BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak dijumpai penipuan terhadap konsumen terhadap daging sapi potong diberbagai daerah yang dipasarkan melalui pasar-pasar induk maupun pasar lokal setempat, Didaerah Istimewa Yogyakarta telah terdapat bukti yang dikuatkan dengan adanya operasi pasar yang dilakukan dari dinas Peternakan yang bekerja sama dengan dinas Ketertiban daerah bagian sidak dari pemda setempat. Penipuan yang didapati tersebut meliputi : 1. Pemasaran daging potong Glonggongan ( hewan sapi yang dipotong terlebih dahulu di sentorkan air sebanyak mungkin ke dalam tubuhnya,kemudian baru dipotong ) Hal ini untuk mendapatkan bobot daging yang berat tapi dengan harga murah dipasaran, Tetapi untuk konsumen sangat merugikan karena daging dengan kadar air tinggi mengakibatkan mikroorganisme berkembang lebih cepat dalam daging yang mengakibatkan daging lebih cepat busuk dan berpenyakit. 2. Pengawetan dengan cara formalin untuk mendapatkan katahanan daging lebih lama untuk dipasarkan,dengan berakibat konsumen merugi karena akan mematikan pengurai dalam tubuh dan tidak fungsinya jaringan organ tubuh seperti ,hati , ginjal, jantung dan perkembangan otak. 3. Pewarnaan dihasilkan dari daging yang sudah pucat kemudian dilulurkan pewarna dari darah ,atau pewarna lain yang menyerupai darah untuk hasil
1
daging kelihatan lebih segar,tetapi dari asal daging tersebut tidak pasti keberadaannya karena bisa berasal dari hewan yang sudah mati atau jenis hewan lain, atau dari daging yang sudah tidak sehat ( busuk).Akibat terhadap kesehatan bila mengkonsumsi akan terjangkit penyakit-penyakit yang dibawa dari hewan tersebut. 4. Pengoplosan daging ,adalah upaya para pedagang daging potong dengan sengaja mengoplos antara daging segar dengan daging busuk (dari sapi yang sudah mati sebelum dipotong), atau daging sapi dengan daging hewan lain ,seperti : kerbau,celeng / babi,kuda dan lain sebagainya.Akibat yang ditimbulkan konsumen tidak tahu kesehatan daging dan kehalalan dari daging tersebut . Secara alamiah hal tersebut terjadi karena banyak nya kebutuhan daging didalam masyarakat sebagai konsumsi dan adanya kesempatan dari pihak pedagang untuk melakukan tindakkan dengan cara menguntungkan diri sendiri tanpa mementingkan kesehatan orang banyak yang bersifat pelanggaran kriminal.( keterangan dari pihak terkait dari dinas kehewanan,Pimpinan Sub. RPH .Ngampilan Bpk.Agus Suharsono januari 9.01.08.). Kebutuhan akan daging yang meningkat dipasaran belakangan ini dipacu dengan adanya kebutuhan masyarakat yang terus meningkat sebagai bahan laukpauk atau olahan kuliner dari bermacam-macam olahan masakan,kebutuhan tersebut terus menerus pertahun ada peningkatan , dalam catatan Kompas 16 September 2007 dari Assosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia ( ASPIDI ) Thomas Sembiring menyatakan bahwa volume daging potong impor untuk tahun 2007 naik dari 4.000 ton menjadi 6.000 ton,
2
Mengingat kebutuhan tersebut maka tidak menutup kemungkinan banyak orang bergerak dalam bidang perdagangan daging potong walaupun harganya sendiri naik terus menerus, apalagi bila menyambut perayaan hari besar keagamaan kebutuhan tersebut terus meningkat hingga 3 - 4 kalilipat dipasaran. Jenis sapi yang biasa dipotong adalah sapi lokal jenis Ongole yaitu keturunan sapi sebu di India, dan sapi impor Brahman cros keturunan sebu India dengan sapi yang sudah dikawinkan dengan sapi-sapi Eropa seperti shorton dan Aberdeen angus .Selain sapi yang layak potong, tempat pemotongannyapun harus bersih , tempat tersebut biasa disebut Rumah potong hewan ( RPH ).Produk asal ternak ini juga harus diatur sebaik-baiknya sehingga menghasilkan produk tonan yang aman, sehat, utuh,dan halal. Kenapa harus sehat karena sapi yang dipotong nantinya akan menghasilkan daging yang dikonsumsi manusia maka salah satu syarat harus terjaga , kemudian kebersihan karena kebersihan menentukan jumlah bakteri yang bisa mengkontaminasi terhadap daging itu sendiri .( Sumber dari sales marketing,RPH santani beef, Ir.Indrayati,MBA ) Rumah potong hewan di bagi menjadi beberapa kelas berdasarkan pendistribusian dalam negeri : 1. Tabel RPH dan Pendestribusian No
RPH Kelas
Pendestribusian Tingkat
1
A
Internasional
2
B
Propinsi
3
C
Kabupaten
4
D
Lokal / Daerah setempat
( Sumber dari RPH.Santani Beef,Karawaci.Jawa Barat.)
