BAB I PENDAHULUAN
1.1 Tinjauan Objek Studi 1.1.1Profil Perusahaan PT. Medco Energi Internasional, Tbk
Gambar 1.1 Logo PT. Medco Energi Internasional, Tbk Sumber: Tambangnews (2013)
Pada tanggal 22 April 2010, PT Medco Energi Internasional Tbk (Medco) menerbitkan Laporan Tahunan 2009. Tema yang diambil adalah “Journey toward Excellence” (Perjalanan Menuju yang Terbaik). Tema ini mencerminkan sebuah tekad seluruh jajaran manajemen untuk menjadikan Medco menjadi sebuah perusahaan terbaik yang bergerak di sektor energi terpadu dengan fokus pada kegiatan usaha eksplorasi dan produksi minyak dan gas, ketenagalistrikan dan industri hilir. Perusahaan yang berdiri pada tanggal 9 Juni 1980 ini semula bernama PT Meta Epsi Pribumi Drilling Company, kemudian berubah menjadi PT Medco Energi Corporation sebelum melakukan IPO (initial public offering) pada tahun 1994 dan terakhir, pada tahun 2000 hingga sekarang, berubah menjadi PT Medco Energi Internasional Tbk. Perusahaan ini awalnya hanyalah sebuah kontraktor pemasangan pipa air dan instalasi listrik door to door yang dirintis oleh Arifin Panigoro. Ia kemudian merintis usaha proyek pemasangan pipa minyak dala skala kecil-kecilan. Saat itu, proyek pemasangan pipa berdiameter 1
besar hanya merupakan porsi perusahaan asing karena untuk menggarapnya memerlukan peralatan berat dan yang punya hanya perusahaan asing. Karena itu setiap Pertamina melakukan tender untuk pemasansgan pipa besar, hampir dapat dipastikan perusahaan asing lah pemenangnya. Pada tahun 1981, Arifin memberanikan mulai menggarap proyek pipanisasi berdiameter besar. Untuk mengatasi kendala peralatan berat, ia menggandeng perusahaan asing. Dealnya adalah jika satu proyek selesai, bagi hasilnya adalah peralatan berat milik asing tersebut dan mitra setuju dengan skema semacam ini. Pada tahun 1979-1980 ketika terjadi oil boom, Sekretariat Negara mengambil inisiatif untuk membangun kilang minyak. Saat itu, dalam pembangunan Kilang Cilacap, Medco ditempelkan dengan sebuah perusahaan asal Amerika Serikat dan hasilnya cukup memuaskan. Inilah titik awal Medco menjadi perusahaan besar. Kalau sebelumnya Medco selalu menggandeng mitra asing, maka mulai tahun 1990 Medco mulai belajar mandiri.
Pada tahun itu untuk pertama kalinya Medco membeli sumur
minyak di Tarakan, Kalimantan Timur, seharga 13 juta dollar AS.
Ladang itu mampu
berproduksi 4.000 barrel per hari (bph). Kemudian pada tahun 1995, Medco membeli lagi sumur minyak tertua PT Stanvac Indonesia milik Exxon Mobil melalui sebuah tender dan namanya kemudian diubah menjadi Expan. Sampai saat ini total produksi yang dimiliki Medco mencapai 80.000 bph Ini juga merupakan salah satu prestasi gemilang Medco. Dengan pembelian ini, PT Stanvac tidak lagi dikuasai asing, kini perusahaan minyak tertua di Indonesia tersebut sudah dimiliki sepenuhnya oleh Medco. Pada tahun 1994, Medco melakukan melakukan Initial Public Offering (IPO). Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2004, Medco mulai melebarkan sayapnya ke luar negeri. Ini terjadi setelah Medco mengambil alih Novus Petroleum, sebuah perusahaan minyak dan gas Australia yang punya wilayah operasi yang tersebar mulai dari Australia, Amerika Serikat, Timur Tengah dan Asia Selatan termasuk Indonesia. Kini perusahaan ini terus melebarkan sayapnya ke luar negeri, Singapura, AS, Thailand, Kamboja, Vietnam, Libia, Yaman, Oman dan Tunisia. Pada saat yang bersamaan
Medco juga melakukan pengembangan bisnis di bidang gas dengan
mengoperasikan kilang LPG untuk ladang gas Kaji. Untuk menjadi perusahaan kelas dunia, Medco terus sibuk melakukan pembenahan dalam sistem, prosedur dan tata kelola perusahaan. Medco yang semula merupakan perusahaan keluarga saat ini telah mentransformasikan dirinya menjadi perusahaan yang dikelola secara profesional. Semua kebijakan perusahaan betulbetul dijalankan semata-mata atas
pertimbangan rasional bisnis, bukan merupakan kata putus 2
dari seorang
Arifin Panigoro, meskipun ia seorang pendiri perusahaan ini. Termasuk di
dalamnya adalah dibentuknya Komite Investasi yang akan menilai setiap langkah investasinya. Medco tumbuh menjadi sebuah perusahaan yang berbasis efisiensi atau cost leadership. Hasil survei membuktikan bahwa Medco selalu tercatat sebagai perusahaan yang biaya produksi per barelnya paling rendah. Selain lapangan Medco yang kebanyakan onshore sehingga lebih murah dari offshore, Medco juga lebih banyak menggunakan tenaga ahli lokal yang biayanya lebih murah daripada menggunakan tenaga ekspat. Di samping itu, Medco juga berhasil menerapkan pola manajemen baru dari functional based menjadi asset based organization. Dengan penerapan asset based ini, kantor pusat hanya fokus pada hal-hal strategis seperti akuisisi, bujet, strategi, kemitraan, eksplorasi risiko dan sebagainya. Kantor pusat tidak lagi direpotkan dengan berbagai hal yang menyangkut keputusan yang harus diambil dengan cepat di lapangan, karena hal tersebut sudah menjadi kewenangan para manajer di area masing-masing. Visi : Perusahaan tambang terkemuka dengan sangat menjaga tanggung jawab sosial serta mengedepankan aspek lingkungan. Misi : Mengembangkan sumber daya energi yang berpotensi menghasilkan investasi yang menguntungkan.
