BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Formal Geografi adalah salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang mendukung dalam pembangunan wilayah (Bintarto, 1975). Kajian geografi ini menitikberatkan pada hubungan kausal muka bumi yang tidak hanya menyangkut kondisi fisiknya saja tetapi juga makhluk hidup beserta
permasalahannya
melalui
pendekatan
keruangan,
ekologi
dan
kompleksnwilayah untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1984). Salah satu bentuk kenampakan dari hasil ragkaian yang terjadi di muka bumi adalah permukiman. Dalam arti sempit, permukiman dapat dijabarkan dengan susunan dan penyebaran bangunan termasuk diantaranya perumahan, gedung-gedung sekolah, kantor, pasar dan sebagainya. Sedangkan dalam arti luas, permukiman adalah yang berkaitan dengan bangunan, jalan-jalan, pekarangan yang menjadi salah satu sumber penghidupan penduduk (Bintarto, 1969). Studi permukiman berdasarkan skala ruang lingkupnya dibagi menjadi tiga yaitu, skala makro, skala meso dan skala mikro. Skala makro melihat suatu permukiman dari sistem kota-kota maupun sistem desa-desa dalam wilayah yang sangat luas. Skala meso membahas permukiman dari segi perdesaan maupun perkotaan secara individual. Studi permukiman secara mikro cakupannya lebih sempit lagi dan sorotan utamanya ditujukan pada salah satu komponen yang dibahas dalam skala meso yaitu rumah (Yunus, 1987). Penelitian ini mengkaji kualitas permukiman menggunakan skala mikro dimana satuan objek kajiannya satu bangunan rumah dilihat dari aspek fisik bangunannya, lingkungannya dan penghuninya.
1.1.2. Latar Belakang Material Perkembangan suatu kota sangatlah erat kaitannya dengan fenomena pertumbuhan penduduk. Pada dasarnya, perkembangan suatu kota terdiri dari
1
beberapa aspek, antara lain aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan fisik (Yunus, 2000). Aspek ekonomi merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya terhadap kondisi sosial demografi suatu kota. Salah satu contoh pengaruhnya adalah kuantitas penduduk. Perkembangan ekonomi ini biasanya memunculkan pandangan-pandangan semu tentang kesejahteraan jika penduduk desa mengais rejeki ke kota. Penduduk desa melihat bahwa di kota peluang kerja lebih besar, upah juga lebih tinggi daripada di desa, dan tentunya pekerjaan di kota bukan pekerjaan di bidang pertanian yang akhir-akhir ini kurang diminati oleh penduduk desa usia produktif. Dari pandangan-pandangan tersebut, menjadikan penduduk desa bermigrasi ke kota untuk mencari pekerjaan dan akhirnya jumlah penduduk di kota mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pandangan-pandangan yang baik mengenai kota tidaklah selalu sesuai dengan kenyataan tanpa diimbangi dengan keterampilan penduduk. Setelah penduduk menuju kota tanpa keterampilkan dan bekal pendidikan yang tinggi, ternyata apa yang mereka bayangkan selama ini tidaklah sesuai. Kondisi yang sebenarnya bagi mereka yang berpendidikan rendah dan tanpa keterampilan yang cukup, maka mereka sulit untuk masuk ke dalam pasar kerja formal dan akhirnya mereka hanya bisa masuk dalam pasar kerja informal yang kurang begitu mengubah kesejahteraan penduduk. Kondisi seperti inilah yang disebut dengan urban bias. Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang perkembangan penduduknya
pesat,
dengan
luasan
44,04Km2
dan
jumlah
penduduk
5.453.653jiwa pada tahun 2012 dengan pertumbuhan penduduk 1,6%per tahun yang lebih besar dari angka pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta, 2012). Angka pertumbuhan penduduk yang cukup besar ini dikarenakan fenomena urban bias dan Kota Surakarta sendiri terdapat beberapa perguruan tinggi yang menjadikan banyaknya migran sementara.
2
Pertumbuhan penduduk yang tinggi beriringan dengan kebutuhan ruang untuk permukiman yang tinggi pula, Burgess dan Hyott (1925, dalam Yunus, 2010) menyatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk perkotaan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan ruang, yang sebagai konsekuensinya akan menyebabkan peningkatan keberagaman aktivitas penduduk. Pemilihan lokasi permukiman mempertimbangkan aksesbilitas dan transportasi sehingga pada umumnya persebaran permukiman berada di pinggir jalan, tepi sungai maupun tepi laut (Kurniawan, 2004). Lokasi-lokasi permukiman seperti tepi sungai merupakan lokasi yang sering kali menjadi sasaran permukiman bagi para migran miskin yang tidak mampu mengakses permukiman yang lebih layak secara kualitas. Harjosoemantri (1995, dalam Supriyati, 2007), mengemukakan bahwa kualitas lingkungan permukiman akan menurun seiring dengan pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan fasilitas-fasilitas layanan umum. Kelurahan Pucang Sawit merupakan salah satu keluarahan yang terdapat di Kota Surakarta yang tepatnya berada pada bantaran Sungai Bengawan Solo dimana Kelurahan Pucang Sawit memiliki jumlah penduduk 13.640jiwa pada tahun 2011 dan 13.776jiwa pada tahun 2013 seperti yang terlihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1 juga menunjukan bahwa di Kelurahan Pucang Sawit jumlah KK miskin semakin meningkat dan jumlah pengguna WC umum menurun, hal ini menunjukan bahwa adanya program bantuan dari pemerintah tentang pengadaan WC pribadi. Struktur mata pencaharian penduduk di Kelurahan Pucang Sawit bersifat heterogen dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai buruh. Keberadaan beberapa industri besar di Kelurahan Pucang Sawit ternyata memberikan dampak positif terhadap penduduk, terbukti sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai buruh pabrik.
