BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya3. Gangguan ini adalah suatu contoh dari efek positif di mana penelitian modern telah menemukan gangguan di dalam waktu singkat. Pada awal tahun 1980-an, gangguan obsesif-kompulsif dianggap sebagai gangguan yang jarang dan berespons buruk terhadap terapi, namun sekarang gangguan obsesifkompulsif lebih sering ditemukan dan responsif terhadap terapi1. Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada masa remaja atau masa anak-anak, pada beberapa kasus dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak yang mengalami gangguan ini daripada yang sudah menikah1. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang gangguan obsesif-kompulsif agar bermanfaat bagi pembaca dalam menangani penyakit ini.
1
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Defenisi Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide atau sensasi yang mengganggu (intrusif). Suatu kompulsif adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan atau menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan semakin meningkat1. Obsesi meningkatkan kecemasan individu, sedangkan menampilkannya atau melakukan kompulsi dapat menguranginya. Beberapa kompulsi yang antara lain2: 1) Mengikuti kebersihan dan keteraturan, terkadang dengan ritual tertentu yang dapat memakan waktu berjam-jam. 2) Menghindari obyek tertentu. 3) Menampilkan kegiatan-kegiatan praktis yang repetitive, anh dan bersifat pencegahan, misalnya menghitung. 4) Memeriksa berkali-kali untuk memastikan bahwa perilaku yang sudah ditampilkan benar-benar telah dikerjakan. 5) Menampilkan perilaku tertentu seperti makan dengan sangat perlahanlahan. Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai egodistonik. Gangguan obsesif kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga3.
2
2.2 Epidemiologi Prevalensi gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum adalah 2 sampai 3 persen. Dan beberapa peneliti memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama kemungkinan terkena. Untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena dari perempuan1. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun, walaupun laki-laki memiliki onset usia yang agak lebih awal (rata-rata 19 tahun) dibandingkan wanita (ratarata 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan1. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang di antara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih. Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan fobia sosial adalah kira-kira 25 persen1. 2.3 Etiologi Sudut Pandang Psikoanalisa Obsesif-kompulsif timbul dari daya-daya instinktif seperti seks dan agresivitas, yang tidak berada di bawah kontrol individu karena toilet training yang kasar sehingga individu menjadi terfikasi pada masa anal. Freud mengemukakan beberapa mekanisme defensif utama yang menentukan kualitas simtom yaitu isolasi, undoing dan reaksi formasi. Sedangkan Adler memandang obsesifkompulsif sebagai hasil dari perasaan tidak kompeten1. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen ideasional dan dikeluarkan dari kesadaran.
3
Undoing (meruntuhkan) adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan. Reaksi formasi, melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar1. Sudut Pandang Cognitive Behavioral Para ahli tingkah laku mengemukakan bahwa obsesif kompulsif adalah perilaku yang dipelajari dan diperkuat dengan berkurangnya rasa takut. Ide lain yang muncul
adalah
kompulsif
memeriksa
terjadi
karena
defisit
ingatan.
Ketidakmampuan untuk mengingat beberapa tindakan dengan akurat, atau untuk membedakan antara perilaku yang benar-benar dilakukan dan yang imajinasi membuat seseorang memeriksa berkali-kali. Sedangkan pemikiran obsesif muncul karena ketidakmampuan atau kesulitan untuk mengabaikan stimulus1. Strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsi atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari1. Sudut Pandang Biologis Davison dan Neale menjelaskan bahwa salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmiter di otak, khususnya serotonin. Selain itu terdapat pula beberapa bukti tentang keterlibatan faktor genetik dalam pembentukan gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik adalah lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain1. Penelitain klinis telah mengukur konsentrasi metabolit serotonin, sebagai contoh, 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinalis dan afinitas sertai jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian imipramine (yang berikatan dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan pengukuran tersebut pada pasien dengan gangguan obsesifkompulsif1.
4
2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosis Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran, keraguan, kehilangan dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan disengaja. Sebagian besar ritual bisa dilihat langsung, seperti mencuci tangan berulang-ulang atau memeriksa pintu berulang-ulang untuk memastikan bahwa pintu sudah dikunci. Ritual lainnya merupakan kegiatan batin, misalnya menghitung atau membuat pernyataan berulang untuk menghilangkan bahaya3. Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum1 1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang. 2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral dan sering kali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan gagasan atau impuls awal. 3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien); yaitu ia dialami sebagai asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk psikologis. 4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut, orang biasanya menyadari sebagai mustahil atau tidak masuk akal. 5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu dorongan yang kuat untuk menahannya. Penderita bisa terobsesi oleh segala hal dan ritual yang dilakukan tidak selalu secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman yang akan berkurang jika penderita menjalankan ritual tersebut. Penderita yang merasa khawatir tentang pencemaran, rasa tidak nyamannya akan berkurang jika dia memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Karena itu setiap obsesi tentang pencemaran timbul, maka dia akan berulang-ulang memasukkan tangannya ke dalam saku celananya3.
5
Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi akan kontaminasi, diikuti oleh mencuci atau disertai oleh penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti sering kali sukar untuk dihindari (sebagai contoh, feses,urin,debu, atau kuman). Pasien mungkin secara teru-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena takut akan kuman1. Pola kedua yang tersering adalah obsesi keraguan, diikuti oleh pengecekan yang kompulsi. Obsesi sering kali melibatkan suatu bahaya kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu). Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk memeriksa pintu yang belum terkunci. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional, saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu1. Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh pasien1. Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya. Penumpukan obsesi dan kompulsi religius adalah sering pada pasien obsesifkompulsif. Trichotilomania (menarik rambut kompulsif) dan menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi yang berhubungan dengan gangguan obsesifkompulsif1.