1.1.2 Struktur Organisasi Struktur organisasi yang digunakan oleh PT Medco Energi Internasional, Tbk adalah model organisasi terstruktur yang dipimpin oleh Dewan Direksi Pimpinan Dari dewan pimpinan, selanjutnya pembagian ruang lingkup pekerjaan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) divisi utama. Ke 3 (tiga) divisi utama tersebut adalah Technical Manager, Operation Manager, Human Resources Manager. Berikut disajikan dalam Gambar 1.2 di halaman selanjutnya.
3
PT. Medco Energi Internasional, Tbk
Technical Manager
Operation Manager
Human resources Manager
Rimau
exploration
Business shared service
South and
Petroleum engineering
Central sumatra
engineering
commercial
Financial and accounting Major project execution
risk management
Supply chain sumatra
Tarakan and kalimantan
Surface
Corporate planning
relations
Lematang
Legal
Gambar 1.2 Struktur Organisasi PT. Medco Energi Internasional,Tbk Sumber: Data Internal PT. Medco Energi Internasional, Tbk. (2013)
1.2 Latar Belakang Penelitian Perusahaan – perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan
dan perminyakan
banyak menimbulkan polemik khususnya bila menyangkut kepada dampaknya pada lingkungan sosial. Akibat eksploitasi sumber daya alam mengakibatkan kerusakan pada alam dan bencana akibat degradasi lingkungan dan tentunya masyarakat sekitar yang menerima resiko tersebut. Disatu sisi, sumber daya alam dieksploiotasi untuk memenuhi kebutuhan peningkatan asli daerah guna penyelenggaraan pembangunan. Indonesia dikenal sebagai eksportir batu bara terbesar
4
dengan produk yang berkualitas. Berikut pernyataan dari Sekjen Asosiasi Jasa Pertambangan, Sufrin Hannan: Sufrin Hannan menyatakan bahwa: Dipasar Internasional, Indonesia dikenal sebagai eksportir batu bara terbesar dengan produk berkualitas tinggi. Dari sekitar 460Juta ton produksi batu bara, sebanyak 70% diserap pasar ekspor. Tidak hanya batu bara, hasil tambang seperti emas, biji besi, timah juga dikenal luas dipasar dunia. Potensi kekayaan tambang Indonesia secara umum menduduki peringkat ke enam terkaya didunia. Ini menunjukkan tambang Indonesia masih sangat menarik. Sumber: Eksekutif (2013)
Faktor lain yang sangat menentukan perkembangan bisnis ini adalah karena semakin meningkatnya permintaan akan komoditi tambang khususnya energy seperti minyak dan batu bara.
Gambar 1.3 Tren Produksi, Penjualan Dalam Negeri Dan Luar Negeri Sumber: Indoanalisis (2014)
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa perkembangan produksi batubara telah menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan produksi batubara nasional ini tidak terlepas dari permintaan dalam negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat setiap tahunnya. Sebagian besar produksi tersebut untuk memenuhi permintaan luar negeri.
5
Gambar 1.4 Pemanfaatan Batubara Sumber: Indoanalisis (2014 )
Gambar diatas menunjukkan pemanfaatan batubara dari tahun – tahun ke tahun mengalami
kenaikan.
Keuntungan
penggunaan
batubara
yang
paling
jelas
terlihat
dalam produksi energy listrik dimana penggunaan batubara terus tumbuh pada kecepatan yang tajam di Domestik. Industri semen memerlukan energi untuk memproduksi semen dan batubara merupakan
sumber
penting
bagi
energi
yang
dibutuhkan.
