1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler memiliki
risiko
mengalami
kejadian
kardiovaskular
yang
lebih
tinggi
dibandingkan dengan populasi umum. Risiko kardiovaskular pada populasi umum makin meningkat seiring dengan peningkatan kadar asam urat serum. Namun demikian, pada populasi hemodialisis reguler, peningkatan kadar asam urat serum justru menurunkan kejadian kardiovaskular. PGK di Indonesia semakin lama semakin bertambah, dengan jumlah 4.977 pasien pada tahun 2007 menjadi 19.621 pada tahun 2012 (IRR, 2012). Pasien PGK memiliki risiko mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Sejak 30 tahun yang lalu, penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian pada populasi ini. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyakit kardiovaskular bertanggung jawab terhadap 40-50% kematian pada pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir. Risiko mortalitas akibat kardiovaskular pada pasien yang menjalani hemodialisis atau dialisis peritoneal mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan populasi umum (Jager DJ, et al., 2009). Hubungan antara kadar asam urat serum dan risiko kardiovaskular telah diteliti pada banyak penelitian epidemiologi. Pada penelitian Monitoring Trends and Determinants in Cardiovascular Disease (MONICA) Ausburg, peningkatan kadar asam urat serum adalah faktor independen terhadap kematian akibat semua sebab dan mungkin merupakan faktor risiko kematian akibat kardiovaskular. Pada
2
First National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES I), untuk setiap 1,01 mg/dL peningkatan pada kadar asam urat serum, hazard rasio untuk mortalitas total dan kematian kardiovaskular adalah 1,09 dan 1,19 untuk laki-laki dan 1,26 dan 1,3 untuk perempuan. Hasil dari penelitian Losartan Intervention for Endpoint Reduction in Hypertension (LIFE) menunjukkan hubungan antara kadar asam urat serum dengan risiko kejadian kardiovaskular pada populasi dengan risiko tinggi yang memiliki penyakit arteri koroner. Pada Multiple Risk Factors Intervention Trial (MRFIT), hiperurisemia dan gout merupakan faktor risiko independen terhadap infark miokard pada 12.866 laki-laki yang diikuti selama 6,5 tahun (Iliesiu, 2010). Serupa dengan hasil yang ditemukan pada populasi umum, bukti terhadap hubungan kadar asam urat dengan kejadian kardiovaskular dan mortalitas pada pasien dengan penyakit ginjal masih menjadi kontroversi. Pada pasien dengan PGK, kadar asam urat menunjukkan gambaran yang linear atau berbentuk J (angka kematian lebih tinggi pada kadar asam urat yang terlalu rendah dan terlalu tinggi, dan menurun pada kadar asam urat yang sedang) dalam hubungannya dengan mortalitas oleh semua sebab atau oleh akibat kardiovaskular, meskipun pada beberapa penelitian hubungan ini tidak menunjukkan signifikansi atau tidak berhubungan setelah disesuaikan dengan kadar proteinuria atau laju filtrasi glomerulus. Pada populasi dialisis, penelitian menunjukkan hasil yang berbeda, dari hubungan berbentuk J sampai hubungan terbalik antara kadar asam urat dan mortalitas (Murea, 2012).
