakan tiruan kenyataan, maka ia harus dapat menggambarkan berbagai aspek tiruan kenyataan dan aspek yang diselidiki. Salah satu alasan utama pengembangan model adalah untuk lebih memudahkan pencarian variabel-variabel yang penting dan berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
C. Menemukan Sumber – Sumber Masalah Penelitian Kriteria Analisis Rumusan masalah tersebut telah menghubungkan dua atau lebih hal atau faktor (definisi masalah) Rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitian Uraian dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan penelitian Uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi kriteria inklusi – ekslusi. Hipotesis kerja dinyatakan secara eksplisit dan berkaitan dengan masalah penellitian Pembatasan studi dinyatakan dengan istilah fokus
Sumber masalah biasanya dapat diangkat menjadi topik dari sebuah penelitian. Ada beberapa sumber masalah, antara lain : Kehidupan sehari-hari Berasal dari hal-hal yang menjadi kebiasaan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari Masalah praktis Masalah yang harus diselesaikan yang cepat, sehingga masalah tesebut tidak berlarut-larut menjadi masalah Hasil penelitian sebelumnya Masalah yang peneliti rasa tidak tuntas diteliti oleh penelitian sebelumnya, seperti penelitian pada jurnal, skripsi, tesis, disertasi ataupun penelitian lainnya Teori Bedasarkan teori yang telah ada dan diakui. Biasanya peneliti ingin mencari hubungan antara teori-teori tersebut untuk mendapatkan teori baru
D.
Prinsip – prinsip Perumusan Masalah Dalam merumuskan masalah itu terdapat prinsip-prinsip yang dijadikan pegangan atau patokan bagi para peneliti. Prinsip-prinsip ini ditarik dari hasil pengkajian perumusan masalah dan bertujuan agar bisa dijadikan pegangan dan patokan bagi para peneliti. Dalam Moleong (2010: 112-119). Terdapat Sembilan prinsip dalam perumusan masalah yang mana sebagai berikut: 1. Prinsip yang Berkaitan dengan Teori dari Dasar Peneliti hendaknya senantiasa menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitiannya didasarkan atas upaya menemukan teori dari dasar sebagai acuan utama. Perumusan masalah adalah sekadar arahan pembimbing atau acuan pada usaha untuk menemukan masalah yang sebenarnya. Masalah sesungguhnya baru akan dapat dirumuskan apabila peneliti sudah berada dan mulai, bahkan sedang mengumpulkan data. 2. Prinsip yang Berkaitan dengan Maksud Perumusan Masalah Perumusan masalah di sini bermaksud menunjang upaya penemuan dan penyusunan teori substantif, yaitu teori yang bersumber dari data.
Peneliti merumuskan masalah dengan maksud menguji suatu teori dengan menyadari segala macam kekurangan akibat tindakannya.
Penekanan pada suatu usaha penemuan dapat membawa peneliti untuk juga dapat menguji suatu teori yang sedang berlaku.
Masalah yang dirumuskan dan mungkin disempurnakan akan berfungsi sebagai patokan untuk keperluan mengadakan analisis data dan kemudian menjadi hipotesis kerja.
3. Prinsip Hubungan Faktor Faktor–faktor di sini dapat berupa konsep, peristiwa, pengalaman, atau fenomena.Ada 3 aturan tertentu yang perlu dipertimbangkan oleh peneliti pada waktu merumuskan maslah tersebut : a. Adanya dua atau lebih faktor b. Faktor – Faktor itu dihubungkan dalam suatu hubungan yang logis atau bermakna.
c. Hasil
pekerjaan
tadi
menghubungkan
suatu
keadaan
yang
menimbulkan tanda tanya atau hal yang membingungkan, jadi suatu keadaan bersifat tanda tanya, yang memerlukan pemecahan atau upaya untuk menjawabnya. Jadi, walaupun ada Faktor – Faktor, jika tidak dikaitkan satu dengan lainnya secara bermakna, hal itu berarti belum memenuhi persyaratan. 4. Fokus sebagai wahana untuk membatasi study Peneliti kualitatif bersifat terbuka artinya tidak mengharuskan peneliti menganut suatu orientasi teori atau paradigma tertentu. Peneliti boleh memilih paradigma ilmiah, alamiah ataupun paradigm tengah. Perumusan masalah bagi peneliti akan mengarahkan dan membimbing pada situasi lapangan bagaimanakah yang akan dipillih dari berbagai latar yang sangat banyak tersedia. 5. Prinsip yang berkaitan dengan inklusi – ekslusi Perumusan fokus yang baik yang dilakukan sebelum peneliti ke lapangan dan yang mungkin disempurnakan pada awal ia terjun ke lapangan akan membatasi peneliti guna memilih mana data yang relevan dan mana yang tidak. Data yang relevan dimasukkan dan dianalisis sedangkan yang tidak relevan dengan masalah dikeluarkan. Masalah yang dirumuskan secara jelas dan tegas akan merupakan alat yang ampuh untuk memilih data yang relevan. 6. Prinsip yang berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan masalah Ada tiga bentuk perumusan masalah : Secara diskusi, cara penyajiannya adalah dalam bentuk pernyataan secara deskriptif namun perlu diikuti dengan pertanyaan – pertanyaan penelitian Secara proposional, secara langsung menghubungkan Faktor – Faktor dalam hubungan logis dan bermakna Secara gabungan, terlebih dahulu disajikan dalam bentuk diskusi kemudian ditegaskan lagi dalam bentuk proposisional.