Selain itu semen juga sangat penting digunakan untuk industri konstruksi - dicampur dengan air, dan kerikil akan menjadi beton, salah satu bahan konstruksi utama saat ini. Sisanya adalah untuk konversi dan tekstil. Harga dan ketersediaan Batubara merupakan faktor penting dalam pertumbuhan industri ini. Bila melihat perkembangan pertambangan tersebut maka sebenarnya peluang dan potensi dibidan g ini masih sangat tinggi . Hal ini ditunjang dengan kondisi alam Indonesia yang menyediakan sangat banyak cadangan-cadangan. Hanya saja pengelolaan cadangan – cadangan tersebut masih dirasa kurang kualitasnya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya perdebatan yang disebabkan karena kesalahan pengelolaan di industri pertambangan yang kurang peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar area penambangan sehingga menyebabkan banyaknya
6
konflik – konflik daerah. Berikut kutipan pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA terkait kerusakan lahan akibat pertambangan:
kerusakan lahan akibat pertambangan terjadi selama kegiatan dan pasca pertambangan. Dampak yang ditimbulkan berbeda tergantung pada metode dan teknologinya. kebanyakan kerusakan lahan yang terjadi disebabkan oleh perusahaan tambang yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan adanya penambangan tanpa izin (PETI) yang melakukan proses penambangan secara liar dan tidak ramah lingkungan. Sumber: : Eksekutif (2013)
United Nations Environment Programme (UNEP, 2009) menggolongkan dampakdampak negatif yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut: 1. kerusakan habitat dan biodiversity lokasi pertambangan 2. Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi pertambangan 3. Stabilisasi landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan 4. Stabilisasi dan rehabilitasi 5. Limbah tambang dan pembuangan tailing 6. Peralatan yang tidak digunakan, libanh padat 7. Emisi udara 8. Debu 9. Perubahan iklim 10. Perubahan air tanah dan air asam taminasi 11. Kebisingan 12. Keselamatan dan kesehatan kerja 13. Kesehatan masyarakat dan permukiman sekitar tambang. Lingkungan yang rusak tidak menyediakan lagi kondisi habitat yang sesuai bagi makhluk hidup. Sebagai Negara berkembang, Indonesia menghadapi masalah kerusakan lingkungan yang memberi dampak negatif bagi kesejahteraan manusia. Kerusakan akibat ulah manusia membawa bencana serta penyakit. Hal ini juga dikarenakan penambangan yang dilakukan tidak sesuai SOP (Standart Operational Procedure). Aktivitas para penambang dalam menjaga kelestarian lingkungan tidak sesuai dengan harapan, akibatnya kerusakan lingkungan di Sulawesi Tenggara parah akibat cara-cara penambang yang tidak profesional. Berikut kutipan pernyataan dari Kabid Ponologi Dinas Kehutanan, Sahid (2013) mengenai kerusakan lingkungan akibat pertambangan:
7
Akibat penambangan tidak professional, berdampak sekitar 90,91 hektar hutan di Sulawesi Tenggara rusak akibat aktivitas penambangan(dialihfungsikan) dari jumlah kawasan hutan Sulawesi Tenggara yang tersisa 2,6 juta hektar. Kerusakan hutan tersebut, disebabkan karena perusakan tambang tidak sesuai SOP, perusahaan juga tidak melakukan rehabilitasi dan reboisasi terhadap lahan yang telah di keruk. Sumber: Republika (2013)
Foto 1.1 Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Sumber: Kompasiana (2014)
Sebagai contoh, munculnya konflik akibat pencemaran lingkungan dan masalah sosial terkait operasional PT. Newmont Minahasia Raya (NMR), dimana masyarakat menuntut kompensasi terkait dampak negatif operasional perusahaan tersebut terhadap kondisi ekonomi, kesehatan dan lingkungan yang semakin memburuk. Hal ini didukung oleh data dari Indonesia Mining Assosiation (IMA) (2014):
Kerusakan lingkungan akibat dari kegiatan ekonomi yang ada di Indonesia salah satunya di Teluk Buyat karena pertambangan oleh PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR). Masyarakat banyak menuntut kompensasi kepada PT. NMR. Sumber: Kompasiana (2014)
8
Lahan PT. NMR rusak parah akibat buangan tailing setiap hari. Bukan saja itu, kondisi
masyarakat yang mengantungkan hidupnya dari hasil pertanian harus bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem didaerah tersebut. Data dari Indonesia Mining Assosiation (IMA) (2014) menyatakan, “masalah lain yang timbul dari PT. NMR adalah karena system penempatan tailing nya yang tidak sesuai AMDAL, PT. NMR terbukti bersalah karena mencemarkan lahan di Sulawesi Utara”. Begitupula PT. Freeport Indonesia yang juga merupakan salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia yang berlokasi di Papua, yang memulai operasinya sejak tahun 1969, sampai dengan saat ini tidak lepas dari konflik berkepanjangan dengan masyarakat lokal, baik terkait dengan tanah ulayat, pelanggaran adat, maupun kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi (Wibisono, 2007). Banyak polusi dan kerusakan alam lainnya yang merugikan lingkungan dan masyarakat di sekitar perusahaan. PT. Freeport juga telah mengabaikan dari visi utamanya. visi merupakan sesuatu yang penting yang perlu diupayakan bersama-sama oleh seluruh anggota organisasi. Menurut Peter M.Senge dalam bukunya The Fifth Diciplines (2007), menjelaskan bahwa visi merupakan gambaran masa depan yang ingin diciptakan. Organisasi yang unggul di masa depan adalah organisasi yang mampu membangun komitmen yang digerakkan oleh visi organisasi yang kuat. Sedangkan apa yang telah dilakukan PT. Freeport telah melenceng daripada visi perusahaan tersebut yaitu menjadi perusahaan kelas dunia yang peduli terhadap lingkungan. Masyarakat sekitar akhirnya banyak yang menuntut untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang seringkali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini semakin menuntut kepedulian perusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya. Menurut Tjahjono Imawan, Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia: Kinerja PT. Freeport sangat buruk karena banyak lubang-lubang dan danau-danau bekas galian tambang yang ditinggalkan begitu saja, tidak ada upaya reklamasi. Bahkan ada sejumlah kawasan yang kerusakannya sangat parah. PT Freeport telah mengabaikan visi dari perusahaan tersebut. PT. Freeport banyak menuai protes dari masyarakat untuk diminta pertanggungjawaban. Sumber: Geoenergi (2013)
