BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, baik berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar untuk meninggal karena Penyakit kardiovaskuler dibandingkan karena gagal ginjal. Pasien dengan PGK yang menjalani hemodialisa mempunyai risiko 10-30 kali lebih besar terjadi kematian karena penyakit kardiovaskuler, mereka mempunyai risiko tinggi untuk menderita penyakit jantung, arterial vascular disease dan kardiomiopati (Sarnak et al., 2003). Angka kejadian penyakit ginjal kronik (PGK) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, cenderung meningkat dari tahun ketahun. Jumlah pasien PGK yang menjalani dialisa di Instalasi Ginjal Hipertensi RSUD Dr. Moewardi/Fakultas Kedokteran UNS tahun 2010 ( 2016 pasien), 2011 ( 2771 pasien ), 2012 (3380 pasien). Di Indonesia, dari data di beberapa bagian nefrologi, diperkirakan insiden penyakit ginjal kronik (PGK) berkisar 100-150 per 1 juta penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk(Bambang P,2012). Pasien penyakit ginjal kronik (PGK) mempunyai faktor risiko yang klasik dan non klasik terhadap penyakit kardiovaskuler, akan tetapi mekanisme yang spesifik yang memudahkan terjadinya penyakit kardiovaskuler belum diketahui dengan pasti. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya proses penyakit kardiovaskuler adalah
1
2
adanya inflamasi, dimana inflamasi berperan sangat penting dalam proses aterosklerosis (Stinghen dan Pecoits-Filho, 2007). Aterosklerosis pada penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama dari kesakitan dan kematian pada penderita gagal ginjal (Papagianni et al., 2003). Disfungsi endotel merupakan teori penyebab yang sangat populer saat ini. Injury atau cedera endotel oleh berbagai mekanisme menyebabkan
lepasnya endotel, adhesi
platelet pada sub endotel, kemotaksis faktor pada monosit dan limfosit sel T, pelepasan platelet derived dan monosit derived growth faktor yang memicu migrasi otot polos dari tunika media ke tunika intima vaskuler, diikuti reflikasi sintesis jaringan ikat dan proteoglikan serta pembentukan fibrous plaque. Sel lainnya seperti makrofag, sel endotel, sel otot polos arteri juga menghasilkan growth faktor yang berperan pada proliferasi sel otot polos dan produk matrik extraseluler. Teori respon to injury dari Ross menghasilkan hipotesis aterosklerosis adalah efek dari interaksi yang rumit antara monosit, lipoprotein, platelet, limfosit dan sel otot polos ditunika intima. Aterosklerosis adalah pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah arteri yang terjadi karena proses pengendapan lemak, komplek karbohidrat dan produk darah, jaringan ikat dan kalsium. Keadaan ini akan mengakibatkan hilangnya elastisitas arteri, disertai perubahan degenerasi lapisan media dan intima(Lumongga, 2007) Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalui selaput membran semipemiabel yang berperan sebagai ginjal buatan (Cohen, 2007). Perubahan paling awal aterosklerosis adalah penebalan difus tunika intima dan tunika media dengan perubahan ekhogenitas sepanjang permukaan dinding pembuluh
3
darah. Proses aterosklerosis sendiri ditandai dengan peningkatan ketebalan intima media (KIM) yang dapat dilihat dan dinilai dengan menggunakan pemeriksan utrasonografi. Dengan ultrasonografi B-mode resolusi tinggi dapat dievaluasi perubahan morfologi yang terjadi dan dapat diukur secara akurat ketebalan intima media(KIM) yang terjadi pada dinding arteri karotis. Beberapa penulis mengatakan bahwa ketebalan intima media(KIM) arteri karotis adalah petanda aterosklerosis, pada pembuluh darah lain. Ini merupakan petunjuk penting dalam mempertimbangkan manfaat klinik pengukuran kelainan pada arteri yang jauh dari daerah vaskuler yang bersangkutan (Rothwell, 2001). Methylcobalamin
adalah
metabolit
aktif
dari
cyanocobalamin.
Methylcobalamin sangat penting untuk sintesis DNA selular,
menurunkan
homocystein, co-faktor untuk sintesis methyonin, berperan dalam metabolisme asam folat, sehingga pemberian methylcobalamin diharapkan bisa menurunkan kejadian aterosklerosis pada Gagal ginjal kronik stadium V yang ditandai dengan penurunan kadar TGF β1 dan penurunan penebalan tunika intima media arteri carotis.
1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Adakah pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap TGF-β1 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. 1.2.2. Adakah pengaruh pemberian methylcobalamin terhadap ketebalan intima media arteri carotis pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis.
4
1.3.
Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh methylcobalamin terhadap TGF-β1 dan ketebalan intima media arteri carotis pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. 1.3.2. Tujuan khusus 1.3.2.1. Membuktikan adanya pengaruh methylcobalamin terhadap kadar TGF-β1 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis 1.3.2.2. Membuktikan adanya pengaruh methylcobalamin terhadap ketebalan intima media arteri carotis pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Memberikan bukti empiris terhadap teori bahwa methylcobalamin sebagai anti oksidan yang berpengaruh terhadap penurunan kadar TGF-β1 dan penurunan ketebalan intima media arteri carotis pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. 1.4.2. Manfaat Terapan Mengetahui pengaruh methylcobalamin terhadap penurunan kadar TGFβ1 merupakan penanda inflamasi berperan penting dalam perkembangan progresivitas aterosklerosis dan penurunan ketebalan intima media arteri carotis, merupakan manifestasi klinis terjadinya aterosklerosis pada pasien
5
PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. Bila didapatkan penurunan TGF β1 dan penurunan ketebalan tunika intima media arteri carotis pada penelitian ini, maka methylcobalamin injeksi dapat digunakan untuk menekan kejadian penyakit kardiovaskuler yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) stadium V.