BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang
bergerak di bidang keuangan, bertugas menghimpun dana (Funding) dari masyarakat, menyalurkan dana (Lending) kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau jasa-jasa bank lainnya (Service). Dimana jasa tersebut harus dikelola secara bersamaan karena jasa tersebut saling berkaitan bila tidak dikelola secara benar, akan mengakibatkan kerugian bagi bank itu sendiri. Pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank karena kegiatan utama bank adalah penghimpunan dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. Oleh karenanya Bank Indonesia menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank adalah penilaian atas suatu kondisi laporan keuangan bank pada periode dan saat tertentu sesuai dengan standar Bank Indonesia (Riyadi : 2006). Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca kondisi bank yang sesungguhnya termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu periode. Dalam laporan keuangan termuat informasi mengenai jumlah kekayaan (assets) dan jenis-jenis kekayaan yang dimiliki. Kemudian juga akan tergambar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang serta ekuitas (modal sendiri) yang dimilikinya. Kemudian laporan keuangan juga memberikan informasi tentang hasil-hasil usaha yang diperoleh bank dalam suatu periode tertentu dan biaya-biaya atau beban yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil tersebut (Kasmir : 2011). Untuk menilai kesehatan suatu bank dapat diukur dengan berbagai metode. Penilaian kesehatan akan berpengaruh terhadap kemampuan bank dan loyalitas nasabah terhadap bank yang bersangkutan. Salah satu alat untuk mengukur kesehatan bank adalah dengan analisis CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity). Aspek capital (permodalan)
meliputi CAR, aspek assets meliputi NPL, aspek earning meliputi BOPO dan NIM, aspek likuiditas meliputi LDR. Aspek-aspek tersebut kemudian dinilai dengan menggunakan rasio keuangan sehingga dapat menilai kondisi keuangan perusahaan perbankan (Kasmir : 2011). Profitabilitas merupakan indikator yang paling penting untuk mengukur kinerja suatu bank.
Return on Assets (ROA) memfokuskan kemampuan
perusahaan untuk memperoleh earning dalam kegiatan operasi perusahaan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan. Tujuan utama operasional bank adalah mencapai tingkat profitabilitas yang maksimal. ROA penting bagi bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Profitabilitas merupakan kemampuan bank untuk menghasilkan/memperoleh laba secara efektif dan efisien. Profitabilitas yang digunakan adalah ROA karena dapat memperhitungkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva yang dimilikinya untuk menghasilkan income. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset (Dendawijaya : 2005). Untuk aspek Capital dihitung oleh rasio Capital Adequacy Ratio (CAR). CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lainlain. Dengan kata lain, capital adequacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung
atau
menghasilkan
risiko,
misal
kredit
yang
diberikan
(Dendawijaya :2005). Hubungan antara CAR dengan ROA suatu bank adalah positif, dimana jika CAR suatu bank meningkat maka ROA akan meningkat juga. Standar besarnya CAR adalah sebesar 8%. Tahun 2007 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/13/PBI/2007 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar,
dan tahun 2004 Bank Indonesia menentukan persentase Giro Wajib Minimum (GWM) yang disesuaikan dengan besarnya Dana Pihak Ketiga (DPK). Modal bank merupakan alat pendorong kegiatan operasional bank. Bank Indonesia telah menetapkan kewajiban penyediaan modal inti minimum bank umum sebesar Rp 80 M pada akhir tahun 2007 dan meningkat menjadi Rp 100 M pada akhir tahun 2010. Untuk aspek Asset dihitung oleh rasio Non-Performing Loan (NPL). Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank mengandung resiko yaitu berupa tidak lancarnya pembayaran kredit atau dengan kata lain disebut kredit bermasalah (Non Performing Loan) sehingga akan mempengaruhi kinerja bank. Peningkatan Non Performing Loan (NPL) yang dialami perbankan juga akan mengakibatkan tersendatnya penyaluran kredit. Banyaknya kredit bermasalah menyebabkan terkikisnya permodalan bank yang dapat dilihat dari angka Capital Adequacy Ratio (CAR). Untuk aspek Earning dihitung oleh rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Efisiensi operasional merupakan masalah yang kompleks dimana setiap perusahan perbankan selalu berusaha untuk memberikan layanan yang terbaik kepada nasabah, namun pada saat yang sama bank harus berupaya untuk beroperasi dengan efisien. Kompetisi di industri perbankan bagaimanapun juga dapat menurunkan tingkat profitabilitas masing-masing bank, dan apabila tingkat profitabilitas ini rendah maka akan dapat mengakibatkan bank akan mengalami kerugian yang cukup berarti dan ini tentunya dapat mengancam kelangsungan hidup usaha perbankan. Indikator efisiensi operasional yang lazim digunakan