9
Perusahaan tambang khususnya PT Timah gagal mereklamasi lahan-lahan bekas tambang, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan dan menimbulkan berbagai penyakit kepada masyarakat di sekitar lahan bekas tambang tersebut. Ini terjadi akibat tidak dilakukan penataan, lahan tersebut banyak tergerus air dan erosi terjadi di sebagian besar lahan milik masyarakat karena tidak dibuatnya saluran pengendali erosi, saluran pengendali air dan dam pengendali erosi Banyak lahan bekas tambang ditemukan gundukan tanah galian yang tidak diratakan sehingga mempersulit aksesibilitas pemeliharaan, pengawasan dan kualitas kesehatan tanaman semakin buruk. Kegagalan reklamasi tidak hanya dikarenakan kehadiran penambang timah inkovensional, tetapi kegagalan ini telah menjadi permasalahan klasik karena kurangnya pengawasan dan tindakan dari pemerintah daerah kepada perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada lingkungan dan masyarakat. Direktur Eksekutif Walhi Provinsi Bangka Belitung (Babel) Ratno Budi menyatakan:
Reklamasi bekas tambang timah gagal mencapai target karena kurang kesadaran dari perusahaan timah. "Pada 2007 tercatat reklamasi yang seharusnya dilakukan 19.207,15 hektare, namun yang terealisasi hanya seluas 8.662,20 hektare atau 45,10%, 2010 target yang direklamasi adalah 1.579,82 hektare, luas lahan yang berhasil diratakan 593,22 hektare atau 37,13 persen dan luas lahan yang terealisasi penanamannya 201,04 hektare. direklamasi mencapai 10.544,95 hektare. Sumber: Radar Bangka (2014 : 7)
Selain itu terdapat pula perusahaan tambang lain yakni PT. Bukit Asam yang tidak menerapkan
prinsip
good
mining
practice
dalam
melakukan
kegiatan
operasional
penambangannya sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja. Berikut adalah kutipan pernyataan dari wakil bupati, Tanjung Enim, Nurul Aman:
PT. Bukit Asam seharusnya menerapkan Good Mining Practice dengan benar. Selain itu, menurut data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Drs. Ali Rahman menyatakan bahwa PT. Bukit Asam tidak menerapkan praktek pengelolaan pertambangan dengan baik sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja sebanyak 85 karyawan ditahun 2011” Sumber: Tribunews (2013)
10
Good Mining Practice adalah suatu kegiatan pertambangan yang mentaati aturan, terencana dengan baik, menerapkan teknologi yang sesuai yang berlandaskan pada efektifitas dan efisiensi, melaksanakan konservasi bahan galian, mengendalikan dan memelihara fungsi lingkungan, menjamin keselamatan kerja, mengakomodir keinginan dan partisipasi masyarakat, menghasilkan nilai tambah, meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan masyarakat sekitar serta menciptakan pembangunan yang berlanjutan. Kegiatan pertambangan batubara memberikan dampak yang nyata pada kerusakan lingkungan sehingga ekosistem yang ada dilingkungan tersebut menjadi rusak dan membahayakan pada ekosistem di lingkungan sekitarnya. Untuk itu diperlukan cara agar dapat mengembalikan fungsi lahan bekas tambang agar tidak terjadi kerusakan yang berkelanjutan dengan cara reklamasi. Kegiatan reklamasi harus melibatkan masyarakat. Reklamasi harus dapat menyentuh masyarakat dari sisi sosial, ekonomi, budaya dan politik yang berkembang di masyarakat. Kegiatan reklamasi yang tidak memperhatikan aspek sosial masyarakat melibatkan seluruh komponen masyarakat dan kepedulian dari masyarakat tentunya akan mendatangkan kegagalan. Jika perusahaan tambang tidak melakukan reklamasi pasca tambang, maka perusahaan tersebut akan dicabut izinnya dalam kegiatan operasional penambangan. Seperti yang telah terjadi pada perusahaan tambang di Sumatera Selatan yang dicabut perizinan kegiatan tambangnya. Berikut pemaparan dari Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Sigit Wibowo: Sebanyak dua perusahaan tambang di Provinsi Sumsel dicabut izin pertambangannya. Pencabutan izin tambang tersebut dilakukan di awal 2014 oleh Kementrian Kehutanan karena perusahaan tersebut tidak melakukan reklamasi hutan terhadap lahan bekas tambang. Sumber: Merdeka (2013)
Dari kutipan pernyataan diatas dipaparkan bahwa terdapat dua (2) perusahaan yang dicabut izin operasionalnya karena perusahaan tidak melakukan reklamasi terhadap lahan bekas tambang. Kewajiban reklamasi perusahaan pertambangan merupakan solusi atas dampak negatif dari operasi pertambangan baik dalam aspek lingkungan maupun sosial yang terjadi di masyarakat. Namun, tata kelola pertambangan yang belum optimal membuat banyaknya pelanggaran terhadap aturan reklamasi oleh perusahaan pemegang ijin. Kewajiban reklamasi ini tertuang dalam UU no. 4 tahun 2009 pasal 96 ayat c tentang pertambangan mineral dan Batubara adalah melakukan reklamasi lahan dan hutan pasca pertambangan. Kewajiban ini kemudian 11
diikat dengan Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang pasal 2 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi, dan pasal 2 ayat 2 yang menyebutkan bahwa IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi pasca tambang.