6
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Obsesif-Kompulsif berdasarkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi ke III)2 •
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. •
Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita. •
Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut: (a) harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri. (b) sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita. (c) pikiran untuk melakukan hal tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas); (d) gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
•
Ada kaitan erat antara gejala obsesif terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresif-nya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kmpulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan
7
menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang. •
Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut. 2.5 Diagnosis Banding Persyaratan diagnostik DSM-IV tentang ketegangan personal dan gangguan fungsional membedakan gangguan obsesif-kompulsif dari pikiran dan kebiasaan berlebihan yang umumnya atau ringan. Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis dan kadang-kadang, komplikasi trauma dan pascaensefalitik1. Gangguan Tourette. Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap hari terjadi. Gangguan dan gangguan obsesif-kompulsif memiliki onset usia yang sama dan gejala yang mirip. Kira-kira 90 persen dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif, dan sebanyak dua pertiganya memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif1. 2.6 Prognosis Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah resiko bagi semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif1. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) (yaitu, penerimaan obsesi dan kompulsi), dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal)1.
8
Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis3. 2.7 Terapi Psikoterapi Treatment psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa faktor OCD sangat sulit untuk disembuhkan, penderita OCD kesulitan mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal3. Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan
baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian
informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi3. Beberapa psikoterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif: •
Exposure and Response Prevention Terapi ini dikenal pula dengan sebutan flooding, diciptakan oleh Victor
Meyer (1996), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada situasi yang menimbulkan tindakan kompulsif (seperti memegang sepatu yang kotor) dan kemudian menahan diri agar tidak menampilkan ritual yang biasa dilakukan (yaitu mencuci tangan). Mencegah individu menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya membuatnya menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga memungkinkan kecemasan menjadi hilang1. •
Rational-Emotive Behavior Therapy Terapi ini digunakan dengan pemikiran untuk membantu pasien
menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu harus terjadi menurut apa yang mereka inginkan, atau bahwa hasil pekerjaan harus selalu sempurna. 9
Terapi kognitif dari Beck juga dapat digunakan untuk menangani pasien gangguan obsesif-kompulsif. Pada pendekatan ini pasien didorong untuk menguji ketakutan mereka bahwa hal yang buruk akan terjadi jika mereka tidak menampilkan perilaku kompulsi4. •
Cognitive-behavioural therapy (CBT) Terapi yang sering digunakan dalam pemberian treatment pelbagai
gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu4. Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu. Pemberian terapi selama 3 bulan atau lebih4. Farmakoterapi Penanganan yang paling menjanjikan pada pasien dengan gangguan obsesifkompulsif adalah dengan penggabungan dari segi biologis dan psikologis dan biasanya dikombinasikan secara bergantian/berintegrasi. Sampai saat ini pengobatan dengan clomipramine atau SSRI (Serotonin-Specific Reuptake Inhibitor) yang lain, seperti fluoxetine (Prozac) atau sertraline (Zoloft) telah dibuktikan sebagain pengobatan yang paling efektif pada gangguan obsesifkompulsif3. Beberapa obat yang digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif-kompulsif: •
Trisiklik Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan
obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs. Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah5. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, 10
sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampaknya efek samping yang membatasi dosis. Karena clomipramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai efek samping yang biasanya dari obat tersebut, termasuk sedasi, hipotensi, disfungsi seksual, dan efek samping antikolinergik (sebagai contoh, mulut kering)1. •
SSRI (Serotonin Specific Reuptake Inhibitor) SSRI yang sekarang tersedia di Amerika Serikat adalah fluozetine,
sertraline (Zoloft) dan paroxetine (Paxil). Penelitian tentang fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif telah menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk
mencapai
manfaat
terapeutik.
Walaupun
SSRI
disertai
dengan
overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal5. SSRI ditoleransi dengan lebih baik daripada trisiklik, dengan demikian kadang-kadang dipakai sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif-kompulsif. Jika pengobatan dengan clomipramine atau suatu SSRI tidal berhasil, banyak ahli terapi memperkuat obat pertama dengan menambahkan lithium (Eskalith)5. •
MAOI (Monoamine oxidase inhibitor) Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan
isocarboxazid (Marplan). Pemberian MAOI harus diikuti pantangan makanan yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit (seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi dengan MOAI dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi3.
11
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Obsesif-kompulsif disorder adalah suatu gangguan kecemasan, di mana
obsesif adalah pikiran, ide ataupun gagasan yang menetap dan beruntun sehingga memprovokasi rasa cemas pada penderita dan memaksa penderita melakukan tindakan tertentu secara berulang-ulang yang disebut kompulsif sebagai pereda rasa cemas, sehingga dapat menimbulkan stress dan mengganggu produktifitas sehari-hari. Penangannya dapat dilakukan dengan psikoterapi, dengan berbagai metode dari para ahli dan dengan farmakoterapi yaitu obat golongan trisiklik, SSRI dan MAOI. Kombinasi dari kedua pengobatan tersebut dapat menghasilkan efek terapeutik yang lebih baik.
12
DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan HI, Sadock BJ. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. 2010. Jakarta: EGC 2. Muslim,Rusdi.2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan PPDGJ-III. Jakarta : FK Unika Atma Jaya 3. http://www.psychologymania.com/2011/09/gangguan-obsesif-kompulsifobsessive.html 4. Goldman, Howard H., 2000. Review of General Psychiatry-Lange . 5 th edition. USA: McGraw Hill (348-351) 5. Halgin, Richard P., Susan Krauss Whitbourne, 2009. Abnormal Psychology-Clinical Perspectives on Psychological Disorders. USA: McGraw Hill (330-331)
13