3
Prevalensi dari Protein-Energy Malnutrition (PEM) pada pasien hemodialisis dilaporkan tinggi (23 sampai 73% pada berbagai penelitian). Beberapa laporan terbaru menemukan hubungan antara status nutrisi dan outcome klinis, sehingga mendukung hipotesis bahwa malnutrisi dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap mortalitas pada pasien yang menjalani hemodialisis. Pada kebanyakan penelitian, evaluasi dari status nutrisi didasarkan oleh pengukuran kadar albumin dan beberapa protein lainnya, tetapi pada beberapa penelitian status nutrisi dievaluasi dengan menggunakan pengukuran antropometri, Subjective Global Assessment (SGA), atau kadar nitrogen total tubuh. Asupan protein yang rendah (urea appearance rate) dan berat badan yang relatif rendah juga merupakan prediktor kematian pada pasien yang menjalani hemodialisis (Salim, et al., 2007; Ebrahimzadehkor, et al., 2014; Qureshi, et al.,2002). Malnutrisi, inflamasi, dan penyakit kardiovaskular adalah faktor risiko independen yang signifikan dari mortalitas, dapat diperkirakan bahwa risiko kematian akan meningkat pada pasien yang memiliki lebih dari satu faktor secara bersamaan. Hal ini dibuktikan pada sebuah penelitian yang menunjukkan peningkatan mortalitas dengan peningkatan faktor risiko, 75% dalam 3 tahun pada pasien yang memiliki ketiga faktor risiko tersebut. Mortalitas juga tinggi pada kelompok pasien yang memiliki 2 faktor risiko, 50% diantara kelompok tersebut memiliki penyakit kardiovaskular, dan angka harapan hidup adalah 100% pada pasien tanpa faktor risiko (Afsar, et al., 2006; Ebrahimzadehkor, et al., 2014). Hubungan terbalik antara kadar asam urat yang tinggi dengan rendahnya angka kematian oleh semua sebab dan akibat kardiovaskular pada populasi dialisis
4
diperkirakan berhubungan dengan status nutrisi yang lebih baik pada pasien hemodialisis dengan kadar asam urat yang lebih tinggi. Pada sebuah kohort yang besar, Dialysis Outcomes and Practice Pattern Study (DOPPS), kadar asam urat berhubungan langsung dengan penanda dari status nutrisi yang lebih baik seperti laju katabolik protein yang dinormalisasi yang lebih tinggi, indeks massa tubuh yang lebih tinggi, laju filtrasi glomerulus yang lebih tinggi, dan kadar fosfor serum yang lebih tinggi. Meskipun hubungan terbalik antara kadar asam urat dan kematian pada pasien hemodialisis tetap kuat setelah disesuaikan dengan variabelvariabel lain dan penanda nutrisi dan inflamasi lainnya (albumin serum, feritin), temuan ini masih harus diteliti pada kohort yang lebih besar sebelum menyatakan bahwa asam urat bersifat kardioprotektif pada pasien yang menjalani hemodialisis (Murea, 2012). Kadar asam urat dan status gizi sangat ditentukan oleh adekuasi hemodialisis pada pasien yang menjalani hemodialisis reguler. Adekuasi hemodialisis adalah kecukupan dosis hemodialisis yang direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis (NKF-K/DOQI, 2000). Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyatakan bahwa adekuasi hemodialisis diukur secara berkala setiap bulan sekali atau minimal setiap 6 bulan sekali. Secara klinis hemodialisis dikatakan adekuat bila keadaan umum pasien dalam keadaan baik, merasa lebih nyaman, tidak ada manifestasi uremia dan usia hidup pasien semakin panjang. Penelitian ini akan mengukur korelasi kadar asam urat dan status gizi yang dikelompokkan berdasarkan adekuasi hemodialisis.
5
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah kadar asam urat serum berhubungan dengan status gizi pada populasi pasien PGK yang menjalani hemodialisis reguler? 2. Apakah adekuasi hemodialisis berhubungan dengan status gizi pada populasi pasien PGK yang menjalani hemodialisis reguler? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum : mengetahui hubungan antara kadar asam urat serum dan adekuasi hemodialisis dengan status gizi pada populasi pasien PGK yang menjalani hemodialisis reguler. 2. Tujuan Khusus : a. Mengetahui hubungan antara kadar asam urat serum dan status gizi pada pasien hemodialisis reguler. b. Mengetahui hubungan antara adekuasi hemodialisis dan status gizi pada pasien hemodialisis reguler. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat akademik : Penelitian ini diharapkan dapat memperjelas kajian teori mengenai hubungan antara kadar asam urat serum, adekuasi hemodialisis, dan status gizi pasien hemodialisis reguler.
6
2. Manfaat praktis : Dengan mengetahui hubungan antara kadar asam urat serum dan status gizi, diharapkan kadar asam urat serum dapat menjadi penanda status gizi pada pasien yang menjalani hemodialisis reguler.