Foto 1.2 Areal Penambangan Di Sumatera Selatan Yang Ditinggalkan Karena Tidak Melakukan Reklamasi Pasca Tambang Sumber: Tribunews (2013)
Dalam konteks pembangunan saat ini, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggungjawab yang berpijak pada aspek keuntungan secara ekonomis semata, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dari sisi profit, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. Perusahaan bukan lagi sekedar melakukan kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan usahanya, melainkan juga bertanggungjawab terhadap aspek sosial
dan
lingkungannya.
Keberlanjutan
apabila perusahaan memperhatikan aspek terkait
lainnya, yaitu
akan
terjamin
aspek sosial
dan
lingkungan (Rudito, 2009). Seperti yang terjadi pada PT. Berau Coal. Pada saat pemberian Penghargaan Proper Kinerja Bidang Lingkungan Hidup 2011-2012,
PT. Berau
Coal mendapat predikat mengelola lingkungan sangat buruk ditambah lagi perusahaan tersebut tidak mengimplementasikan program-program CSR nya dengan baik. Seperti diungkapkan oleh Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kalimantan Timur, Amril Shadiqin: 12
Dari 102 perusahaan tambang yang memperoleh Sertifikat Program Peringkat (Proper) Kinerja Bidang Lingkungan Hidup 2011-2012, salah satunya adalah PT. Medco Energi Internasional, tbk. Sedangkan dua perusahaan yang mendapat predikat mengelola lingkungan sangat buruk dan mendapat bendera hitam yakni PT. Berau Coal, tbk dan PT. Indo Tambangraya Megah, tbk. Selain itu PT. Berau Coal, tbk juga tidak mengimplementasikan program-program CSR nya dengan baik. Sumber: Portal kabar (2013)
Jika dilihat dari beberapa kasus diatas, masalah sosial dan lingkungan yang tidak diatur dengan baik oleh perusahaan ternyata memberikan dampak yang sangat besar. Perusahaan tambang tidak hanya profit oriented melainkan perusahaan perlu memperhatikan dampak daripada kegiatan pertambangan yang jelas merusak lingkungan. Oleh karena itu masalah pengelolaan sosial dan lingkungan untuk saat ini menjadi hal yang sangat penting. Tanggungjawab
sosial
perusahaan
atau
dikenal
dengan
istilah
Corporate
Social
Responsibility (CSR). CSR menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga CSR merupakan investasi masa depan perusahaan untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development). The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR “Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”. Artinya adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak dengan etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas”. Corporate Social Responsibility (CSR) menggagas bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Elkington (2007) mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality dan social justice (Wibisono, 2007). Kondisi keuangan yang baik tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Peristiwa konflik antara perusahaan dan masyarakat dapat menjadi bukti bagaimana terjadinya instabilitas eksistensi
13
perusahaan karena tidak dapat memberikan perhatian yang seimbang kepada sosial dan lingkungan, seperti yang diungkapkan oleh Thamrin: CSR pada industri pertambangan haruslah berupa program atau kegiatan yang dapat mengurangi dampak lingkungan dari pertambangan, oleh karena itu kegiatan CSR perlu menggaet pemerintah daerah dan masyarakat agar kegiatannya lebih efektif, tepat sasaran dan mengutamakan pada pemulihan lingkungan. Sumber: Tambangnews (2013)
Kegiatan eksplorasi/pertambangan banyak menimbulkan dampak pada lingkungan. Hal ini tidak dapat dipungkiri, kegiatan pertambangan dilakukan dengan membuka hutan dan melakukan penggalian kedalam tanah yang banyak menimbulkan kerusakan ekosistem dan vegetasi yang menjadi identitas negeri ini yaitu Negeri Jamrud Khatulistiwa. Selain kerusakan hutan dan lahan, kegiatan pertambangan juga menghasilkan limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan yang pada akhirnya dapat berdampak kepada masyarakat disekitar pertambangan. Belum selesai masalah limbah yang dibuang dari kegiatan pertambangan, masalah sosial muncul ketika pertambangan dilakukan merusak sarana dan prasarana umum dan tidak adanya tanggungjawab sosial pengusaha tambang terhadap masyarakat sekitar di wilayah pertambangan. Pada akhirnya kegiatan pertambangan hanya membuat masyarakat setempat menjadi sengsara dan semakin terpuruk. Seiring dengan berkembangnya zaman, pertambangan yang sekarang bukanlah suatu kegiatan eksplorasi buta semata. Pencanangan pertambangan hijau dilakukan oleh pemerintah secara ketat melalui berbagai aturan-aturan main yang baru terhadap pengusaha tambang. Dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan sangat menjadi sorotan, oleh karena itu diterapkan metode Pertambangan Hijau yang berasaskan lingkungan dan sosial budaya. Pertambangan hijau dilakukan berdasarkan asas “Menekan dampak yang sekecil mungkin untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya”. Reklamasi lahan pertambangan merupakan harga mati suatu pertambangan, akan tetapi dampak sosial budaya merupakan dampak yang sangat dominan dan sensitif. Karena pertambangan yang dilakukan haruslah memberi manfaat kepada masyarakat yang berada diwilayah tersebut. Di Indonesia, tidak semua kegiatan pertambangannya buruk. Masih ada kegiatan pertambangan yang baik dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan sekitar, salah satunya yaitu PT. Medco Energi Internasional Tbk. Beberapa gagasan besar pun muncul sebagai resolusi konflik dan mengatasi permasalahan pertambangan tersebut. Mulai dari community development,
14
corporate social responsibility, pengelolaan tambang berbasis rakyat, hingga Sustainable Mining Bootcamp (SMB) yang digagas oleh PT. Medco Energi Internasional, tbk.