3
Tabel 1.1 Tabel Data Kependudukan Kelurahan Pucang Sawit tahun 2011 dan 2013
aspek demografi Total KK Total Penduduk Rata-Rata Jiwa per KK Jumlah Rumah % pengguna WC umum %KK miskin
tahun 2011 2013 3.588 4.100 13.640 13.776 4 3 1728 1727 27 24 32,7 31,6
Sumber : Kecamatan Jebdres dalam Angka 2011 dan 2013 Permukiman di bantaran sungai biasanya identik dengan permukiman dengan kualitasnya yang rendah, baik dari segi kualitas fisik, kualitas lingkungan, status legalitas dan kualitas penghuninya. Dalam penelitian Pangesti (2011) menyebutkan bahwa di beberapa titik Kelurahan Pucang Sawit terdapat kawasan kumuh. Kelurahan Pucang Sawit memiliki luas 127 hektar dengan kepadatan penduduk 100 jiwa/hektar. Namun kepadatan penduduk tersebut tidaklah merata untuk semua wilayah kelurahan karena pada titik-titik tertentu, kepadatan mencapai >150jiwa/hektar. Fenomena urban bias yang ada di Kota Surakarta ini mendorong terbentuknya permukiman-permukiman liar dan kumuh di sekitar bantaran sungai. Seperti yang telah disebutkan pada tabel 1.1, jumlah penduduk mengalami peningkatan dan jumlah permukiman mengalami peningkatan.peningkatan jumlah penduduk ini mencerminkan Kelurahan Pucang Sawit sebagai tujuan tempat tinggal.
4
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Kelurahan Pucang Sawit merupakan kelurahan yang terletak di sisi timur Kota Surakarta dengan karakteristik wilayahnya sebagai daerah industri baru dan juga berdekatan dengan pusat-puat pendidikan. Kelurahan ini disebut daerah industri karena di Kelurahan Pucang Sawit pada tahun 2011 terdapat 5 industri besar (Jebres dalam Angka tahun 2012). Pusat pendidikan terdekat dengan Keluarahn Pucang Sawit adalah Universitas Sebelas Maret dan Universitas Surakata. Selain kedua hal tersebut, Kelurahan Pucang Sawit juga berbatasan langsung dengan Sungai Bengawan Solo dan memiliki tempat pemakaman umum yang begitu luas. Letaknya yang berada pada tepi luar kota dan bantaran sungai, maka Kelurahan Pucang Sawit dijadikan salah satu lokasi permukiman bagi penduduk. Seperti yang diketahui, fenomena di kota-koa besar permukiman di bantaran sungai dipilih oleh masyarakat yang kurang bisa mengakses permukiman pada wilayah-wilayah yang lebih tepat untuk dijadikan permukiman. Mereka yang tinggal di permukiman bantaran sungai adalah penduduk yang secara ekonomi kurang mampu dan mereka yang bekerja di sektor informal. Permasalahan yang ditemui di penelitian ini adalah sektor pekerjaan penduduk bantaran Sungai Bengawan Solo, apakah mereka sama seperti penduduk bantaran sungai pada umunya atau berbeda. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah “bagaimana kualitas permukiman yang dibangun di bantaran Sungai Bengawan Solo di Kelurahan Pucang Sawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta, apakah kepala keluarganya bekerja di sektor informal dan adakah hubungan antara pendapatan penghuni dengan kualitas permukiman”
5
1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian kualitas permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo Kelurahan Pucang Sawit adalah : a) Mengetahui kualitas permukiman di Keluarahan Pucang Sawit b) Mengetahui apakah kepala keluarga pemukim bantaran sungai bekerja di sektor informal c) Mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan penghuni dengan kualitas permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo di Kelurahan Pucang Sawit
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian kualitas permukiman bantaran Sungai Bengawan Solo di Kelurahan Pucang Sawit terbagi dalam dua yaitu, manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Manfaat Praktis Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran kondisi permukiman kepada beberapa pihak seperti pemerintah maupun swasta dalam pengelolaan lingkungan permukiman perkotaan dan menjadi penentu kebijakan dalam penyusunan kebijakan. Manfaat Teoritis Penelitian kualitas permukiman ini bermanfaat untuk memberikan gambaran kondisi kualitas permukiman di daerah bantaran sungai dan juga pinggiran kota.
6