1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Perubahan pada sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka
dalam era otonomi daerah sekarang ini daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat, pemberian otonomi daerah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan-kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Untuk itu, otonomi daerah diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, membudayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan. (Mardiasmo, 2002) Dalam menjalankan otonomi daerah dan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance), maka diperlukan pengendalian intern. Menurut Stiady (2010), pengendalian intern (internal control) dapat mempunyai arti sempit atau luas. Dalam artian yang sempit, pengendalian intern merupakan pengecekan
2
penjumlahan, baik penjumlahan mendatar (cross footing) maupun penjumlahan menurun (footing). Dalam artian luas, pengawasan tidak hanya mekanisme saling
uji antara berbagai petugas yang terutama petugas yang bertugas dibidang
pembukuan saja, tetapi meliputi semua alat yang digunakan manajemen untuk melakukan pengawasan aktivitas perusahaan. Dan menurut Suhe (2010) , dalam
teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau kontrol internal
didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Pada tanggal 28 Agustus 2008 telah dimulai babak baru pembaruan pengelolaan organisasi di instansi pemerintah, dimana telah diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Perbendahaaraan Negara pasal 58 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
Negara,
Presiden
selaku
kepala
pemerintahan
mengatur
dan
menyelenggaran sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh”. Sistem pengendalian intern yang dimaksud dalam PP No. 60 tahun 2008 merupakan suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
3
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien (operating), keandalan pelaporan keuangan (financial reporting),
pengamanan asset negara (safeguarding) dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan (compliance). Tujuan dari ditetapkannya PP No. 60 tahun 2008 ini adalah untuk mencapai pengelolaan keuangan Negara yang efektif,efisien,
transparan dan akuntabel.
Sistem pengendalian intern pemerintah yang dianut oleh Indonesia diambil dari sistem pengendalian intern menurut COSO (Commitee Of Sponsoring Organization of Treadway Commision) yaitu komisi yang bergerak di bidang manajemen organisasi. Sistem pengendalian intern menurut COSO mengandung 5 unsur sistem pengendalian intern yaitu lingkungan pengendalian, peniliaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan pengendalian. (Marbunwis, 2011) Pengertian aset secara umum menurut Siregar (2004:178) adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Sementara itu, Standar Akuntansi Pemerintahan dalam PSAP 07-1 mendefinisikan aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang
4
diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang diperlihara karena alasan sejarah dan budaya.
Aset tetap sebagai komponen utama dari aset daerah, oleh pemerintah
daerah selanjutnya harus dapat dimanfaatkan sebagai aset yang produktif dan berguna sehingga berdampak positif dalam pembangunan ekonomi daerah dan
kesejahteraan masyarakat.Dalam neraca keuangan daerah aset dapat menjadi modal
bila dapat menghasilkan pendapatan.Namun masih banyak daerah yang belum menyadari peran dan potensi pengelolaan aset secara cermat. Maka dari itu, harus disadari bahwa aset daerah merupakan sumber daya penting bagi daerah sebagai penopang utama pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah untuk dapat mengelola aset secara memadai. Ketika pemerintah daerah tidak dapat mengelola aset daerahnya dengan baik, maka permasalahan akan muncul, seperti yang dialami oleh Pemerintah Kota Cimahi. Semenjak 12 tahun yang lalu, ketika Kota Administratif Cimahi berubah menjadi Pemerintah Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi selalu memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2010 karena permasalahan asetnya.Permasalahan yang ditemukan mengenai Aset Tetap Daerah Pemerintah Kota Cimahi berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, yaitu: 1. Pemerintah Kota Cimahi dalam laporannya, mengklaim total nilai aset tetap Pemerintah Kota Cimahi Rp. 1.216. 731.544.528, 34; yang terdiri atas aset tetap berupa
tanah
Rp.
520.206.927.547,00;
mesin
dan
peralatan
Rp.
5
141.763.994.031,34; aset tetap lainnya Rp. 11.049.132.193,00; gedung dan bangunan
Rp.
336.322.744.189,00;
jalan,
irigasi
dan
jaringan
Rp.
234.971.997.268,00 dan konstruksi dalam pengerjaan Rp. 17.416.749.300,00.
