BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Alam merupakan bagian yang integral dengan hidup manusia. Pengalaman manusia akan alam, menjadi suatu refleksi pribadi, yang kemudian di sharingkan kedalam komunitas. Transformansi pemikiran dari satu individu ke dalam komunitas, mengakibatkan terjadinya perubahan pemikiran individu ke dalam kelompok. Pengalaman individu tersebut pada akhirnya diakui dan diyakini bersama sebagai sesuatu hal yang sangat penting kemudian menghasilkan penghargaan kepada alam. Bentuk penghargaan manusia terhadap alam diwujudkan dalam berbagai macam perilaku dan sistem setting ruang. Tradisi bermukim sudah dikenal sejak Nenek Moyang, bahkan pada zaman purba, manusia sudah mengetahui dan memahami pentingnya suatu permukiman, hal ini ditandai dengan struktur bermukim secara nomanden atau berpindahpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Struktur hidup nomaden ini dilakukan manusia pada awalnya untuk mempertahankan diri dari bahaya ataupun aktivitas yang mengancam kelangsungan hidup. Goa-Goa dan Mata Air merupakan lokasi efektif bagi tempat hidup manusia, untuk menetap dan membentuk suatu komunitas. Konsep pemikiran manusia terus berevolusi sesuai dengan perubahan dan pola pikir manusia akan tempat tinggal dalam berinteraksi dengan sesamanya. Manusia memiliki kemampuan untuk menstrukturkan sesuatu lewat ransangan panca indra. Kemampuan tersebut lalu berkembang dalam prespektif untuk
1
2
menandai dan melambangi.
Sesuatu itu ada, karena ada sesuatu yang lain
dalam bentuk kesadaran manusia. Struktur pada pikiran manusia yang diwujudnyatakan melalui pola laku manusia, yang merupakan salah satu aspek penting dalam peninjauan sejarah kota. Melalui pengamatan
tingkah laku
tersebut, dengan pendekatan budaya dan antropologis, dapat dipahami beberapa dasar adanya budaya bermukim, maka sebagai suatu warisan budaya yang harus dilestarikan.
Pengamatan
terhadap
memperoleh eksplorasi ilmiah,
asal-usul
budaya
permukiman
akan
secara lebih mendalam tentang suatu aspek
sejarah yang penting dan untuk memahami secara lebih baik konsep perilaku manusia dalam permukiman. Hubungan antar manusia dengan rumah, dapat dikenal dengan istilah bermukim. Interaksi antar manusia dan elemen-elemen spasial seperti jalan, air, kebun, dan ruang-ruang lain merupakan konsep dasar permukiman. Penggunaan ruang dalam suatu tatanan permukiman menimbukan perbedaan peruntukan ruang. Ruang yang terbentuk adalah ruang yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari (kegiatan profane), dan ruang yang dikhususkan dan dihormati atau dikermatkan(sakral). Tata spasial permukiman merupakan wujud bentukan fisik interaksi manusia dengan elemen-elemen kebendaan yang didasari oleh filosofi kearilan lokal masyarakat. Pulau Timor merupakan salah satu bagian integral dari wilayah Indonesia yang masih mempertahankan tradisi bermukim. Keragaman suku dalam satu wilayah yang sama, menimbulkan perilaku yang berbeda dalam perspektif permukiman. Parera(2004) menguraikan setidaknya terdapat lima suku besar yang
3
dibedakan atas bahasa daerah diantaranya: Suku Helong mendiami wilayah Kupang bagian Barat, Suku Atoni/Dawan mendiami wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara(TTU) dan Timor Tengah Selatan(TTS), Suku Kemak(Sebagian wilayah Kabupaten Malaka), Suku Tetun(Kabupaten Belu bagian tengah dan Selatan), dan Suku Bunaq menempati Belu bagian Utara. Persoalan budaya adalah persoalan mengenai bahasa. Masyarakat Suku Bunaq memiliki kesederhanaan kata-kata dan tata bahasa. Bahasa Bunaq merupakan rumpun Trans New Guinea yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan bahasa di Papua Barat (Fox dalam Bele, 2011). Perbedaaan bahasa Bunaq dengan bahasa-bahasa daerah sekitar sangat terlihat jelas dari fonem dan parole yang dituturkan. Pengucapan angka lima dalam bahasa Bunaq adalah Goncet(Lima), bahasa