3
Mengenai hewan ternak sapi perlu adanya tindakan pemeriksaan terlebih dahulu karena banyak penyakit sapi yang berjangkit di Indonesia antara lain ; Antrax ( radang limpa ),Penyakit Mulut dan Kuku, Surra (penyakit tujuh keliling ) , Penyakit Radang Paha ( Blakleg ), Brocellosis (keguguran menular ),Foot Rot ( Kuku Busuk ),Cacing hati, Stomach Worm ( Cacing Perut ), Husk (Cacing Paru-paru ), dan Bloat ( masuk angin), dan Sapi Gila yaitu penyakit hewan yang dapat menular lewat daging secara langsung terhadap manusia (Zoonisme ) . ( kutipan dari buku Sapi potong edisi budi daya ,karya Bambang Agus Murtidjo,2007 ). Dalam upaya mencegah kejadian kejahatan penipuan dan penyakit dari hewan serta bertambahnya pedagang daging potong maka perlu adanya pengawasan yang ketat mengenai hal pemotongan dan pemeriksaan hewan ternak untuk hasil daging potong dan layak konsumsi . Upaya pengawasan , dan pemeriksaan juga di sertai pembatasan daging potong yang masuk wilayah kota,hal ini dilakukan agar tercapai hasil yang lebih baik mengenai daging potong dan kelangsungan pedagang daging potong kota terhadap kebutuhan dan kepercayaan masyarakat sebagai konsumen , dengan demikian pihak terkait seperti RPH kota dapat bekerja sama dengan pedagang daging potong kota selaku pengguna jasa RPH mengenai pengawasan dan pensotiran daging yang akan dipasarkan di wilayah kota . Untuk sapi Impor harus perlu adanya pengawasan secara khusus karena perlu dimasukkan dalam karantina untuk diadakan pemeriksaan kesehatan dan ada atau tidaknya penyakit yang dibawa dari asal Negara sapi tersebut, setelah benar-benar dinyatakan sehat barulah sapi tersebut dapat dipotong . Kalau sapi Lokal hanya perlu pemeriksaan lanjutan terhadap sapi yang akan dipotong dan karena keberadaanya yang
4
sudah menetap lama maka proses penanganannya akan lebih mudah terkendali,tinggal menunjukan surat pemeriksaan dari dinas peternakan dipotong
sudah
bebas
penyakit.
(
Sumber
dari
setempat bahwa sapi yang pengelola
RPH
Santani
Beef.Bpk.P.Abrianto W.Wibisono,Karawaci, Jawa Barat.) Didalam RPH Kota menyangkut penanganan daging sapi potong perlu kita tinjau kedalam Rumah Pemotongan Hewan yang sudah ada ,mengenai sudah baik apa belum dalam proses penanganan Sterilisasi pemotongan dan kemampuan menampung pemotongan yang lebih baik dan hegenis beserta ruang-ruang penunjangnya terhadap pelayuan dan pengawetan daging serta penanganan pengelolaan limbahnya terhadap masyarakat sekitarnya . RPH (rumah pemotongan hewan ) Kota Yogyakarta terdapat pada daerah Ngampilan, yaitu wilayah Barat dari ( 0 )Km. Kota, pada daerah ledok /pinggir sungai Winongo dan jalan Letjen Soeprapto. Berdiri sejak tahun 1928, buatan Belanda . Gambar 1, RPH Ngampilan . SITE RPH NGAMPILAN
SUNGAI WINONGO
jln.Letjen Soeprapto
PEMUKIMAN PENDUDUK
( Sumber dari Google,Foto udara, 8 januari 2008,13.40 wib.)