adalah
BOPO
(rasio
biaya
operasional
dengan
pendapatan
operasional). BOPO adalah rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Semakin besar BOPO maka akan semakin kecil atau menurun kinerja keuangan perbankan. Begitu juga sebaliknya, jika BOPO semakin kecil, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan suatu perusahaan (perbankan) semakin meningkat atau membaik (Riyadi : 2006). Untuk aspek Earnings yang kedua dihitung oleh rasio Net Interest Margin (NIM). NIM digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih ini diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil dan kinerja bank tersebut akan semakin baik (Almilia dan Herdinigtyas, 2005). Rasio ini digunakan untuk mengetahui pendapatan bunga bersih dalam 12 bulan yang mampu diperoleh bank apabila dibandingkan dengan rata-rata aktiva produktif bank. Pendapatan bunga bersih ini diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan bunga. Sehingga semakin besar perubahan NIM suatu bank maka semakin besar ROA yang diperoleh yang berarti kinerja bank tersebut semakin baik. Sedangkan bila perubahan NIM semakin kecil, maka ROA juga semakin kecil dengan kata lain kinerja perusahaan semakin menurun. Untuk aspek Liquidity dihitung oleh rasio Loan to Deposit Ratio (LDR). Masalah yang sering dihadapi bisnis perbankan adalah adanya persaingan tajam yang tidak seimbang yang dapat menimbulkan ketidakefisienan manajemen yang berakibat pada pendapatan dan munculnya kredit bermasalah yang dapat menimbulkan
penurunan
laba.
Kredit
bermasalah
akan
mempengaruhi
permodalan yang juga dapat menyebabkan bank mengalami masalah likuiditas. Pertumbuhan kredit yang belum optimal tercermin dari angka-angka LDR (Loan to Deposit Ratio). Rasio LDR merupakan perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dapat dihimpun oleh bank. LDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan (Riyadi : 2006). Alasan dipilihnya industri perbankan di BEI sebagai objek penelitian karena kegiatan bank sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Masalah yang terjadi ketika adanya masalah ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 lalu telah membawa dampak buruk bagi dunia perbankan secara global termasuk Indonesia. Berdasarkan data Bank
Indonesia, industri perbankan mencatat rugi operasional senilai Rp 301 Miliar per Januari 2009. Kerugian dipicu antara lain, oleh sulitnya penyaluran kredit, meningkatnya pencadangan kredit bermasalah, keketatan likuiditas di pasar keuangan domestik. Sejak krisis mendera pada triwulan IV-2008, perbankan mulai kesulitan memperluas basis pendapatan dari kredit karena ekspansi pinjaman berjalan lambat. Bahkan, posisi kredit per Januari 2009 turun 2,1 persen dibandingkan dengan Desember 2008. Artinya, lebih banyak pihak melunasi daripada meminjam. Padahal, penyaluran kredit merupakan sumber utama pendapatan perbankan. Sulitnya penyaluran kredit terjadi seiring dengan menurunnya permintaan dari sektor riil. Selain itu, perbankan juga sangat hati-hati melakukan ekspansi karena khawatir Non-Performing Loan (NPL) meningkat. Operasional bank makin merugi karena bank harus lebih banyak menyisihkan pencadangan aktiva produktif seiring dengan meningkatnya Non-Performing Loan (NPL). Rasio kredit bermasalah per Januari 2009 sebesar 4,24%, naik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang hanya 4%. Namun faktor yang paling signifikan merugikan bank adalah anjloknya margin bunga bersih, akibat adanya segmentasi likuidasi dan macetnya pasar uang antarbank, suku bunga deposito melambung menjadi 12-13% per tahun. Agar margin tidak tergerus, bank pun enggan menurunkan bunga kredit. Karena itulah, meski suku bunga acuan telah berada di level 7,75%, bank tetap meminta suku bunga SBI yang tinggi, diatas 8% agar kerugian tidak terlalu dalam. BI mau tidak mau harus memenuhi permintaan bank karena khawatir jika tidak diserap, likuiditas yang berlebih di pasar akan menghantam nilai tukar yang saat itu dikisaran Rp 11.000 – Rp 12.000 per dollar AS. Tingginya suku bunga akan meningkatkan cost of fund bagi perusahaan yang mengikis tingkat keuntungan dalam hal ini laba perusahaan perbankan. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya dana yang bisa di reinvestasikan dan direduksinya skala operasi atau kapasitas produksi.