7. Prinsip sehubungan dengan posisis perumusan masalah\ Yang dimaksud dengan posisi disini adalah kedudukan untuk perumusan masalah diantara unsur – unsur peneliti lainnya. Unsur – unsur penelitian lainnya yang erat kaitanya dengan rumusan masalah ialah latar belakang masalah, tujuan, dan acuan teori dan metode penelitian.
Prinsip posisi menghendaki agar rumusan latar belakang penelitian didahulukan.
Prinsip lainnya ialah hendaknya rumusan masalah disusun terlebih dahulu
Prinsip berikutnya menghendaki agar sebaiknya rumusan masalah dipisahkan dari rumus dan tujuan
Prinsip terakhir menghendaki agar seharusnya rumusan masalah dipisahkan dari metode penelitian.
8. Prinsip yang berkaitan dengan hasil penelaahan kepustakaan Pada dasarnya perumusan masalah itu tidak bias dipisahkan dari hasil penelaahan kepustakaan yang berkaitan, karena diperlukan untuk lebih mempertajam perumusan masalah itu, serta mengarahkan dan membimbing peneliti untuk membentuk kategori substantif. 9. Prinsip yang berkaitan dengan penggunaan bahasa Perumusan masalah dilakukan pada waktu mengajukan usulan penelitian dan diulangi kembali pada waktu menulis laporan. Pada waktu menulis laporan atau artikel tentang hasil penelitian, ketika merumuskan masalah, hendaknya peneliti memmpertimbangkan ragam pembacanya, sehingga rumusan masalah yang diajukan dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan menyimak para pembacanya. Dengan kata lain, penulisan perumusan masalah harus disesuaikan dengan tingkat keumumannya para pembaca.
E. Langkah – langkah Perumusan Masalah Langkah 1
: Tentukan fokus penelitian
Langkah 2
: Cari berbagai kemungkinan faktor yang ada kaitan dengan fokus tersebut yang dalam hal ini dinamakan subfokus
Langkah 3
: Dari antara Faktor – faktor yang terkait adakan pengkajian mana yang sangat menarik untuk ditelaah, kemudian tetapkan mana yang dipilih
Langkah 4
: Kaitkan secara logis Faktor – faktor subfokus yang dipilih dengan fokus penelitian.
Selain itu, dalam penelitian-penelitian yang umum digunakan pertanyaanpertanyaan : apakah, bagaimana, dan mengapa. Rumusan masalah merupakan kaitan dua bua faktor yaitu antara faktor dengan kemungkinan-kemungkinan penyebabnya. Jadi, perumusan masalah dalam penelitian kualitatif merupakan hal yang penting. Perumusan masalah penelitian melalui fokus. Masalah Penelitian dirumuskan dalam bentuk fokus yang dalam penelitian membatasi studi itu sendiri, sifat perumusan masalah sebelum penelitian akhirnya masih tentatif, yang berarti masih dapat berkembang sekaligus disempurnakan sewaktu peneliti berada dilapangan.
BAB III PENUTUP
F. Kesimpulan Perumusan masalah adalah suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Perumusan masalah memiliki beberapa fungsi siantaranya sebagai berikut; sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan, sebagai pedoman/penentu arah atau fokus dari suatu penelitian, sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti, dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
Kriteria-kriteria dalam perumusan masalah adalah; kriteria pertama berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris. Kriteria Kedua bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori. Kriteria ketiga, suatu perumusan masalah hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual.
Pembatasan masalah studi melalui Fokus pada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang “kosong”, tetapi dilakukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya suatu masalah. Masalah dalam penelitian kualitatif dinamakan fokus.
Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan.
Analisis perumusan masalah, Ada enam patokan dalam melakukan analisi perumusan masalah yaitu : 1. Apakah rumusan masalah tesebut telah menghubungkan dua atau lebih faktor? 2. Apakah rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitian 3. Apakah uraianya dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan penelitian, ataukah dalam bentuk pertanyaan penelitian saja? 4. Apakah uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi criteria “inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga criteria itu tidak terpenuhi? 5. Apakah kata “hipotesis kerja” dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan masalah penelitian? Ataukah hanya dinyatakan secara implicit? 6. Apakah secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah ”fokus” secara eksplist atau tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah?
Beberapa prinsip dalam perumusan masalah yaitu; 1. Prinsip yang berkaitan dengan teori dari dasar 2. Prinsip yang derkaitan dengan maksud perumusan masalah 3. Prinsip hubungan faktor 4. Fokus sebagai wahana untuk membatasi studi 5. Prinsip yang berkaitan dengan kriteria inklusi-ekslusi 6. Prinsip berkaitan dengan bentuk dan cara perumusan masalah 7. Prinsip sehubungan dengan posisi perumusan masalah 8. Prinsip yang berkaitan dengan hasil kajian kepustakaan
DAFTAR PUSTAKA
1. Sedarmayanti dan Hidayat .2011. Metodologi Penelitian. Bandung:
CV Mandar Maju. Hal. 36. 2. Moleong, Lexy. J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. Hal. 92. 3. Faisal, Sanapiah. 1999. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. Hal. 99-100.
PERUMUSAN MASALAH DALAM PENELITIAN KUALITATIF
Disusun oleh : Noviantoro E P (15071004) Setia Ningrum (15071013) Ukhtiani Putri (15072119)
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA ILMU KOMUNIKASI DAN MULTIMEDIA 2016