Setelah diperiksa BPK ternyata Pemkot Cimahi masih belum banyak melakukan pengamanan terhadap aset tetap yang dimiliki. Diantaranya terhadap sejumlah
aset dalam bentuk gedung dan bangunan, seperti: Baros Information
Technology Centre (BITC) di Baros, Rumah Potong Hewan (RPH), lahan di Cigugur Tengah dan kendaraan bermotor yang jumlahnya mencapai Rp. 486 miliar karena belum dilengkapi bukti kepemilikan. 2. Dari 791 bidang aset yang dimiliki Pemerintah Kota Cimahi, sebanyak 554 bidang aset atau 70 persen belum bersertifikat, baru 237 bidang aset yang bersertifikat atau 30 persen. Bidang aset yang belum tersertifikasi meliputi berbagai lokasi strategis seperti pasar serta sekolah. Proses sertifikasi aset berupa bidang tanah serta gedung milik Pemkot Cimahi berjalan sangat lambat. Lambatnya proses sertifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cimahi setiap tahunnya dikhawatirkan memperbesar potensi konflik atas aset-aset tersebut.Permasalahan ini disebabkan karena anggaran yang kurang memadai untuk membiayai proses sertifikasi aset itu sendiri, sulit untuk menentukan batas-batas wilayah yang dimiliki, dan kurangnya bukti otentik/data yuridis yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Cimahi, sehingga proses sertifikasi berjalan sangat lambat.
6
Dari paparan di atas, permasalahan yang timbul diakibatkan dari pengelolaan aset tetap daerah yang kurang baik. Dimana Pemerintah Kota Cimahi masih belum
bisa mengamankan aset tetap daerah Kota Cimahi. Satu hal yang dibutuhkan disini
adalah suatu sistem pengendalian intern yang berjalan secara efektif untuk melakukan pengamanan terhadap aset tetap daerah, karena salah satu tujuan dari
sistem pengendalian intern itu adalah melakukan pengamanan aset, dalam
permasalahan ini, sistem pengendalian intern dapat membantu Pemerintah Kota Cimahi dalam melakukan pengamanan terhadap aset tetap yang dimilikinya. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai korelasi antara sistem pengendalian intern dengan pengamanan aset tetap pemerintah daerah dengan judul, “HUBUNGAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
DENGAN
PENGAMANAN
ASET
TETAP
PEMERINTAH
DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Cimahi)”.
1.2 Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Aset tetap milik Pemerintah Kota Cimahi. 2. Pengamanan aset tetap di Pemerintah Kota Cimahi. 3. Sistem pengendalian intern atas pengamanan aset tetap di Pemerintah Kota Cimahi.
7
1.3 Batasan Masalah Penelitian Peneliti membatasi beberapa hal untuk memfokuskan penelitian ini.Batasan
ini dilakukan agar penelitian tidak menyimpang dari arah dan tujuan serta dapat
diketahui sejauh mana hasil penelitian dapat dimanfaatkan. Mengingat keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori dan agar penelitian dapat dilakukan lebih mendalam,
maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut:
1. Penelitian difokuskan pada hubungan sistem pengendalian intern dengan pengamanan aset tetap pemerintah daerah. 2. Penelitian difokuskan pada persepsi atau tanggapan responden yang berkaitan dengan hubungan sistem pengendalian intern dengan pengamanan aset pemerintah daerah. 3. Alat bantu yang digunakan dalam menganalisis data statistik hingga dapat dijadikan sebagai informasi dalam penelitian ini adalah software SPSS versi 20.0. 4. Instansi/Lembaga yang diamati adalah Pemerintah Kota Cimahi.
1.4 Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti merumuskan permasalah dalam bentuk pertanyaan: 1. Apa saja indikator sistem pengendalian intern di Pemerintah Kota Cimahi. 2. Apa saja indikator pengamanan aset tetap di Pemerintah Kota Cimahi. 3. Bagaimana pelaksanaan pengamanan aset tetap di Pemerintah Kota Cimahi.
8
4. Bagaimana pelaksanaan sistem pengendalian intern atas pengamanan aset tetap di Pemerintah Kota Cimahi.
5. Bagaimana hubungan antara sistem pengendalian intern dengan pengamanan
aset tetap pemerintah daerah.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui indikator sistem pengendalian intern di Pemerintah Kota Cimahi. 2. Untuk mengetahui indikator pengamanan aset tetap di Pemerintah Kota Cimahi. 3. Untuk mengetahui pelaksanaan pengamanan aset tetap di Pemerintah Kota Cimahi. 4. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem pengendalian intern atas pengamanan aset tetap di Pemerintah Kota Cimahi. 5. Untuk mengetahui hubungan antara sistem pengendalian intern dengan pengamanan aset tetap pemerintah daerah.
1.6 Manfaat Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti berharap agar hasilnya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, yaitu:
9
1. Bagi Peneliti Memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai
pelaksanaan sistem pengendalian intern terutama dalam pengamanan aset
tetap pada Pemerintah Daerah. 2. Bagi Pihak Pemerintah Kota Cimahi
Menjadikan bahan masukan bagi Pemerintah Kota Cimahi untuk menciptakan
suatu sistem pengendalian intern yang lebih baik dalam pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kota Cimahi. 3. Bagi Pembaca Dapat dijadikan sebagai referensi dan sumber informasi untuk kajian selanjutnya, khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.