Foto. 1.3 Penanaman Pohon Dalam Rangka Reklamasi Pasca Penambangan Sumber: Tambangnews (2013)
Kepedulian PT. Medco Energi Internasional Tbk terhadap hal itu terencana dengan baik melalui visi PT. Medco Energi Internasional Tbk. Perusahaan ini berupaya menjadi Perusahaan tambang terkemuka dengan dengan sangat menjaga tanggung jawab sosial serta mengedepankan aspek lingkungan. Begitupun dengan upaya PT. Medco Energi Internasional Tbk dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. PT. Medco Energi Internasional Tbk menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001. Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001 ini sebagai salah satu kebijakan perusahaan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Bentuk kegiatannya berupa pengelolaan bahan kimia, pengelolaan tailing, pengelolaan batuan sisa, 15
pengelolaan limbah, pengelolaan air, pengelolaan kualitas udara, serta rencana penutupan dan reklamasi tambang. Sehingga setiap aktivitas pertambangan tidak mengganggu terhadap kelestarian lingkungan di sekitarnya. Manfaat Sistem Manajemen Lingkungan atau Sertifikat ISO 14001 bagi Perusahaan adalah : 1. Menurunkan potensi negatif/dampak negatif terhadap lingkungan 2. Meningkatkan kinerja lingkungan 3. Memperbaiki tingkat pemenuhan peraturan tentang Lingkungan 4. Mengurangi dan mengatasi resiko lingkungan yang mungkin timbul 5. Dapat mengurangi biaya produksi dan meningkatkan pendapatan 6. Dapat mengurangi resiko kecelakaan kerja 7. Dapat memelihara hubungan baik dengan masyarakat, pemerintah, ataupun terhadap pihak-pihak lain yang memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan 8. Memberikan jaminan kepada konsumen mengenai komitmen pihak Top Manajemen terhadap lingkungan 9. Dapat mengangkat Citra Perusahaan 10. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen 11. Memperbesar Pangsa Pasar 12. Mempermudah dalam memperoleh Izin dan Akses Kredit Bank 13. Meningkatkan motivasi para pekerja 14. Meningkatkan hubungan dengan pemasok 15. Sebagai langkah menuju pembangunan yang berkelanjutan
Perusahaan yang menerapkan sistem manajemen lingkungan berpotensi drastis untuk mengalami pengurangan pencemaran lingkungan hingga 20% (berdasarkan Data Kajian Penerapan ISO-14001 yang diterbitkan oleh BSN). Penerapan memberikan cara mengidentifikasi secara sistematik dan mengelola resiko lingkungan serta liability sehingga mengurangi keluhan masyarakat hingga 20%. ISO 4001 ini bertujuan untuk membantu organisasi mengurangi efek negatif terhadap lingkungan (baik darat, air ataupun udara) atas seluruh operasional yang mereka jalankan selain itu juga membantu organisasi agar mentaati seluruh aturan tentang lingkungan yang berlaku, regulasi ataupun persyaratan lain berkait dengan lingkungan.
16
Foto 1.4 Countouring, Melakukan Perataan Tanah Untuk Reklamasi Sumber: Antaranews (2013)
Foto 1.5 Reklamasi Lahan Tambang Oleh PT. Medco Energi Internasional, Tbk Sumber: Antaranews (2013)
Operasional penambangan batubara adalah usaha mengelola sumberdaya alam yang tidak terbaharui dengan mengambil endapan batubara yang berharga dari dalam bumi. Karena sifat 17
alamiahnya yang merubah bentang alam dan ekosistem, pertambangan memang memiliki potensi untuk merusak lingkungan. Namun dewasa ini, paradigma pertambangan sudah mulai bergeser dari pilar keuntungan ekonomi menjadi tiga pilar nilai dan etika terhadap lingkungan yang berorientasi pada nilai ekonomi, kesejahteraan sosial dan perlindungan lingkungan. Operasional penambangan merupakan investasi padat modal yang memberikan kesempatan kepada investor untuk menanamkan investasinya pada daerah, meningkatkan pendapatan asli daerah, royalti dan membuka kesempatan bekerja masyarakat di sekitar tambang. Jika suatu daerah mengalami perkembangan ekonomi dampaknya akan berpengaruh atau berimbas ke daerah lain. Suatu daerah dikatakan kaya atau miskin jika perbedaan atara kedua daerah tersebut semakin menyempit artinya terjadi imbas yang baik. Berlanjutnya sistem ekologi di sekitar wilayah pertambangan sangat berkaitan pula dengan dayadukung wilayah tersebut. Hal ini disebabkan karena sumberdaya pada suatu daerah yang telah terganggu oleh aktivitas penambangan memiliki batas kemampuan untuk menghadapi perubahan, mendukung sistem kehidupan, serta menyerap limbah. Untuk mencegah rusaknya ekologi diperlukan sistem pengelolaan limbah yang baik memenuhi persyaratan. Meskipun begitu, potensi penurunan fungsi lingkungan akibat aktivitas penambangan masih mungkin terjadi. Penumpukan limbah dapat berpotensi menghasilkan air asam tambang. Karena pembuangan limbah ini berjalan terus seiring produksi perusahaan maka volume yang