Tabel 1.1 Data Return On Assets Perbankan Tahun 2007-2008 NO
NAMA BANK
1 BANK AGRONIAGA 2 BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL 3 BANK BUKOPIN 4 BANK BUMI ARTA 5 BANK CAPITAL INDONESIA 6 BANK CENTRAL ASIA 7 BANK CIMB NIAGA 8 BANK DANAMON INDONESIA 9 BANK EKONOMI RAHARJA 10 BANK EKSEKUTIF INTERNASIONAL 11 BANK HIMPUNAN SAUDARA 12 BANK ICB BUMUPUTERA 13 BANK INTERNATIONAL INDONESIA 14 BANK KESAWAN 15 BANK MANDIRI 16 BANK MAYAPADA INTERNATIONAL 17 BANK MEGA 18 BANK MUTIARA 19 BANK NEGARA INDONESIA 20 BANK NUSANTARA PARAHYANGAN 21 BANK OCBC NISP 22 BANK PANIN 23 BANK JABAR INDONESIA 24 BANK PERMATA 25 BANK PUNDI INDONESIA 26 BANK RAKYAT INDONESIA 27 BANK SWADESI 28 BANK TABUNGAN NEGARA 29 BANK BTPN 30 BANK VICTORIA INTERNATIONAL 31 BANK WINDU KENTJANA INTERNATIONAL Sumber : www.idx.co.id :2013
2008
2007
0,10% 0,34% 1,66% 2,07% 1,14% 3,40% 1,10% 1,52% 2,26% -2,00% 3,00% 0,09% 0,84% 0,23% 2,50% 1,27% 1,98% 52,09% 1,10% 1,17% 1,54% 1.75% 3,31% 1,70% -2% 4,18% 2,53% 1,80% 4,50% 0,88% 0,25%
-0,15% 0,29% 1,63% 1,68% 2,13% 3,30% 2,49% 2,43% 1,87% 0,13% 3,73% 0,57% 0,65% 0,35% 2,30% 1,46% 2,33% -1,43% 0,90% 1,29% 1,31% 3,14% 2,40% 1,90% 0,13% 4,61% 1,20% 1,89% 6,10% 1,64% 0,02%
Data statistik Bank Indonesia (BI) pada tabel 1.1 menunjukan, dapat terlihat banyak bank-bank yang mengalami penurunan pada Return On Assets di akhir Desember 2008 dibandingkan dengan tahun 2007. Ada 18 bank yang mengalami penurunan Return On Assets. Salah satu penyebab turunnya Return On Assets pada banyak bank yaitu karena terbebani oleh biaya dana alias cost of fund seperti yang telah dijelaskan diatas (KOMPAS 2009).
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh CAR, NPL, BOPO, LDR, dan NIM terhadap Profitabilitas Perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20072012)”
1.2
Rumusan Masalah Mengingat fungsi bank adalah sebagai agent of trust, agent of development
dan agent of service maka industri perbankan perlu memperkuat fundamental. Kebijakan pengembangan industri perbankan di masa depan, seperti yang diungkapkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API), dilandasi oleh visi; menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien; menciptakan kestabilan sistem keuangan; dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional (Totok Budisantoso & Sigit Triandaru, 2006). Berdasarkan dari uraian tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Seberapa besar pengaruh rasio keuangan CAR, BOPO, NIM, NPL dan LDR terhadap profitabilitas (ROA) perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2007-2012 baik secara parsial maupun simultan. 2. Variabel-variabel
manakah
yang
paling
dominan
mempengaruhi
profitabilitas bank yang diukur dengan ROA.
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh rasio keuangan CAR, BOPO, NIM, NPL dan LDR terhadap profitabilitas (ROA) perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2007-2012 baik secara parsial maupun simultan. 2. Untuk mengetahui variable-variabel manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap profitabilitas bank yang diukur dengan ROA.
1.4
Kegunaan Penelitian 1. Bagi Manajemen dan Investor Dengan
adanya
penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
bisa
mempengaruhi profitabilitas Bank Umum di Indonesia, maka akan diketahui faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi profitabilitas Bank Umum secara signifikan untuk selanjutnya diambil keputusan maupun kebijakan guna mencapai harapan atau tujuan yang diinginkan. 2. Bagi Masyarakat Umum dan Nasabah Penelititan ini akan membantu masyarakat untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank umum sehingga akan lebih meyakinkan masyarakat untuk menggunakan jasa dari bank tersebut. 3. Bagi Civitas Akademika Membantu membuat pedoman atau referensi bagi mahasiswa atau lainnya dalam melakukan penelitian sejenis.