Kemak dan Tetun disebut Lima, sedangkan bahasa Dawan yaitu Nim (Lima). Tata bahasa Bunaq berpola diterangkan-menerangkan. Salah satu contoh Neto Kura Sae(jika diterjemahkan secara gamblang Saya Kuda Naik). Setiap huruf vokal dalam tata bahasa orang Bunaq memiliki arti tersendiri. Unsur bahasa belum sepenuhnya dijadikan parameter dalam mengidentifikasi asal-usul suatu suku. Keunikan bahasa yang berbeda, memiliki latar belakang riwayat sejarah yang khas. Bunaq merupakan suku tertua di Pulau Timor, berdasarkan mitos yang menyebutkan bahwa wanita Timor pertama memiliki jejak telapak kaki di bawah kaki Gunung Lakaaan, Kecamatan Lamaknen. Hal ini dituturkan oleh Antropolog Timor Dr. Gregor Neonbasu “...Orang Bunaq memiliki bahasa yang khas dan bukan berasal dari ras Austronesia, mereka adalah suku tertua di Timor”
4
(Wawancara tanggal 20 Agustus 2013) Pola matrilineal dalam kekerabatan Suku Bunaq menjadi hal yang dijunjung tinggi bagi masyarakat setempat. Sistem warisan tanah suku selalu diwariskan bagi anak perempuan. Setiap anak yang lahir baik laki-laki maupun perempuan, akan masuk kedalam suku ibu. Pembuktian bahwa suku Bunaq merupakan ras non-austronesia, perlu ditinjau bukan hanya dalam pandangan bahasa, namun dapat dikenali lewat pendekatan spasial. Masyarakat Suku Bunaq banyak menempati wilayah Kecamatan Lamaknen, yang berbatasan langsung dengan Republik Demokrasi Timor Leste (RDTL). Berada dalam satu ruang daratan yang sama, tentu memiliki sejarah yang sama atau nenek moyang yang sama. Sistem pemerintahan modern yang dibentuk, secara tidak langsung memisahkan batas ruang budaya yang satu. Pemerintahan tertinggi secara tradisional adalah Loro(Raja dalam lingkup lebih besar dari Desa), yang menguasai satu distrik wilayah. Posisi seorang Loro (Raja dalam lingkup lebih besar dari Desa) merupakan lembaga pemerintahan yang dibentuk oleh Belanda. Pemerintahan lokal dalam skala desa atau beberapa desa dipimpin oleh seorang nai (Raja Desa), yang dibantu oleh beberapa Rato(Perdana Menteri), sedangkan rakyat biasa disebut sebagai kabu(rakyat jelata). Sistem stratifikasi sosial tersebut sangat berpengaruh dalam sistem spasial dan aspasial. Desa Dirun, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari persebaran masayrakat Bunaq, merupakan nai(Raja Desa) terakhir di Lamaknen. Lokasi topografi yang sedikit curam, dibawah kaki Gunung Lakaan dan perbukitan Fulan fehan, menjadikan keragaman bentuk tata permukiman dan sistem aktivitas.
5
Terdapat beberapa suku-suku kecil yang memempati satau wilayah admistratif. Setiap suku (dalam prespektif penelitian ini, suku dibentuk karena hubungan kekerabatan dari pihak perempuan dalam satu klan), memiliki tata nilai dan konsep yang berbeda dalam pembentukan ruang permukiman. Bunaq sebagai alat komunikasi antar suku, namun sejarah dan sistem perkawinan membentuk tata spasial yang berbeda. Bentukan rumah dalam permukiman suku Bunaq memiliki sistem orientasi antara gunung dan mata air. Konsep dan nilai-nilai dasar yang dipegang masyarakat Desa Dirun, terus bertransformasi dari waktu ke waktu. Transformasi nilai-nilai dasar merubah tatanan budaya permukiman dan tata sosial masyarakat. Rekonstruksi kembali nilai-nilai dasar kepada esensi asli, merupakan kajian yang menarik untuk ditinjau, sehingga menghasilkan teorisasi baru melalui pendekatan fenomenologis.
1.2
Perumusan Masalah
Bentuk ruang permukiman atas nilai-nilai dasar yang bertransformasi merupakan salah satu bagian integral dalam kajian perencanaan spasial. Budaya sebagai pembentuk dasar tata spasial permukiman memiliki hubungan relasional dengan faktor-faktor fisik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk tata spasial permukiman suku Bunaq ? 2. Bagaimana pembagian ruang permukiman dan sistem aktivitas spasial yang terbentuk ? 3. Bagaimana interaksi masyarakat dalam tata spasial permukiman?