dikeluarkan juga akan menerus dalam jumlah besar sehingga perlu pengelolaan yang kontinyu dan akurat. Kemudian dengan lubang bukaan akibat proses aktivitas open pit mining yang bisa menyebabkan timbulnya cekungan luas. Ini adalah beberapa potensi yang mungkn terjadi akibat aktivitas pertambangan. Tetapi banyak orang yang hanya melihat pertambangan dari sisi kerusakan yang ditimbulkan, tanpa mau mengetahui bahwa di belakang semua aktivitas tersebut, aktivitas pertambangan harus selalu diakhiri dengan total mine closure yaitu rangkaian kegiatan penutupan tambang yang memperhatikan faktor lingkungan, kesejahteraan masyarakat dan profit. Sangat keliru apabila ada pandangan bahwa semua perusahaan pertambangan tidak memiliki konsep kepedulian terhadap nilai dan etika lingkungan, hal ini yang masih menjadi hambatan karena banyak pemerhati dan aktifis lingkungan belum dapat menerima pertambangan sebagai aktivitas untuk kesejahteraan manusia. Sebagian bahkan memandang sebelah mata dan selalu melihat dengan preseden yang buruk. Hal hal penting yang perlu dilakukan perusahaan pertambangan agar dapat menjadi perusahaan yang ramah lingkungan (Majalah Tambang, 2012): 18
a.
Perusahaan pertambangan harus mengelola sumber daya alam dengan baik dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
b.
Perusahaan pertambangan perlu meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
c.
Mendayagunakan
sumber
daya
alam
untuk
kemakmuran
rakyat
dengan
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang. d.
Perusahaan
pertambangan
perlu
menerapkan
indikator-indikator
yang
memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat pulih. e.
Pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan dengan konsep ramah lingkungan yang dapat memberikan nilai tambah.
PT. Medco Energi Internasional Tbk merupakan salah satu contoh perusahaan pertambangan
yang telah sukses mencanangkan dan menerapkan pertambangan hijau di
Indonesia. ini dibuktikan dengan visi dan misi perusahaan yaitu menjadi perusahaan tambang terkemuka dengan dengan sangat menjaga tanggung jawab sosial serta mengedepankan aspek lingkungan. PT. Medco Energi Internasional, Tbk melakukan pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab dan kinerja lingkungan terdepan untuk menjadi perusahaan yang sukses. Hal ini dapat dicapai melalui kepemimpinan dan penerapan sistem manajemen formal yang andal, yang mendukung pengambilan keputusan secara efektif, mengelola risiko perusahaan dan mendorong peningkatan yang berkelanjutan. Dukungan perusahaan pertambangan dapat dimulai sejak awal beroperasinya perusahaan tersebut yang telah menyatakan komitmennya sebagai perusahaan pertambangan yang ramah lingkungan. PT. Medco Energi Internasional, Tbk tidak hanya mengupayakan aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek lingkungan dan aspek sosial. Ketiga aspek yang menjadi pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan tersebut yang menjadi perhatian perusahaan tersebut. Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa sektor pertambangan masih sangat diminati dan lagi memberikan kontribusi yang besar bagi Negara. Bahkan untuk kedepannya bisnis ini 19
masih memiliki prospek yang baik mengingat masih banyaknya cadangan – cadangan pertambangan yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Tercatat sebesar 16% komoditi pertambangan dan perminyakan berkontribusi terhadap peran kegiatan ekspor di Indonesia (Annual Report Bank Indonesia, 2012:156). Namun dalam melakukan aktifitas bisnisnya, dalam hal ini adalah PT. Medco Energi Internasional, Tbk perlu mengingat kembali bahwa tambang adalah termasuk non renewable resources. Perlu melakukan inovasi- inovasi dan adanya resources/energy alternative. Disinilah tugas dari seorang Intrapreneur untuk mengembangkan resources yang ada didalam wewenangnya dengan peluang dan ide yang dimiliki. Disisi lain perusahaan juga tidak hanya fokus dalam pencapaian profit, melainkan kepedulian perusahaan terhadap aspek lingkungan. Disnilah peran corporate entrepreneurship diperlukan agar terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development) Intrapreneurship atau Corporate entrepreneurship dikaitkan dengan entrepreneurship dalam organisasi perusahaan yang sudah berjalan. Melihat peluang yang muncul dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan dan mendapatkan keuntungan dari peluang tersebut adalah kunci dari kegiatan corporate entrepreneurship. Penulis menggunakan model penelitian Intrapreneurship dari Wunderer and Bruch (2003). Model ini cocok digunakan dalam penelitian ini karena didalam modelnya terdapat aspek yang menjelaskan tentang aspek lingkungan.