1.5
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Suatu perusahaan perbankan dalam menjalankan usahanya bergantung
pada aspek modal kualitas aktiva yang dimiliki, net income dari kegiatan operasinya, laba yang diperoleh, jumlah kredit yang diberikan kepada masyarakat, dan lain-lain. Penilaian tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai degan pendekatan kualitatif dan kuantitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank, yang meliputi Aspek Permodalan, Kualitas Aspek Aktiva Produktif, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas. Aspek-aspek tersebut dikenal dengan istilah CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, dan Liquidity). Pada penelitian ini akan digunakan CAR, BOPO, NIM, NPL, dan LDR untuk mengukur kinerja bank. Berdasarkan konsep-konsep dasar teori yang dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui tingkat profitabilitas (ROA) perbankan adalah CAR, NPL, BOPO, LDR, dan NIM yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.5.1
Pengaruh CAR terhadap ROA Capital adquacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan (Dendawijaya: 2009). Berdasarkan ketentuan bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit 8% dari ATMR. Hal ini didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh BIS (Bank for International Settlements). Semakin besar Capital Adquacy Ratio (CAR) maka keuntungan bank juga semakin besar. Dengan kata lain semakin kecil risiko suatu bank maka semakin besar keuntungan yang diperoleh bank. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 1: Capital Adquacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap Return On Asset (ROA) pada Bank Umum di Indonesia
1.5.2
Pengaruh NPL terhadap ROA Non Performing Loan menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank
dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar (Almilia dan Herdanigtyas, 2005). Sehingga jika semakin besar
Non Performing Loan (NPL) akan mengakibatkan
menurunnya return on assets, yang juga berarti kinerja keuangan bank menurun. Begitu pula sebaliknya jika Non Performing Loan (NPL) turun, maka Return on Assets (ROA) akan semakin meningkat sehingga kinerja keuangan bank dapat dikatakan semakin baik. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 2: Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap Return On Asset (ROA) pada Bank Umum di Indonesia
1.5.3
Pengaruh BOPO terhadap ROA BOPO merupakan rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur
tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009). Rasio BOPO yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya. Rasio yang sering disebut rasio efisien ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil BOPO berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. Begitu pula sebaliknya semakin besar BOPO berarti semakin kurang efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 3 : BOPO berpengaruh negatif terhadap Return On Asset (ROA) pada Bank Umum di Indonesia
1.5.4
Pengaruh LDR terhadap ROA Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu
bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan
suatu bank dalam kondisi
bermasalah akan semakin besar. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 4: Loan To Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif terhadap Return On Asset (ROA) pada Bank Umum di Indonesia
1.5.5
Pengaruh NIM terhadap ROA Net Interest Margin (NIM) digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam
memperoleh pendapatan operasionalnya dari dana yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman (kredit). Semakin tinggi NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam penenmpatan aktiva produktif dalam bentuk kredit. Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6% keatas. Semakin besar rasio ini maka semakin meningkat pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar net interest margin (NIM) suatu perusahaan, maka semakin besar pula
return on asset (ROA)
perusahaan tersebut, yang berarti kinerja keuangan tersebut semakin membaik atau meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika net interest margin (NIM) semakin kecil, return on asset (ROA) juga akan semakin kecil. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 5: Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif terhadap Return On Asset (ROA) pada Bank Umum di Indonesia.
Berdasarkan teori yang sudah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 1.1 Pengaruh CAR, NIM, LDR, BOPO dan NPL terhadap profitabilitas (ROA)
CAR
NPL
Tingkat Kesehatan Bank
BOPO
ROA
LDR
NIM Mengacu pada latar belakang, perumusan masalah, tinjauan teoritis, serta kerangka berpikir maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Hipotesis 1 :
CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA)
Hipotesis 2 :
NPL memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA)
Hipotesis 3 :
BOPO memiliki pengaruh negatif
dan signifikan terhadap
profitabilitas (ROA) Hipotesis 4 :
LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA)
Hipotesis 5 :
NIM berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA)
Hipotesis 6 :
CAR, NPL, BOPO, LDR, dan NIM berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA)
1.6
Metodologi Penelitian Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan metode
deskriptif analisism yaitu metode penelitian yang dilaksanakan dengan cara mengumpulkan, menyajikan dan menganalisis data perusahaan berdasarkan fakta yang ada. Langkah-langkah yang dilaksanakan adalah seperti dibawah ini : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku atau, catatan kuliah serta literatur-literatur yang ada, yang bersifat teoritis tentang analisis metode CAMEL. 2. Penelitian lapangan (Field Research) Dalam penelitian lapangan penulis meninjau objek penelitian untuk memperoleh data sekunder mengenai objek yang diteliti yang kemudian dipelajari, diolah, dan dianalisis. Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk memperoleh data adalah melakukan pengamatan secara langsung objek penelitian, dengan cara melakukan pengamatan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan mengakses internet melalui situs www.idx.co.id
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk keperluan penelitian ini, penulis melakukan penelitian pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lamanya penelitian berlangsung dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Juni 2013, mulai dari pengumpulan data sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa terdapat 32 emiten perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Tetapi penulis hanya akan mengambil perusahaan perbankan yang telah terdaftar di BEI selama 6 tahun untuk dijadikan sampel penelitian.