5
Pada RPH ( rumah pemotongan hewan) Kota,memang masih banyak kita jumpai kekurangan yang terdapat didalamnya baik menyangkut ruangan yang belum memperhatikan sterilisasi dan pemafaatan ruang yang belum sempurna hanya berjalan secara apa adanya, bangunan yang dipergunakan sekarang adalah bangunan peninggalan Belanda dimana pada masa itu juga dipergunakan sebagai area pemotongan hewan bahkan lebih lengkap dengan adanya ruang pengawet ,hal ini dibuktikan dengan adanya bekas Rel Gantung untuk membawa daging karkas kedalam ruang pelayuan daging tersebut, Tetapi yang terjadi sekarang setelah dimanfaatkan kembali justru ruangan tersebut tidak dipergunakan lagi dan menjadi ruang kantor . Untuk pengolahan limbahnyapun sudah tidak akurat lagi, irigasinya banyak yang rusak dan tidak dapat dipergunakan sehingga banyak limbah tersebut langsung dibuang ke sungai,yang mengakibatkan pencemaran air dan lingkungan sekitarnya . Hal ini dikarenakan lokasi atau site sekarang sudah sempit dan tidak cukup ruang untuk dikembangkan, banyaknya pemukiman pada area tersebut apalagi ditambah gabungan sebagai ruang perkantoran dibidang Pertanian dan kehewanan.
Rumah pemotongan hewan ( RPH ) Ngampilan, Yogyakarta Setelah diyakini rumah pemotongan hewan tersebut sangatlah penting guna perbaikan mutu daging dengan penanganan pemotongan dan pengolahan limbah yang dihasilkan
6
dari RPH tersebut, maka perlu diadakannya perbaikan lokasi dan pengembangan lebih lanjut serta untuk memindahkan lokasi tersebut ke area lokasi lain ( relokasi ) yang lebih luas dan merencanakan desain bangunan baru baik struktur maupun penataan ruang dalam proses penanganan pemotongan hewan serta pengolahan limbahnya .Hal tersebut harus dilakukan sebagai tindakan kelangsungan perdagangan pemotong daging sapi kota dan pembatasan atau menimalisir dampak yang ditimbulkanya dari daging yang jelek/tidak sehat dari daerah lain masuk kota tanpa pemeriksaan dan restribusi kota . Maka perlu dibuatkan kembali sebuah RPH dengan judul Rumah Industri Pemotongan Hewan yang Higenis dan Ramah Lingkungan di Yogyakarta . 2. RUMUSAN MASALAH 2.1. Masalah Umum. Perlu adanya
usaha dalam menata ruang bangunan dengan mengacu pada
lingkungan sekitarnya ,agar dapat berkesinambungan dengan baik antara bangunan dengan lingkungan dan pengguna bangunan sebagai pendukung usaha perdagangan daging potong sapi dalam penanganan daging sehat konsumsi secara higenis agar masyarakat sebagai konsumen merasa aman dan sehat.
2.2. Masalah Khusus Bagaimana merencanakan dan merancang kembali Rumah Pemotongan Hewan ( RPH ) dengan tata ruang sebagai proses pemotongan Hewan yang Higenis serta sterilisasi sampai akhir penanganannya dan unit-unit pengelolaan limbah dari kotoran sapi baik yang padat maupun yang cair dengan mengacu pada bangunan Industri dan ramah lingkungan . Faktor masalah tersebut antara lain :
7
•
Kebersihan yaitu bangunan dan ruang harus bersih karena berhubungan dengan pengolahan daging sebagai sumber makanan laukpauk .
•
Kesehatan yaitu Bangunan dan Ruang terjaga sehat dari kuman-kuman penyakit yang dapat menular ( Zoonisme ) dari hewan ke manusia atau sebaliknya .
•
Kesegaran yaitu Bangunan dan Ruang yang mampu mengendalikan mutu daging dengan pola penanganannya secara higenis.