6
4. Rumah merupakan elemen terpenting dalam permukiman, pertanyaan penelitian selanjutnya adalah Bagaimana fungsi rumah adat dalam kehidupan masyarakat ?
1.3 Penelitian
ini
Tujuan Penelitian
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
konsep-konsep
permukiman Suku Bunaq, di Desa Dirun Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu.
1.4
Manfaat Penelitian
1. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pemukiman tradisonal 2. Menemukenali konteks spasial budaya permukiman Suku Bunaq sebagai salah satu kearifan lokal dalam perencanaan 3. Sebagai bahan acuan bagi penelitian sejenis dengan lokasi dan waktu yang berbeda 4. Masukan bagi pemerintah lokal dalam penentuan arah kebijakan spasial.
1.5
Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai struktur ruang permukiman Suku Bunaq berbasis budaya sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Akan tetapi, penelitian yang berkaitan dengan permukiman tradisonal dilakukan oleh beberapa
7
peneliti dalam tesis MPKD (Magister Perencanaan Kota dan Daerah) dan Program Doktoral Arsitektur, Universitas Gadjah Mada: Tabel 1: Judul Tesis yang Berkaitan Peneliti
Raimundus Jayang
Rahmad Mirza Dzulkifli Aly
Judul Perubahan Sosio kultural dan Pola Ruang Permukiman Tradisonal Suku Dayak Dusun Sunglo Apalin Konsep Sosial Kultural dan Pola Keruangan Permukiman Adat Da’a Studi Kasus Desa Kalora Kecamatan Marawola
Lokasi
Tahun
Kabupaten Kapuas Hulu
2009
Kabupaten Donggala
2005
Dinicia Arie Suprapto
Konsep dan Pola Ruang Pemukiman Tradisional Suku Bajo di Pulau Bingin
Kabupaten Sumbawa
Chiatuddin
Konsep Gampong Dalam Permukiman Adat
Di Provinsi Nanggroe 2003 Aceh Aceh Darussalam
Yohanes Djarot Purbadi
Tata Suku dan tata Spasial pada Arsitektur Permukiman Suku Dawan di Desa Kaebaun Di Pulau Timor(Disertasi)
Kabupaten Timor Tengah Utara
2010
2010
Tujuan Penelitian Mendiskripsikan perubahan sosial Kultural dan Pola Ruang pada permukiman Tradisonal Suku Dayak Dusun Sunglo Apalin Merumuskan konsep Sosial Kultural dan Pola Keruangan Permukiman Adat Da’a Studi Kasus Desa Kalora Kecamatan Marawola
Mendeskripsikan konsep dan pola ruang permukiman Tradisional Suku Bajo di Pulau Bingin Kabupaten Sumbawa Deskripsi Konsep adat permukiman atau sistem kesatuan hidup setempat yang terkecil(gampong), mengetahui sejauhmana pergeseran konsep tersebut pada saat sekarang kini, merumuskan hal-hal spesifik yang dapat ditarik sebagai pembelajaran(lesson learned) dari implikasi sistem kelembagaan masyarakat adat(gampong) Melakukan eksplorasi mendalam tentang tata spasial permukiman, vernakular pada desa Kaebaun, untuk menemukan keunikan tata spasial pada
8
Peneliti
Judul
Lokasi
Tahun
Tujuan Penelitian arsitektur permukiman di Desa Kaebaun dan berbagai hal yang mempengaruhinya, menemuka teori lama tentang tata spasial pada permukiman dalam ekosistem ladang berdasarkan evidensi desa vernakular Suku Dawan di Pulau Timor
Sumber: Perpustakaan MPKD, 2014
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada relasi spasial yang dibangun atas kearifan lokal budaya di Desa Dirun. Karakteristik lokasi penelitian yang berada di pegunungan dengan sistem pertanian lahan kering, menjadi salah satu faktor yang khas dalam studi ini. Relasi spatial yang terbentuk akan membentuk suatu sistem besar, di mana akan terdapat susunan hirarki spasial, sehingga penelitian ini bertujuan mencari konsep yang dibentuk atas dasar budaya permukiman.