20
Gambar 1.5 Model Key Intrapreneurial Competencies Sumber: Wunderer and Bruch (2003 : 100)
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa Corporate entrepreneurship itu sendiri memiliki tiga (3) aspek yaitu conceptual competencies, social competencies, dan implementation competencies. Wunderer and Bruch (2003: 100) menjelaskan Conceptual Competencies kemampuan untuk mengembangkan sebuah usaha/produk, diikuti dengan adanya inovasi dan perencanan yang baik. Sedangkan Social Competencies berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Faktor internal terkait resources management. Hubungan yang baik dengan karyawan didalam perusahaan akan menciptakan komunikasi yang baik, keterbukaan, dan loyalitas terhadap perusahaan. Sedangkan faktor eksternal terkait social awereness atau kesadaran terhadap aspek sosial, meliputi kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Selanjutnya Implementation Competencies terkait kemampuan perusahaan untuk menjalankankan kegiatan bisnisnya secara efektif dan efisien.
21
Foto 1.6 Pembibitan Tanaman Sumber: Data Internal PT. Medco Energi Internasional, Tbk (2013)
Foto 1.6 diatas merupakan salah satu kegiatan pembibitan yang dilakukan Medco. Untuk mendukung kegiatan reklamasi, Medco memiliki pusat pembibitan (nursery) dengan kapasitas produksi 70.000-130.000 bibit. Jenis tanaman yang disemaikan antara lain: pohon binong, kapuk, halaban, balik angin, sungkai, sengon, akasia, angsana, eucalyptus, turi, cemara, tanaman yang dimanfaatkan untuk energi alternatif seperti tanaman jarak pagar, nyamplung, pongamea, serta buah-buahan lokal. Pembibitan telah berlangsung sejak awal tahun 1998. PT. Medco Energi Internasional, Tbk melakukan budidaya udang galah dan ikan nila di kolam air bekas tambang. Dalam budidaya tersebut, Medco bekerjasama dengan LIPI Limnologi. Udang dan ikan hasil budidaya diteliti oleh LIPI dan dinyatakan aman untuk dikonsumsi. Kegiatan budidaya juga dilakukan di perairan masyarakat. Sebanyak 20 anggota kelompok masyarakat diberikan pelatihan mengenai adaptasi ikan nila dengan kondisi perairan setempat, sekaligus cara pemindahan bibit ikan dari air bekas tambang ke air sungai.
22
Foto 1.7 Gerakan Menanam Pohon Sumber: Data Internal PT. Medco Energi Internasional,Tbk (2013)
Gerakan menanam pohon merupakan salah satu aktivitas Medco untuk menjaga kelestarian alam didaerah penambangan. Gerakan ini dilakukan oleh pihak perusahaan dan masyarakat sekitar. PT. Medco Energi Internasional, Tbk adalah salah satu perusahaan tambang di Indonesia yang tidak hanya mementingkan bisnisnya saja. Namun perusahaan juga melihat aspek social dalam melaksanakan kegiatan penambangannya. Dalam melihat dampak negative yang ditimbulkan akibat pertambangan yaitu terkait masalah lingkungan, yang telah dipaparkan diatas maka muncullah gagasan mengenai community dPevelopment, pengelolaan tambang berbasis rakyat, hingga Sustainable Mining Bootcamp (SMB) dimana ini merupakan salah satu kegiatan Corporate Social Reponsibility yang dilakukan oleh PT. Medco Energi Internasional, Tbk. Untuk
mengkaji
implementasi
corporate
entrepreneurship
di
PT.
Medco
Energi Internasional, Tbk yang berbasis lingkungan, maka peneliti memberi judul penelitian ini EVALUASI MEDCO
IMPLEMENTASI KEY
ENERGI
INTRAPRENEURIAL COMPETENCIES PADA PT.
INTERNASIONAL,
TBK
LINGKUNGAN TAMBANG LESTARI.
23
DALAM
RANGKA
MEWUJUDKAN
1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana evaluasi implementasi key intrapreneurial competencies pada PT. Medco Energi Internasional, Tbk?
1.4 Tujuan Penelitian Mengetahui evaluasi implementasi key intrapreneurial competencies pada PT. Medco Energi Internasional, Tbk
1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan akan berguna baik dari aspek teoritis maupun aspek praktis 1. Aspek Teoritis a. Bagi Akademisi Agar
dapat
menambah
pemahaman
mengenai
evaluasi
implementasi
key
intrapreneurial competencies di PT Medco Energi Internasional, Tbk b. Bagi Penelitian Berikutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi dan sebagai bahan masukan untuk penelitian berikutnya, khususnya penelitian mengenai evaluasi implementasi key intrapreneurial competencies di perusahaan.
2. Aspek Praktis a. Pengambil Kebijakan Menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan khususnya dalam merumuskan kebijakan yang terkait dengan evaluasi implementasi key intrapreneurial competencies pada perusahaan. b. Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan positif bagi perusahaan khususnya PT Medco Energi Internasional, Tbk. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap perusahaan dan mampu bersaing dengan perusahaan – perusahaan yang ada di dunia khususnya Pertambangan dan perminyakan.
24
1.6 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, objek studi, ruang lingkup penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi uraian umum tentang teori-teori yang digunakan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian sebagai acuan perbandingan dalam masalah yang terjadi sehingga akan diperoleh gambaran yang cukup jelas.
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian, variabel penelitian, operasional variabel, teknik pengumpulan data, teknik sampling, teknik analisa data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini terdiri dari karakteristik informan, hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan menjelaskan mengenai kesimpulan terhadap hasil pembahasan dan memberikan masukan serta saran yang bisa diimplementasikan oleh perusahaan.
25