•
Kapasitas yaitu Bangunan dan Ruang yang mampu menampung proses pemotongan dari jumlah pemotong hewan dan penanganan pengendalian limbah sebagai dampak lingkungan .
•
Keselamatan
yaitu
memperhatikan
Bangunan
dan
Ruang
yang
tertata
dengan
Sefty (keamanan) bagi pekerja ,pengelola,dan hewan
ternak, dari fasilitas peralatan penunjang , agar tercapai prikemanusiaan dan prikehewanan . •
Produk yaitu bagaimana pengolahan produk beserta ruang–ruangnya dalam produksi daging jadi atau daging irisan dalam kemasan .
3. TUJUAN Merancang Bangunan dan merencanakan Tata Ruang, sebagai usaha sebuah Desain Rumah Industri Pemotongan Hewan Khususnya hewan ternak Sapi yang memproduksi, Daging Segar, Daging Stock, dan Daging Kemasan, demikian juga proses penanganan limbahnya dari sisa kotoran, baik yang padat maupun yang cair melalui tahap sentralisasi dan produk limbah padat menjadi bahan produk pupuk kompos dari bahan organic. Hal
8
ini dilakukan sebagai usaha perbaikan mutu daging potong dan kepercayaan masyarakat dari kulakan atau pemotongan sapi yang benar, sehat, bersih dan aman dikonsumsi, dan sebagai bangunan industri yang ramah lingkungan yang memperhatikan lingkungan sekitarnya agar bebas polusi pencemaran, baik dalam aliran sungai atau air tanah . sehingga diharapkan hasilnya nanti tidak lepas atau meninggalkan Identitas yang ada sebagai Rumah Pemotongan Hewan .
4. SASARAN 1. Melakukan studi banding tentang pemotongan hewan ternak yang baik 2. Melakukan studi tentang ruang dan aktivitas kegiatan didalamnya. 3. Melakukan studi interveuw dan data dari pengguna rumah pemotongan hewan dan pengelola di dinas kehewanan terkait 4. Melakukan studi kasus daging sehat sebagai konsumsi masyarakat. 5. Melakukan studi pemasaran daging sapi di : pasar, depot, dan super market. 6. Melakukan studi pengolahan limbah. 7. Melakukan studi pengelola rumah pemotongan hewan dan masyarakat sekitarnya
5. LINGKUP PEMBAHASAN Lingkup pembahasan pada penulisan ini meliputi : 1. Jenis rumah pemotongan hewan yang dikhususkan hewan ternak sapi. 2. Pengolahan limbah yang berasal dari rumah pemotongan sapi 3. Permasalahan Non arsitektural yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat sebagai konsumsi daging sapi
9
4. Merencanakan bangunan yang meliputi : a. Perencanaan ruang yang sesuai dengan penanganan pemotongan hewan ternak sapi b. Perencanaan Tata ruang yang baik dari proses ruang penampungan sapi, ruang penimbangan karkas, ruang pembersihan sapi hidup dan pengecekan kesehatan, ruang pemotongan, ruang pembersihan jeroan dan usus,ruang pengecekan kesehatan jeroan, ruang pembukaan daging dari tulang , ruang penggodokan jeroan dan usus, ruang freezer bila dibutuhhkan untuk pembekuan daging dalam bentuk vacum sebelum dipasarkan jauh ( luar kota ), ruang kontrol akhir dan cap, ruang distribusi pajak dan administrasi pemotongan, ruang kantor pengelola, ruang pengambilan barang, ruang parkir, ruang pengunjung dan pemilik ternak, ruang fasilitas pejagal, ruang fasilitas umum cuci dan km/wc, ruang penjaga komplek pemotongan dan ruang gudang beserta ruang penanganan pengolahan produk jadi dalam bentuk daging kemasan . c. Perencanaan Tata lingkungan dalam proses penanganan limbah sisa kotoran d. Organisasi ruang-ruang yang efektif
10
1.
METODE Untuk mencari data yang dikehendaki dan menganalisa mengenai Rumah
Pemotongan Sapi ini,maka metode yang dilakukan adalah sebagai berikut : A . Metode Pengumpulan Data 1. Mendata Ulang Yaitu proses pendataan ulang mengenai RPH yang berada pada daerah Ngampilan Yogyakarta ,baik secara : •
Fisik Bangunan
•
Administrasi
•
Pengelolaan dan proses penanganan pemotongan ternak
Untuk mendapatkan data dan Informasi yang tidak diperoleh dilapangan dan
wawancara dengan pengurus RPH (rumah
pemotongan hewan ) dari dinas Kehewanan dan pengguna jasa RPH dari pengusaha daging potong dan pemotongan hewan khusus sapi .
2. Studi literature
Studi literature dilakukan dengan mempelajari proses penanganan pemotongan
hewan
,
penanganan
pengolahan
limbah,
serta
mempelajari ruang-ruang dalam tatanan aktivitas kerja dan lingkungan berdasarkan standar-standar arsitektur untuk konsep pengembangan ruang dalam bangunan.
11
3. Observasi
Pengamatan langsung pada proses penanganan Pemotongan Hewan Sapi pada daerah Ngampilan Kodya Yogyakarta, Segoroyoso Imogiri Bantul , Mancasan Sleman , serta industri Pengolahan limbah cair dan Pemasaran daging potong baik lewat Pasar, Depot daging ,dan Supermarket .
B . Metode Analisis / Pengolahan Data
1. Pengolahan data secara Kuantitatif
Pengolahan data yang diperoleh dari wawancara serta data lain diolah dengan mengubahnya menjadi data tabulasi ataupun scoring yang meliputi jumlah pengguna jasa Rumah Pemotongan Hewan Sapi yang ada di Yogyakarta .
2. Pengolahan data secara Kualitatif
Menganalisa berbagai macam data yang diperoleh untuk mendapatkan suatu
keberhasilan
dalam
Pemotongan
Hewan
Sapi
yang
mengutamakan Kesehatan Sapi potong, penanganan daging potong yang sehat, pengolahan limbah kotoran dan sisa pembersihan ruang
12
terhadap lingkungan sekitarnya, yang mengutamakan tata ruang bangunan dan pengguna rumah pemotongan sapi tersebut.
C . METODE PERANCANGAN Menggunakan proses pendekatan kegiatan prilaku sebagai acuan konsep perencanaan dan perancangan bangunan dengan tata ruang pemotongan hewan ternak sapi yang tanggap terhadap kesehatan,kebersihan dan keamanan daging potong serta penanganan limbah sebagai proses bangunan yang tanggap terhadap kelestarian lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
SISTEMATIKA PENULISAN BAB 1 PENDAHULUAN Menerangkan
Latar
Belakang,
Rumusan
Masalah,
Tujuan,
Sasaran,
Lingkup
Pembahasan, Metode dan Sistematika Penulisan perencanaan dan perancangan Rumah Industri Pemotongan Hewan (RIPH ) ternak sapi yang Higenis dan ramah Lingkungan di Yogyakarta.
BAB 2 TINJAUAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN ( RPH ) Pada Bab ini Tentang RPH dan Pengguna sebagai Studi Kasus dibahas mengenai Masyarakat sebagai Konsumen dan pengolah daging potong sebagai produk laukpauk ( Kuliner Masakan ) dan Faktor-faktor yang dihasilkan sebagai Limbah Cair dan Padat serta proses pengolahannya
BAB 3 PENDEKATAN BANGUNAN DALAM DESAIN ARSITEKTUR YANG HIGENIS DAN RAMAH LINGKUNGAN
13
Pada Bab ini dijelaskan pengertian dan segala kaitannya dengan Rumah Industri Pemotongan Hewan ( RIPH ) dan proses penanganan dalam ruang dan kebutuhan serta pengolahan limbah . BAB 4 ANALISIS KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH INDUSTRI PEMOTONGAN HEWAN ( RIPH ) Pada Bab ini dibahas mengenai konsep Bangunan dan pembentukan ruang dengan aspek Kesehatan dan kebersihan sebagai transformasi ke dalam rancangan Rumah Industri Pemotongan Hewan yang Higenis dan Ramah Lingkungan
BAB 5 KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN ( RIPH ) Berisi tentang konsep pemecahan masalah ( sketsa ide perencanaan ) yang di dapati dari hasil analisis.
14